Anda di halaman 1dari 11

Metedologi Penelitian

(Eksperimen)
“Uji Sifat Fisik Granul Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper battle. l) dengan Bahan
Pengikat Amylum Manihot Menggunakan Granulasi Basah ”

Mata Kuliah
Metedologi Penelitian

Dosen Pengampu
Drs. Hisran H, ME., Apt

Dibuat Oleh
FarhanaKhairunnisa (PO71390190016)

Jurusan Farmasi
Poltekes Kemenkes Jambi Tahun Akdemik 2021/2022
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper battle. L)


2.1.1. Deskripsi Tanaman
Pemerian daun sirih adalah memiliki bau aromatic khas dan rasa peadas, khas. Secara
makroskopik yaitu daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun
berbentuk bundar telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung atau agak
bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5 cm asampai
18,5 cm, lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm, permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun
agak tenggelam, permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, permukaan atas
berwarna lebih tua dari permukaan bawah. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan,
panjang 1,5 cm sampai 8 cm (Depkes RI, 1980).
Nama daerah
a) Sumatera : ranub (Aceh), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba);
b) Kalimantan : uwit (Dayak);
c) Jawa : seureuh (Sunda), suruh (Jawa), sere (Madura);
d) Bali : base, sedah; e) Nusa Tenggara: nahi (bima), kuta (Sumba);
f) Sulawesi : gapura (Bugis), sangi (Talaud);
g) Maluku : amu (Ambon);
h) Papua : afo (Sentani) (Kemenkes RI, 2017)
2.1.2. Klasifikasi Tanaman
Tanaman sirih diklasifikasikan
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliopsida
Kelas : Magnoliospsida
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L. (Depkes RI, 1980)
2.1.3. Morfologi Tanaman
Pemerian daun sirih adalah memiliki bau aromatic khas dan rasa pedas, khas. Secara
makroskopik yaitu daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun
berbentuk bundar telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal daun berbentuk jantung atau
agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk
sedikit, pinggir daun agak menggulung ke bawah, panjang 5 cm sampai 18,5 cm, lebar 2,5 cm
smapai 10,5 cm, permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak tenggelam,
permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, permukaan atas berwarna lebih
tua dari permukaan bawah. Tangkai dau bulat, warna coklat kehijauan, panjang 1,5 cm sampai
8 cm (Depkes RI, 1980).
2.1.4. Kandungan Kimia
Sirih (Piper betle L) mengandung minyak atsiri 1-4,2% yang terdiri dari cathecol,
cadinene, carvachol, caryophyllene, chavibetol, chavicol, 1-8 sienoel, astragole, eugenol,
pyrocatechin, terpinyl acetate, terpene, sesquiterpene, 55% diantanya merupakan senyawa
fenol dengan kandungan terbesarnya yaitu chavicol dan chavibetol (Depkes RI, 1989;
Standard of Asean 1993).

2.2. Amylum Manihot


Amylum manihot (pati singkong) adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot
utilissima Pohl atau beberapa spesies manihot lain. Bagi tanaman, pati merupakan cadangan
makanan yang terdapat pada biji, batang, dan pada bagian umbi tanaman. Banyak kanddungan
pati pada tanaman tergantung pada asal pati tersebut, misalnya pati yang berasal dari biji beras
mengandung pati 50-10% dan pati yang berasal dari umbi singkong mengandung pati 80%
(Winarno, 1986).
Klasifikasi singkong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliopsida
Kelas : Magnoliospsida
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
Salah satu fungsi dari pati singkong (Amylum manihot) adalah sebagai bahan pengikat
dalam pembuatan tablet. Sangat cocok untuk digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan
tablet dengan metode granulasi basah dengan dibuat mucilage terlebih dahulu (Anonim, 1995).

