Merosotnya nilai moralitas, kejujuran dan spiritual sebagian masyarakat Indonesia
dalam bentuk ketergantungan pada obat terlarang seperti narkoba,pelecehan seksual terhadap anak, perselingkuhan merebak di kalangan masyarakat. Nilai-nilai kejujuran, keteladanan, rapuhnya karakter, identitas, krisis kepercayaan dan terjadinya degradasi moral tidak saja di kalangan para remaja, tetapi juga terjadi di kalangan orang-orang tua yang seharusnya memberikan tuntunan dan bimbingan kepada para generasi muda. Fenomena seperti digambarkan di atas tidak saja terjadi pada manusia. Akibat ulah manusia juga tidak dapat dipungkiri bahwa pada era global seperti sekarang ini banyak fenomena alam yang terjadi, bukan saja terhadap kehidupan manusia, tetapi juga berimbas pada binatang dan tumbuhan. Pada aspek manusia kemajuan atau globalisasi mempengaruhi kehidupan manusia dalam hal berpikir, berkata dan berperilaku. Banyak perilaku manusia yang tidak lagi bersahabat terhadap sesama manusia, binatang dan alam lingkungan. Konsep ajaran Hindu bahwa kebahagiaan hanya terwujud jika adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Ajaran ini disebut Tri Hita Karana (tiga faktor penyebab terwujudnya kebahagian). Manusia memiliki peranan utama dalam mewujudkan keharmonisan antara ketiga faktor tersebut. Dalam kehidupan ini semua aktivitas memiliki aturan. Semua yang ada di alam bebas maupun di dunia harus mengikuti aturan dalam pergerakannya. Jika aturan ini tidak diikuti maka pasti akan terjadi kehancuran. Alam semesta memiliki aturan/hukum tersendiri dalam pergerakannya yang disebut Rta (hukum alam). Ajaran Tri Hita Karana telah menggariskan bagi umat manusia untuk selalu berupaya menjalin hubungan yang harmonis kehadapan Tuhan, antar manusia dan hubungan yang harmonis terhadap alam dan lingkungan. Realita yang terjadi justru sangat paradoksal antara harapan dengan kenyataan, di mana manusia hilang kendali untuk mengupayakan hubungan terhadap ketiga komponen yang terkonsepsi dalam ajaran tri hita karana. Manusia tidak lagi serius menjalin hubungan dengan Ida Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai pencipta dan memelihara kehidupan semua makhluk di dunia ini, terlebih lagi menjalin hubungan yang harmonis dengan manusia dan alam lingkungan. Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 November 1996, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah 1 Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat. Secara etimologi Tri Hita Karana berasal Sansekerta dari kata Tri, Hita, dan Karana. Tri yang artinya tiga, Hita artinya sejahtera atau kebahagiaan dan Karana artinya penyebab. Tri Hita Karana adalah tiga ajaran untuk mencapai kesejahteraan manusia yang hidup di masyarakat. Menurut Wiana (2007), Tri Hita Karana merupakan ajaran untuk mencapai kehidupan yang bahagia, adapun Bhagawad Gita III. 10 adalah sebagai landasan filosofi Tri Hita Karana. Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan harmonis yang harus diciptakan manusia dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan harmonis tersebut meliputi, hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan harmonis antara manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam (Palemahan). Ketiga unsur yang terdapat pada ajaran Tri Hita Karana ini tidak bisa dipahami sepotong-sepotong, namun sebagai satu kesatuan yang utuh, sinergis dan konsisten sebagai filosofis hidup yang universal. Dari ungkapan tersebut diatas, untuk bisa mencapai kebahagiaan dimaksud, manusia perlu mengadakan hubungan yang harmonis (saling menguntungkan) dengan ketiga hal tersebut. Melalui hubungan yang harmonis terhadap tiga hal tersebut akan tercapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup manusia. Oleh sebab itu, dapat dikatakan hubungan harmonis dengan ketiga hal tersebut adalah suatu hal yang harus dijalin dalam hidup manusia. Dari ketiga hal diatas dapatlah diungkapkan bahwa bagian- bagian dari Tri Hita Karana adalah: 1. Hubungan antara manusia dengan Tuhan yang dikenal dengan Parahyangan. 2. Hubungan antara manusia dengan sesama manusia dikenal dengan Pawongan. 3. Hubungan antara manusia dengan alam (lingkungan sendiri) yang dikenal dengan konsep Palemahan. Dalam hubungannya dengan Tri Hita Karana, Parahyangan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), Pawongan (manusia), Palemahan (alam tempat tinggal) adalah merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keterpaduan ketiga unsur Tri Hita Karana itu diproyeksikan dengan kelompok masyarakat memerlukan Palemahan dalam kehidupannya, sehingga boleh dikatakan manusia hidup di alam dan untuk alam sehingga terjadi suatu kesatuan antara masyarakat desa dengan wilayah yang ditempati. Manusia yang memiliki keyakinan atas kemahakuasaan Tuhan, meyakini bahwa manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan. Pada ajaran Tri Hita Karana, dalam mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan bahagia baik lahir maupun batin, manusia haruslah menciptakan hubungan harmonis dengan Tuhan. Hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan adalah salah satu dari tiga unsur yang harus diciptakan manusia dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia. Salah satu hubungan harmonis tersebut dalam ajaran Tri Hita Karana disebut dengan istilah Parahyangan. Penerapan Parahyangan dapat diwujudkan dengan upaya-upaya pelaksanaan Dewa Yadnya. Karena Parahyangan itu merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan, maka penerapannya dapat dilaksanakan dengan Dewa Yadnya. Misalnya dengan membersihkan pura-pura,rajin sembahyang dan juga dengan melaksanakan ajaran ajaran agama dan menjauhi larangan-larangan Tuhan. Mewujudkan kehidupan yang baik lahir maupun batin, tidak bisa lepas dari menciptakan hubungan harmonis antara manusia dengan manusia. Hubungan harmonis antara manusia dengan manusia adalah salah satu dari tiga unsur dalam ajaran Tri Hita Karana yang harus diciptakan manusia dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Adapun hubungan harmonis antara manusia dengan manusia dalam ajaran Tri Hita Karana disebut dengan istilah Pawongan. Menciptakan hubungan harmonis antara manusia dengan manusia membutuhkan aturan atau tata tertib. Tata tertib penting adanya untuk mengatur tingkah laku setiap manusia agar individu manusia yang satu dengan yang lainnya tidak saling menyakiti. Palemahan memiliki arti hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam. Palemahan adalah salah satu unsur dalam Tri Hita Karana yang harus diciptakan dalam perjalanan hidup manusia, agar terwujudnya kehidupan yang bahagia baik lahir maupun batin. Adapun udara yang selalu dihirup oleh manusia agar tetap dapat hidup, kualitasnya dipengaruhi oleh lingkungan alam, tidak hanya itu kebutuhan primer manusia seperti pangan, sandang maupun papan, serta kebutuhan sekunder, dan tersier manusia pun tidak bisa lepas dari keberadaan lingkungan alam, oleh karena itu lingkungan alam merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Upaya manusia untuk menjaga kelestarian alam (palemahan) tidak mungkin dapat terwujud dengan baik bila ia melupakan bhakti kepada Tuhan (parhyangan), dan tidak menebarkan cinta kasih kepada sesama umat manusia (pawongan). Oleh karena umat manusia sedunia heterogen dalam dalam artian memeluk berbagai agama dan kepercayaan,maka konsep Tri Hita Karana dapat saja disesuaikan dengan agama dan kepercayaan masing-masing.