Anda di halaman 1dari 25

Nama : Mega Situmeang

Tingkat/Semester : I/II
Mata kuliah : Teologi Praktika
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI ANAK SEKOLAH MINGGU
MHS. Sekolah Tinggi Bibelvrouw HKBP Laguboti
I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Masalah
PAK (pendidikan Agama Kristen) merupakan pendidikan yang berporos pada pribadi Tuhan
Yesus Kristus dan Alkitab (firman Allah) sebagai dasar atau sumber acuannya. 1 Menurut
Marthin Luther, PAK adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan
tertib agar semakin menyadari dosa mereka serta sukacita didalam firman Yesus Kristus yang
memerdekakan. Disamping itu, PAK memperlengkapi mereka dengan pengalaman berdoa,
Firman dalam Alkitab dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya
termasuk masyarakat dan Negara serta mengambil bagian dengan bertanggungjawab dalam
persekutuan Kristen.2 Pendidikan atau pengajaran Kristen biasanya dipergunakan untuk
pengajaran di sekolah-sekolah rakyat, maupun sekolah-sekolah lanjutan, yang masih dijalankan
Gereja atau organisasi (perhimpunan) Kristen.3
Paulus Lilik Kristianto mengatakan bahwa yang menjadi tugas PAK adalah mengajar sesuai
dengan perintah-perintah Tuhan Yesus Kristus kepada murid-Nya sebelum kenaikanNya
kesurga, yaitu “pergilah”, “jadikanlah semua bangsa murid-Ku”, “baptislah” dan “ajarlah”.
Dengan kata lain ada tiga hal yang harus dilakukan para murid Kristus, yaitu memberitakan Injil,
membabtis, dan mengajar. PAK berhubungan dengan mengajar, sasarannya menginjil, dan
membabtis. Mengajar adalah adanya suatu proses pemuridan yang menjadikan mereka sebagai
murid Kristus yang dilihat dari tujuan PAK itu sendiri yakni mendewasakan para murid Kristus.
“Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus
bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat
1
Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, hlm.
1. (E-book)
2
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pemikiran Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2009, hlm. 413.
3
E. G. Homrighausen & I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014, hlm. 31.

1
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,” (Ef. 4:11-13).4 Ayat tersebut
menunjukkan bahwa tujuan mengajar adalah menjadikan murid dewasa dan bertumbuh sesuai
dengan kepenuhan Kristus. Tujuan ini harus dicapai selama murid-murid Kristus masih hidup di
dunia ini. Perikop Alkitab ini sering dipergunakan dalam melaksanakan pendidikan agama
Kristen kepada anak. Gereja harus menghargai dan memperdulikan anak-anak seperti Yesus.
Untuk itulah perlu dilaksanakan pendidikan agama Kristen bagi anak di gereja sebagai wujud
penghargaan dan kepedulian gereja kepada anak. Banyak gereja sudah menerapkan PAK untuk
anak, ada yang menamakannya kebaktian anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu. 5
Kedua istilah tersebut tidak ditekankan oleh penulis karena tidak ada kekeliruan. Namun sesuai
dengan judul penulis berpegang dengan nama Sekolah Minggu.

I.2. Manfaat Topik Pembahasan


Tulisan ini diharapkan dapat:
1. Secara akademis, penulisan dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengakhiri mata
kuliah semester II “Pembimbing Teologi Praktika” pada Sekolah Tinggi Bibelwruow HKBP.
2. Secara teoritis, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
penulis tentang peranan PAK bagi anak sekolah minggu. Sekaligus memberikan saran agar
sekolah minggu dapat dibentuk lebih baik lagi.
3. Secara praktis, penulis berusaha memberikan suatu refleksi atau evaluasi bagi orangtua
dalam hal pembinaan anak, yang bukan semata-mata urusan guru atau Pembina agama dan
pemimpin jemaat atau majelis melainkan tugas bersama sebagai umat beriman.
4. Memberikan informasi yang luas di bidang pelayan khususnya bagi guru sekolah minggu
mengenai pendidikan Kristen kepada anak sekolah minggu.
5. Untuk memberikan pemahaman yang benar kepada para pemimpin gereja bahwa gereja tidak
dapat terlepas dari pengajaran PAK.
6. Sebagai bahan masukan bagi penulis lain, jika ingin melakukan penulisan dengan topic yang
sama.

