Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk ini adalah minyak yang mengandung senyawa n-alkana
mempelajari pengaruh perbandingan batubara dan rantai pendek, siklopentana, sikloheksana,
tandan kosong kelapa sawit dan temperature terhadap alkilsikloheksana, naftalena, olefin dan aromatik.
perolehan yield tar hasil co-pirolisa. Bahan volatile yang Senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan sifat
keluar, sebagian akan terkondensasi oleh kondensor dengan senyawa hidrokarbon bahan bakar minyak,
menjadi tar dan sebagian lagi berupa gas-gas
seperti yang diidentifikasi pada light hydrocarbon
noncondensable. Tar ditampung pada penampung tar.
Proses dihentikan apabila sudah tidak ada lagi tar crude oil Arjuna Basin Jawa Barat. (B. Horsfield,
maupun gas yang terbentuk. Komposisi tar hasil pirolisa 1988)
dianalisa menggunakan GC-MS. Pada penelitian ini Dalam pemanfaatan batubara menjadi bahan baku
temperatur dan blending ratio sangat berpengaruh dalam cair perlu upaya diversifikasi energi untuk
perolehan yield tar. Semakin tinggi temperatur yang mengkonversi batubara low rank menjadi bahan bakar
digunakan maka yield tar yang diperoleh juga semakin cair melalui teknologi pencairan. Namun pelarut dan
besar. Akan tetapi ada beberapa, variabel yang kondisi operasi yang digunakan masih relatif tinggi.
mengalami penurunan pada perolehan yield tar, hal ini Maka perlu upaya untuk memaksimalkan yield dengan
dikarenakan adanya secondary cracking pada tar dan
substitusi bahan lain yang lebih efektif, murah dan
membentuk gas yang lebih banyak. Gas yang tidak
terkondensasi lebih banyak sehingga menyebabkan dapat diperbaharui.
perolehan tar menurun. Perolehan yield tar pada suhu Dibandingkan dengan residual petroleum, plastic
300°C dan 400°C mengalami peningkatan seiring dengan waste, polimer dan lain-lain, biomassa merupakan
meningkatnya blending ratio, sedangkan pada suhu sumber energi yang terbarukan (renewable energy) dan
500°C, 600°C dan 700°C mengalami penurunan seiring lebih ramah terhadap lingkungan ketika diproduksi
meningkatnya blending ratio. Perolehan yield tar menjadi energi. Biomassa mengandung lebih sedikit
tertinggi didapatkan pada blending ratio TKKS/BB : sulfur jika dibandingkan dengan batubara. Limbah
75/25 dan pada suhu 400°C sebesar 35,34% hal ini biomassa yang umum digunakan dalam bidang energi
dikarenakan ketika memasukkan feed, gas yang keluar
adalah limbah pangan (jerami gandum, tandan kosong
lebih banyak sehingga menyebabkan proses kondensasi
menjadi tidak sempurna. sawit, batang tebu, dll), limbah perhutanan, dan
Kata Kunci : Batubara, tandan kosong kelapa sawit, co- tanaman energi (ditanam khusus sebagai bahan bakar).
pirolisis Pirolisis merupakan salah satu proses untuk
mencairkan batubara. Kebutuhan akan teknologi yang
I. PENDAHULUAN lebih ramah lingkungan merupakan latar belakang
ada tahun 2011, cadangan atau sumberdaya utama pemanfaatan teknologi pirolisis.
