Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN KONFLIK

METODE RESOLUSI KONFLIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Konflik adalah salah satu kata yang tidak asing lagi didengar bahkan sebagai salah satu aspek
yang tidak asing lagi dirasakan. Konflik adalah suatu kejadian dimana ada pertentangan di
dalamnya. Salah satu wadah konflik terjadi adalah pada ranah interaksi manusia. Ketika ada
pertemuan antara manusia, tentu akan ada kecenderungan untuk terjadinya konflik.
Perbedaan karakteristik pada manusia adalah penyebab dasar dalam terjadinya konflik.
Sehingga selama manusia itu berbeda, konflik akan selalu ada. Oleh karena itu konflik tak
dapat dihindari dari kehidupan manusia, atau dengan kata lain konflik adalah esensi
kehidupan manusia (Wirawan, 2010: 1).
Konflik sering kali dianggap sebagai suatu kejadian yang buruk. Banyak hal yang dilakukan oleh
manusia untuk menghindari kejadian konflik ini. Asumsi ini muncul karena dapat dirasakan
bahwa konflik membawa dampak buruk (Wirawan, 2010: 113). Akan tetapi pandangan
modern menjelaskan pada kita bahwa konflik tidak selamanya berorientasi negatif karena ada
juga hal- hal positif yang akan terjadi akibat dari munculnya konflik (Wirawan, 2010: 115).
Dampak yang terjadi tergantung dari cara penanganannya. Jika penanganannya tepat dan
efektif, maka dampaknya akan menuju ke arah positif, dan jika penanganannya tidak tepat
dan tidak efektif, maka dampaknya akan menuju ke arah negatif. Oleh karena itu ketika
konflik muncul, perlu adanya penanganan yang tepat dan efektif sehingga menghasilkan
keluaran konflik yang mampu menghantarkan jalan keluar dan membawa konflik kepada
ranah yang menghasilkan dampak positif (Wirawan, 2010: 115).
Di dalam menyelesaikan konflik, ada beberapa cara yang dipakai. Salah satu cara yang dipakai
adalah metode resolusi konflik. Oleh karena itu pada makalah ini kami akan memandu
saudara di dalam menjelajahi salah satu ranah keluaran konflik atau metode pemecahan
konflik yaitu metode resolusi konflik.
B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan metode resolusi konflik?
2.      Apa saja macam- macam resolusi konflik dan penjelasannya?
C.      TUJUAN MAKALAH
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan metode resolusi konflik.
2.      Mengetahui macam- macam resolusi konflik beserta penjelasannya.

BAB II
ISI
A.      DEFINISI RESOLUSI KONFLIK
Resolusi konflik dalam definisi kamus Webster menurut Levine (1998: 3) adalah (1) tindakan
mengurangi sesuatu permasalahan yang membingungkan meskipun dalam bentuk pertanyaan,
(2) pemecahan, (3) penghapusan atau penghilangan permasalahan.
Kheel (1999: 8) memberikan definisi resolusi konflik dengan memilah satu persatu antara konflik
dan resolusi. Menurutnya konflik adalah perbedaan antara dua atau lebih individu, kelompok
dalam beberapa hal dimana satu pihak menginginkan daripada yang lain. Resolusi
didefinisikan sebagai penyelesaian konflik dengan cara sukarela seperti mediasi, negosiasi
dan arbitrasi.
Peter Wallensteen (2002: 8) mengartikan resolusi konflik sebagai sebuah kondisi setelah konflik
dimana pihak- pihak yang berkonflik melaksanakan perjanjian untuk memecahkan persoalan
yang mereka perebutkan, dan menghentikan segala perbuatan kekerasan satu sama lain.
Lane dan Cornick (Nimer 1999: 13) memberikan definisi resolusi konflik adalah pemecahan
menggunakan kolaborasi dimana pihak ketiga yang netral membantu para pihak yang sedang
bersengketa untuk melakukan konsiliasi, fasilitator dan mediator dalam resolusi. Tujuannya
adalah pada penghapusan sumber konflik. Burton (Nimer, 1999: 13) menambahkan bahwa
resolusi konflik adalah proses interdisipliner analisis dan intervensi yang berkaitan dengan
pemecahan masalah dari konflik yang bersifat destruktif.definisi Lane dan Burton ini
mencoba membawa resolusi konflik sebagai sebuah proses pemecahan masalah atau problem
solving. Pemaknaan senada diberikan oleh Weitzman yang memfokuskan pada problem
solving dan decision making.
Weitzman (Morton, 2000: 185) memberikan pemaknaan conflict resolution sebagai tindakan
pemecahan masalah bersama (solve a problem together).
James Schlenberg (1996: 9) mengemukakan bahwa resolusi konflik merupakan isu sentral dalam
kajian konflik. Dalam kajian ini resolusi konflik dapat didefinisikan secara umum ataupun
khusus. Definisi resolusi konflik secara umum adalah setiap usaha untuk mengurangi konflik
sosial dengan upaya kesepakatan, perubahan lingkungan, pengaruh pihak ketiga, kemenangan
salah satu pihak dan sebagainya. Secara khusus resolusi konflik didefinisikan sebagai segala
bentuk pengurangan dalam konflik yang ditandai dengan kesadaran terhadap permasalahan
yang disengketakan diantara pihak- pihak yang berkonflik.
Dari berbagai macam definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa resolusi konflik adalah salah
satu metode penyelesaian konflik atau pengeluaran konflik dimana sumber konflik
dihilangkan atau konflik tersebut dihilangkan atau dihapuskan dengan cara saling bersepakat
atau bernegosiasi dan kegiatan lain serupa antara pihak yang berkonflik. Dan dapat dibantu
pula oleh orang ketiga yang dapat membantu penghilangan atau penghapusan konflik melaui
proses negosiasi, konsoliasi dan meditiator.