2.3. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau
hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstraksi
(Penyarian) adalah proses penarikan zat yang dapat larut dari simplisia dengan pelarut yang
sesuai. (BPOM RI,2013).
Salah satu cara untuk mengekstraksi simplisia yaitu dengan cara maserasi. Maserasi adalah
bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong
atau berupa serbuk kasar) dan disatukan dengan bahan pengekstraksi, selanjutnya rendaman
tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung dan sesekali diaduk-aduk (Voight, 1994).
2.3.1. Metode Ekstraksi
Ekstraksi bisa dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, digesti, refluks,atau
ekstraksi fluida super kritik. Sifat zat aktif yang terkandung didalam bahan mempengaruhi
metode ekstraksi dan jenis pelarut yang dipilih (BPOM RI Volume I, 2012).
2.3.1.1. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan melakukan perendaman bagian tanaman secara
utuh atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut dalam bejana tertutup pada
suhu kamar selama sekurang-kurangnya 3 hari dengan pengadukan berkali-kali
sampai semua bagian tanaman yang dapat larut melarut dalam cairan pelarut.
Pelarut yang digunakan adalah alkohol atau kadang-kadang juga air. Campuran
ini kemudian disaring dan ampas yang diperoleh dipress untuk memperoleh
bagian cairnya saja. Cairan yang diperoleh kemudian dijernihkan dengan
penyaringan atau dekantasi setelah dibiarkan selama waktu tertentu. Keuntungan
proses maserasi diantaranya adalah bahwa bagian tanaman yang akan diekstraksi
tidak harus dalam wujud serbuk yang halus, tidak diperlukan keahlian khusus
dan lebih sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut seperti pada proses perkolasi
atau sokhletasi. Sedangkan kerugian proses maserasi adalah perlunya dilakukan
penggojogan/pengadukan, pengepresan dan penyaringan, terjadinya residu
pelarut di dalam ampas, serta mutu produk akhir yang tidak konsisten.
2. Perkolasi
Perkolasi merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk mengekstrak
bahan aktif dari bagian tanaman dalam penyediaan tinktur dan ekstrak cair.
Sebuah perkolator, biasanya berupa silinder yang sempit dan panjang dengan
kedua ujungnya berbentuk kerucut yang terbuka. Bagian tanaman yang akan
diekstrak dibasahi dengan sejumlah pelarut yang sesuai dan dibiarkan selama
kurang lebih 4 jam dalam tangki tertutup. Selanjutnya, bagian tanaman ini
dimasukkan ke dalam perkolator dan bagian atas perkolator ditutup. Sejumlah
pelarut biasanya ditambahkan hingga membentuk lapisan tipis di bagian tanaman
yang akan dieskstrak. Bagian tanaman ini dibiarkan mengalami maserasi selama
24 jam dalam perkolator tertutup. Setelah itu, cairan hasil perkolasi dibiarkan
keluar dari perkolator dengan membuka bagian pengeluaran (tutup bawah)
perkolator. Sejumlah pelarut ditambahkan lagi (seperti membilas) sesuai dengan
kebutuhan hingga cairan ekstrak yang diperoleh menjadi kurang lebih tiga per
empat dari volume yang diinginkan dalam produk akhir. Ampas ditekan/dipress,
dan cairan yang diperoleh ditambahkan ke dalam caira ekstrak. Selanjutnya,
sejumlah pelarut ditambahkan lagi ke dalam cairan ekstrak untuk memeperoleh
ekstrak dengan volume yang diinginkan. Campuran ekstrak yang diperoleh
dijernihkan dengan penyaringan atau sedimentasi dengan dilanjutkan dengan
dekantasi.
2.3.1.2. Cara Panas
1. Infusi
Infusi dibuat dengan maserasi bagian tanaman dengan air dingin atau air
mendidih dalam jangka waktu yang pendek. Pemilihan suhu infus tergantung
pada ketahanan senyawa bahan aktif yang selanjutnya segera digunakan sebagai
