Anda di halaman 1dari 17

Liturgi Ibadah Sekolah Minggu HKBP

I. PENDAHULUAN

Sekolah minggu bermula dari prakarsa Robert Raikes, seorang jurnalis dan pengusaha
percetakan surat kabar yang tinggal di kota Gloucester, Inggris. Beliau tergugah saat melihat
banyak anak-anak yang bertingkah laku buruk di hari Minggu pada waktu itu. Anak-anak itu
berpakaian compang-camping, kotor, berbahasa kasar, ribut-ributan, saling memaki dan
berkeliaran di sepanjang jalanan kota Gloucester. Robert Raikes kemudian mengumpulkan
beberapa anak dan meminta kesediaan beberapa ibu untuk mengajar anak-anak itu pada hari
Minggu di rumah mereka. Beliau kemudian memberi imbalan satu shilling sehari untuk bantuan
ibu-ibu tersebut. Itulah sebabnya kegiatan ini disebut sekolah minggu (atau dalam bahasa
Inggrisnya Sunday School). Kegiatan yang diajarkan saat itu adalah membaca dan menulis. Pada
awalnya, kondisi sekolah minggu berjalan kurang baik. Anak-anak yang dikumpulkan sangat
nakal dan jahil. Dibutuhkan waktu untuk menertibkan kelas kembali seperti semula. Robert
Raikes kemudian bermufakat dengan guru-guru bahwa seorang anak harus belajar
mengendalikan diri dahulu sebelum dapat memperoleh keuntungan dari mata pelajaran
akademis. Karena hasil perkembangan sekolah minggu pertama yang semakin baik, sekolah
minggu mulai didirikan di tempat-tempat lain. Berita dan manfaat sekolah minggu dituliskan
juga dalam surat kabar milik Robert Raikes sehingga semakin mempercepat penyebaran berita
tentang sekolah minggu. Walaupun berhasil baik, ada juga pihak-pihak yang menentang kegiatan
sekolah minggu. Pihak pengusaha menentang karena khawatir jika buruh anak-anak bisa
membaca dan menulis maka mereka akan meminta upah yang lebih besar. Sekalipun ada banyak
pertentangan, sekolah minggu terus berkembang hingga ke seluruh Inggris. Gerakan sekolah
minggu juga berkembang ke negara lain seperti Amerika, Jerman, Belanda dan akhirnya sampai
ke Indonesia.
Sebelum Perang Dunia II, HKBP mengenal istilah “Kebaktian Anak-anak”, belum memakai
sebutan “Sekolah Minggu”. Yang memimpin kebaktian saat itu adalah Guru Jemaat atau
Penatua/“pejabat resmi” gereja. Praktis tidak pernah pendeta. Guru biasa yang mengajar di
Sekolah HKBP pun tidak boleh memimpin kebaktian saat itu. Tata ibadah yang dipakai saat itu
sama seperti Tata Ibadah dan kotbahnya di dalam kebaktian na magodang atau kebaktian dewasa
hanya saja sudah lebih disederhanakan. Begitulah keadaan sekolah minggu sebelum Perang
Dunia II. Jadi pengertian marturing the child from the child’s point of view (mengasuh atau
membina anak dari sudut anak itu sendiri) atau sesuai dengan kebutuhan anak secara psikologis
atau religius, atau sesuai dengan perkembangan anak, belum dikenal kala itu. Sekolah minggu
kala itu belum memiliki kurikulum sendiri.[1]

Namun seiring berjalannya waktu, metode pengajaran kepada anak pun berubah sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan anak secara psikologis atau religius. Sekarang ini metode
pengajaran yang dipakai tidak melulu dengan metode bercerita. Banyak metode dan alat peraga
yang bisa dipakai sesuai dengan kebutuhan anak. Begitu pula dengan model tata ibadah atau
liturgi kebaktian sekolah minggu yang tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan usia
anak. Lalu apakah tata ibadah atau liturgi kebaktian sekolah minggu di HKBP yang terdapat
dalam agenda sekolah minggu HKBP masih relevan atau menarik untuk anak di masa kini?

II. ISI

II.1. LITURGI HKBP

Kata “liturgi” berasal dari bahasa Yunani leitourgia, terbentuk dari akar kata ergon yang berarti
karya, dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos yang berarti bangsa. Kata laos
dan ergon diambil dari kehidupan masyarakat Yunani kuno sebagai kerja nyata rakyat kepada
bangsa atau negara. Secara praktis hal ini berupa membayar pajak, membela Negara dari
ancaman musuh atau wajib militer. Namun leitourgia juga digunakan untuk menunjuk pelayan
rumah tangga dan pegawai pemerintah semisal menarik pajak.[2] Secara harfiah, leitourgia
berarti kerja atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Menurut asal-usulnya,
istilah leitourgia memiliki arti profan-politis, dan bukan arti kultis sebagaimana biasa dipahami.
Baru sejak abad keempat sebelum Masehi. Pemakaian kata leitourgia diperluas yakni untuk
menyebut berbagai macam karya pelayanan.[3] Baru sejak abad kedua sebelum masehi para
penerjemah Alkitab dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta) memilih kata
Yunani leitourgia untuk menerjemahkan kata Ibrani abodah yang berarti pelayanan khususnya
pelayanan para Imam dan orang-orang Lewi di hadapan Tuhan.[4]

