Anda di halaman 1dari 61

PRESENTASI KASUS

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada:
dr. Wahyu Rathari Wibowo, Sp.B, FINACS

Disusun oleh:
Galuh Shafira Savitri (20204010055)

KSM ILMU BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada:
dr. Wahyu Rthari Wibowo, Sp.B, FINACS

Disusun oleh:
Galuh Shafira Savitri (20204010055)

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal


7 April 2021

Menyetujui dan mengesahkan,


Dokter Pembimbing

dr. Wahyu Rathari Wibowo, Sp.B, FINACS


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah

meberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

presentasi kasus “Luka Bakar (Combustio)” dan tak lupa pula kita panjatkan

shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan

kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang. Dalam penyusunan

presentasi kasus ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT, telah memberikan segala nikmat yang tidak terhingga

sehingga mampu menyelesaikan makalah presentasi kasus ini dengan

baik

2. dr. Wahyu Rathari Wibowo, Sp.B, FINACS selaku dokter

pembimbing dalam menyelesaikan makalah presentasi kasus ini

3. Teman-teman ko-asistensi seperjuangan di RSUD Panembahan

Senopati Bantul

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Bantul, 7 April 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar (combustio) merupakan salah satu trauma yang sering terjadi

dalam kehidupan sehari-hari. Luka bakar tidak hanya mengakibatkan kerusakan

kulit, tetapi juga memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Luka bakar

disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,

listrik dan radiasi yang mengakibatkan kerusakan atau kehilangan jaringan tubuh

(Moenadjat, 2009). Ditinjau dari penyebabnya, sebagian besar cedera luka bakar

disebabkan oleh api 40%, air panas 30%, listrik 4%, bahan kimia 3%, dan sisanya

oleh sumber panas yang lain seperti sinar ultraviolet, laser dan lain-lain (Miller, 2008

dalam Rifky 2019).

Insiden luka bakar terjadi hampir lebih dari 90% di negara yang

berpendapatan rendah hingga menengah. Luka bakar menduduki peringkat keempat

di antara semua cedera. Kondisi tersebut menyebabkan morbiditas, mortalitas, dan

menghasilkan kerugian pada aspek fisik, psikologis dan ekonomi yang besar. Tidak

hanya berakibat fatal bagi penderita tetapi juga menyebabkan beban keuangan yang

besar terhadap sistem pelayanan kesehatan yang dikarenakan besarnya jumlah

sumber daya yang diperlukan untuk perawatan. Status sosial ekonomi yang rendah,

kondisi hidup yang buruk, buta huruf, kepadatan penduduk, dan tingkat keamanan

memasak yang rendah adalah faktor risiko yang sering dikaitkan dengan luka bakar

(Elsous et al, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO), luka bakar menduduki

peringkat kesembilan dalam peringkat kematian secara keseluruhan bagi yang

berusia 5-14 tahun dengan estimasi sebanyak 41.575 kematian, peringkat ke-15 bagi
yang berusia 15-29 tahun dengan estimasi sebanyak 49.067 kematian, dan peringkat

ke-15 untuk orang yang berusia 0-4 tahun dengan estimasi sebanyak 62.655

kematian. Selain itu, luka bakar menjadi peringkat ketujuh cedera yang paling sering

terjadi di dunia dan besarnya kematian yang diakibatkan oleh luka bakar

diestimasikan sebesar 5% dari total cedera yang terjadi (WHO, 2014).

Luka bakar juga menjadi masalah global dan mayoritas terjadi di negara

berkembang. Di Indonesia, luka bakar diperkirakan menyebabkan 195.000 kematian

setiap tahunnya. Pusat luka bakar Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto

Mangunkusumo, yang merupakan rujukan nasional di Indonesia, menerima lebih

dari 130 pasien setiap tahunnya. Unit luka bakar pada rumah sakit ini hanya

menangani luka bakar parah karena berperan sebagai penyedia layanan kesehatan

tersier dalam sistem rujukan bertingkat. Data terbaru mengenai luka bakar di

Indonesia diperoleh dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang

mengungkapkan bahwa luka bakar menduduki peringkat keenam kejadian cedera

yang tidak disengaja di Indonesia yang persentasenya yaitu sebanyak 0,7%

(Kemenkes, 2014).

Luka bakar memengaruhi fungsi kulit sebagai barrier utama dalam

melawan mikroba. Kerusakan pada kulit akan memudahkan mikroorganisme untuk

menginfiltrasi tubuh yang nantinya akan menyebabkan infeksi. Pasien luka bakar

juga mengalami imunosupresi sehingga memiliki risiko tinggi untuk

berkembangnya proses infeksi. Infeksi dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas serta sebagai penyebab kematian utama pada pasien luka bakar.

Pneumonia, infeksi saluran kemih, selulitis dan sepsis merupakan komplikasi

tersering pada pasien luka bakar (ABA, 2016).


BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Bapak S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 38 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Tanggal lahir : 5 Februari 1983
Alamat : Dusun Pasungsari RT 30 Sidarahayu Purwadadi
Agama : Islam
Tanggal masuk IGD : Rabu, 24 Maret 2021 (jam 16.37)
Tanggal masuk bangsal : Rabu, 24 Maret 2021 (jam 17.30)
Tanggal pulang : Kamis, 25 Maret 2021
Diagnosa Masuk:
- Combustio Grade IIA luas 31,5%

B. Primary Survey
1. Airway dan Proteksi Servikal
a. Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
b. Kontrol Servikal : baik
2. Breathing and Ventilation
a. Frekuensi nafas : 36x/menit
b. Saturasi oksigen : 99%
c. Inspeksi : simetris kanan dan kiri
d. Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri simetris
e. Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
f. Auskultasi : vesikuler (+/), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
3. Circulation and Haemmorhage Control
a. Frekuensi nadi : 100x/menit
b. Hasil pemeriksaan darah lengkap : terlampir
c. Tekanan darah : 110/80 mmHg
d. Perdarahan : tidak ada
4. Disability, Defisit Neurologis, dan Deformitas
a. GCS : E4V5M6 (Compos Mentis)
b. Refleks Cahaya : +/+
5. Exposure dan Pengendalian Lingkungan
a. Kontaminasi : daerah luka bakar
b. Baju disingkarkan : +
C. Secondary Survey
1. Allergies : tidak ada
2. Medications : tidak dalam keadaan mengonsumsi obat
3. Past illness : tidak ada
4. Last meal : tidak ada
5. Events relating to injury: badan tersiram kuah bakso
D. Anamnesis
1. Keluhan Utama

Perih dan terasa panas pada bagian tubuh yang tersiram kuah bakso

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Panembahan Senopati pada hari Rabu, 24 Maret

2021 pukul 16.37 WIB dengan keluhan perih dan terasa panas akibat

tersiram kuah bakso tusuk. Pasien datang setelah diserempet mobil dari

arah berlawanan kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Pasien diserempet kemudian jatuh dari motor dan tersiram kuah bakso

sehingga mengenai tangan sebelah kanan, dada bagian kanan, punggung

bagian kanan, dan tangan kiri. Tidak terdapat riwayat kepala terbentur,

mual (-), muntah (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa : (-)

Riwayat dirawat di RS : (-)


Riwayat alergi obat : (-)

Riwayat tensi tinggi : (-)

Riwayat gula tinggi : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat tensi tinggi : (-)

Riwayat gula tinggi : (-)

5. Riwayat Sosial

Pasien merupakan seorang pedagang bakso tusuk keliling yang setiap hari

menjual dagangannya dengan sepeda motor

6. Status Gizi

BB= 80 kg, TB= 168 cm

IMT= 28,34 (Obesitas I)

E. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Tanggal Pemeriksaan : 25 Maret 2021
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6
2. Tanda Vital
Nadi : 100 x/menit, kuat, reguler
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Pernafasan : 36x/menit
Suhu : 38,8o C (axilla)
VAS :6
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kulit : kuning kecoklatan, kelembaban cukup
b. Kepala : bentuk simetris, rambut hitam dan pertumbuhan merata
c. Mata : mata cowong (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
d. Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),
epistaksis (-/-)
e. Mulut : bibir sianosis (-), mukosa mulut lembab (+)
f. Telinga : bentuk normal, sekret (-)
g. Tenggorok: uvula di tengah, tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)
h. Leher : jejas (-), trakea di tengah, pembesaran KGB (-), kaku
kuduk (-)
i. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak pada SIC 5
Palpasi : iktus kordis kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
j. Thoraks
Inspeksi : terdapat luka bakar pada bagian atas kanan, hiperemis,
terdapat bula pada luka, simetris (+), retraksi (-)
Palpasi : ketertinggalan nafas (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
k. Abdomen
Inspeksi : sejajar dengan dada (+), tanda peradangan (-), distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), turgor baik dan elastisitas kulit
kembali cepat (<2 detik), hepar dan lien teraba tidak
membesar
l. Urogenital : dalam batas normal
m. Ekstremitas (Superior dan Inferior)
Inspeksi : terdapat luka bakar pada tangan sebelah kanan dan kiri,
pada lutut kanan terdapat luka lecet
Palpasi : nyeri tekan area sekitar luka (+) akral teraba hangat (+/+),
edema (-/-), CRT < 2 detik (+/+)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil pemeriksaan darah lengkap 24 Maret 2021 di IGD (18.41)

Hematologi Hasil Rujukan


Hemoglobin 15,6 g/dl 14,0-18,0 g/dl
3
Leukosit 15,95 x 10 uL 4,0-11 x 103 uL
6
Eritrosit 5,34 x 10 uL 4,5-5,5 x 106 uL
3
Trombosit 274 x 10 uL 150 - 450 x 103 uL
Hematokrit 44,3 vol% 42,0-52,0 vol%
Eosinofil 5% 2–4%
Basofil 2% 0–1%
Batang 0% 2–5%
Segmen 46 % 51 – 67 %
Limfosit 42 % 20 – 35 %
Monosit 5% 4–8
Fungsi Hati Hasil Rujukan
SGOT 30 u/L < 37 u/L
SGPT 29 u/L < 41 u/L
Fungsi Ginjal Hasil Rujukan
Ureum 24 mg/dl 17-43 mg/dl
Kreatinin 1,21 mg/dl 0,9-1,3 mg/dl
Elektrolit Hasil Rujukan
Natrium 136,3 mmol/L 137-145 mmol/L
Kalium 3,22 mmol/L 3,5-5,1 mmol/L
Klorida 100,1 mmol/L 98-107 mmol/L
Diabetes Hasil Rujukan
Gula darah sewaktu 109 mg/dl 80-200 mg/dl
2. Hasil pemeriksaan Rontgen Thorax PA tanggal 24 Maret 2021

Kesimpulan: cor dan pulmo dalam batas normal

G. Diagnosis Kerja
Combustio grade IIA dengan luas luka bakar 31,5%

H. Diagnosis Banding

1. Luka bakar akibat api

2. Luka bakar akibat kontak benda panas

3. Luka bakar akibat cairan panas

4. Luka bakar akibat bahan kimia asam

5. Luka bakar akibat bahan kimia basa

6. Luka bakar akibat listrik

7. Luka bakar akibat sambaran petir

8. Luka bakar akibat radiasi

9. Frostbite

10. Trauma Inhalasi

11. Luka bakar grade I, IIA, IIB, III


12. Dermatitis kontak iritan

Reaksi imunologis kulit terhadap gesekan atau paparan bahan asing

penyebab iritasi kepada kulit

13. Selulitis

Infeksi pada kulit yang meliputi dermis dan jaringan subkutan dengan

karakteristik klinis berupa gejala akut, eritema, nyeri, edematosa, inflamasi

supuratif pada kulit, jaringan lemak subkutan, atau otot dan sering disertai

gejala sistemik berupa malaise, demam, menggigil, dan nyeri lokal

14. Impetigo Bulosa

Infeksi pada superfisial kulit, dibagi menjadi 2: non bulosa (amber crust)

dan bulosa (vesikel)

15. Herpes Zoster

Reaktivitasi virus varisela zoster (VVZ) yang menetap laten pada ganglia

radiks dorsalis. Gejala klinis: ruam kulit dengan distribusi dermatomal,

sakit kepala, malaise, fotofobia

I. Penatalaksanaan
 IVFD Ringer Laktat 315cc/jam
Rehidrasi Cairan
2 x BB x presentase luka = 2 x 80 x 31,5% = 5040 cc
5040 = 2520 cc habis dalam 8 jam  315cc/jam
2
 Injeksi ceftriaxon 1 gram/12 jam
 Injeksi ranitidine 1 ampul/12 jam
 Injeksi paracetamol 500 mg/8 jam
 Rawat luka oleskan Burnazin cream putih
J. Folow Up
Rabu, 25 Maret 2021
S: Pasien mengatakan luka masih terasa perih dan panas tetapi sudah berkurang
dibandingkan kemarin. Mual (-), muntah (-), pusing (-), BAK (+), BAB (-),
makan/minum (+)
O: KU: sakit sedang, compos mentis
VS: HR 82x/menit, T 36,7oC, RR 20x/menit, TD 120/80 mmHg, VAS 5
 Kepala: mata cowong (-/-), CA (-/-), SI (+/+), mukosa mulut lembab (+),
 Leher: simetris (+), pembesaran limfonodi (-)
 Thoraks:
I/ simetris (+/+), retraksi (-/-), terdapat luka bakar pada bagian atas kanan,
hiperemis, terdapat bula pada luka
Pal/ ketertinggalan nafas (-/-)
Per/ sonor (+/+) pada semua lapang paru
Aus/ suara dasar paru: vesikuler (+/+), suara tambahan: ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), cor S1 S2 reguler, bising jantung (-)
 Abdomen:
I/ datar (+), distensi (-)
A/ BU (+), normal
Per/ timpani (+), shifting dullness (-), undulasi (-)
Pal/ supel (+), NT (-), turgor kulit baik (+), hepatosplenomegali (-)
 Ekstremitas: akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik (+/+),
terdapat luka bakar pada tangan sebelah kanan dan kiri, pada lutut kanan
terdapat luka lecet
A: Combustio grade IIA dengan luas luka bakar 31.5%
P:
 Rehidrasi Cairan
2 x BB x presentase luka = 2 x 80 x 31,5% = 5040 cc
5040 = 2520 cc  habis dalam 8 jam pertama – onset 1 jam = 7 jam
2
tpm = faktor tetesan x kebutuhan cairan = 20 x 2520 = 120 tpm
60 x lama pemberian dalam jam 60 x 7
Selanjutnya 2520 cc habis dalam 16 jam berikutnya
tpm = faktor tetesan x kebutuhan cairan = 20 x 2520 = 52,5 tpm  60 tpm
60 x lama pemberian dalam jam 60 x 16
 BLPL atas permintaan sendiri
 PO cefixime 2x200mg
 PO natrium diklofenak 2x500mg
 Rawat luka oleskan Burnazin cream putih
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh

trauma panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya adalah api, air

panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). Kerusakan ini

dapat menyertakan jaringan bawah kulit (Kemenkes RI, 2019).

B. Epidemiologi

World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 menyebutkan

bahwa sekitar 90% luka bakar terjadi pada sosial ekonomi rendah di negara-

negara berpenghasilan menengah ke bawah, daerah yang umumnya tidak

memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengurangi insiden luka

bakar. Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di

wilayah Asia Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi,

27% dari angka keseluruhan secara global meninggal dunia dan hampir 70%

diantaranya adalah wanita (WHO, 2018).

Prosentase kejadian trauma luka bakar di Indonesia mencapai 1,3%.

Trauma luka bakar ini paling banyak di alami di rentang usia 25 – 34 tahun

dengan prosentase 1,8%, jenis kelamin wanita dengan prosentase 1,4%, dan

pekerjaan wiraswasta (1,8%). Data epidemiologi dari unit luka bakar RSCM

pada tahun 2011-2012 melaporkan jumlah pasien luka bakar sebanyak 257

pasien. Dengan rerata usia adalah 28 tahun (range: 2,5 bulan– 76 tahun),

dengan rasio laki- laki : perempuan adalah 2,7:1. Luka bakar api merupakan

etiologi terbanyak (53,1%), diikuti air panas (19,1%), luka bakar listrik

(14%), dan luka bakar kontak (5%), serta luka bakar kimia (3%). Rerata luas
luka bakar adalah 26% (range 1-98%). Dan rerata lama rawatan adalah 13,2

hari. Angka mortalitas sebanyak 36,6% pada pasien dengan rerata luas luka

bakar 44,5%, dengan luas luka bakar > 60 % semuanya mengalami

kematian. RSUP Sardjito Yogyakarta, pada tahun 2012 terjadi bencana

gunung merapi meletus yag kedua kali, daritotal pasien 49 yang dirawat di

unit luka bakar, 30 pasien adalah korban gunung meletus di mana 21 orang

(70%) terkena trauma inhalasi dan meninggal sebanyak 16 pasien (53.3%)

(Kemenkes RI, 2019).