1
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
berpotensi memiliki nilai ekonomis tinggi. (Serdar menunggu reaktor mencapai suhu, kami menyiapkan
Yaman, 2004). batubara dan tkks yang telah discreening dan ditimbang
Sehingga perlu dilakukan co-pirolisis antara sesuai blending rasio. Setelah itu mencampurkan
batubara dan biomassa. Dalam hal ini batubara kualitas batubara dan tkks. Setelah reaktor mencapai suhu
rendah (Low Rank) dan tandan kosong kelapa sawit variabel yang diinginkan kemudian memasukkan feed
untuk mendapatkan tar atau produk liquid yang dapat ke dalam reaktor pirolisis dan kemudian menutupnya
diformulasikan sebagai bahan bakar cair. pipa feed hopper hingga rapat. Setelah feed
dimasukkan, suhu reaktor turun dan diperlukan waktu
II. METODOLOGI PENELITIAN sekitar 10 menit untuk menaikkan suhu hingga
II.1 Bahan Baku konstan. Setelah itu proses pirolisis dijalankan selama
Bahan baku yang digunakan adalah batubara, 1 jam. Selama proses pirolisis berjalan, bahan volatile
tandan kosong kelapa sawit. Batubara yang digunakan teruapkan dalam bentuk gas melalui pipa output
adalah tipe Low Rank Coal dari Kelurahan Batuah menuju kondensor dan terjadi proses kondensasi. Gas
KM.32 Samarinda Seberang. Tandan Kosong Kelapa yang terkondensasi berubah menjadi produk liquid tar
Sawit diperoleh dari perkebunan kelapa sawit yang yang tertampung pada erlenmeyer, sedangkan gas non
terletak di Kelurahan Babulu, Penajam Paser Utara, condensable dibiarkan keluar. Untuk skema peralatan
Kalimantan Timur. Gas pembawa yang digunakan co pirolisis terlihat pada gambar 1.
dalam penelitian ini adalah Nitrogen (N2) yang berasal
dari PT Ginta Prima. Bahan baku discreening lolos 8
mesh dan dioven terlebih dahulu selama 1,5 jam pada
temperatur 105oC.
1
Tabel 1 Hasil Analisa Proksimat
4 3
Parameter Sample 6
2
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
(c)
Grafik 1 Produk Hasil Pirolisis Batubara dan Grafik 2. Efek Blending Rasio terhadap Perolehan
Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk : (a) Yield Yield pada Temperatur 300oC
Char, (b) Yield Liquid dan (c)Yield Gas
Dari Grafik 2 dan 3 dapat dilihat perolehan
Pada gambar 1.a terlihat bahwa fase solid atau yield char menurun seiring dengan meningkatnya
char mengalami penurunan seiring dengan blending ratio. Sehingga yield produk volatile semakin
meningkatnya suhu reaksi. Hasil ini sesuai dengan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perolehan gas
penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk (2007) dan yang meningkat seiring dengan bertambahnya blending
Dong K.P dkk (2010). Char yang menurun menunjukan ratio. Adapun perolehan liquid meningkat seiiring
bahwa bahan baku terdekomposisi lebih banyak dengan meningkatnya blending ratio pada suhu di
seiiring dengan meningkatnya suhu. Char dari batubara bawah 500 oC, dan menurun ketika suhu reaksi
yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 148,26 g dinaikkan.
(73,69% ) pada suhu reaksi 300 oC, dan terus menurun Pada Grafik 2 dapat dilihat bahwa, yield liquid
mencapai 87,68 g (43,47%) pada suhu reaksi 700 oC. tar yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 23,80%
Begitu pula Char dari TKKS mengalami penurunan dan terus meningkat mencapai 27,82%. Untuk
dari 90,32 gr (44,87%) pada suhu 300 oC dan terus perolehan yield char pada akhir reaksi sebesar 56, 56%
menurun menjadi 55,2gr (26,65%) pada suhu 700 oC. dan terus menurun mencapai 38,00%. Sedangkan untuk
Yield produk liquid dapat dilihat pada gambar 1.b perolehan yield gas pada akhir reaksi sebesar 19,64%
yield liquid dari batubara sebesar 16,32 % diperoleh dan mencapai yield maksimal sebesar 37,22% dan
pada suhu reaksi 300 oC dan meningkat menjadi 18,26 kembali turun menjadi 34,18%.