Liturgi HKBP berasal dari Kerajaan Prosia, Jerman. Pada waktu itu (abad ke-18) terdapat
bermacam-macam denominasi Gereja di Jerman, tetapi secara umum hanya ada dua aliran
Gereja yang ada, yakni Lutheran dan Calvinis. Versi liturgi yang kita pakai sekarang adalah
penggabungan kedua tradisi tersebut (dikenal juga sebagai liturgi Union), yang lahir sebagai
sebuah liturgi kompromi di dalam pertentangan. Liturgi HKBP sendiri telah beberapa kali
mengalami perubahan. Agenda pertama yang dipakai dicetak pada tahun 1894. Agenda yang
dipakai pendeta non-Batak berbeda dengan yang dipakai oleh Guru Huria. Liturgi yang dipakai
oleh Guru Huria tidak memiliki Votum karena dianggap kurang pantas untuk mengucapkan kata-
kata tersebut. Tahun 1907, Agenda dicetak ulang tetapi tidak memiliki perubahan yang
signifikan. Pada tahun 1918 Agenda disamakan, dan cetakan tahun 1937-lah yang kita pakai
pada saat ini.[5] Baru kemudian, di tahun 1984, agenda/ liturgi sekolah minggu disediakan dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Batak.[6]

II.2. MENGAPA PERLU LITURGI IBADAH SEKOLAH MINGGU

Anak adalah berkat keturunan dari Allah (Maz. 127:3), yang kehadirannya harus diterima dengan
ucapan syukur dan senang hati. Meskipun anak adalah berkat, tetapi orangtua bukanlah pemilik.
Status anak di dalam komunitas adalah sama dengan status orang dewasa (Kej. 4:22, Ul. 14:1,
Gal. 3:28). Dalam hal ini anak adalah subyek. Untuk menerima diri sebagai warga kerajaan
Allah, anak perlu memahami isi perjanjian Allah dengan umat pilihanNya, mengalami kuat
kuasa dan kasih Allah yang membebaskan. Dalam hal ini anak adalah obyek (Maz. 78:5-6).
Allah adalah pencipta, Pemelihara, dan Penyelamat mempunyai tujuan yang pasti sesuai dengan
rencanaNya melalui kehadiran anak dalam komunitas kerajaan Allah. Anak menjadi berkat bagi
keluarga, komunitas dan bagi masyarakat luas termasuk yang belum menjadi warga komunitas
itu (Kej. 12:2-3, Gal. 3:8). Sebagai warga dan pewaris kerajaan Allah, anak wajib dilibatkan
dalam dinamika kehidupan persekutuan guna memahami dan mengaktualisasikan kepemilihan
Allah terhadap dirinya dalam kehidupan sebagai anak (Ul. 6:21-25). Dengan demikian, anak
tidak merasa sebagai orang asing dalam persekutuan tersebut, bahkan melalui keterlibatan
mereka diharapkan mereka memperoleh pengalaman yang sama seperti yang dialami oleh nenek
moyang mereka dalam hal cinta kasih Allah yang menyelamatkan.

Yesus menegaskan keberadaan anak di dalam kerajaan Allah. Anak adalah pemilik (Mark.
10:14, Luk.18:16), yang memperoleh hak azasi dan kebebasan dari Allah sebagaimana alamiah
anak itu sendiri untuk memasuki dan ikut serta di dalam sejarah perjalanan kerajaan Allah. Ia
mengecam pihak manapun yang berusaha melecehkan, mempersulit atau menghalangi dalam
bentuk apapun (filsafat, struktur, organisasi, pendekatan, dsb.) sehingga anak tidak dapat
mengenakan haknya di dalam perjalanan komunitas kerajaan Allah (Mat. 18:5-6+10). Bahkan
figur anak dengan kebersahajaannya (tulus dan polos) adalah bukti pertobatan sejati
(Mark.10:15). Reformator, DR.Martin Luther mengatakan bahwa tidak ada dosa yang lebih berat
dari pada kelalaian mendidik anak di dalam firman Allah.[7]

Keadaan gereja pada waktu-waktu yang akan datang ditentukan oleh keadaan sekolah
Minggunya pada hari ini. Bila melalui pelayanan sekolah Minggu dihasilkan "murid-murid"
Yesus Kristus yang sejati dan mempunyai dedikasi tinggi maka kita dapat mengharapkan jemaat
yang dewasa dan gereja yang berkembang pada waktu-waktu yang akan datang. Tuhan Yesus
mengutus gereja ke tengah dunia untuk melaksanakan misi agung-Nya yaitu: Menyinarkan
terang Injil ke dalam dunia yang gelap karena di bawah kuasa dosa. Dunia membutuhkan
pelayanan gereja, dunia menantikan terang Injil. Bila jemaat sebagai anggota gereja belum
merupakan jemaat yang dewasa dalam kehidupan iman, bagaimanakah gereja dapat menjalankan
tugasnya dengan baik? Gereja akan mempunyai jemaat yang dewasa apabila melaksanakan
pembinaan iman dan pengajaran Firman yang baik kepada jemaatnya dan memperhatikan
pembinaan rohani di antara anak-anak sekolah Minggu.

Dengan dasar tersebut HKBP merasa perlu untuk mengadakan pelayanan kebaktian kepada
anak-anak. Kemudian, di dalam Sinode Godang 1962 ditetapkan bahwa pelayanan terhadap
anak-anak di Sekolah Minggu, dimulai dengan kebaktian bersama, sesuai dengan liturgi/agenda
kebaktian sekolah minggu HKBP. Namun baru di tahun 1984 agenda/ liturgi HKBP disediakan.