B.       MACAM- MACAM RESOLUSI KONFLIK


GAMBAR 1: Macam- macam metode resolusi konflik.
 
  

GAMBAR 2: Macam- macam resolusi konflik berdasarkan ada atau tidak adanya peran
kekerasan.

1.         Resolusi Konflik- Mengatur Sendiri/ Pengaturan Sendiri


Dalam metode pengaturan sendiri ini, yang berperan aktif adalah pihak yang berkonflik itu
sendiri. Pada metode ini pihak yang berkonflik saling melakukan pendekatan dan negosiasi
untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan keluaran konflik yang diharapkan. Pola- pola
pada interaksi konflik nantinya tergantung pada keluaran konflik yang diharapkan, potensi
konflik lawan konflik, dan situasi konflik. Ada beberapa metode yang diterapkan pada
resolusi konflik pengaturan sendiri, yaitu:
a.        Interaksi Konflik dengan Keluaran yang Diharapkan Mengalahkan Lawan Konflik (Win &
Lose Solution)
Dalam strategi “Saya menang anda kalah” menekankan adanya salah satu pihak yang
sedang konflik mengalami kemenangan tetapi pihak yang lain mengalami kekalahan. Strategi
semacam ini sering dipergunakan untuk mengatasi konflik di dalam aspek kehidupan sehari-
hari dan tak terkecuali di dalam organisasi.
Strategi ini mengungkap pola kejadian yang dapat diramalkan kerena anggota kelompok yang
mengalami konflik menganggap usulan pemecahan kelompoknya adalah yang terbaik
dibandingkan dengan usulan pemecahan yang dibuat oleh kelompok yang lain sebagai
saingannya. Usulan-usulan pemecahan yang sedang konflik diuji, namun para anggota
kelompok biasanya mempunyai pengetahuan yang lebih banyak tentang usulan pemecahan
yang sedang bersaing daripada mengenai usulan-usulan kelompok yang lainnya. Adanya
beberapa kesamaan antara usulan-usulan kkelompoknya dengan kelompok lain cenderung
diabaikan. Namun adanya perbedaan yang sedikit saja dapat dibesar-besarkan, masing-
masing kelompok cenderung menganggap kelompoknya lebih unggul dari kelompok
saingannya (Blake & Mounton 1985).
1)        Karakteristik
·           Ada pemisahan secara jelas antara “kita” dan “mereka”.
·           Beberapa kelompok saling menggunakan tenaganya untuk memperoleh kemenangan atau
kekalahan.
·           Beberapa kelompok yang konflik cenderung mempersepsi melalui “kaca mata sendiri”.
·           Lebih menekankan pada pemecahan masalah daripada mencapai tujuan, nilai-nilai atau
sasaran yang dapat memuaskan semua pihak yang konflik.
·           Konflik dapat dilihat manurut ukuran dan pertimbangan tertentu.
·           Tidak ada deferensiasi pada kegiatan-kagiatan pemecahan konflik dari proses kegiatan
kelompok maupun serangkaian perencanaan dari kegiatan-kagiatan tersebut.
·           Beberapa kolompok cenderung mengambil jalan pintas dari beberapa alternatif yang ada.
2)        Strategi
·           Penarikan diri (withdrawal)
Dalam penyelesaian konflik, ada kalanya penerikan diri oleh salah satu orang atau kelompok
orang yang berselisih, akan dapat lebih efektif bila peran yang dimainkan tidak saling
tergantung koordinasinya. Namun bila peran yang dimainkannya saling tergantung tugasnya
satu sama lain, maka keduanya akan saling menarik diri dan benar-benar merusak
pelaksanaan tugasnya. Misalnya, dua orang karyawan bagian pengendalian kualitas (quality
control), sama-sama mempunyai tugas dan tanggung jawab secara berkaitan dan saling
tergantung koordinasi tugasnya. Bila suatu saat kedua belah pihak dalam menentukan tujuan
dan prioritas berbeda terutama dalam persediaan barang baku, pemberian informasi, dan
pemberian bantuan demi mempercepat proses produksi, maka kedua belah pihak akan
mengalami konflik. Situasi semacam ini akan membuat kedua belah pihak yang terlibat
konflik mengalami ketidakpuasan. Pada akhirnya salah satu pihak cenderung menghindar
atau menarik diri karena tidak ingin bekerjasama dalam satu tim.
·           Taktik-taktik penghalusan dan perdamaian (smoothing and conciliation tactics)
Taktik-taktik penghalusan dan perdamaian terhadap konflik merupakan upaya untuk
mengesampingkan perbedaan-perbedaan secara halus, dengan melakukan tindakan-tindakan
perdamaian dengan pihak lawan. Selain itu untuk menghindari terjadinya konfrontasi yang
dapat merugikan kedua belah pihak. Walaupun demikian salah satu pihak akan merasa tidak
puas terhadap akhir penyelesaian konflik ini.
Ada sejumlah taktik penghalusan dan perdamaian yang dapat dilakukan delam penyelesaian
konflik antar pribadi/kelompok ini dengan cara berusaha :
Ø  Menyatakan hasrat untuk meu bekerjasama dan membina relasi secara harmonis dengan pihak-
pihak yang terlibat konflik.
Ø  Menawarkan bantuan-bantuan melalui pernyataan ungkapan rasa penghargaan atas prestasi
pihak lawannya.
Ø  Menetralisir untuk tidak membuat tuduhan, ancaman-ancaman atau kecaman-kecaman yang
menyakitkan pihak-pihak lawan.
Ø  Memberikan penguatan atas tindakan-tindakan perdamaian dan saling memberikan hadiah di
antara yang terlibat dalam konflik.
Ø  Memberikan tawaran-tawaran yang berisi tentang pemberian bantuan khusus kepada pihak
yang terlibat dalam konflik.
Ø  Menyepakati perjanjian yang telah dibuat agar tidak mencari perbedaan-perbedaan nilai atau
kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat.