4
Paulus Lilik Kristianto, Op. Cit., hlm. 6.
5
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, hlm. 126.

2
II. Sekolah Minggu
II.1. Pengertian sekolah minggu
Sekolah Minggu merupakan salah satu bentuk Pembinaan bagi Warga Gereja (PWG).
Sebagian besar Gereja mengadakan pembinaan anak jemaat. Bentuknya, bermacam-macam.
Salah satu yang dikenal dikalangan gereja atau orang-orang percaya adalah Sekolah Minggu.
Hampir semua Gereja ada Pembinaan atau pendidikan kepada anak-anak. Ada yang
menamakan kebaktian anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu. Masing-masing tentu
memiliki latar belakang dan alasan. Biasanya yang memilih istilah Kebaktian Anak beralasan
bahwa kegiatan ini sama seperti kebaktian umum yang diadakan setiap hari Minggu. Karena
pesertanya anak-anak, maka disebut dengan kebaktian Anak. Di dalamnya anak beribadah,
berbakti kepada Tuhan; ada unsur-unsur liturgi yang dipakai, seperti nyanyian, doa, pemberitaan
Firman, persembahan.
Sedangkan yang memakai istilah Sekolah Minggu, mengatakan bahwa secara historis ada
keterkaitan antara kegiatan untuk anak dengan Sekolah Minggu yang diadakan oleh Raikes di
Inggris, yakni semangat penginjilan bagi buruh anak-anak melalui ”sekolah”: baca tulis dan
etika. Lebih lanjut, isitilah sekolah juga dapat menunjukkan unsur-unsur perndidikan yang
dipakai, misalnya murid, guru, materi /bahan pelajaran, proses belajar mengajar dengan tujuan
yang jelas dan operasional, yang semuanya termasuk bagian dari kurikulum. 6
Dua istilah tersebut juga dipakai oleh gereja dalam Pembinaan Anak. Baik itu yang memakai
istilah Kebaktian Anak maupun Sekolah Minggu, penyusun menyimpulkan, kedua-duanya bisa
diterima, karena maksud dan tujuan sama, yaitu pembinaan Anak-anak atau pendidikan kepada
anak-anak, dan dilaksanakan setiap hari Minggu.

6
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Op. Cit., hlm. 33-34.

3
II.2. Sejarah Sekolah Minggu
A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Minggu
Sejak dahulu, anak-anak merupakan bagian atau bagian penting dalam gereja Kristen.
Sekolah minggu merupakan sarana untuk anak-anak memperoleh PAK (Pendidikan Agama
Kristen). Gerakan sekolah minggu dimulai pada tahun 1780 di Gloucester, Inggris oleh Robert
Raikes. Sekolah minggu adalah sekolah untuk anak-anak terlantar (“Ragged School”) dimana
mereka diajar membaca, menulis dan berhitung.7
Tidak ada pokok yang lebih penting yang berkaitan dengan berdirinya Sekolah Minggu
daripada pembahasan pokok mengenai Revolusi Industri. Pentingnya pokok ini tampak bila
diingat bahwa Sekolah Minggu merupakan salah satu jawaban sederhana terhadap dampak
negatif dari revolusi atas diri kaum buruh yang dimulai di Inggris, khususnya para buruh yang
masih muda sekali. Para buruh ini merupakan hasil dari “masyarakat mesin” baru.
Berawal dari perkembangan teknologi yang menyebabkan pergeseran tenaga kerja manusia
ke tenaga mesin uap. Penemuan mesin uap yang seharusnya menjadi dampak yang positif
ternyata justru sebaliknya. Mungkin bagi para pengusaha hal ini merupakan dampak yang positif
namun bagi kaum miskin menjadi suatu dampak yang negatif.
Masa perkembangan ini lebih dikenal dengan istilah “Revolusi Industri” dan revolusi ini
berpusat di Inggris pada pertengahan abad ke-18. Revolusi industri memaksa para orang tua
bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Dan yang lebih menyedihkan ialah anak-
anak terpaksa meninggalkan zona yang semestinya mereka berada yaitu sekolah. Karena
kebutuhan ekonomi akhirnya para anak-anak bekerja di pabrik-pabrik dengan upah yang minim.
Mereka kehilangan masa-masa yang seharusnya mereka bisa bercanda dan bermain bersama
keluarga dan teman.
Tentunya hal ini menyebabkan tingkat kriminal di Inggris terus meningkat yang sangat
mempengaruhi generasi bangsa. Akan tetapi pada waktu itu pemerintahan di Inggris hanya
terfokus pada pemberantasan dan memberikan hukuman tanpa mencari tahu penyebab utamanya.
Padahal penyebab utamanya ialah tidak adanya pendidikan anak yang layak. Karena pendidikan
anak itu sangatlah penting untuk perkembangan moral dan intelektual bagi si anak itu sendiri.