C. Etiologi

Penyebab luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum

dilakukan evaluasi dan penanganan lebih lanjut. Menurut Moenadjat (2009)

luka bakar yang disebabkan trauma panas dapat dibedakan menjadi empat

macam, yaitu:

1. Paparan Api (Thermal Burn)

a. Api (Flame)

Flame terjadi akibat kontak langsung antara jaringan dengan api

terbuka, sehingga menyebabkan cedera langsung ke jaringan

tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru

mengenai tubuh. Serat alami pada pakaian memiliki kecenderungan

untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau


menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak

b. Benda Panas (Kontak)

Cedera ini terjadi akibat kontak dengan benda panas. Luka bakar

yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak

c. Air panas (Scald)

Semakin kental cairan dan lama waktu kontaknya, menimbulkan

kerusakan yang semakin besar. Luka disengaja atau akibat

kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada

kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang

satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus

yang disengaja, luka melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola

sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan

2. Bahan Kimia (Chemical Burn)

Luka bakar karena bahan kimia seperti berbagai macam zat asam, basa,

dan bahan lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan jumlah

jaringan yang terpapar menentukan luasnya cedera. Luka bakar karena

bahan kimia dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu penyerapan


melalui kulit dan selaput lendir, tertelan (oral), terhirup (respirasi), dan

kombinasi diantara 3 cara. Tingkat keparahan trauma kimia dilihat dari

komposisi kimiawi, konsentrasi, suhu, volume, dan durasi kontak. Luka

bakar karena zat kimia dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Asam

Zat kimia asam memiliki sifat higroskopis sehingga dapat menarik

molekul air yang ada di jaringan yang menyebabkan kulit kering,

teraba kaku, dan berwarna coklat kehitaman. Asam kuat

menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri

yang hebat

b. Basa

Zat kimia basa dapat menembus dinding sel sehingga dapat

menimbulkan kerusakan intrasel (reaksi penyabunan), menimbulkan

rabaan lili, dan jaringan berwarna kelabu kekuningan. Alkali atau

basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain

cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih.

Luka bakar yang disebabkan basa kuat akan menyebabkan jaringan

mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis).


3. Listrik (Eelectrical Burn)

Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi

listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka

dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya tegangan (voltage) dan cara

gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh. Luka bakar karena

listrik biasa disebut dengan grand masquerader karena listrik memiliki

permukaan yang kecil tapi dapat mengakibatkan cedera internal yang

cukup serius. Luka pada luka bakar ini memiliki 2 luka yaitu luka masuk

dan luka keluar, luka luar meiliki luas yang lebih besar dari pada luka

masuk. Pada luka bakar listrik karena petir akan meninggalkan

arborescent mark pada kulit

4. Radiasi (Radiation Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar sinar matahari atau terpapar

sumber radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran

dan industri. Paparan radiasi memiliki 3 mekanisme yaitu:

a. External Irradiation terjadi jika ada paparan radiasi sementara,

tetapi tidak ada kontak fisik dengan radionuklida. Cedera jaringan


belum terjadi dan tidak memerlukan dekontaminasi

b. Internal Contamination terjadi akibat inhalasi, konsumsi, atau

absorbsi transdermal. Jika kadarnya sedikit akan sulit untuk

dideteksi, tetapi jika ada kontaminasi pada luka terbuka maka

absorbsi sistemik unsur radioaktif lebih cepat

c. External Contamination terjadi akibat adanya bahan radionuklida

pada permukaan luar tubuh atau pakaian. Mekanisme ini sangat

berbahaya bagi pasien dan semua orang yang bersentuhan dengan

pasien

Selain trauma panas, terdapat pula trauma dingin (forst bite). Luka

bakar karena suhu rendah (frost bite) terjadi saat jaringan mengalami

kontak dengan suhu yang sangat rendah. Saat kulit terpapar suhu dingin,

kulit akan mengalami vasokonstriksi dalam mempertahankan suhu tubuh.

Saat jaringan mencapai suhu -4oC, kristal es perlahan terbentuk di dalam

cairan ektraseluler dan interseluler. Tanda dan gejalanya seperti rasa kaku

pada ekstremitas, pucat atau bintik-bintik biru, dan mati rasa atau kebas.

Penghangatan ulang yang cepat dan dengan suhu yang sangat tinggi akan

menghasilkan nyeri terbakar yang hebat, meluas, dan kemerahan. Setelah

penghangatan aliran darah akan kembali, tetapi sel-sel endotel akan terlepas

dan berembolisasi ke dalam kapiler. Tromosis progresif dari pembuluh

darah akan mengakibatkan iskemik di daerah yang terkena. Luka kulit yang

sangat membeku akhirnya akan membentuk eskar hitam dan kering. Edema

dan luka lepuh biasanya akan muncul 12 – 24 jam ke depan.


D. Klasifikasi

Klasifikasi pada kasus luka bakar dapat dikelompokkan

berdasarkan beberapa faktor, seperti kedalaman luka, derajat luka, dan luas

luka bakar, serta waktunya.

1. Klasifikasi berdasarkan Kedalaman Luka dan Derajat Luka

a. Luka Bakar Derajat I

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis, kulit kering hiperemik,

berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung-ujung syaraf

sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam

waktu 5-7 hari dan tidak memerlukan intervensi operasi (Brunicardi

et al, 2006). Penyebab terseringnya karena sengatan matahari.

Terapi cukup memberikan analgesik tropikal salep antibiotik


b. Luka Bakar Derajat II

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai

lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.

Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung-ujung

syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.

Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2009).

1) Derajat IIA (Dangkal, Superficial)

a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis

b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebasea masih utuh

c) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera,

dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar

derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II

superficial setelah 12-24 jam

d) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda

dan basah

e) Jarang menyebabkan hypertrophic scar

f) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara

spontan 2 sampai 3 minggu (Brunicardi et al., 2006)

2) Derajat IIB (Dalam, Deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis


a) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut,

kelenjar keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh

b) Dapat dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka

biasanya tampak berwarna merah muda dan putih segera

setelah terjadi cedera karena variasi suplai darah dermis

(daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah

yang sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna

merah muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran

darah ) (Moenadjat, 2009)

c) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam

3-9 minggu (Brunicardi et al, 2006)

c. Luka bakar derajat III (Full Thickness Burn)

Kerusakan mencapai subkutis dan dapat mencapai lapisan lebih

dalam seperti otot dan tulang, tidak dijumpai bula, apendises kulit

rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering,

letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi

protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai

rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung syaraf

sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi

lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka

(Moenadjat, 2009)
2. Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka Bakar

Luas luka bakar pada dewasa menggunakan perhitungan Wallace Rules

of Nine sedangkan untuk anak-anak menggunakan Lund and Browder.

American Burns Asscociation mengelompokkan berdasarkan tiga

kelompok, yaitu ringan, sedang, dan berat seperti tabel berikut:


3. Klasifikasi Berdasarkan Waktu

a. Fase Akut/Syok/Awal

Fase ini adalah fase ketika pasien berada di tempat kejadian sesaat

setelah terjadi trauma atau sudah dirawat di Instalasi Rawat Darurat

(IRD) sampai 48 jam berikutnya. Permasalahan pada tahapan ini

dapat berupa gangguan pernafasan, cairan, dan luka itu sendiri,

sehingga membutuhkan resusitasi yang adekuat. Komplikasi yang

mungkin terjadi adalah syok hipovolemik

b. Fase Subakut

Fase ini terjadi dalam 48 jam sampai dengan 21 hari atau ketika

pasien sudah dalam perawatan. Pada tahapan ini permasalahan yang

terjadi dapat berupa luka, infeksi, dan sepsis. Perawatan luka yang

baik merupakan hal yang perlu dilakukan

c. Fase Lanjut

Fase ini merupakan fase setelah pasien dipulangkan dari rumah

sakit atau berobat jalan, berlangsung 21 hari sampai 1 tahun.