Adanya taktik-taktik penghalusan dan perdamaian (smoothing and conciliatio tactics) terhadap
perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictional ambiquity), maka
pendekatan dengan taktik-taktik tersebut amatlah efektif. Tujuannya di antaranya untuk
menghindarkan adanya kondisi-kondisi yang mengarah pada permusuhan terbuka,
kehancuran-kehancuran hubungan kerja yang sudah berjalan lancar dan menghindarkan
adanya keterkaitan secara lengsung sumber-sumber konflik dengan tugas atau pekerjaan, dan
peran tertentu.
·           Bujukan (persuation)
Salah satu usaha untuk menghadapi konflik adalah dengan cara berusaha membujuk pihak lain
melalui, misalnya berusaha mengubah posisinya atau memberikan bukti-bukti nyata yang
dapat mendukung dan memperkuat posisinya dan memperlemah posisi lawannya. Beberapa
tipe umum mengenai taktik persuasi dengan cara berusaha:
Ø  Memberikan bukti-bukti nyata yang bisa mendukung posisinya.
Ø  Memperlemah informasi yang dapat mendukung posisi lawannya, serta menunjukkan segi-segi
kelemahan dalam rangka meluruskan cara berfikirnya.
Ø  Menjelaskan pengorbanan-pengorbanan dan kerugian-kerugian yang dimungkinkan dari
usulan-usulan pihak lawak konfliknya yang masih belum dipahami oleh pihak lawan.
Ø  Memberikan penjelasan mengenai usulan-usulan pihaknya yang lebih memiliki keunggulan di
banding pihak lainnya.
Ø  Menunjukkan bahwa usulan-usulan dari diri atau kelompoknya, cenderung lebih selaras
dengan kebijakan-kebijakan organisasi, norma-norma yang lazim dipakai serta beberapa
ukuran keadilan dan kesamaan yang dapat diterima oleh organisasi.