obat cair. Hasil infus tidak bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama karena
tidak menggunakan bahan pengawet. Namun pada beberapa kasus, hasil infusi
(larutan infus) dipekatkan lagi dengan pendidihan untk mengurangi kadar airnya
dan ditambah sedikit alkohol sebagai pengawet.
2. Dekoksi
Pada proses dekoksi, bagian tanaman yang berupa batang, kulit kayu, cabang,
ranting, rimpang atau akar direbus dalam air mendidih dengan volume dan selama
waktu tertentu kemudian didinginkan dan ditekan atau disaring untuk memisahkan
cairan ekstrak dari ampasnya. Proses ini sesuai untuk mengekstrak bahan bioaktif
yang dapat larut dalam air dan tahan terhadap panas. Ekstrak Ayurveda yang
disebut quath atau kawath diperoleh melalui proses dekoksi. Rasio antara massa
bagian tanaman dengan volume air biasanypea 1:4 atau 1:16. Selama proses
perebusan terjadi penguapan air perebus secara terusmenerus, sehingga volume
cairan ekstrak yang diperoleh biasanya hanya seperempat dari volume semula.
Ekstrak yang pekat ini selanjutnya disaring dan segera digunakan atau
3. Sokletasi
Pada teknik ekstraksi ini, bagian tanaman yang sudah digiling halus
dimasukkan ke dalam kantong berpori (thimble) yang terbuat dari kertas saring
yang kuat dan dimasukkan ke dalam alat sokhlet untuk dilakukan ekstraksi. Pelarut
yang ada dalam labu akan dipanaskan dan uapnya akan mengembun pada
kondenser.
Embunan pelarut ini akan merayap turun menuju kantong berpori yang berisi
bagian tanaman yang akan diekstrak. Kontak antara embunan pelarut dan bagian
tanaman ini menyebabkan bahan aktif terekstraksi. Ketika ketinggian cairan dalam
tempat ekstraksi meningkat hingga mencaapai puncak kapiler maka cairan dalam
tempat ekstraksi akan tersedot mengalir ke labu selanjutnya.
Proses ini berlangsung secara terus-menerus (kontinyu) dan dijalankan
sampai tetesan pelarut dari pipa kapiler tidak lagi meninggalkan residu ketika
diuapkan. Keuntungan dari proses ini jika dibandingkan dengan proses-proses
yang telah dijelaskan sebelumnya adalah dapat mengekstrak bahan aktif dengan
lebih banyak walaupun menggunakan pelarut yang lebih sedikit. Hal ini sangat
menguntungkan jika ditinjau dari segi kebutuhan energi, waktu dan ekonomi. Pada
skala kecil, proses ini hanya dijalankan secara batch. Namun, proses ini akan lebih
ekonomis jika dioperasikan secara kontinyu dengan skala menengah atau besar.
2.3.2. Jenis-Jenis Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung
(Depkes RI, 1979).
Jenis-jenis ekstrak antara lain :
1. Ekstrak encer (Ekstractum tunue) sediaan ini memiliki konsentrasi semacam madu dan
dapat dituangkan tetapi pada saat ini sudah tidak dipakai lagi.
2. Ekstrak kental (Ekstractum spissum) sediaan ini dapat dilihat dalam keadaan dingin dan
tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Sediaan obat ini pada
umumnya juga tidakn sesuai lagi dari persyaratan masa kini. Tingginya kandungan air
menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat (cemaran bakteri) dan bahan aktifnya
(penguraian secara kimia). Ekstrak kental sulit ditakar (penimbangan dan sebagainya).
3. Ekstrak kering (Ekstractum siccum) sediaan ini memiliki konsentrasi kering dan mudah
digunakan, melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan yang memiliki
kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
4. Ekstrak cair (Ekstractum liquidum) yang dibuat sedemikian rupa sehingga satu bagian
simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga satu bagian) ekstrak cair. Ekstrak
kering dan ekstrak cair merupakan komponen simplisia obat yang hanya tercantum pada
Farmakope (Voight, 1995).