Permasalahan yang terjadi dapat berupa luka, jaringan parut, dan

infeksi. Kompilkasi pada tahapan ini yaitu munculnya deformitas,

keloid, gangguan pigmentasi, dan timbul kontraktur

E. Patofisiologi

Kulit merupakan organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025

m2 pada anak baru lahir dan sampai 1 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit

terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area

sekitarnya, dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan

permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke


intertitial sehingga terjadi edema dan bula yang mengandung banyak protein

dan elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar juga akan mengakibatkan

hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Kedua

penyebab tersebut dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan

intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20% LPT (luas

permukaan tubuh), mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya.

Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok

hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,

berkeringan, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi

urun berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah 8

jam. Pembuluh darah kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan

mengalami peningkatan permeabilitas. Sel darah yang ada di dalamnya ikut

rusak sehingga terjadi anemia (Sjamsuhidajat, 2017).

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di

wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau

uap panas yang terhirup. Edema laring yang ditimbulkannya dapat

menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea,

stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga

terjadi keracunan cas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida

sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak mampu

lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, bingung,

pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila

lebih dari 60% hemoglobin terikat CO2, penderita dapat meninggal

(Sjamsuhidajat, 2017). Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai

membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang
interstitial ke pembuluh darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis

(Sjamsuhidajat, 2017).

Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati

yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan

mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena tidak tercapai oleh

pembuluh darah yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh darah ini

membawa sistem pertahanan tubuh. Kuman penyebab infeksi pada luka

bakar, selain berasal dari kulit pasien sendiri, juga dari kontaminasi kuman

saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.

Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena banyak kuman yang

sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya infeksi

disebabkan oleh kokus gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari

saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif.

Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease

dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya

pada luka bakar. Infeksi tersebut dapat dilihat dari warna hijau pada kasa

penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng

yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang

mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai

dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng

yang mula-mula sehat menjadi nekrotik, akibatnya luka bakar yang semula

derajat II dapat menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbukan vaskulitis

pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan

trombosis (Sjamsuhidajat, 2017).


Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat

sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai

dari sisa elem epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel

basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II

yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal,

kaku, dan secara estetik sangat jelek. Luka bakar derajat II yang dibiarkan

sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian

maka fungsi sendir dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar dapat

ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik usus menurun atau

berhenti karena syo atau kekurangan ion kalium.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena

eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan

berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga

yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran

protein dari otot skelet. Oleh sebab itu, penderita menjadi sangat kurus, otot

mengecil, dan berat badan menurun (Sjamsuhidajat, 2017). Saat terjadi

kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh memberikan respon untuk

mempertahankan homeostasis dengan proses kontraksi, retraction dan

koagulasi pembuluh darah. Hettiaratchy dan Dziewulski pada tahun 2005

mengklasifikasikan zona respons lokal akibat luka bakar sebagai berikut:

1. Zona Koagulasi

Terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk eskar, yang terbentuk

dari koagulasi protein akibat cedera panas, berlokasi di tengah luka

bakar, tempat yang langsung mengalami kerusakan dan kontak dengan


panas (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005).

2. Zona Stasis

Pada zona stasis biasanya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah

disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan

perfusi diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi

lokal, yang berisiko iskemia jaringan. Zona ini dapat menjadi zona

hiperemis jika resusitasi yang diberikan adekuat atau menjadi zona

koagulasi jika resusitasi diberikan tidak adekuat (Hettiaratchy dan

Dziewulski, 2005).

3. Zona Hiperemis

Terdapat pada daerah yang terdiri dari kulit normal dengan cedera sel

yang ringan, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi dan terjadi

peningkatan aliran darah sebagai respons cedera luka bakar. Zona ini

bisa mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona

statis. Luka bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba

serta jaringan nekrotik dan eksudat menjadi media pendukung

pertumbuhan mikroorganisme, sehingga berisiko terjadinya infeksi.

Semakin luas luka bakar, semakin besar risiko infeksi (Hettiaratchy dan

Dziewulski, 2005).

Luka bakar biasanya steril pada saat cedera. Panas yang menjadi

agen penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan. Setelah

minggu pertama luka bakar cenderung mengalami infeksi, sehingga

membuat sepsis luka bakar sebagai penyebab utama kematian pada luka

bakar. Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka tusukan, crush injury

dan excoriation terkontaminasi pada saat terjadi trauma dan jarang


menyebabkan sepsis secara systemic (Tiwari, 2012).

F. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis luka bakar dikelompokkan menjadi trauma

primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung disebabkan oleh

luka bakar dan morbiditas yang muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah

sekitar luka akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau

perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat

seperti syok hipovolemik, hipotermia dan perubahan uji metabolik (Rudall

dan Green, 2010).

Syok hipovolemik dapat terjadi pada pasien dengan luas luka

bakar lebih dari 25% luas permukaan tubuh total yang disebabkan oleh

meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang berlangsung secara

kontinuitas dalam 36 jam setelah trauma luka bakar. Berbagai protein

(albumin) keluar menuju ruang interstitial dengan menarik cairan yang

menyebabkan edema dan dehidrasi. Tubuh kehilangan cairan melalui area

luka, untuk mengkompensasinya, pembuluh darah perifer dan visera

berkonstriksi yang akan menyebabkan hipoperfusi. Pada fase awal, curah

jantung menurun akibat melemahnya kontraktilitas miokardium,

meningkatnya afterload dan berkurangnya volume plasma. Tumour

nekrosis factor-α dilepaskan sebagai respon inflamasi juga berperan dalam

penurunan kontraktilitas miokardium (Rudall dan Green, 2010).

Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat

akibat evaporasi cairan pada kulit dan syok hipovolemik. Uji kimia darah

menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya

kalsium (akibat hypoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka,


pasien dengan luka bakar berat akan menjadi hypermetabolism (laju

metabolik meningkat 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat hingga

38,5°C akibat respon inflamasi systemic terhadap luka bakar. Respons imun

pasien menurun karena adanya down regulation pada reseptor sehingga

meningkatkan risiko infeksi dan hilangnya barier utama pertahanan tubuh

(Rudall dan Green, 2010).

Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari sumber luka itu sendiri,

jaringan sekitar, penggantian pembalut luka ataupun donor kulit. Setelah

terjadinya luka, respon inflamasi akan memicu dikeluarkannya berbagai

mediator seperti bradikinin dan histamin yang mampu memberikan sinyal

rasa nyeri. Hiperalgesia primer sebagai respons terhadap nyeri pada lokasi

luka, sedangkan hiperalgesia sekunder terjadi beberapa menit kemudian

diakibatkan adanya transmisi saraf dari kulit sekitarnya yang tidak rusak.

Pasien dengan luka bakar derajat I atau II biasanya memberikan respon baik

terhadap pengobatan dan sembuh dalam 2 minggu, luka bakar tampak

berwarna merah muda atau merah, nyeri dan suplai darah yang baik (Rudall

dan Green, 2010).

G. Penatalaksanaan

Tatalaksana pada pasien dengan luka bakar harus dilaksanakan

dengan segera dalam 24 jam pertama. Pertolongan pertama yang diberikan

yaitu berupa:

1. Menjauhkan pasien dari sumber api dan mematikan api pada tubuh,

misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk

menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala

2. Singkirkan baju, perhiasan, dan benda-benda lain yang membuat efek


seperti torniquet karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera

menjadi edema

3. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air

atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya

lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan

suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga

destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan

mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin

ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil

4. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka

akibat trauma yang lain, yaitu dengan primary survey berupa ABCDE

(Airway Breathing Circulation, Disability, dan Exposure) yang diikuti

dengan pendekatan khusus pada secondary survey

a. Primary Survey

1) Airway dan Proteksi Servikal

Prinsip utama dalam penanganan airway adalah menilai patensi

jalan nafas dan manajemen trauma servikal. Tindakan yang

dilakukan berupa:

a) Menilai kesadaran dengan berbicara pada pasien

b) Membersihkan jalan nafas baik benda asing, darah, lidah

pasien, dll

c) Melakukan head tilt, chin lift, dan jaw thrust

d) Menghindari hiperekstensi atau hiperfleksi pada area kepala

dan leher

e) Kontrol tulang servikal dengan rigid collar


f) Perhatikan apakah terdapat trauma inhalasi atau tidak.

Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu

hidung yang gosong. Luka bakar pada wajah, oedem

oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental.

Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi

endotracheal, kemudian beri oksigen melalui mask face atau

endotracheal tube. Luka bakar biasanya berhubungan

dengan luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat

kecelakaan sepeda motor

2) Breathing and Ventilation

Penanganan pada breathing and ventilation bertujuan untuk

menilai tanda hipoksia, hiperventilasi, atau hipoventilasi,

melihat apakah ada luka yang melingkar pada dada, menilai ada

tidaknya intoksikasi carbon monoksida yang ditandai dengan

tampak cherry pink dan tidak bernafas. Tindakan yang dilakukan

berupa:

a) Inspeksi dada untuk memastikan gerakan dinding dada

simetris dam adekuat

b) Berikan oksigen 100% hight flow 10-15 liter/menit

c) Jika tetap sesak maka lakukan ventilasi mekanik

3) Circulation and Haemmorhage Control

Penanganan pada sirkulasi dengan mengontrol perdarahan

bertujuan untuk menilai tanda-tanda syok, nadi sentral, tekanan

darah, capillary refill time, ada tidaknya luka bakar yang

melingkar pada dada. Umumnya luka bakar akut tidak


mengalami perdarahan, sehingga apabila terjadi perdarahan

maka harus dicari tahu penyebabnya. Tindakan yang dilakukan

berupa:

a) Jika terdapat perdarahan aktif harus dilakukan penekanan

luka

b) Pasang 2 jalur intravena ukuran besar sebisa mungkin di

daerah yang tidak terkena luka bakar

c) Berikan bolus RL saat pasien syok, pemberian dilakukan

hingga teraba nadi radialis

d) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan

analisis gas darah (AGD)

e) Cari dan tangani tanda-tanda klinis syok lainnya yang

disebabkan oleh penyebab lainnya

4) Disability, Defisit Neurologis, dan Deformitas

Penanganan pada disability bertujuan untuk menilai derajat

kesadaran pasien dan ada tidaknya defisit neurologis. Tindakan

yang dilakukan yaitu:

a) Menilai kesadaran  pada pasien dengan hipoksemia dan

syok terjadi penurunan kesadaran. Derajat kesadaran dapat

dinilai dengan AVPU:

(1) A (Alert) : Sadar penuh

(2) V (Verbal) : Merespon terhadap rangsang verbal

(3) P (Pain) : Merespon terhadap rangsang nyeri

(4) U (Unresponsive) : Tidak ada respon

b) Menilai respon pupil terhadap cahaya


5) Exposure dan Pengendalian Lingkungan

Penanganan pada exposure bertujuan untuk mengontrol paparan

dan pengendalian lingkungan. Tindakan yang dilakukan yaitu:

a) Melepas semua pakaian dan aksesoris yang melekat pada

tubuh pasien

b) Pastikan keadaan pasien tetap hangat

c) Menghitung luas luka bakar yang dialami pasien

d) Lakukan log roll untuk melihat permukaan posterior pasien

6) Fluid (Resusitasi Cairan)

Pemberian resusitasi cairan pada pasien dilakukan secara

adekuat dan tetap dalam pemantauan. Tindakan yang dilakukan

berupa:

(1) Menghitung cairan yang dibutuhkan

(2) Gunakan cairan kristaloid (Hartmann solution) seperti ringer

laktat

(3) Hitung urine output setiap jam, harus dipertahankan dalam

level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada dewasa 1.0-1.5

ml/kgBB/jam pada anak untuk menjaga perfusi organ

(4) Lakukan pemeriksaan EKG, nadi, tekanan darah, respiratory


rate, pulse oximetry, analisis gas darah arteri

(5) Berikan cairan resusitasi sesuai indikasi

7) Manajemen nyeri

Bisa diberikan morfin intravena 0,05 – 0,1 mg/kgBB sesuai

indikasi. Pada anak dapat diberikan paracetamol drip dengan

dosis 10 – 15 mg/kgBB/6 jam

8) Test

Test digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

trauma lain. Test yang dilakukan berupa pemeriksaan radiologi

x-ray lateral cervical, thorax, pelvis, atau lainnya sesuai indikasi

9) Tubes

Tujuan tubes adalah untuk mencegah gastroparesis dan

dekompresi lambung. Tindakan yang dilakukan berupa

pemasangan nasogastric tube (NGT)

b. Secondary Survey

Secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari

kepala sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi

mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan

akhirnya adalah untuk menegakkan diagnosis yang tepat.

1) Riwayat Penyakit

Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit

yang diderita pasien sebelum terjadi trauma yaitu:

a) A (Allergies) : Riwayat alergi

b) M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi

c) P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma


d) L (Last meal) : Makan terakhir

e) E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma

2) Mekanisme trauma

Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara

pasien dengan lingkungan:

a) Luka bakar:

(1) Durasi paparan

(2) Jenis pakaian yang digunakan

(3) Suhu dan kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air

panas

(4) Kecukupan tindakan pertolongan pertama

b) Trauma tajam:

(1) Kecepatan proyektil

(2) Jarak

(3) Arah gerakan pasien saat terjadi trauma

(4) Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah

c) Trauma tumpul:

(1) Kecepatan dan arah benturan

(2) Penggunaan sabuk pengaman

(3) Jumlah kerusakan kompartemen penumpang

(4) Ejeksi (terlontar)

(5) Jatuh dari ketinggian

(6) Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas

3) Pemeriksaan Sekunder

Pemeriksaan survei sekunder meliputi:


a) Lakukan pemeriksaan head to toe examination

b) Pemantauan hasil resusitasi tercatat

4) Perawatan Luka Bakar

Tujuan perawatan luka bakar dengan membersihkan area tubuh

yang terkena luka bakar adalah untuk mengeliminasi

kontaminan dari dasar luka, mengeliminasi debris,

mengeliminasi benda asing, mengeliminasi mikroorganisme

yang terdapat pada luka bakar yang terinfeksi, mengeliminasi

eksudat dan krusta, mengeliminasi hiperkeratosis di pinggir luka

dan kulit, dan membantu higienitas dan kenyamanan pasien.

Langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:

a) Cuci luka dengan savlon, bilas dengan NaCl 0,9%

b) Dilakukan nekrotomi jaringan nekrotik

c) Bilas dengan NaCl

d) Tutup dengan tulle

e) Olesi dengan silver sulfadiazine

f) Tutup dengan kassa tebal  agar tidak sering diganti karena

dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien

g) Ganti perban saat jenuh

5) Kontrol Infeksi

Infeksi pada pasien luka bakar adalah salah satu penyebab

terbesar mortalitas dan morbiditas pada pasien. Terdapat

berbagai macam teknik yang telah diaplikasikan untuk

mengurangi risiko infeksi pada pasien luka bakar. Salah satu

cara dalam mencegah terjadinya infeksi adalah melakukan eksisi


yang dini, skin graft dan penggunaan antibiotik sistemik. Eksisi

tangensial dan split thickness skin graft (STSG) dini dapat

menurunkan inflamasi, infeksi, kolonisasi kuman, sepsis,

mempercepat penyembuhan luka, dan menurunkan lama rawat.

Pembedahan dini pada luka bakar bertujuan untuk life saving,

limb saving atau sebagai upaya mengurangi penyulit

sehubungan dengan dampak yang bisa timbul akibat masih

adanya jaringan nekrotik yang melekat pada bagian tubuh yang

terbakar dan juga kaitannya dengan proses penyembuhan luka.

a) Eksisi Tangensial

Eksisi tangensial merupakan prosedur membuang jaringan

nekrotik pada luka bakar deep-partial thickness dan

fullthickness (derajat IIB dan III) dan menjaga jaringan yang

masih viable sebanyak mungkin. Eksisi eskar ini dipercaya

dapat mengurangi risiko kulit untuk terinfeksi bakteri dan

mengekspos bagian kulit yang bisa digunakan untuk skin

graft. Pembuangan jaringan nekrotik sangat dibutuhkan

untuk memastikan proses skin graft dapat dilakukan

b) Split thickness skin graft (STSG)

Setelah dilakukan proses eksisi yang dini, split thickness skin

graft dilanjutkan pada pasien dengan luka bakar partial

thickness dan full thickness untuk memperbaiki fungsi dan

penampilan dari kulit pasien. Skin graft pada luka bakar

dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kehilangan cairan,

mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi kulit dari


terkesposnya organisme yang infeksius. Prosedur skin graft

dilakukan dengan menanamkan lapisan tipis kulit yang

terdiri dari epidermis dan superfisial (papiler) dermis yang

didapatkan dari bagian kulit yang tidak terkena luka bakar

c) Antibiotik Sistemik

Infeksi pada pasien luka bakar sangat sering terjadi terutama

pada pasien dengan area luka bakar yang luas dan dalam.

Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,

Acinetobacter baumannii dan Klebsiela pneumonia adalah

empat jenis bakteri multi resistan yang sering menginfeksi

pasien luka bakar. Oleh karena itu penggunaan antibiotik

dalam perawatan luka bakar sangat penting untuk diberikan

6) Pemberian Nutrisi

Pasien luka bakar memerlukan kebutuhan nutrisi (makro dan

mikronutrien) yang adekuat, karena mengalami perubahan dan

peningkatan metabolisme (hipermetabolik), serta peningkatan

kehilangan nitrogen yang tinggi (pemecahan protein 80-90%).

Apabila asupan nutrisi pasien ini tidak terpenuhi, maka akan

meningkatkan risiko malnutrisi pada pasien, gangguan

penyembuhan luka, disfungsi berbagai organ, peningkatan

kerentanan terhadap infeksi dan kematian. Pada lebih dari 40%

pasien luka bakar dapat mengalami penurunan BB 30% dalam

beberapa minggu. Proses hipermetabolisme dan katabolisme ini

pada pasien luka bakar berat masih terus terjadi sampai dengan

satu tahun pasca trauma. Kebutuhan energi pasien luka bakar,


idealnya menggunakan alat kalorimetri indirek yang merupakan

metode baku emas (gold standard), namun memerlukan alat

khusus, sehingga sulit pada pelaksanaan di lapangan. Terdapat

berbagai metode perhitungan yang dapat digunakan untuk

menetapkan kebutuhan energi pada pasien luka bakar, seperti

rumus modifikasi Harris Benedict berikut:

Keterangan:

KEB : kebutuhan energi basal

BB : berat badan ideal dalam kilogram

TB : tinggi badan dalam centimeter

U : umur

BSA : Burn Surface Area (Luas luka bakar)

c. Tindakan Pembedahan Emergensi

1) Debridemen

Tindakan debridemen dilakukan untuk menghilangkan jaringan

yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing, dan

menghilangkan eskar. Eskar dihilangkan karena dapat

menghambat proses penyembuhan karena tidak terjadi

epitelisasi secara spontan, pertumbuhan sel-sel baru, dan obat

yang diberikan menjadi tidak efektif. Debridemen memiliki


metode yang bermacam-macam seperti mekanik, enzymatic, dan

pembedahan. Metode yang paling umum dilakukan adalah

debridemen mekanik

2) Esakarotomi

Tindakan eskarotomi adalah tindakan insisi eskar yang

melingkari dada atau ekstremitas yang bertujuan untuk

mencegah adanya gangguan pernapasan dan mencegah

penekanan struktur penting seperti saraf dan pembuluh darah.

Indikasi tindakan eskarotomi adalah luka bakar yang mengenai

seluruh bagan dermis kulit, sehingga timbul edema yang dapat

menjepit pembuluh darah, misalnya luka bakar melingkar di

ekstremitas dan dada.

a) Diagnosis

(1) Eskar melingkar di dada dan esktremitas. Eskar

merupakan struktur putih atau pucat yang bersifat tidak

nyeri dan umumnya akan mengeras

(2) Tanda-tanda gangguan breathing: frekuensi napas

meningkat

(3) Tanda-tanda penekanan struktur penting: jari-jari terasa

baal, nyeri, pucat, dingin, dan tidak bisa digerakkan

b) Persiapan alat: mata pisau no. 15, betadine, kauter, kasa

steril, perban elastik, plester

c) Tindakan

(1) Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis

(2) Dilakukan insisi eskarotomi:


 Pada dada  di linea midaksilaris bilateral

 Pada antebrachii  di linea midulnar dan midradial

 Pada kruris  di linea medial dan lateral

 Pada dorsum manus dan dorsum pedis  umumnya

3 insisi berbentuk kipas

(3) Dilakukan hemostasis

(4) Penutupan dengan kasa steril dan perban elastik pada

ekstremitas dan plester pada dada

3) Fasciotomi

Dilakukan bila ada indikasi tanda-tanda sindroma kompartemen

seperti terasa keras pada palpasi, sensasi perifer menghilang

secara progresif, dan nadi tidak teraba

H. Penyembuhan Luka

1. Komponen Penyembuhan Luka

Terdapat berbagai macam komponen penyembuhan luka, antara lain:

a. Kolagen

Kolagen secara normal menghubungakan jaringan, melintasi luka

dengan berbagai sel mediator. Bentuk awal kolagen seperti gel

namun dalam beberapa minggu membentuk garis sehingga dapat

meningkatkan kekuatan luka. Substansi vitamin C, zinc, oksigen,

dan zat besi diperlukan untuk membentuk kolagen (Zahrok, 2009)

b. Angiogenesis

Perkembangan dari pembuluh darah baru pada luka kotor dapat

diidentifikasi selama pengkajian klinik. Awalnya tepi luka berwarna

merah terang dan mudah berdarah. Selanjutnya dalam beberapa hari


berubah menjadi merah gelap. Secara mikroskopis, angiogenesis

dimulai beberapa jam setelah luka (Zahrok, 2009)

c. Granulasi Jaringan

Sebuah matriks kolagen, kapilaritas, dan sel mulai mengisi daerah

luka dengan kolagen baru membentuk scar. Jaringan ini tumbuh di

tepi luka ke dasar luka. Granulasi jaringan diisi dengan kapilaritas

baru yang memberi warna merah dan tidak rata. Luka dikelilingi

oleh fibroblast dan makrofag. Granulasi jaringan mulai dibentuk dan

epithelialization dimulai (Zahrok, 2009)

d. Kontraksi Luka

Kontraksi luka adalah mekanisme saat tepi luka menyatu sebagai

akibat kekuatan dalam luka. Kontraksi adalah kerja dari

miofibroblast yang melintasi luka dan menarik tepi luka untuk

menutup luka sehingga menyebabkan perubahan bentuk diakibatkan

oleh kontraktur (Zahrok, 2009)

e. Epithelialization

Epithelialization adalah perpindahan sel dari sekeliling kulit.

Epithelialization juga melintasi folikel rambut pada dermis dari luka

yang sembuh dengan secondary intention. Besarnya luka atau

kedalaman luka memerlukan skin graft, karena epidermal migrasi

secara normal dibatasi kira-kira 3 cm. Epithelialization dapat dilihat

pada granulasi luka bersih. Epithelialization sel terbagi dan akhirnya

migrasi epitel bertemu dengan sel yang sama dari tepi luka yang lain

dan migrasi berhenti. Pada saat ini epitel berdiferensiasi menjadi

bermacam lapis epidermis. Epithelialization dapat ditingkatkan jika


luka pada kondisi lembab. Tanda scar yang dibentuk pada fase ini

adalah merah terang, tipis dan rawan terhadap tekanan (Zahrok,

2009)

2. Fase Penyembuhan Luka

Menurut Sjamsuhidajat (2017), ada tiga fase dalam proses

penyembuhan luka, antara lain:

a. Fase Inflamasi (lag phase)

Pada fase inflamasi pembuluh darah yang terputus pada luka akan

menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha

menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan pembuluh

darah yang putus (retraction), dan reaksi hemostasis. Sel mast dalam

jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang

meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi,

penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi yang menyebabkan

edema dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang

menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar

(rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor),

dan functio laesa atau daya pergerakan menurun (Sjamsuhidajat,

2017). Fase dimulai segera setelah terjadinya trauma atau cedera dan

umumnya sampai hari ke-5 pasca trauma. Tujuan utama fase ini

pada umumnya adalah hemostasis, hilangnya jaringan yang mati dan

pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh mikrobial patogen

(Gurtner, 2007). Perbedaan antara luka bakar dan luka biasa pada

fase ini yaitu terjadi vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi cairan

dalam ruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas, adanya


peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ekstravasasi

plasma yang cukup banyak dan membutuhkan penggantian cairan

(Tiwari, 2012). Pade akhir fase inflamasi, mulai terbentuk jaringan

granulasi yang berwarna kemerahan, lunak dan granular. Jaringan

granulasi adalah suatu jaringan kaya vaskular, berumur pendek,

kaya fibroblast, kapiler dan sel radang tetapi tidak mengandung

ujung saraf (Anderson, 2010)

b. Fase Proliferasi (fibroplasia, regenerasi)

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol

adalah proliferasi fibroblast. Fibroblast berasal dari sel mesenkim

yang belum berdiferensiasi menghasilkan mucopolysaccharide,

glisina (asam amino), dan protein yang merupakan bahan dasar

kolagen serat yang akan menautkan tepi luka. Pada fase ini, serat

dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan

tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Fase proliferasi luka

dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan

berwarna kemerahan dengan permukaan yang memiliki benjolan

halus seperti jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel
asal terlepas dari permukaan basalnya mengisi permukaan luka.