Kita mengetahui bahwa seorang anak lebih bersifat terbuka dan jujur dalam menerima
pemberitaan Injil. Sesungguhnya sekolah Minggu merupakan ladang yang sangat subur untuk
memenangkan jiwa, memenangkan seseorang semasa kanak-kanak, berarti kita memenangkan
seluruh kehidupannya. Pendeta Dwight L. Moody, seorang hamba Tuhan yang terkenal dalam
pelayanan penginjilan pernah menyatakan bahwa "apabila ia memenangkan jiwa seorang yang
sudah lanjut usia, ia memenangkan sisa umur hidupnya, tetapi apabila ia memenangkan jiwa
seorang anak muda berarti ia memenangkan seluruh kehidupannya." Pernyataan ini sungguh
tepat. Sebab apabila seorang anak sudah menyerahkan hidup kepada Tuhan Yesus sejak kecil,
berarti ia akan berbakti dan melayani Tuhan seumur hidupnya.

II.3. SUSUNAN LITURGI SEKOLAH MINGGU HKBP

1. Nyanyian Gereja

Nyanyian pembukaan ini sebenarnya merupakan nyanyian panggilan beribadah. Tetapi hati
sudah harus siap untuk mengikuti ibadah sejak lonceng dibunyikan. Karena itu, nyanyian ini
adalah kesiapan hati untuk mengikuti panggilan ibadah tersebut. Sebagian besar penatua atau
petugas sekolah minggu di gereja HKBP memilih nyanyian dari Buku Ende HKBP. Tidak jarang
nyanyian yang dipilih adalah nyanyian untuk orang dewasa, padahal di dalam Buku Ende
terdapat nyanyian khusus untuk anak-anak. Akibatnya banyak anak sekolah minggu yang tidak
ikut bernyanyi karena syairnya sulit untuk dicerna oleh anak.

2. Votum

Votum adalah meterai pertanda bahwa Allah hadir di dalam ibadah tersebut dengan ucapan: “Di
dalam Nama Allah Bapa, dan Nama Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan Nama Roh Kudus.”
Inilah yang membedakan ibadah dengan pertemuan biasa, ibadah adalah persekutuan umat
percaya yang menyambut kedatangan dan kehadiran Allah.” Pada saat votum anak sekolah
minggu diminta untuk bangkit berdiri. Votum ini diucapkan oleh pemimpin kebaktian. Namun,
perlu diingat bahwa di usia anak-anak, mereka belum mengerti benar apa itu votum. Kalaupun
mereka bangkit berdiri dan mengambil sikap berdoa karena kebiasaan yang mereka lihat atau
karena disuruh oleh guru sekolah minggu yang mengajar mereka yang juga tidak mengerti benar
pemahaman votum.

3. Doa

Doa ini diucapkan bersama-sama oleh anak sekolah minggu setelah pemimpin kebaktian
mengucapkan votum di awal ibadah, ucapannya adalah: “Ya Allah, kasihanilah kami orang yang
berdosa ini. Amin.” (Boleh dipilih berganti-ganti dari doa yang telah disediakan di agenda
sekolah minggu.) Votum adalah materai pertanda bahwa Allah hadir di dalam ibadah tersebut,
namun di dalam agenda sekolah minggu HKBP adalah doa minta pengampunan dosa. Sehingga
di dalam tata ibadah sekolah minggu HKBP tedapat dua kali doa memohon pengampunan dosa.

4. Hukum Taurat Allah

Semua anak-anak sekolah minggu atau salah satu dari anak sekolah minggu mengucapkan
sebahagian dari Kathekismus. Hal ini tentu bagus karena dengan sendirinya anak mengingat
hukum taurat Allah.

5. Doa

Doa ini diucapkan bersama-sama dengan ucapan: “Ya Allah Tuhan kami, kuatkanlah kami,
untuk dapat melakukan segala perintahMu. Amin.” Sebaiknya penggunaan bahasanya lebih
sederhana, menggunakan gaya bahasa anak agar lebih mudah dimengerti dan dicerna oleh anak.

6. Nyanyian Gereja

Nyanyian ini harusnya berisi respons anak sekolah minggu atas harapan Allah untuk
menjalankan hukum Tuhan. Isi nyanyian ini juga harusnya berkaitan dengan Hukum Taurat.

7. Doa Pengampunan Dosa

Di dalam liturgi/tata ibadah HKBP, melalui ‘doa pengampunan dosa’, jemaat memohon dalam
kerendahan hati agar dosanya diampuni (bnd. Luk 15:21). Untuk masuk ke dalam persekutuan
dengan Allah, maka segala dosa harus terlebih dahulu dibersihkan. Di dalam agenda Sekolah
Minggu, doa pengampunan dosa ini diucapkan bersama-sama dengan ucapan: “Dan ampunilah
akan kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Amin.” Sama
seperti doa sebelumnya, hendaknya penggunaan kata di setiap doa di agenda HKBP lebih
disederhanakan bahasanya.

8. Epistel

Anak-anak sekolah minggu bersama-sama atau salah seorang dari anak sekolah minggu
mengucapkan ayat bulanan. Ayat bulanan ditentukan di buku panduan guru sekolah minggu dan
dibagikan kepada anak sekolah minggu di akhir bulan. Padahal di dalam agenda HKBP, epistel
adalah kata-kata Allah menyapa umatNya melalui surat kiriman (Epistel), yang isinya untuk
mendorong umat berbuat baik dan bersaksi, jadi bukan ayat bulanan.