Keberhasilan untuk melakukan persuasi seringkali ditentukan oleh bagaimana orang dapat
menyakinkan kepada orang lain bahwa dengan mengajak secara persuasi dan sejauh mana
pihak lawan menerima ajakan pihak lawan lainnya untuk mempertimbangkan informasi-
informasi faktual yang relevan dengan konflik, kerena adanya rintangan-rintangan
komunikasi (communication barrier). Jika kedua belah pihak yang terlibat terkait dengan
tujuan-tujuan yang selaras, maka permintaan-permintaan secara bujukan/persuasi dapat
diperhitungkan atau bahkan diabaikan sama sekali. Pada dasarnya permintaan-permintaan
secara bujukan (persuation) mempunyai kesempatan yang besar untuk dapat berhasil.
Sebaliknya, ketika kedua belah pihak yang terlibat konflik mempunyai tujuan-tujuan yang
saling melengkapi akan tetapi tidak menyepakati cara-cara yang terbaik untuk mencapai
penyelesaian konfliknya, maka keduanya akan mengalami konflik berkelanjutan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan taktik bujukan (persuation) terhadap pihak lawannya, sehingga salah satu
pihak mengikuti pihak lainnya yang memberi bujukan.
·           Taktik paksaan dan penekanan (forcing and pressure tactics)
Taktik lain untuk mengatasi konflik biasanya menggunakan taktik-taktik paksaan dan penekanan
terhadap pihak lain agar mengalah. Salah satu cara biasanya menggunakan kekuasaan formal
yaitu memaksa dan menekan seseorang dengan cara menunjukkan kekuatan (power) melalui
sikap yang otoriter dan mendominasi segala aktivitas dalam organisasi sesuai dengan sifat-
sifat yang dimiliki oleh setiap individu (individual traits). Ada kecenderungan pemimpin
dengan kekuasaannya berusaha melalui sifat-sifat dan sikap otoriter, tidak mengenal
kompromi, dan tidak luwes (inflexsible) memaksa dan memberi tekanan kepada siapa saja
yang dianggap sebagai lawannya. Oleh karena itu, melalui persetujuan (concession) dapat
juga digunakan jika terjadi adanya kekaburan diskripsi tugas (jurisdictional ambiquity) dalam
suatu organisasi.
Ada tiga macam cara dalam taktik ini, yaitu:
Ø  Pemberian ancaman
Pemberian ancaman merupakan peringatan secara terang-terangan atau bahkan dapat terselubung,
melalui tindakan yang dapat merugikan pihak lain yang terlibat konflik jika pihak lain tidak
memenuhi tuntutan yang telah digariskan oleh organisasi.
Oleh karena itu, kemampuan relatif dari satu pihak amat menentukan dalam memanfaatkan taktik
pemberian ancaman dan penekanan untuk menyelesaikan suatu konflik. Namun, pada
umumnya jika terjadi konflik dalam organisasi ada kecenderungan menggunakan
penyelesaian kompromi ketika mendapat ancaman dari pihak lain. Pembentukan koalisi akan
terjadi ketika orang ingin mengenal sikap dan sifat-sifat pribadi pihak lain yang terlibat
konflik.
Dengan demikian, hal ini dapat mengurangi adanya ancaman yang dirasakan sebagai suatu yang
tidak perlu terjadi jika mereka telah mengenal sikap atau sidat-sifat pribadi di antara mereka
yang terlibat dalam konflik tersebut.
Ø  Konsekuensi hukuman
Tindakan ancaman akan diantisipasi dengan konsekuensi hukuman. Pihak karyawan yang terlibat
konflik merasa bahwa dirinya kurang diperlakukan secara adil oleh pihak organisasi,
sehingga mereka mengadakan ancaman balasan yang berupa konsekuensi hukuman terhadap
pihak organisasi di antaranya mogok kerja jika tuntutan kenaikan upah lembur atau gaji yang
mereka ajukan tidak dikabulkan oleh organisasi, atau tindakan agresif lainnya seperti akan
segera melekukan penyerangan fasilitas kantor atau membekar gedung. Namun, konsekuensi
hukuman tersebut ternyata disambut pula oleh pihak organisasi dengan konsekuensi hukuman
yang berat bahkan amat berat seperti skorsing atau pemecatan kerja dan tindakan tegas dari
pihak kepolisisan atau pengadilan terhadap setiap karyawan yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan organisasi/perusahaan.
Oleh karena itu, tindakan ancaman dan konsekuensi hukuman tidak memiliki kepastian dalam
memberi dampak positif sesuai harapan bersama. Memang ada juga sejumlah orang yang
terpengaruh bujukan temannya untuk melakukan pemogokan. Tetapi orang yang lainnya
masih dapat memahami situasi dan peraturan organisasi, sehingga mereka tidak mudah
terprovokasi oleh teman-temannya.
Ø  Pengikatan posisi
Pengikatan posisi (positional commitment) adalah suatu pernyataan dari satu pihak yang
menjelaskan bahwa dirinya tidak dapat bertindak secara fleksibel ketika bekerja dalam
organisasi. Oleh karena itu, pihak lain akan menghadapi konsekuensi-konsekuensi jalan