7
Andar Ismail, Op. Cit., hlm. 7.

4
Kondisi ini membuat hati seorang pemilik media cetak di Gloucester Inggris tergerak untuk
menyelesaikan masalah ini. Ia adalah “Robert Raikes”. Awalnya ia hanya terfokus pada para
narapidana yang dipenjara. Karena terlalu tinggi tingkat kriminalnya menyebabkan penjara itu
penuh. Raikes mengambil langkah dengan cara melakukan pendekatan langsung dan ia juga
mengambil beberapa persen hasil penjualan korannya untuk biaya para narapidana. Bagi Raikes
narapidana di Gloucester ini adalah korban atas revolusi industri.8

B. Riwayat Robert Raikes


Robert Raikes (lahir 14 September 1736 – meninggal 5 April 1811 pada umur 74 tahun)
adalah seorang dermawan Inggris yang dikenal sebagai bapak pendiri Sekolah minggu. Ia lahir di
Gloucester pada 1736, anak sulung dari pasangan Mary Drew dan Robert Raikes seorang
penerbit surat kabar di Inggris. Ia dibaptis pada tanggal 24 September 1736 di gereja St. Mary de
Crypt di Gloucester. Pada 23 Desember 1767, ia menikah dengan Anne Trigge, seorang wanita
yang berasal dari keluarga terhormat, dan dikaruniai tiga anak laki-laki dan tujuh anak
perempuan.
Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di sekolah milik Gereja St. Mary de Crypt tempat ia
dibaptiskan. Setelah lulus pendidikan dasar, pada usia empat belas tahun, ia melanjutkan studi di
sekolah Katedral Gloucester. Suasana sekolah ini begitu ketat. Anak-anak dididik dengan
kurikulum yang klasik. Pada pukul enam pagi, mereka mengawalinya dengan ibadah. Ibadah
dimulai dengan pembacaan mazmur, doa, renungan, dan nyanyian rohani. Di sekolah ini, para
murid dituntut menguasai beberapa bahasa, antara lain bahasa Yunani, Latin, dan Prancis.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Katedral Gloucester, Raikes tidak melanjutkan
pendidikannya. Ia lebih tertarik pada pekerjaan yang digeluti ayahnya di bidang percetakan. Pada
1757, ia diwariskan perusahaan milik ayahnya yakni Gloucester Journal. Karena kemampuannya
di bidang penerbitan dan percetakan, pada usia 21 tahun, ia telah mengambil alih seluruh urusan
yang berkaitan dengan penerbitan Gloucester Journal.
Pada usia mudanya, Robert aktif pada bidang sosial, khususnya menolong mereka yang
miskin dan berada di penjara. Untuk menolong mereka, ia melakukan berbagai upaya, antara lain
mengumpulkan dana- untuk peningkatan kondisi kesehatan di penjara dan perlakuan yang lebih
manusiawi dan menyelenggarakan pembinaan bagi para napi. 9 Robert Raikes dikenal sebagai
8
Robert R. Boehlke, Op. Cit., hlm. 375-378.
9
Kadarmanto R, Tuntunlah ke Jalan yang Benar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009, hlm. 26.