2.4. Granul
Granul adalah gumpalan- gumpalan dari partikel yang lebih kecil. Umumnya berbentuk
tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran biasanya berkisar
antara ayakan 4-12 mesh, walaupun demikian granul dari macam-macam ukuran lubang ayakan
mungkin dapat dibuat tergantung pada tujuan pemakaiannya (Ansel, 1989).
Umumnya granul dibuat dengan cara melembabkan serbuk yang diinginkan atau campuran
serbuk yang diinginkan atau campuran serbuk yang digiling dan melewatkan adonan yang sudah
cukup lembab pada celah ayakan dengan ukuran lubang ayakan yang sesuai dengan ukuran
granul yang dihasilkan sehingga partikel yang lebih besar berbentuk dan mengering oleh
pengaruh udara atau dibawah panas (sesuai dengan sifat obat yang memungkinkannya) sambil
bergerak di atas nampan pengering untuk menghindari perekatan granul. Granul juga dapat diolah
tanpa memakai pelembaban, caranya menyalurkan adonan dari bahan serbuk yang ditekan
melalui mesin pembuat granul (Ansel, 1989).

2.5. Komponen Granul


2.5.1. Zat Aktif
Bahan aktif merupakan bahan utama yang dapat memberikan aktivitas terapeutis,
farmakologis atau efek langsung lain pada diagnosis, pengobatan, peringanan, pengobatan
atau pencegahan penyakit atau untuk mempengaruhi struktur atau fungsi tubuh manusia
atau binatang lain (Ansel, 1989)
2.5.2. Bahan pengisi
Bahan pengisi perlu ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa.
Bahan pengisi tablet yang umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa
mikrokristal. Jika kandungan zat aktif kecil, sifat tablet keseluruhan ditentukan oleh bahan
pengisi yang besar jumlahnya. (Anonim, 1995).
2.5.3. Bahan pengikat
Bahan pengikat diperlukan dalam formulasi karena dapat memberikan daya adhesi
pada massa serbuk sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi
yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk
kering, tetapi lebih efektif jika ditambahkan dalam bentuk larutan. Bahan pengikat yang
umum digunakan adalah gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metil selulosa,
karboksimetilselulosa dan pasta kanji terhidrolisis (Anonim, 1995).
2.5.4. Bahan penghancur
Pembuatan taablet diperlukan bahan penghancur supaya tablet dapat pecah dan
hancur dengan mudah ketika tablet tersebut terjadi kontak dengan cairan saluran
pencernaan. Dapat disimpulkan bahwa bahan penghancur berfungsi menarik air ke dalam
tablet, kemudian tablet mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi bagian-bagian
(Lachman, dkk, 1994).
2.5.5. Bahan pelincir
Bahan pelincir (lubricants) merupakan bahan atau campuran bahan yang berfungsi
untuk memperbaiki sifat alir (flow rate) granul. (BPOM RI,2013)

2.6. Metode Granulasi


2.6.1. Granulasi Basah
Metode ini dapat digunakan untuk zat yang tahan terhadap air atau pelarut yang
digunakan, tahan pemanasan. Umumnya untuk zat aktif atau yang sulit dicetak langsung
karena sifat aliran dan kompresibilitasnya kurang baik. Prinsip metode granulasi basah
adalah membasahi massa tablet dengan larutan pengikat yang sesuai terdapat tingkat
kebebasab yang bail. Kemudian massa basah tersebut digranulasi. Setelah mendapatkan
granulasi kering, granul dicetak sesuai yang diingnkan (Lachman, 1994).
2.6.2. Granulasi Kering
Pada metode granulasi kering, granul terbentuk oleh penambahan bahan pengikat ke
dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar
dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya menjadi pecahan-pecahan ke dalam
granul yang lebih kecil (Ansel, 1989).
2.6.3. Cetak langsung
Metode cetak langsung dapat diartikan sebagai pembuatan tablet dengan cara
mengempa langsung campuran bahan-bahan yang berbentuk kristal atau serbuk tanpa
mengubah karakteristik fisiknya. Pembuatan tablet dengan metode cetak langsung
khususnya digunakan untuk bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat mudah mengalir dan
mempunyai sifat-sifat kohesif yang memungkinkan untuk cetak langsung dalam mesin
tablet (Ansel, 1989).