buntu. Keikatan posisi mungkin dapat berhasil ketika pihak yang terlibat konflik dapat
menunjukkan ketidakmungkinan memberi persetujuan lagi sebagai syarat untuk mencapai
penyelesaian konflik. Namun, keikatan posisi dapat gagal jika penyelesaian konflik tersebut
tidak dapat memenuhi dan memuaskan aspirasi minimal pihak lain. Oleh karena itu
penggunaan keikatan posisi perlu adanya prediksi sejauh mana pihak lain bersedia
menyetujui dan hanya menuntut sebatas kemampuan dan tidak melebihi daya kemampuan
yang dituntut.
Taktik-taktik paksaan dan tekanan dapat berdampak negatif, seperti timbulnya tindakan agresif
keryawan di antaranya adalah marah, permusuhan, pemogokan, pengrusuhan, ataupun intrik-
intrik dan sabotase-sabotase tertentu yang diarahkan terhadap organisasi, sedangkan bagi
keryawan diancam dengan sanksi-sanksi dan hukuman seperti skorsing, pemutusan hubungan
dan atau harus bermusuhan dengan pihak berwajib bagi yang terlibat dalam masalah-masalah
kestabilan, keamanan, dan kriminalitas yang ada di lingkungan organisasi.
·           Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar menawar dan pertukaran (bargaining and
exchange-oriented tactics)
Tawar-menawar dapat diartikan sebagai proses pertukaran persetujuan hingga mencapai satu
kompromi misalnya, membuat suatu persetujuan ulang agar pihak lawan dapat menerimanya
tanpa harus disertai dengan janji-janji tertentu. Selain itu, tawar-menawar dapat diartikan
sebagai usaha untuk menyelesaikan konflik secara potensial yang dapat diterima dan
memberi keuntungan kedua belah pihak secara memadahi serta untuk memenuhi aspirasi
minimal mereka yang terlibat di dalamnya. Jika tawar-menawar mengalami jalan buntu
karena kedua belah pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan, maka taktik tersebut tidak
dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik secara maksimal. Salah satu tujuan dari taktik
tawar-menawar ini adalah berusaha untuk dapat menyelesaikan konflik yang berkaitan
dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara maksimal
bagi kedua belah pihak yang mempunyai kepentingan yang sama juga.
Pada umunya penawar yang berpengalaman akan menuntut lebih banyak dari tawaran yang
diajukan kepada pihak lain. Persetujuan yang dipahami bersama diperlukan untuk
menghindari terjadinya jalan buntu dalam penyelesaian konflik. Namun, untuk dapat
mencapai hal tersebut, maka kedua belah pihak biasanya menutupi kelemanah-kelemahannya
masing-masing. Jika ada pihak yang terlalu mudah memberikan persetujuan, pada umumnya
akan dilihat sebagai pihak yang lemah dan pihak lain cenderung menuntut lebih banyak dari
yang ada dan cenderung malakukan penewaran jauh lebih rendah dari ukuran (standarnya).
Untuk dapat mengantisipasi terjadinya penawaran yang dijelaskan dalam pernyataan di atas,
diperlukan beberapa strategi yang lebih efektif. Beberapa strategi yang dimaksud meliputi
berbagai usaha yaitu:
Ø  Membuat satu persetujuan ulang jika pihak lain tidak memberikan persetujuan.
Ø  Mengusulkan suatu pertukaran persetujuan khusus yang mudah diterima oleh kedua belah
pihak.
Ø  Memberikan isyarat secara informal tentang suatu hasrat/keinginan untuk membuat suatu
konsensi atau persetujuan lebih lanjut, jika pihak lawan membuat suatu persetujuan pada saat
tawar-menawar dilakukan.
Ø  Mengajukan usul bahwa seseorang perantara (mediator) diperlukan untuk membantu
menemukan kompromi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Taktik-taktik yang berorientasi pada pertukaran seringkali mengalami “komunikasi diam”.
Komunikasi ini dapat terjadi bila suatu pihak memberikan tawaran secara fleksibel dalam
menukarkan persetujuan-persetujuan, tanpa harus memberikan tawaran atau janji secara terus
terang. Komunikasinya dapat berjalan secara diam-diam dalam mengubah tuntutannya agar
dapat diterima kedua belah pihak. Keuntungan komunikasi diam adalah ketika wakilnya
melakukan kesalahan dalam tawar-manawar untuk penyelesaian konflik, maka pimpinannya
dapat mengkoreksi kesalahan yang dilakukan oleh wakilnya, sehingga kesalahan dapat
diperbaikinya. Sebaliknya, kerugiannya adalah jika usaha untuk memperoleh tanggapan
positif dari pihak lawan ternyata gagal, atau dapat terjadi karena adanya rintangan-rintangan
komunikasi (communication barrier) yaitu pesan yang disampaikan dalam kuminikasi kabur
(ambigius) atau kesalahan interpretasi (misinterpretation), kesalahan pemahaman
(misunderstanding), atau kesalahan konsep (misconception).