9. Berbahagialah.....

Setelah mengucapkan ayat bulanan, anak-anak sekolah minggu yang dipandu oleh pemimpin
kebaktian bersama-sama mengucapkan“Berbahagialah orang yang mendengar akan Firman
Allah serta menyimpannya semuanya di dalam hatinya. Amin.” Perkataan ini bermaksud agar
umat mengingat bahwa Firman Allah adalah untuk diindahkan, bukan untuk didiamkan saja.
Namun, lagi-lagi penggunaan bahasanya harus lebih disederhanakan.

10. Pengakuan Iman

Anak-anak sekolah minggu adalah bagian dari komunitas Kerajaan Allah. Sebagai bagian dari
komunitas orang percaya melalui pengakuan iman ini anak-anak sekolah minggu diajak untuk
mengaku iman mereka akan Trinitas: Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Bagi
anak yang berada di horong 3 mungkin sudah lebih mudah mengucapkan pengakuan iman ini,
namun bagaimana dengan di horong satu dan dua. Pengakuan iman tidak melulu harus
diucapkan, digubah menjadi nyanyian pun sepertinya tidak masalah selama tidak lari dari esensi
pengakuan iman tersebut.

11. Nyanyian Gereja

Nyanyian ini merupakan respons akan pengakuan iman, sekaligus pengantar untuk kotbah yang
akan didengarkan. Persembahan juga dikumpulkan pada pada waktu ini. Hal ini berarti bahwa
mereka yang bersaksi melalui Pengakuan Iman, bersaksi juga melalui pengakuan akan berkat
Tuhan yang diterimanya dan kesediaan hatinya untuk memberikan “persembahan syukur” sesuai
dengan Taurat.

12. Berita/Pengumuman

Yang berhubungan erat dengan anak-anak sekolah minggu, misalnya kegiatan atau aktivitas yang
akan dilakukan oleh anak sekolah minggu untuk satu minggu berikutnya.

13. Nyanyian Gereja


Di bagian ini anak-anak sekolah minggu akan memberikan persembahan mereka.

14. Kotbah

Kotbah adalah puncak dari acara kebaktian Minggu. Semua bagian dari ibadah minggu tidak
boleh lepas dari nas kotbah yang akan disampaikan. Kotbah bukanlah pidato atau ceramah,
melainkan Allah yang berbicara melalui pengkotbah, sebagai bekal hidup, pegangan dan
penuntun hidup. Berbeda dengan kebaktian minggu dewasa, di ibadah sekolah minggu garis-
garis besar dari teks yang telah ditentukan untuk sekolah minggu HKBP/Almanak HKBP setiap
tahun yang akan disampaikan oleh penatua yang bertugas menyampaikan firman kepada anak
sekolah minggu.

15. Nyanyian Gereja

Nyanyian bersama ini adalah untuk merespons Firman Tuhan yang baru saja didengar, dan
sekaligus sebagai penekanan kembali kotbah tersebut. Karena kotbah adalah klimaks, maka
sebaiknya tidak ada lagi acara yang dilakukan setelah kotbah.

16. Doa Persembahan

Sebelum pulang ke tempat masing-masing anak-anak sekolah minggu masih diajak untuk
mendoakan persembahan yang telah diberikan karena segala sesuatu perlu dibawa di dalam Dia
(Kol. 1:3). Isi dari doa persembahan tersebut adalah: “Bapa kami Tuhan Allah yang Maha Kuasa
yang bertahta di sorga. Kami mengucap syukur dan terima kasih kami kepadaMu ya Tuhan, di
mana Tuhan memperkenankan anak-anak di dalam kerajaanMu. Di sini kami menyampaikan
persembahan kami. Kiranya Tuhan menerimanya untuk kemuliaan namaMu. Amin.”

17. Nyanyian Gereja

Nyanyian di bagian ini adalah nyanyian terakhir di dalam ibadah. Hendaknya nyanyian yang
dipilih adalah nyanyian pengutusan atau komitmen.

18. Doa Bapa Kami

Doa Bapa Kami merupakan doa yang mencakup segala kepentingan Allah dan kebutuhan
manusia. Itulah sebabnya ini menjadi doa di bagian akhir ibadah.
19. Berkat

Berkat yang ditulis di Bil 6:24-26 adalah berkat yang juga diberikan kepada Umat Israel. Melalui
berkat ini kita memahami bahwa Allah juga telah memberkati anak-anak sekolah minggu yang
juga adalah bagian dari komunitas kerajaan Allah, dengan berkat yang sama. Sebagai sambutan
iman, maka anak-anak menyanyikan “Amin, Amin, Amin!”, yang berarti “ya benar! Terjadilah.”

II.4. MASIH RELEVANKAH LITURGI SEKOLAH MINGGU HKBP BAGI ANAK


SEKOLAH MINGGU MASA KINI?