5
penggagas sekolah minggu. Pada abad 18, Inggris sedang dilanda krisis ekonomi yang sangat
parah sebagai akibat Revolusi Industri. Robert Raikes melihat banyak anak-anak yang harus
menjadi tenaga kerja di pabrik-pabrik sebagai buruh kasar dan bekerja enam hari dalam
seminggu, yaitu pada hari senin hingga sabtu. Hari minggu mereka libur. Oleh karena itu, pada
hari Minggu, mereka menjadi liar dikarenakan hanya pada hari inilah mereka bisa beriang
gembira. Kebanyakan dari mereka menghabiskan uang penghasilan mereka dengan hal-hal yang
tidak berguna seperti minum-minuman keras.
Melihat keadaan itu, Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia kemudian
memulai sekolah minggu ini di dapur Ny. Mederith di kota Scooty Alley pada Juli 1780. Di sana,
selain mendapat makanan, anak-anak diajarkan sopan santun, membaca, dan menulis. Menurut
Raikes, buku pelajaran yang terbaik yang bisa dipakai adalah Alkitab.
Dalam dua tahun, sekolah minggu dibuka di beberapa sekolah dan di sekitar Gloucester.
Raikes kemudian mempublikasikan sekolah minggu melalui Gentleman's Magazine, dan juga
Arminian Magazine pada 1784. Akhirnya atas bantuan John Wesley (pendiri Gereja Methodis),
kehadiran sekolah minggu diterima juga oleh gereja, mula-mula oleh Gereja Methodis, akhirnya
gereja-gereja Protestan lain. Pada tahun 1831, sekolah minggu di Inggris telah mengajar
1.250.000 anak, sekitar 25 persen dari populasi.10

C. Berdirinya Sekolah Minggu


Pada tahun 1780 Raikes pergi kerumah seorang tukang kebun dan dia melihat kebanyakan
pekerjanya adalah anak-anak. Seorang Ibu mengeluhkan kenakalan anak-anak pada hari Minggu,
lalu ia memohon dengan sangat agar Raikes berbuat sesuatu. Setelah pulang ke rumah, Raikes
mengambil keputusan untuk melakukan percobaan dengan sekolah sederhana bagi anak miskin.
Untuk mendidik anak-anak, Raikes meminta bantuan seorang ibu dan Raikes sendiri yang
membayar gajinya. Atas permintaan seorang editor surat kabar yang baik, Robert Raikes, ibu
Meredith menerima segerombolan anak jalanan ke dapur rumahnya di Sooty Alley. Raikes
bahkan membayar ibu Meredith satu shilling setiap hari Minggu untuk mengajar anak-anak
berpakaian compang-camping ini membaca Alkitab dan mengulanginya di luar kepala. Tetapi
anak-anak ini luar biasa bandel. Terkungkung di sebuah pabrik yang basah dan gelap di
Gloucester, Inggris, selama enam hari dalam satu minggu, mereka hanya dapat kesempatan