b.        Interaksi Konflik dengan Tujuan Menciptakan Kolaborasi atau Kompromi (Win & Win
Solution)
Penyelesaian ini yang dipandang manusiawi karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan
keterampilan dalam menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-
pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana
kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing- masing dalam
upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang. Strategi menang-
menang jarang digunakan dalam organsiasi dan industri tetapi ada 2 cara di dalam stratgei ini
yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
1)        Pemecahan masalah terpadu (integrative problema solving)
Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah
pihak.
2)        Konsultasi proses antar pihak (Inter-party Process Consultation)
Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, diaman
keduanya tidak mempunyai kewenangan
untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi disalah satu atau kedua
belah pihak yang terlibat konflik.

Kenneth W. Thomas dan Ralp H. Killmann (1974) mengembangkan taksonomi gaya manajemen
konflik berdasarkan dimensi : (1) kerjasama pada sumbu horizontal dan (2) keasertifan pada
sumbu vertikal. Kerja sama adalah upaya orang untuk memuaskan orang lain jika
menghadapi konflik. Keasertifan adalah upaya orang untuk memuaskan orang lain jika
menghadapi konflik.
Berikut adalah gaya kelima jenis gaya manajemen konflik tersebut:
1)        Kompetisi (competing)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifantinggi dan tingkat kerjasama rendah. Gaya ini
berorientasi pada kekuasaan,
dimana seorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan konflik
dengan biaya lawannya.
2)        Kolaborasi (collaborating)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan tingkat kerjasama tinggi. Tujuannya
untuk mencari keasertifan dan kerjasama yang tinggi.
3)        Kompromi (compromising)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan tingkat kerjasama sedang. Menggunakan
strategi memberi dan mengambil, kedua belah pihak terlibat konflik mencari alternative yang
sama-sama memuaskan mereka berdua.
4)        Menghindar (avoiding)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifandan tingkat kerjasama rendah. Kedua belah
pihak yang terlibat konflik sama-sama menghindari konflik.
5)        Mengakomodasikan (accommodating)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan rendah dan tingkat kerjasama tinggi.
Seseorang mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan
lawan konfliknya.
Pada metode interaksi konflik denga tujuan menciptakan kolaborasi atau kompromi (win & win
solution) diperlukan teknik kolaborasi dan kompromi.