Kekurangsungguhan mendidik anak adalah tanda kemurtadan (1Tim. 5:8) yang tidak dapat
diampuni. Gereja dengan seluruh warganya baik kategorial, fungsional, professional, harus
bergandengan tangan dengan komitmen yang kokoh untuk merencanakan, menyelenggarakan
dan mengendalikan pelayanan anak Sekolah Minggu. Gereja adalah lembaga komunitas kudus,
dan salah satu tugasnya ialah menolong para orangtua untuk mendidik anak melalui pelayanan
Sekolah Minggu (1 Kor. 12). Banyak di antara warga jemaat yang mempunyai talenta ataupun
keahlian serta keterampilan untuk mendidik anak, dan pendidikan Sekolah Minggu dapat
terselenggara dengan baik apabila mereka turut serta dilibatkan secara terstruktur. Guru Sekolah
Minggu adalah utusan gereja untuk menyelenggarakan pendidikan Sekolah Minggu. Mereka
juga sebagai perantara gereja dengan rumah tangga yang perlu diperlengkapi melalui program
tertentu secara bertahap dan berkesinambungan agar pengetahuan dan keterampilan mereka tetap
relevan dan aktual dalam penyelenggaraan pendidikan Sekolah Minggu. Pendidikan Anak
Sekolah Minggu tidak sebatas pengajaran karena pelayanan membesarkan anak di dalam disiplin
dan nasehat Firman Allah (spritualitas) memaksudkan pelayanan dengan sasaran untuk
mengembangkan kecerdasan moral, emosional dan intelektul anak (Eps6:4). Artinya kerugma
dan didakhe tidak mencukupi dan perlu diikuti dengan paranese (peneguhan). Ketiga komponen
ini adalah satu unit untuk membesarkan anak (Ams. 18:12). Pendidikan Anak Sekolah Minggu
adalah upaya nyata yang bermaksud menolong tiap anak untuk memenuhi kebutuhan spritual,
moral, emosional/mental dan intelektual anak, berdasar pada rencana Allah terhadap diri anak
(berkat) dan dunia ini. Untuk itu diperlukan program pengajaran meliputi kurikulum, dan metode
pembelajaran dengan mempertimbangkan kategori usia. Pendekatan metodik tetap menghormati
karakter dan ciri khas anak. Dalam kaitan ini pengembangan relasi dialogis-psikologis perlu
dikembangkan (Ams.22:6) sekaligus memotivasi supaya kuriositas anak tentang kuasa dan cinta
kasih Allah bertumbuh teguh (Kej. 12:24-27). Pendidikan Anak Sekolah Minggu berhubungan
langsung dengan merosotnya gereja atau bertumbuhnya kerajaan Allah (2 Tawarikh 17:7-9 ;
Ams. 3:13-15 ; Ams.8:11-12). Gereja yang taat dan setia terhadap Allah pemiliknya perlu
mengadakan evaluasi yang terstruktur, terprogram, dan terus menerus terhadap penyelenggaraan
pelaksanaan pendidikan Anak Sekolah Minggu. Dengan kejujuran mengadakan evaluasi ini
maka peningkatan mutu pendidikan Anak Sekolah Minggu dapat direalisasikan secara mantap.

Agenda Sekolah Minggu harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak,
sederhana namun tetap memiliki muatan teologis. Jika kita mengkritisi agenda sekolah minggu
HKBP maka liturgi atau tata ibadah sekolah minggu HKBP tidak lagi relevan bagi anak-anak
sesuai dengan kebutuhan usia mereka. Perlu keseriusan untuk menyesuaikan agenda Sekolah
Minggu HKBP sesuai dengan kebutuhan anak. Ini menjadi ‘pekerjaan rumah’ yang harus serius
dikerjakan secara bersama-sama. HKBP tidak boleh mengganggap enteng tugas ini dan tidak lagi
menunda-nunda tugas ini. Demi masa depan HKBP, generasi HKBP yaitu anak-anak sekolah
minggu.

II.5. TANTANGAN LITURGI IBADAH SEKOLAH MINGGU PADA MASA KINI

Dalam kitab Amsal 22:6 dikatakan, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Masa anak-anak
adalah masa potensial. Mendidik anak sejak dini untuk diperkenalkan pada kebenaran akan
memberi dampak buat hidup mereka di masa yang akan datang. Meski mendidik anak-anak
termasuk di Sekolah Minggu adalah pekerjaan yang tidak mudah. Perlu persiapan ekstra, selain
persiapan Firman, penyederhanaan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak,
mempersiapkan lagu-lagu yang sesuai dengan usia mereka, dan menyiapkan kreatifitas yang bisa
mengingatkan Firman yang disampaikan. Penggunaan waktu pun perlu berhikmat, mengingat
daya konsentrasi anak terbatas. Namun karena mereka potensial, maka tanggung jawab
pelayanan anak ini harus dikerjakan dengan kesungguhan.

Inilah yang menjadi tantangan di dalam liturgi atau tata ibadah sekolah minggu. Model liturgi
yang dipakai dalam agenda sekolah minggu adalah model liturgi untuk orang dewasa. Agenda
sekolah minggu yang dipakai sekarang harus lebih disederhanakan, tentunya dengan memikirkan
berbagai faktor: psikologi anak, kebutuhan anak, metode mengajar yang tepat, dsb. Seperti yang
sudah disinggung di atas, anak sekolah minggu potensial namun pelayanan kepada mereka sering
diabaikan. Karena itu sudah saatnya HKBP serius untuk memperbaiki agenda sekolah minggu
HKBP.

II.6. KONTRIBUSI LITURGI IBADAH SEKOLAH MINGGU

Sekolah Minggu adalah Sebuah wadah pembinaan iman dan program pendidikan rohani yang
bersifat melaksanakan misi yang ditetapkan Tuhan Yesus Kristus kepada gereja-Nya. Dengan
tujuan membawa anak-anak kepada pengenalan yang benar akan Tuhan dan membimbing anak-
anak kepada iman yang dewasa di dalam Tuhan Yesus. Karena itu gereja tidak boleh merasa
puas apabila telah memiliki "sejumlah besar" anak-anak sekolah Minggu dan sejumlah "besar"
guru sekolah Minggu. Sebab harus dievaluasi apakah sejumlah besar anak-anak sekolah Minggu
itu kelak akan menjadi murid Tuhan Yesus yang sungguh-sungguh? Dan untuk itu sangat
dituntut adanya guru sekolah Minggu yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan mengenal
pengajaran Alkitab dengan benar. (Bukan sekedar sukarelawan.) Seringkali gereja menghadapi
dan mengalami fakta "hilangnya" sejumlah besar anak-anak sekolah Minggu setelah mereka
beranjak ke usia remaja. Suatu kenyataan yang sering diperhitungkan sebagai sesuatu yang
wajar. Padahal itu tidak akan terjadi bila gereja mau memberikan perhatian yang lebih sungguh-
sungguh terhadap pelayanan sekolah Minggu. Memahami hakekat pelayanan sekolah Minggu
dengan benar akan mendorong gereja dan khususnya guru sekolah Minggu untuk lebih
bertanggung jawab melayani anak-anak yang telah diserahkan Tuhan kepada kita.