10
Robert R. Boehlke, Op. Cit., hlm. 379-390.

6
bergembira ria pada hari Minggu, dan pada hari-hari Minggu itulah mereka menjadi liar. Setiap
Minggu para petani dan pemilik toko merasa takut pada kenakalan anak-anak ini. Robert Raikes
berharap bahwa “Sekolah Minggu” ini akan mengubah hidup mereka, namun mereka membawa
kebiasaan mereka yang menjijikkan dan mengerikan itu ke dapur ibu Meredith. Namun dengan
kenakalan anak-anak, ibu ini tidak mampu dan berhenti mendidik anak-anak miskin itu, Ibu
Meredith tidak sanggup menanganinya.
Raikes tidak membiarkan niatnya pupus. Ia memindahkan sekolah Minggunya ke dapur Ny.
King tempat May Critchley mengajar mereka dari pukul sepuluh sampai pukul dua belas siang
dan dari pukul satu sampai dengan pukul lima pada petang hari. Ia menghendaki anak-anak hadir
setelah tangan dicuci dan rambut disisir. Dalam waktu yang singkat anak-anak itu mau belajar.
Tidak lama kemudian terkumpul sembilan puluh anak menghadiri sekolah Minggu pada setiap
hari Minggu. Perlahan-lahan mereka belajar membaca.
Hal ini bukanlah upaya pertama Raikes bagi pembaruan masyarakat. Sebagai seorang
Gloucester Journal yang berpikiran liberal, ia sangat sadar akan roda kemiskinan dan
kriminalitas. Orang-orang yang tidak dapat membayar utang dipenjarkan dan bila mereka keluar,
tidak ada kehidupan bagi mereka. Maka mereka terdorong berbuat kejahatan. Selama bertahun-
tahun Raikes berupaya bekerja bersama mantan napi, untuk membantu mereka agar tidak berbuat
kejahatan, namun sia-sia.
“Dunia bergerak maju di atas kaki anak-anak kecil,” kalimat yang berasal dari Raikes itu
mengungkapkan pemikiran sekolah Minggu ini. Para orang dewasa telah berjalan terlalu jauh,
tetapi anak-anak baru memulainya.
Masalah yang dihadapinya ialah ketidaktahuan. Anak-anak (dari keluarga) kurang mampu
tidak pernah mendapatkan kesempatan pergi ke sekolah mereka harus bekerja untuk membantu
keluarga. Akibatnya, mereka tidak dapat beranjak dari kemiskinan. Namun, jika mereka dapat
belajar pelajaran dasarnya membaca, menulis, berhitung dan moralitas alkitabia pada hari libur
satu harinya, suatu saat mereka mungkin mengubah semuanya itu.
Jadi, eksperimen itu berawal dari Sooty Alley. Lambat-laun ide ini bertumbuh. Pada tahun
1783, dengan kepercayaan diri bahwa eksperimennya telah berhasil, Raikes mulai
mengumumkannya dalam hariannya. Dengan hati-hati ia melaporkan alasan dan hasilnya. Ide
tersebut menjadi populer.

7
Orang-orang Kristen yang terpandang mendukung ide tersebut. John Wesley menyukainya,
dan kelompok Wesley pun mulai melakukannya. Penulis populer, Hannah More, mengajar
agama dan memintal pada gadis-gadis di Cheddar. Seorang pedagang dari London, William Fox,
pernah menyumbangkan ide serupa, namun memutuskan menunjang proyek Raikes. Pada tahun
1785, Fox mendirikan perkumpulan untuk menunjang dan mendukung banyak sekolah Minggu
di berbagai kawasan di Inggris.
Ratu Charlotte pun membenarkan sekolah Minggu tersebut. Ia memanggil Raikes untuk
mendengarkan hal itu dan kemudian ia mengizinkan namanya dipakai untuk upaya pengumpulan
dana yang dilaksanakan Fox.
Kemasyhuran membawa pertentangan juga dari para konservatif yang takut akan
terganggunya hari Sabat oleh para pedagang, yang khawatir akan kehilangan bisnis pada hari
Minggu. Ada beberapa teman Raikes yang mengejeknya “Bobby Wild Goose (pengejar sesuatu
yang tidak mungkin tercapai) dan Resimen Gembelnya”.
Namun, hingga tahun 1787, ada seperempat juta anak-anak menghadiri sekolah Minggu di
Inggris. Lima puluh tahun kemudian, ada 1,5 juta anak di seluruh dunia yang dididik oleh
160.000 tenaga pengajar. Yang menggembirakan ialah perkembangan Manchester pada tahun
1835. Sekolah Minggu tersebut terdiri dari 120 tenaga pengajar, yang 117 di antara mereka
adalah mantan murid-murid sekolah-sekolah Minggu itu sendiri.11
Dari hasil yang telah dicapai Raikes, ada beberapa pihak yang tidak senang dengan apa yang
telah dia lakukan. Misalnya Perdana Menteri Pitt, pemilik pabrik, bahkan dari pihak gereja. Ia
juga mendapat kecaman dari pendeta-pendeta. Dalam sejarah PAK, Raikes dihargai sebagai
seorang awam dengan hati nurani yang di bentuk oleh hubungannya dengan iman Kristen.12