Di dalam proses kolaborasi dan kompromi, terdapat beberapa keterampilan yang perlu dimiliki,
yaitu:
1)        Kolaborasi
·           Mendengarkan dengan baik yang dikemukakan lawan konflik 
·           Kemampuan bernegosiasi
·           Mengidentifikasi pendapatlawan konflik
·           Konfrontasitidak mengancam
·           Menganalisismasukan
·           Memberikankonsesi
2)        Kompromi
·           Kemampuan bernegosiasi
·           Mendengarkan dengan baik  apa yang dikemukakan lawan konflik 
·           Mengevaluasi nilai
·           Menemukan jalan tengah
·           Memberikan konsesi
Di dalam metode ini terdapat interaksi konflik yang nantinya akan dilaksanakan, yaitu:
1)        Menyusun strategi konflik dengan tujuan melakukan pendekatan kepada lawan konflik
agar mau bernegosiasi dan mendapatkan sepenuhnya atau sebagian keluaran konflik yang
diharapkan.
2)        Menghadapi lawan konflik dengan ramah.
3)        Mengajak lawan konflik untuk berunding dan bernegosiasi dengan prinsip memberi dan
mengambil (give and take).
4)        Mengemukakan data,fakta,informasi atau kejadian yang ada hubungan dengan
konflik secara apa adanya tampa menyudutkan atau menyalahkan.
5)        Meminta data,fakta,informasi atau kejadian yang ada hubungannya dengan konflik
dan penjelasan kepada lawan konflik.
6)        Menyusun jadwal pertemuan dilingkungan yang netral.
7)        Menggunakan gaya manajemen kolaborasi yaitu mencari keasertifan dan kerjasama yang
tinggi.
8)        Menggunakan gaya manajemen kompromi yaitu kedua belah pihak yang terlibat konflik
mencari alternative yang sama-sama memuaskan mereka berdua.
9)        Mengembangkan iklim kolaborasi dan kompromi.
10)    Menganalisa posisi interaksi konflik dari lawan konflik.
11)    Mengemukakan persamaan dan kebersamaan dengan menjauhkan perbedaan.
12)    Mengemukakan posisi konflik dengan lawan konflik.
13)    Daya tarik persuasif rasional berusaha merubah posisi lawan konflik.
14)    Berpikir divergen untuk mengembangkan sejumlah alternatif solusi.
15)    Mengemukakan alternatif solusi terbaik kepada lawan konflik dengan taktik give and take.
16)    Melakukan inisiatif untuk pemecahan masalah.

c.         Interaksi Konflik Menghindar


Tujuan dari proses resolusi konflik menghindar adaah menghindarkan diri dari situasi konflik.
Pihak yang terlibat konflik berupaya menghindarkan konflik dengan berbagai alasan, yaitu:
1)        Tidak senang terhadap ketidaknyamanan sebagai akibat terjadinya konflik.
2)        Menganggap penyebab konflik tidak penting.
3)        Tidak mempunyai cukup kekuasaan untuk memaksakan kehendak.
4)        Menganggap situasi konflik tidak bisa dikembangakn sesuai kehendaknya.
5)        Belum siap untuk melakukan negosiasi.

Berikut adalah proses interaksi pihak yang terlibat konflik antara lain:
1)        Menyusun strategi dengan tujuan untuk menghindari konflik, mungkin secara terus
menerus atau untuk sementara jika penyebab konflik sangat esensial.
2)        Menahan diri dan pasif.
3)        Tidak melayani pihak lawan konflik.
4)        Menarik diri dari situasi konflik.
5)        Menunggu waktu untuk melakukan reaksi.
6)        Tidak mengakui bahwa konflik telah terjadi.
7)        Mengalihkan masalah untuk mengalihkan perhatian lawan konflik mengenai konflik yang
terjadi.
8)        Menggunakan humor untuk menghindari pembicaraan mengenai konflik.

Benard Mayer (2000) dalam bukunya berjudul The Dynamics of Conflict Resolution: A


Practitioner’s Guide  menyatakan ada delapan cara untuk menghindari konflik. Kedelapan
cara tersebut adalah:
1)        Menghindari secara agresif
2)        Menghindari pasif
3)        Menghindari pasif agresif
4)        Menghindari dengan ketidakberdayaan
5)        Menghindari dengan melemparkan ke orang lain
6)        Menghindar melalui menyangkal
7)        Menghindar melalui pemecahan masalah secara dini
8)        Menghindar dengan melipat

d.        Interaksi Konflik Mengakomodasi


Dapat disebut pula dengan  coorperative dan berlawanan dengan kompetisi. Dalam hal ini
individu mengakomodasikan permasalahan dan memberi kesempatan pada pihak lain untuk
untuk mengatur strategi pemasalahan konfliknya. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada pihak lain untuk membuat keputusan.
Interaksi konflik mengakomodasi bertujuan untuk menyenangkan lawan konflik dan
mengorbankan diri. Berikut adalah perilaku konfliknya:
1)        Bersikap pasif dan ramah kepada lawan konflik
2)        Memperhatikan lawan konflik sepenuhnya dan mengabaikan diri sendiri
3)        Menyerah pada solusi yang dimintai lawan konflik
4)        Memenuhi keinginan lawan konflik