Beberapa kontribusi dalam liturgi Sekolah Minggu:

1. Nyanyian

Sebaiknya di dalam ibadah sekolah minggu menggunakan nyanyian anak-anak. hindari


menggunakan nyanyian untuk orang dewasa. Sesuaikan nyanyian HKBP dengan kebutuhan
anak.

2. Doa
Pada usia 2 tahun seorang anak kecil telah mampu berkomunikasi dengan orang lain. Ia mulai
menyatakan keinginannya bila membutuhkan sesuatu kepada orang lain. Suasana sehari-hari
yang terjadi, sewaktu anak berkomunikasi dengan orangtuanya, akan sangat mempengaruhi
pemahaman anak bahwa berdoa berarti sedang melakukan percakapan dengan Tuhan. Suasana
sehari-hari yang dimaksud misalnya orangtua dan anak berkomunikasi dalam suasana ceria dan
gembira. Jadi suasana relasi yang dialami seorang anak akan sangat berpengaruh terhadap
pemahamannya mengenai berdoa, di mana anak diperkenalkan untuk berkomunikasi dengan
Tuhan secara dekat. Cinta Tuhan akan dikenali anak kecil melalui pola komunikasi dengan orang
dewasa yang dekat dengannya. Karena itu liturgi sekolah minggu harus mampu membangun
pemahaman anak agar dapat berkomunikasi yang dekat dengan Tuhan.

3. Penyampaian Firman Tuhan

Sistem pembelajaran atau penyampaian firman Tuhan memakai berbagai metode yang
dimungkinkan. Sistem sekarang perlu dirobah untuk mencapai tingkat mutu yang digariskan
dalam visi. Anak-anak Sekolah Minggu didampingi agar mereka kaya melalui pengalaman
(eksperensial) sehingga kecerdasan spritual, emosional, intelejennya berkembang. Hal yang
visual dan eksperensial lebih berpengaruh bagi pertumbuhan anak. Prasarana dan sarana yang
dibutuhkan Sekolah Minggu (alat-alat bantu seperti kursi, meja, alat-alat bermain, kertas-kertas,
gambar-gambardan papan tulis) disediakan oleh jemaat setempat. Anak-anak dimungkinkan
untuk mengekspresikan diri melalui kegiatan Sekolah Minggu. Pengadaan dana diupayakan
sehingga setiap sekolah minggu di setiap jemaat setempat dapat menyelenggarakan pelayanan
Sekolah Minggu dengan efektif.

4. Musik

Musik sangat penting dalam ibadah gereja, sebab sebagian besar porsi ibadah gereja memiliki
unsur musik, baik vokal maupun instrumental. Begitu pentingnya musik di dalam gereja,
sehingga Martin Luther, tokoh gereja protestan era reformasi menyatakan bahwa gereja yang
baik adalah gereja yang bernyanyi.[8] Musik dan pujian di Sekolah Minggu tidak hanya sekedar
membuat suasana Sekolah Minggu lebih semarak. Namun lebih dari itu, musik dan pujian
memiliki tujuan khusus yang lebih dalam dan penting. Adapun tujuan musik dan pujian di
Sekolah Minggu adalah: 1. Mengajak Anak Memuji dan Menyembah Tuhan
Tuhan mau segala yang bernafas memuji Dia (lihat Mazmur 148 dan Mazmur 150), setiap mulut
mengakui Dia adalah Tuhan (lihat Roma 10:9), dan setiap lutut bertekuk menyembah Tuhan
(lihat Yesaya 45:23 dan Roma 14:11). 2. Membantu Mengajarkan Kebenaran Alkitab pada
Anak-anak. Bagi anak-anak, pujian/lagu/nyanyian lebih mudah diingat daripada sebuah ayat
hafalan yang panjang, sebuah perikop dalam Alkitab, atau sebuah konsep kebenaran Alkitab.
Sehingga seringkali kebenaran Alkitab dapat lebih efektif bila disampaikan melalui nyanyian.
Misalnya lagu: "Demikian Allah Mengasihi Dunia" (Yohanes 3:16), "Orang Pandai dan Orang
Bodoh" (Matius 7:24-27), dan "Yesus Sayang Padaku", "Alkitab Mengajarku", dst. (Untuk
mengajarkan bahwa Tuhan mengasihi kita). 3. Membangun Suasana Ibadah yang Hidup dan
Terarah, Khususnya Penyembahan Kepada Tuhan. Hadirnya musik dan pujian dapat membawa
perubahan suasana hati anak-anak yang mengikutinya. Lagu yang riang gembira mengenai alam
ciptaan Tuhan akan membawa anak menyadari kuasa dan pemeliharaan Tuhan atas seisi dunia,
lagu yang lembut mengenai Kasih Tuhan akan membawa anak menyadari pengorbanan Kristus
bagi jiwa mereka, dsb. 4. Membina Persekutuan yang Penuh Kasih