2.7. Evaluasi Granul


2.7.1. Uji Kandungan Lembab

Kandungan lembab dinyatakan sebagai moisture content (MC). Granul dalam


keadaan basah ditimbang, dicatat bobotnya (Wo), lalu dikeringkan, kemudian ditimbang
kembali, dan bobot keringnya dicatat sebagai (Wt). (Faradiba dkk,2013)

(Wo−Wt )
Rumus : % MC = x 100 %
WT

2.7.2. Laju Alir


Ada dua metode dalam penentuan kecepatan aliran granul yaitu metode corong dan
metode sudut diam dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Metode Corong
Pada prinsipnya metode corong dilakukan untuk menetapkan jumlah granul
yang mengalir melalui alat selama waktu tertentu. Alat yang digunakan yaitu Flow
Tester (corong ukuran tertentu). Prosedurnya adalah 100 gram granul dimasukkan
kedalam corong ukuran tertentu, corong digetarkan sampai seluruh granul keluar dari
corong (Lachman, 1994). Pemeriksaan kecepatan alir bertujuan untuk mengetahui
bahwa serbuk yang digunakan mempunyai kecepatan alir yang baik. Kecepatan alir
yang baik akan menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan terutama terhadap
keseragaman bobotnya.

Tabel 1. Persyaratan Waktu Alir Granul (100gr/detik)

Waktu Alir Keterangan


≤ 10 Sangat Baik
11-15 Baik
16-20 Cukup
12-25 Kurang Baik
26-31 Jelek
-37 Sangat Jelek
>38 Sangat Jelek Sekali
(Voight, 1995).

Kecepatan aliran dilakukan dengan mencatat waktu yang dibutuhkan


granul untuk mengalir (t) dan mencatat berat dari granul (m). Kecepatan alirangranul
dapat dihitung dengan rumus :

m
V=
t

2. Metode Sudut Diam


Yaitu sudut maksimum yang terbentuk antara permukaan tumpukan serbuk
dengan bidang horizontal. Caranya yaitu timbang 100 gram serbuk, masukkan
dalam tabung pengukur sudut diam sampai penuh dengan hati-hati, buka tutup
setelah serbuk dialirkan dan diukur tinggi puncak kerucut yang terbentuk. Sudut
diam dihitung dengan rumus :
h
Tgα =
D
Keterangan :
α =¿ sudut diam
H = tinggi kerucut / granul
D = diameter
Tabel 2. Persyaratan Sudut Diam

Sudut Diam (° ) Sifat Alir


<25 Sangat Baik
25-30 Baik
30-40 Kurang Baik
>40 Sangat Jelek
(Voight, 1995).

2.7.3. Uji Kompresibilitas


Penentuan kompresibilitas digunakan untuk menghasilkan tablet yang baik.
Kompresibilitas dapat dilihat dari harga indeks kompresibilitas yang tergantung pada
kerapatan nyata dan kerapatan mampat. Caranya yaitu timbang 100 gr granul, tuangkan
perlahan-lahan kedalam gelas ukur, kemudian dicatat volumenya ( Vo ) . Selanjutnya gelas
ukur diketuk sampai volumenya tetap atau diketuk lebih kurang 500 kali, dicatat
volumenya (Vt).
Persen indeks tap dihitung dengan rumus :
Vo−Vt
% indeks tap = x 100 %
Vo

Keterangan : Vo = Volume granul mula-mula


Vt = Volume granul setelah diketuk
Tabel 3.Persyaratan Indeks Tap
% Indeks Tap Sifat Alir
5-12 Baik sekali
13-18 Baik
19-33 Sedang-dapat lewat
34-38 Buruk
>38 Sangat buruk

Persen kompresibilitas dihitung dengan rumus :


BJ mampat−BJ nyata
%C= x 100 %
BJ mampat
Penafsiran kompresibilitas, semakin tinggi nilai kompresibilitas maka semakin
mudah granul untuk dicetak tetapi daya alir semakin buruk (Voight,1995).

Kerangka Pikir

Daun Sirih

Ekstrak

Anda mungkin juga menyukai