Tempatnya kemudiaan diisi sel baru yang terbentuk dari proses

mitosis. Proses ini akan berhenti setelah epitel saling menyentuh dan

menutup seluruh permukaan luka (Gurtner, 2007). Fase proliferasi

berlangsung pada umumnya mulai dari hari ke 4. Pada luka bakar

superfisial, migrasi keratinosit yang berada pada tepi luka mulai

bekerja beberapa jam setelah trauma, menginduksi terjadinya re-

epithelialization yang biasanya menutup luka dalam 5-7 hari.

Setelah re-epithelialization, membran basal terbentuk antara

epidermis dan dermis. Pembentukan kembali dermis dibantu oleh

proses angiogenesis dan fibrogenesis. Pada fase ini matriks fibrin

didominasi oleh platelet dan makrofag secara gradual digantikan

jaringan granulasi yang tersusun dari kumpulan fibroblast, makrofag

dan sel endotel yang membentuk matriks ekstraseluler dan

neovascular (Gurtner, 2007).

Mempercepat penyembuhan luka bakar dalam perlu dilakukan

eksisi dan skin graft. Tindakan penutupan luka dengan skin graft

merupakan bagian dari fase proliferasi (Tiwari, 2012). Hal yang

menarik dari fase proliferasi adalah pada suatu titik tertentu, seluruh

proses yang telah dijabarkan di atas harus dihentikan. Fibroblast

akan menghilang setelah matriks kolagen mengisi cavity luka dan

pembentukan neovaskular akan menurun melalui proses apoptosis.

Kegagalan regulasi pada tahap ini dianggap penyebab terjadinya


kelainan fibrosis seperti skar hipertrofik (Gurtner, 2007).

c. Fase Penyudahan (maturation, remodelling)

Pada fase ini terjadi proses pematangan dari penyerapan kembali

jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai gaya gravitasi dan

pembentukan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase

maturation pada luka umumnya berlangsung mulai hari ke-21

hingga sekitar 1 tahun, namun pada luka bakar derajat 2 yang dalam

dan yang mengenai seluruh ketebalan kulit yang dibiarkan sembuh

sendiri fase ini bisa memanjang menjadi bertahun-tahun (Tiwari,

2012). Fase maturasi dimulai setelah cavity luka terisi oleh jaringan

granulasi, proses re-epithelialization telah selesai dan setelah

kolagen menggantikan matriks temporer (Gurtner, 2007).

Keseimbangan proses sintesis terjadi pada fase ini, kolagen yang

berlebihan didegradasi oleh enzim kolagenase dan kemudian

diserap, sedangkan sisanya akan mengerut sesuai tegangan. Hasil

akhir fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan

mudah digerakkan (Bisono dan Pusponegoro, 2007).


Luka bakar derajat II yang dibiarkan sembuh sendiri menyebabkan

hipertrofik jaringan parut dan kontraktur. Hiperpigmentasi terjadi

pada luka bakar superfisial karena respons berlebihan melanosit

dari trauma panas dan hipopigmentasi pada luka bakar dalam

karena kerusakan melanosit kulit. Pada luka bakar post skin graft

saat mulai terjadi inervasi, tumbuhnya saraf merubah kontrol

melanosit sehingga terjadi hiperpigmentasi pada orang berkulit

gelap dan hipopigmentasi pada orang berkulit putih (Tiwari, 2012)

3. Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka adalah

sebagai berikut (Rulam, 2011):

a. Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.

Selain karena orang tua lebih sering terkena penyakit kronis

penurunan fungsi hati pada orang tua dapat mengganggu sintesis

faktor pembekuan darah


b. Nutrisi

Tambahan nutrisi dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka.

Pasien memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin

C dan A, serta mineral seperti Fe dan Zn

c. Infeksi

Infeksi pada luka dapat menghambat penyembuhan. Bakteri

merupakan organisme utama penyebab infeksi

d. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

Pada orang-orang dengan obesitas, penyembuhan luka menjadi

lambat dan resiko infeksi menjadi lebih tinggi dikarenakan suplai

darah yang kurang ke jaringan. Selain itu, aliran darah dan

oksigenasi dapat terganggu pada orang yang menderita gangguan

pembuluh darah perifer, hipertensi, diabetes melitus, anemia dan

gangguan pernapasan kronik. Kurangnya volume darah akan

mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya suplai oksigen dan

nutrisi untuk penyembuhan luka

e. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka

secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh untuk kemudian masuk ke

dalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut

tentu memerlukan waktu yang lama untuk dapat diabsorbsi,

sehingga dapat menghambat proses penyembuhan luka


f. Benda Asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan

terbentuknya suatu abses. Abses ini timbul dari serum, fibrin,

jaringan sel mati dan leukosit yang membentuk suatu cairan kental

yang disebut dengan nanah (pus)

g. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan di mana terdapat penurunan

suplai darah pada bagian tubuh akibat obstruksi pada aliran darah.

Hal ini dapat terjadi akibat pembalutan pada luka yang terlalu ketat

ataupun faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah

itu sendiri

h. Diabetes Melitus

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan

peningkatan gula darah yang menyebabkan nutrisi tidak dapat

masuk ke dalam sel. Hal tersebut tentu akan mengganggu proses

penyembuhan luka

i. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka, misalnya lokasi, dapat mempengaruhi

kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat

gagal untuk menyatu

j. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti

neoplasmik dapat memengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan

antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap

infeksi luka
I. Kriteria Merujuk pada Pasien Luka Bakar

Pasien dengan luka bakar luas dan dalam harus mendapatkan perawatan

lebih intens yaitu dengan merujuk ke RS yang memiliki fasilitas sarana

pelayanan luka bakar yang memadai. Sebelum dilakukan transfer pasien,

harus dilakukan assessment segera dan stabilisasi di rumah sakit yang

terdekat. Kriteria rujukan adalah sebagai berikut:

1. Luka bakar derajat 2 > 10% Total Body Surface Area (TBSA)

2. Luka bakar derajat 3 pada kelompok usia berapapun

3. Luka bakar lebih dari 5% TBSA pada anak

4. Luka bakar pada area khusus (wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,

sendi utama, dan luka bakar yang mengelilingi ekstremitas serta luka

bakar pada dada)

5. Luka bakar dengan trauma inhalasi

6. Luka bakar listrik

7. Luka bakar karena zat kimiawi

8. Luka bakar dengan penyakit yang menyertai sebelumnya

9. Luka bakar yang disertai trauma mayor

10. Luka bakar pada usia ekstrem: anak sangat muda dan orang tua

11. Luka bakar pada wanita hamil

12. Luka bakar bukan karena kecelakaan

J. Komplikasi pada Luka Bakar

Komplikasi atau permasalahan yang dapat terjadi pada pasien dengan luka

bakar merupakan hal yang harus diketahui agar dapat ditangani dengan tepat

dan tidak menyebabkan perburukan lebih lanjut. Komplikasi tersebut antara

lain:
1. Infeksi dan sepsis

Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering

terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama

dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan

tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur.

Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung dan kateter. Kateter

urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung

pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia

2. Oliguria dan anuria

Masalah yang sering dijumpai saat resusitasi selama pemantauan ketat

dapat terjadi oliguria. Dapat ditindak lanjuti dengan meningkatkan

jumlah titrasi cairan (diuretikum hanya diberikan pada pasien dengan

hemokromogen di urin dan kadang pada pasien luka bakar luas)

3. Oedem paru

Luka bakar dapat menyebabkan edema paru dan bronkospasme karena

adanya trauma pada endotel kapiler, epitel airway, bronkus dan

apparatus mukosilier. Oleh karena itu penggunaan ventilasi mekanik

pada pasien trauma sangat penting dalam strategi penanganan pasien

luka bakar. Permasalahan paru spesifik yang sering ditemukan pada

pasien luka bakar adalah:

a. Keracunan karbon monoksida (CO)

b. Trauma inhalasi

c. Trauma dada

d. Luka bakar pada dinding dada


4. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)

ARDS merupakan kebocoran cairan dari kapiler (pembuluh darah

terkecil) ke paru-paru di alveoli, tempat di mana darah akan disuplai

dengan oksigen, hal tersebut diakibatkan adanya trauma karena luka

bakar yang terjadi

5. Anemia

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena terkejut dan kesakitan.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas

meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat

terjadi anemia

6. Kontraktur

Kontraksi adalah proses penyembuhan fisiologis normal yang terjadi

pada margin luka dan mengurangi ukuran akhir dari luka. Sementara

kontraktur merupakan efek patologis jaringan parut yang mungkin

timbul dari proses penyembuhan luka. Luka bakar menyebabkan

kehilangan jaringan, menyembuhkan luka dengan kontraksi dan dapat

menghasilkan kontraktur

7. Jaringan parut, parut hipertrofik, dan keloid jaringan parut

Area predileksi terjadinya jaringan parut yaitu leher, sternal dan dada.