Ibadah memiliki dua aspek penting, pertama, persekutuan dengan Tuhan (hubungan vertikal),
kedua persekutuan dengan sesama orang percaya (hubungan horisontal). Dengan musik dan
pujian, anak-anak dapat dikondisikan untuk saling berinteraksi, baik dengan sesama anak-anak
SM maupun dengan guru SM. Misalnya: menyanyikan lagu sambil berjabat tangan, melakukan
gerakan secara berpasangan, menyanyi bersahutan, dsb.[9]

5. Metode Mengajar sesuai dengan usia dan kebutuhan anak

Bagaimana mengaplikasikan kebutuhan dan kemampuan anak itu dalam rangka proses belajar
dan mengajar? Berikut ini secara sekilas beberapa hal dapat kita ungkapkan. Namun, jangan
jadikan ini “barang jadi”! Saudara juga dapat menggali lebih banyak lagi aplikasi-aplikasi yang
lain dalam rangka kaitan antara kemampuan dan kebutuhan anak dengan hal-hal yang dapat dan
mesti dilakukan di Sekolah Minggu.

USIA 3-5 TAHUN

- Anak-anak pada usia ini membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk dapat bergerak
dengan bebas, dan juga mesti diberi kesempatan seluas-luasnya di dalam bermain. Pada usia ini
mereka tidak dapat duduk saja dan mendengarkan secara pasif pelajaran di SM. Siapkan kegiatan
yang dapat dilakukan secara individual oleh setiap anak seperti: melipat, mewarnai, mengecat,
dan berikan dorongan serta pujian atas hasil yang diberikan, bagaimanapun bentuknya. GSM
diharapkan berusaha untuk mengembangkan kreatifitasnya dengan membaca dan mencari ide
kegiatan yang dibutuhkan secara bervariasi.

- Hal yang penting dalam usia ini adalah bahwa mereka perlu belajar membina relasi
dengan anak-anak lain seusianya dan orang dewasa lainnya, selain keluarga. Suasana yang penuh
keakraban di SM dan kegiatan yang menyenangkan perlu dikembangkan di kelas. Suasana yang
aman dan penuh kasih itulah yang akan menjadi dasar bagi anak-anak usia ini untuk terus
menerus merasa ingin datang ke SM!

- Oleh karena kemampuan mereka mendengar apa yang disampaikan oleh GSM hanya
sebentar saja, maka setiap GSM perlu menyiapkan doa, cerita, dan nyanyian yang dapat
dilakukan dengan sederhana, mudah dan tidak terlampau panjang atau bertele-tele. Hal yang
perlu diperhatikan adalah cerita yang menarik, -lebih baik lagi kalau dengan menggunakan alat
peraga- yang berhubungan dengan pengalaman mereka sehari-hari, misalnya mengasihi kawan,
bekerja dengan kawan, siapa keluaragaku, perasaanku, dlsb.

- Cara berbahasa dengan anak-anak usia ini sebaiknya memakai bahasa sederhana yang
mereka kenal dalam tingkatan bahasa yang mereka pakai. Pendekatan kepada anak-anak secara
pribadi sangat menolong di dalam rangka mengembangkan proses belajar mereka. Anak akan
semakin memahami arti dikasihi dan mengasihi melalui pengalaman langsung dengan orang lain.

USIA 6-8 TAHUN

- Setiap anak harus diberi perhatian secara khusus-individual oleh para GSM sebab
kebutuhan dan kemampuan setiap anak berbeda satu dengan yang lain. Setiap anak sedang dalam
proses mengembangkan dirinya untuk menjadi anak Allah, sementara kemampuan mereka
berkembang tidak sama. Mereka adalah anak-anak yang perlu pertolongan dari orangtua dan dari
GSM. SM dengan demikian menjadi bagian penting dalam hidup pribadi anak dan turut
membentuk diri anak seutuhnya.
- Di SM, anak-anak juga mulai menjalin persahabatan dan mencari teman yang baik.
Perasaan tersebut perlu didorong dan dikembangkan, agar mereka belajar menghargai
pentingnya persahabatan. Cerita-cerita Alkitab dapat menunjang upaya membangun rasa
persahabatan tersebut. Ajarkan persahabatan Yesus dengan pengikutNya, Daud dan Yonatan,
dsb. Mereka dapat mulai diajak untuk memberi perhatian pada teman sekelas yang berulang
tahun atau sakit atau mendapat musibah. Berbagai kegiatan dalam kelompok sangat baik untuk
diadakan pada usia ini.

- Kejadian nyata di gereja perlu diperkenalkan kepada anak-anak. Sekali-kali perlu


diundang pendeta ke kelas dan biarkanlah anak-anak bercakap-cakap dan berkenalan dengan
pendetanya. Hal yang sama juga kepada penatua, dan juga sekali waktu mengundang orangtua
untuk turut mengajar di SM. Dalam kesempatan yang memungkinkan, anak-anak perlu
pengalaman mengikuti kebaktian bersama dengan jemaat di gereja. Semua bagian dari kehidupan
gereja perlu diketahui oleh anak dan inilah saat yang tepat.

- Berikan kesempatan kepada setiap anak untuk melakukan suatu tanggung jawab,
misalnya melalui kegiatan bersama. Ingatkan orangtua dan anak untuk turut pula memberi tugas
dan tanggung jawab di rumah. Seiiring dengan pemberian tugas itu, GSM perlu memberikan
pujian sebagai sugesti positif kepada anak. Dalam melakukan tugas yang diberikan, tidak setiap
anak akan menerimanya dengan gembira. Ada anak yang menolak atau ragu-ragu. Hal ini
disebabkan rasa tidak pasti di dalam dirinya. Oleh karena itu, dorongan dari GSM sangat
diperlukan. Mereka harus ditolong untuk dapat melewati masa krisis tersebut. Dari pengalaman
semacam ini, anak belajar mengembangkan rasa percaya pada dirinya sendiri.