2.         RESOLUSI KONFLIK TANPA KEKERASAN


Resolusi konflik tanpa kekerasan (non- violent) adalah resolusi konflik yang dilakukan
oleh pihak yang terlibat konflik dengan tidak menggunakan kekerasan fisik, verbal, dan
nonverbal untuk mencapai resolusi konflik yang diharapkan. Teknik resolusi ini tidak
menimbulkan luka fisik namun punya kecenderungan dalam menimbulkan luka psikologis
walaupun dalam proporsi minimal. Contoh luka psikologis yang mungkin tercipta adalah
kekecewaan dan frustasi.
Resolusi konflik tanpa kekerasan sangat bermanfaat jika pihak yang terlibat konflik
saling memerlukan satu sama lain untuk mencapai tujuannya. Salah satu pihak bisa memaksa
lawan konfliknya untuk memberikan konsensi dengan diam, tidak melakukan sesuatu yang
dibutuhkan lawan konfliknya.
Dalam praktisnya, resolusi konflik tanpa kekerasan, misalnya, bisa berupa menolak
untuk melaksanakan perintah, mogok makan, demonstrasi secara damai, menolak untuk
berpartisipasi, dan pembangkangan publik.
3.         RESOLUSI KONFLIK DENGAN KEKERASAN
Resolusi konflik dengan kekerasan (violent) banyak terjadi dalam lingkungan internal
organisasi/ perusahaan di negara- negara maju dan berkembang seperti Indonesia.
Dalam iklim organisasi kekerasan, jika terjadi konflik, resolusi konflik dengan kekerasan
sering digunakan. Ada indikator- indikator tertentu yang memberi ciri bahwa perbuatan
tersebut termasuk kekerasan, yaitu:
a.        Perilaku
Perilaku fisik seperti memaksa, memukul, mendorong, mencubit, menendang, mencekik,
dll. Perilaku verbal seperti mengumpat, mendamprat, mengajak berkelahi, mempermalukan,
mengejek, dan merendahkan. Serta perilaku tertulis seperti menghina, mengolok- olok dan
mengancam dengan tulisan atau gambar.
b.        Melukai lawan konflik
Melukai merupakan perilaku yang menimbulkan luka fisik (luka atau sakit fisik,
serangan, atau kematian) dan luka psikologis (ketakutan, stres atau gila).
c.         Untuk memenangkan konflik
Pihak yang terlibat konflik melakukan kekerasan untuk mencapai kemenangan dalam
terlibat konflik. Kekerasan umumnya dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik yang
menginginkan resolusi konflik win & lose solution.

BAB III
PENUTUP
A.      SIMPULAN
Konflik adalah suatu keadaan dimana ada tumbukan- tumbukan yang terjadi. Ada
dampak- dampak khusus yang terjadi ketika konflik terwujud. Ada dampak negatif dan ada
dampak positif. Dampak yang terjadi bergantung pada cara menangani konflik itu sendiri.
Jika penanganan yang diberikan tersebut tepat dan efektif, maka konflik yang terjadi dapat
diarahkan ke arah yang menghasilkan dampak positif.
Salah satu cata menangani konflik adalah resolusi konflik. Ada beberapa metode di
dalam resolusi konflik yaitu metode penanganan sendiri dan metode intervensi pihak ketiga.
Metode penanganan sendiri adalah ketika pihak yang terlibat konflik tersebutlah yang
menyelesaikan konflik yang terjadi. Sedangkan metode intervensi pihak ketiga adalah ketika
ada turut campur tangan dari pihak ketiga baik sebagai mediator, fasilitator, negotiator atau
mediator.
Selain itu ada metode resolusi konflik yang menggunakan kekerasan maupun tidak
menggunakan kekerasan. Perbedaannya adalah ketika ada atau tidak adanya kekerasan yang
dilakukan ketika ingin menyelesaikan konflik tersebut. Kekerasan dapat berupa kekerasan
fisik, verbal, dan kekerasan tertulis.
B.       SARAN
Kenali dahulu konflik yang terjadi, baik dari segi penyebab maupun dari segi faktor-
faktor lain yang mempengaruhi. Sehingga dapat mengetahui metode mana yang ingin
digunakan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode resolusi konflik, baik
metode pengaturan sendiri maupun menggunakan jasa pihak ketiga. Akan tetapi disarankan
agar menggunakan metode resolusi konflik tanpa kekerasan. Hanya gunakan metode resolusi
konflik kekerasan pada saat- saat tertentu yang tidak dapat ditawar, akan tetapi metode ini
tetap kurang disarankan di dalam menyelesaikan konflik.
Ketika metode yang digunakan tepat dan efektif maka konflik tersebut dapat diselesaikan
dan memberi dampak positif.

Anda mungkin juga menyukai