Pembentukan jaringan parut akan meningkat apabila proses

penyembuhan lebih dari 2 minggu sejak terjadinya luka bakar. Jaringan

parut muncul dalam beberapa bulan pertama setelah luka bakar, setelah

itu perkembangannya mengalami akselerasi dengan puncaknya sekitar

6 bulan dan akan stabil atau berkurang atau matur sekitar 12-18 bulan

setelah terjadinya luka bakar. Jaringan parut yang aktif tampak


kemerahan, menonjol (lebih tinggi dari area sekitarnya), kaku, nyeri

seiring dengan adanya neovaskularisasi

8. Marjolin’s Ulcer

Diagnosis Marjolin’s ulcer dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesis biasanya pasien

mengeluh luka yang tak kunjung sembuh selama lebih dari 3 bulan,

ukuran luka membesar, serta didapatkan faktor risiko lain seperti

kondisi immunocompromised. Dari pemeriksaan fisik didapatkan trias

klasik, yaitu pembentukan nodul, indurasi, dan ulserasi di lokasi parut.

Selain itu, ditemukan juga luka dengan tepi menggaung, jaringan

granulasi yang berlebih, bau tidak sedap, pembesaran, mudah berdarah,

dan nyeri. Marjolin’s ulcer dapat muncul dalam bentuk infiltratif atau

ulseratif dan eksofitik atau papiler. Bentuk ini ditandai dengan invasi ke

jaringan lemak subkutan, fasia, otot, dan jarang ke tulang. Bentuk

ulseratif yang paling sering bermetastasis; grading penting untuk

memperkirakan risiko metastasis. Biopsi merupakan pemeriksaan baku

emas untuk mengetahui adanya sel-sel ganas. Pemeriksaan radiologi

juga dapat membantu diagnosis. Dari foto polos dapat ditemukan

lamellated periosteal reaction dan destruksi tulang.


9. Kematian

Bila tidak tertangani dengan baik, luka bakar dapat menyebabkan

kematian

K. Prognosis

Penentuan prognosis mortalitas pada pasien luka bakar sangatlah

penting untuk memprediksi hasil dari perawatan luka bakar tersebut.

Terdapat berbagai macam model yang dapat digunakan untuk memprediksi

mortalitas dari pasien luka bakar. Salah satu model yang paling sering

digunakan adalah ABSI (abbreviated burn severity index).

Skoring ABSI pertama kali ditemukan pada tahun 1982, dan telah

digunakan sebagai salah satu metode untuk memprediksi mortalitas pada

pasien luka bakar. Terdapat lima variabel yang dibutuhkan untuk

menentukan mortalitas dari pasien luka bakar. Lima variabel tersebut adalah

jenis kelamin, usia, terdapatnya trauma inhalasi, terdapatnya luka bakar

fullthickness dan pesentasi TBSA yang terkena luka bakar, dapat dilihat

pada tabel di bawah. Jika skor ABSI lebih dari 6, riwayat luka bakar karena

listrik, luka bakar disebakan karena trauma yang major dan luka bakar full

thickness terdapat pada area wajah, aksila, sendi, tangan, kaki dan genital

pasien disarankan untuk dirujuk ke unit khusus luka bakar.


BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis pasien didapatkan pasien datang ke IGD RS

Panembahan Senopati pada hari Rabu, 24 Maret 2021 pukul 16.37 WIB

dengan keluhan perih dan terasa panas akibat tersiram kuah bakso tusuk.

Pasien datang setelah diserempet mobil dari arah berlawanan kurang lebih

1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien diserempet kemudian

jatuh dari motor dan tersiram kuah bakso sehingga mengenai tangan

sebelah kanan, dada bagian kanan, punggung bagian kanan, dan tangan kiri.

Tidak terdapat riwayat kepala terbentur, mual, dan muntah.

Hasil pemeriksaan fisik tanda vital didapatkan peningkatan suhu

(38,8oC pada pengukuran axilla) dan peningkatan laju pernafasan

(36x/menit). Terdapat luka bakar pada dada bagian atas sebelah kanan dan

punggung kanan, hiperemis, dan muncul bula. Selain itu, terdapat pula

luka bakar pada tangan sebelah kanan dan kiri, kemudian pada lutut kanan

terdapat luka lecet. Pada saat palpasi di area sekitar luka, terdapat nyeri

tekan dan ekstremitas teraba hangat. Dari hasil pemeriksaan fisik tersebut

didapatkan luas luka bakar

sebesar 31,5%.
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa ada penurunan

elektrolit dalam tubuh yaitu natrium dan kalium. Hal tersebut menjadi salah

satu yang mendasari untuk memberikan resusitasi cairan sesegera

mungkin. Penanganan resusitasi cairan diberikan secara adekuat dan tetap

dalam pantauan.

Resusitasi cairan

2 x BB x presentase luka = 2 x 80 x 31,5% = 5040 cc

5040 = 2520 cc  habis dalam 8 jam pertama


2
tpm = faktor tetesan x kebutuhan cairan = 20 x 2520 = 105 tpm
60 x lama pemberian dalam jam 60 x 8

Selanjutnya 2520 cc habis dalam 16 jam berikutnya


tpm = faktor tetesan x kebutuhan cairan = 20 x 2520 = 52,5 tpm  60 tpm
60 x lama pemberian dalam jam 60 x 16
DAFTAR PUSTAKA

American Burn Association. National Burn Repository 2016. Chicago, IL; 2016

Bisono, Pusponegoro AP 1997, Luka, Syok, Bencana dalam Buku Ajar Bedah,

EGC, Jakarta, pp. 73-75

Brunicardi, F. C., Onan, B., Oz, K., (2006) Chest wall, lung, mediastinum, and

pleura. Dalam Schwartz’s Manual of Surgery 8th edition. USA: Mc-

Graw Hill

Elsous A, Ouda M, Mohsen S, Al-shaikh M, Mokayad S, et al. Epidemiology and

outcomes of hospitalized burn patients in Gaza strip: a

descriptivestudy. Ethiop J Health Sci. 2016; 26:9–16

Gurtner, GC 2007, Wound Healing: Normal and Abnormal Grabb and Smith’s

Plastic Surgery, 6th edn, Lippincott Williams and Wilkins,

Philadelphia, pp. 15-22

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. Jakarta: 2014

Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Nomor HK.

01.07/MENKES/555/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Jakarta

Miller SF, BesseyP, LentzCW, et al. National Burn Repository 2007 report: A

synopsis of the 2007 call for data. Journal of Burn Care & Research,

2008, 29(6):862–870

Moenadjat 2009, Luka Bakar, Penatalaksanan Awal & Penatalaksanaannya,

Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp. 62-70


Rudall, N & Green, A 2010, ‘Burns Clinical Features and Prognosis’, Clinical

Pharmacist Journal, pp. 245-248

Rulam, 2011. Penyembuhan Luka (Wound Healing)

Sjamsuhidajat, R & de Jong W 2017, Buku Ajar Ilmu Bedah

Tiwari, VK 2012. ‘Burn Wound: How it Differs from Other Wounds’, Indian

Jurnal of Plastic Surgery, vol. 45, pp. 364-373

WHO. WHO Health Estimates 2014 Summary Tables: Deaths and Global Burden

of Disease. 2014

World Health Organization (WHO), (2018). Burns. Available from:

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/burns diakses

pada tanggal 28 Maret 2021

Zahrok, U 2009, ‘Perbandingan Efektivitas Terapi Madu dengan Rivanol

terhadap Penyembuhan Luka Dekubitus Grade II-IV di RSUD Dr.H

Abdul Muluk Provinsi Lampung’, Lomba Karya Tulis Ilmiah,

Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh, Aceh, pp. 36-39

Anda mungkin juga menyukai