- Susunlah acara sekolah minggu yang membuat suasana menjadi gembira dan memberi
kesempatan kepada anak-anak untuk bergerak. Kerahkan seluruh kemampuan/talenta unik yang
masing-masing dimiliki oleh GSM, misalnya kreasi dalam bernyanyi, bercerita, permainan,
komunikasi dengan anak, dsb.

USIA 9-12 TAHUN


- Anak membutuhkan pertolongan dan kesabaran dari GSM untuk mendengar pertanyaan-
pertanyaan mereka dan mengarahkan pertanyaan mereka secukupnya saja dan tidak bertele-tele.
Perlu dicatat bahwa jawaban yang panjang belum tentu diingat oleh mereka. Anak sering datang
dengan pendapatnya yang aneh dan salah. Akan tetapi, seorang GSM sebaiknya mengarahkan
kembali pertanyaan tersebut agar lebih jelas dan tidak terlibat perdebatan dengan anak. Jawaban
GSM sebaiknya merupakan kesaksian imannya sebagai seorang Kristen. Anak usia ini
membutuhkan seorang pelayan yang bersedia mendampinginya selama proses melewati usianya
ini, sehingga relasi yang akrab antara GSM dan ASM harus terpelihara dengan baik. Jawaban
yang diberikan oleh GSM bukanlah selalu merupakan jawaban yang terbaik atas pertanyaan
anak. Para GSM lebih diharapkan hadir sebagai model dan teman yang baik daripada sebagai
orang pandai yang tahu segala hal.

- Dengan bantuan orangtua dan ahli lain di gereja, informasi atau pendidikan seksual dapat
mulai diberikan pada usia ini. Berikan dorongan berdasarkan iman Kristen bagaimana manusia
menghargai karunia seksual yang diberikan oleh Allah.

- Berikan kesempatan bagi anak-anak di kelas untuk merencanakan suatu kegiatan


bersama. Sekali-sekali biarkan mereka yang memimpin kebaktian di SM. GSM perlu terus
mendampingi mereka dengan penuh kesabaran dan memberikan petunjuk yang diperlukan.
Melalui kegiatan semacam ini anak semakin baik rasa percaya pada dirinya dan sekaligus merasa
bahwa kehadirannya sangat dihargai oleh GSM.

- Sediakan waktu untuk mengadakan komunikasi dengan anak-anak secara pribadi.


Kemampuan anak dalam kelompok tidak sama satu dengan yang lain, dan sebaiknya setiap GSM
mengenal kelebihan dan kekurangan tiap anak. Mereka perlu dorongan untuk berani tinggal dan
bersama yang lain dalam kelompok. Bila kelompok tidak terbentuk, maka GSM dapat menolong
membuatkan kegiatan agar anak belajar berkelompok. Hargailah prestasi yang mereka capai baik
secara individu maupun secara kelompok. Bila anak melakukan kesalahan, sebaiknya GSM
menegur secara pribadi tanpa diketahui anak yang lain.

III. KESIMPULAN
“Bila anda mau hidup tiga bulan tanamlah jagung, Bila anda mau hidup enam bulan tanamlah
ubi, Bila anda mau hidup satu tahun tanamlah padi, Bila anda mau hidup lima tahun tanamlah
kelapa, Bila anda mau hidup seratus tahun tanamlah pendidikan (pembinaan), Bila anda mau
hidup selamanya tanamlah iman, pengharapan, dan kasih.”

Di tengah melesatnya kemajuan teknologi zaman ini, di mana alat-alat komunikasi berperan
dalam segala bidang, sehingga tidak mustahil bagi seorang anak balita untuk menerima informasi
yang tidak sesuai dengan usianya, di situlah muncul tantangan baru. Berbagai macam permainan
elektronik yang memikat dan mengikat hati seorang anak sehingga kuranglah waktu untuk
berkomunikasi dengan ayah bunda. Masih ditambah dengan tuntutan yang cukup tinggi dalam
dunia pendidikan bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar sehingga
menggeser kebutuhan dan mengurangi kesempatan untuk pendidikan rohani dalam kehidupan
seorang anak. Belum lagi kesibukan yang tiada henti dalam kehidupan orang tua yang harus
"bergulat" untuk mencukupkan sandang pangan di tengah dunia yang sarat dengan tantangan ini.
Sehingga hampir kebanyakan orang tua Kristen "memasrahkan" pendidikan rohani anak-anak
yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab mereka, kepada gereja atau lebih tepatnya kepada
guru sekolah Minggu. Dalam keadaan sedemikian gereja melalui pelayanan sekolah Minggu
dipanggil untuk menjadi ayah dan ibu asuh rohani bagi anak-anak jemaat. Dapat kita bayangkan
betapa beratnya tugas gereja dan guru sekolah Minggu. Bukankah keadaan akan menjadi lebih
parah dan sangat menyedihkan bila ternyata gereja dan sekolah Minggu pun tidak dapat
melaksanakan tugas yang mahapenting ini dengan baik. Dengan dasar itulah HKBP perlu
membenahi liturgi sekolah minggu HKBP demi masa depan HKBP yang lebih baik lagi ke
depannya.

Anda mungkin juga menyukai