D. Gambaran Tentang Beberapa Sekolah Minggu Pertama


Tahun 1784, Raikes mencetak peraturan-peraturan bagi Sekolah Minggu yang disusun oleh
Pdt. W. Ellis, yang akan dipakai oleh Sekolah Minggu di Sttroud. Di Boughton, daerah Kent,
pembukaan Sekolah Minggu diumumkan dengan tujuan untuk membuka peluang pendidikan
bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin di daerah ini, tanpa mengganggu pekerjaan
mereka pada hari kerja biasa, dan untuk membiasakan anak-anak sejak usia muda untuk selalu

11
Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007, hlm. 111-113. (E-
book)
12
Robert R. Boehlke,Op. Cit., hlm. 390-393.

8
beribadah setiap hari Minggu serta menghabiskan jam senggang pada hari Minggu melalui
kegiatan yang baik dan teratur. Anak itu akan diajari membaca, mengenal tanggung jawab
seorang Kristen, khususnya untuk belajar rajin dan berkelakuan baik sesuai dengan keperluannya
sebagai buruh dan pembantu di kemudian hari.
Tahun 1784, di kota Leeds terdapat 26 sekolah dengan 2000 pelajar yang diajar oleh 45
orang guru. Tahun 1785 didirikan The Sunday School Society (Perhimpunan Sekolah Minggu).
Selama 10 tahun pertama, perhimpunan itu telah membagi-bagikan 91915 buah buku untuk
mengajarkan anak membaca, 24232 buah Kitab PL/PB, dan 5360 Alkitab. Sumbangan itu
dipakai oleh 65000 anak-anak yang belajar pada 1012 Sekolah Minggu. Selama 28 tahun
berdirinya Sekolah Minggu, ada sekitar 400000 anak didik di Inggris. Kurikulum Sekolah
Minggu pada waktu itu antara lain kedisiplinan, membaca, menulis, menghitung, pengetahuan
Alkitab, dan pelajaran katekimus.13

III.Pendidikan Agama Kristen terhadap pendidikan anak


III.1. Hakikat pendidikan agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen adalah Pembinaan warga Gereja oleh gereja yang mencakup
semua tingkat usia, dan semua kategori profesi, agar mereka bertumbuh di dalam pengesahan
dan penghayatan iman kristiani mereka, dan semakin dimampukan untuk hidup di dalam terang
iman ditengah-tengah konteks kehidupan sehari-hari.14 Hakikat PAK yang sebenarnya terdapat
pada dua aliran pikiran yang saling berhubungan. Aliran yang satu mengutamakan aspek
pengajaran, dan aliran yang lain menitikberatkan aspek pengalaman keagamaan.
Aspek pengajaran atau pendidikan itu hendak membangunkan kepercayaan Kristen dalam
diri para murid itu dengan jalan menyampaikan pengetahuan. Dalam hal ini kita sebagaimurid
yang diserahi tugas memberi PAK itu, kita telah menerima pengetahuan itu dari generasi yang
lampau, dan mereka telah menerimanya pula dari orangtua-orangtua dan pemimpin-pemimpin
rohani mereka, dan seterusnya. Inilah jalan yang dikehendaki Tuhan, supaya firman-Nya yang
mendatangkan keselamatan itu turun temurun diserahkan kepada generasi berikutnya. Dalam arti
ini PAK itu pertama-tama berfungsi sebagai penyampaian kebenaran yang dinyatakan Tuhan
dalam Alkitab. Yang terpenting bagi anak-anak adalah supaya mereka mengetahui dan mengakui
pokok-pokok kepercayaan agama Kristen itu. Mereka harus mengenal seluruh isi Alkitab, dan
13
Ibid., hlm. 393-398.
14
Eka Dharma Putra, Strategi PAK di Indonesia, Jakarta, Gunung Mulia, 1989, hlm. 120. (E-book)