% dan 26,62 % pada suhu 400 dan 500 oC. Ketika suhu
reaksi terus dinaikan mencapai suhu 600 oC yield
produk gas menurun menjadi 13,87%. Dan naik
kembali menjadi 26,68% pada suhu 700 oC. Sementara
yield liquid dari TKKS sebesar 35,78 % diperoleh pada
suhu reaksi 300 C dan menurun menjadi 29,5 % pada
suhu 400 oC. Ketika suhu reaksi terus dinaikan
mencapai suhu 500 C yield liquid naik kembali
menjadi 40,81% , dan 41,96% pada suhu 600 oC. Yield
liquid kembali sedikit turun pada suhu 700 oC sebesar
39,59%. Grafik 3 Efek Blending Rasio terhadap Perolehan
Pada Gambar 1.c dapat dilihat yield gas dari Yield pada Temperatur 400oC
batubara sebesar 9,99 % diperoleh pada suhu reaksi
300 oC dan terus meningkat menjadi 37,73 pada suhu Pada Grafik 3 dapat dilihat bahwa, yield liquid tar
600 oC. Ketika suhu dinaikan mencapai suhu 700 oC, yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 16,07% dan
yield produk gas menurun menjadi 29,85%. Sementara terus meningkat mencapai 35,34%. Untuk perolehan
yield gas dari TKKS sebesar 19,36 % diperoleh pada yield char pada akhir reaksi sebesar 55,76% dan terus
3
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Grafik 4. Efek Blending Rasio terhadap Perolehan Pada Grafik 6 dapat dilihat bahwa, yield liquid tar
Yield pada Temperatur 500oC yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 30,69% dan
terus menurun mencapai 19,19%. Untuk perolehan
Dari Grafik 4-6 dapat dilihat bahwa, trend yield char pada akhir reaksi sebesar 45,05% dan
perolehan tar dan char semakin menurun sedangkan menurun hingga 40,69% dan kembali naik menjadi
untuk trend perolehan gas semakin meningkat. Hal ini 41,76%. Sedangkan untuk perolehan yield gas pada
disebabkan gas yang tidak terkondensasi lebih banyak. akhir reaksi sebesar 24,26% dan terus meningkat
Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh mencapai 39,05%. Hasil char yang menurun ini sesuai
uzun dkk (2006) dan Dong K.P (2010) yang dengan penilitian Zhang dkk(2007) dan Dong K.P
menyatakan bahwa pada suhu reaksi diatas 500oC dkk(2010), sedangkan meningkatnya perolehan yield
cenderung terjadi dekomposisi sekunder dan cracking gas dan liquid ini sesuai dengan penelitian uzun dkk
terhadap tar sehingga perolehan yield gas semakin (2006) dan Dong K.P dkk(2010).
meningkat.
Pada Grafik 4 dapat dilihat bahwa, yield liquid III.3 Identifikasi Senyawa Produk Liquid
tar yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 26,89% Produk liquid hasil pirolisis dianalisa
dan terus menurun mencapai 12,39%. Untuk perolehan menggunakan GC-MS. Produk yang larut chlorofom
yield char pada akhir reaksi sebesar 46,81% dan terus diidentifikasi dengan hasil sebagaimana ditunjukkan
menurun mencapai 35,42%. Sedangkan untuk pada tabel 5, 6 dan 7.
perolehan yield gas pada akhir reaksi sebesar 26,13%
dan terus meningkat mencapai 52,19%. Tabel 5 Identifikasi Produk Liquid Hasil Pirolisis
Batubara 100% pada suhu 700oC
4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Tabel 6 Tabel 7
Identifikasi Produk Liquid Hasil Pirolisis TKKS 100% Identifikasi Produk Liquid Hasil Co-Pirolisis Blending
pada suhu 700oC Batubara : TKKS 75:25 pada suhu 700oC
5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
V. KESIMPULAN
Perolehan yield tar pada suhu 300°C dan 400°C
mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
blending ratio, sedangkan pada suhu 500°C, 600°C dan
700°C mengalami penurunan seiring meningkatnya
blending ratio.
Perolehan yield tar tertinggi didapatkan pada
blending ratio TKKS/BB : 75/25 dan pada suhu 400°C
sebesar 35,34% hal ini dikarenakan ketika
memasukkan feed, gas yang keluar lebih banyak
sehingga menyebabkan proses kondensasi menjadi
tidak sempurna.