Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nur Gesti

NIM : 201FK01007

PENYAKIT AUTOIMUN SLE DAN DLE

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun multisistem kronik dengan
spektrum manifestasi yang luas dan mempengaruhi setiap organ atau sistem di dalam tubuh
(Isbagio dkk, 2009; Jakes dkk, 2012). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit reumatik
autoimun yang memerlukan perhatian khusus baik dalam mengenali tampilan klinis
penyakitnya hingga pengelolaannya. Pada penyakit ini, organ dan sel mengalami kerusakan
yang pada awalnya dimediasi oleh antibodi yang berikatan dengan jaringan dan kompleks imun
(Harrison dkk. 2012; Saigal dkk, 2011).

Etiologi dan Patogenesis SLE

1. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga memiliki peran dalam patogenesis SLE, meskipun penyebab
spesifik SLE belum diketahui. Dugaan ini diperkuat oleh adanya peningkatan frekuensi
SLE pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengan kontrol sehat, peningkatan
prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, dan kejadian SLE yang lebih tinggi pada
kembar monozigotik (25%) dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%). Banyak gen
yang berpengaruh terhadap kepekaan penyakit. Diperkirakan paling sedikit ada empat
susceptibility genes yang terlibat dalam perkembangan penyakit (Isbagio dkk, 2009).
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berperan terhadap terjadinya SLE yaitu agen infeksi seperti
virus Epstein-Bar yang diduga dapat menginduksi renspon spesifik melalui kemiripan
molekular (molecular mimicri) dan gangguan terhadap regulasi imun; faktor nutrisi
atau diet yang mempengaruhi produksi mediator inflamasi; toksin/obat-obatan yang
dapat memodifikasi respon seluler dan imunogenisitas dari self antigen; dan agen fisik
atau kimia seperti sinar ultraviolet (UV) yang dapat menyebabkan inflamasi, memicu
apoptosis sel dan menyebabkan kerusakan jaringan (Isbagio dkk, 2009). Paparan sinar
UV merupakan faktor lingkungan yang paling jelas yang dapat mengeksaserbasi SLE
(Bertsias dkk, 2012).
3. Faktor hormonal
Adanya peranan faktor hormonal pada SLE dapat ditunjukkan dengan prevalensi
penyakit yang lebih banyak pada perempuan dan serangan pertama kali SLE jarang
terjadi pada usia prepubertas dan setelah menopause. Estrogen yang berlebihan dengan
aktivitas hormon androgen yang tidak adekuat pada laki-laki maupun perempuan,
mungkin bertanggungjawab terhadap perubahan respon imun. Prolaktin (PRL)
diketahui menstimulasi respon imun humoral dan selular, yang diduga berperan dalam
patogenesis SLE yaitu sel limfosit T, sel natural killer (NK), makrofag, neutrofil, sel
hemopoietik CD34+ dan sel dendritik presentasi antigen. Hormon dari sel lemak yang
diduga berperan dalam patogenesis SLE adalah leptin (Isbagio dkk, 2009).
4. Patogenesis
Respon imun terhadap antigen nuklear endogen merupakan karakteristik dari SLE.
Pada SLE terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III yang melibatkan 7 7 kompleks imun.
Peningkatan jumlah apoptosis-related asam nukleat endogen menstimulasi produksi
TNF- dan memicu autoimunitas dengan merusak selftolerance melalui aktivasi
antigen-presenting cells (APC). Ketika proses ini diinisiasi, imun reaktan seperti
kompleks imun mengalami amplifikasi dan terjadilah respon inflamasi yang
berkelanjutan. Pembentukan kompleks antigenantibodi di sirkulasi diikuti dengan
deposisi kompleks imun di berbagai jaringan akan menginisiasi reaksi inflamasi pada
lokasi deposisi kompleks imun. (Bertsias dkk, 2012; Kumar dkk, 2010).

Tingkat Keparahan penyakit SLE

Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:


1) Secara klinis tenang
2) Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3) Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan
saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

Tingkat keparahan sedang :


1) Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
2) Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3) Serositis mayor

Tingkat Keparahan berat atau mengancam nyawa:


1) Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,
miokarditis,tamponade jantung, hipertensi maligna.
2) Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark
paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.
3) Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
4) Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
5) Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
6) Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa,
mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
7) Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit < 20.000/mm3 , purpura
trombotik trombositopenia, thrombosis vena atau arteri.
Lupus eritematosus diskoid adalah jenis lupus kulit kronis (CLE) yang paling umum,suatu
kondisi kulit autoimun pada spektrum penyakit lupus eritematosus. Muncul dengan bercak
merah yang menyakitkan,meradang,berbentuk koin pada kulit dengan penampilan bersisik dan
berkerak,paling sering dikulit kepala,pipi,dan telinga.

Tanda Gejala

Morfologi lesi : Dle muncul sebagai area kulit kusam atau merah keunguan, berbentuk cakram
datar atau terangkat dan kencang. Lesi ini kemudian berkembang menjadi skala putih yang
melekat. Akhirnya,lesi mengembangkan jaringan parut dan atrofi yang luas, serta perubahan
pgimen. Mereka mempunyai cairan kering diatasnya yang dikenal sebagai kerak. Pada kulit
gelap lesi sering kehilangan pigmentasi kulit dibagian tengah dan berkembang menjadi
pigmentasi kulit gelap yang meningkat disekitar tepi. Pada kulit yang lebih terang lesi sering
berubah warna menjadi abu abu atau hanya memiliki sedikit perubahan warna lebih jarang lesi
mungkin berwarna merah cerah dan terlihat seperti gatal gatal.

Lokasi lesi : lesi kulit yang paling sering terkena sinar matahari lokal diatas leher, dengan
situs favorit menjadi kulit kepala, jembatan dari hidung,pipi bagian atas,bawah bibir,dan telinga
dan tangan. 24% dari pasien lesi dimulut (paling sering langit langit),hidung,mata,vulva .

Penyebab

Paparan sinar matahari memicu lesi pada orang dengan lupus eritematosa diskoid (DLE) . bukti
tidak secara jelas menunjukan komponen genetik untuk DLE Namun genetika dapat
mempengaruhi orang-orang tertentu terhadap penyakit.

Klasifikasi

Lupus diskoid dapat diklasifikasikan secara luas menjadi lupus diskoid lokal dan lupus diskoid
umum berdasarkan lokasi lesi.pasien yang mengidap lupus diskoid dimasa kanak kanak juga
memiliki sub jenis penyakitnya sendiri.

Pengobatan

Perawatan untuk lupus eritematosus diskoid termasuk berhenti merokok dan tabir surya yang
melindungi dari sinar UVA dan UVB serta steroid atau steroid topikal yang sangat kuat yang
disuntikan ke dalam lesi. Perawatan topikal lainnya tacrolimus atau pimecrolimus juga dapat
digunakan. Jika tidak membantu pasien dokter meresepkan obat antimalaria seperti
hidroksikloroquine oral atau klorokuin.

Anda mungkin juga menyukai