9
harus menjadi mahir dalam soal mengenai iman Kristen. Tegasnya aliran ini mau memberi
pengajaran yang mendalam, dan semata-mata berpusatkan pada Alkitab.
Aspek pengalaman keagamaan, timbul selaku reaksi terhadap kekakuan dan ketidaksuburan
yang memang sering diperlihatkan oleh aliran yang pertama.aliran pertama selalu kena bahaya
bahwa kebenaran dan iman yang murni saja yang dipentingkan, dengan melupakan hidup rohani
perseorangan dan tingkah-laku orang Kristen dalam praktik pergaulan hidup sehari-hari. Aliran
kedua ini biasanya terlanjur dalam tekanannya pada soal pengalaman dan kelakuan, sedang
mereka kurang menghargai soal kebenaran dan iman, yang diwarisi dari nenek moyangnya.
Akan tetapi, memang benar juga bahwa pengetahuan akal dan pengakuan iman yang murni
belum mencukupi. PAK bukan saja mengenai hal-hal yang lampau, tetapi juga ingin
menghidupkan iman sehingga berbuah dengan indahnya baik di dalam hidup perseorangan,
maupun dalam persekutuan jemaat seanteronya dan di dalam masyarakat umum. Oleh karena itu,
kedua pihak itu dapat dan harus bekerja sama dan saling berhubungan untuk “memelihara” anak-
anak jemaat dan mendidik mereka, sampai mereka menjadi anggota gereja, yang tahu apa yang
mereka ikrarkan dan yang ingin menyatakan iman itu di dalam praktik kehidupan sehari-hari.15

III.2. Masalah yang Mendasar dalam Pendidikan Anak


Di zaman modern ini misalnya kita menghadapi masalah rumah-tangga yang secara nama
saja ”rumah-tangga Kristen”. Jikalau ayah-ibu anak-anak didikan kita sendiri tidak
mengunjungi gereja lagi, sukar benar memimpin anak-anak dengan latar belakang sedemikian.
Ada pula orangtua Kristen yang kurang mengacuhkan perkembangan batin anak-anak mereka.
Banyak yang kurang mencurahkan perhatian kepada anak-anaknya. Ada yang mengeluh karena
anak-anak mereka bertambah-tambah saja banyaknya, sehingga merupakan suatu beban yang
berat. Semakin banyak anak yang sebetulnya tidak diingininya lagi, semakin berkurang pula
minat dan pimpinan mereka terhadap nasib anak-anak itu.
Tak sedikit juga orangtua yang belum tahu betul betapa pentingnya pengaruh bimbingan
mereka bagi anak-anaknya. Dalam keluarga seperti itu juga hampir mustahil bisa menanamkan
asas-asas iman Kristen ke dalam jiwa anak-anak, karena seorang anak muda lebih mudah
dipengaruhi oleh segala sesuatu yang disaksikannya pada orangtuanya daripada apa yang
diajarkan kepadanya oleh guru di sekolahnya atau di gereja.16
15
E.G. Homrighausen & I. H. Enklaar, Op. Cit., hlm.23-25.
16
Ibid., hlm. 118-119.

10
Kita orang dewasa seakan-akan meracuni udara tempat anak-anak harus bernafas. Hati kita
terharu oleh keadaan dunia politik yang membingungkan dan mengejutkan itu, dan suasana
kekuatiran dan ketaktentuan itu kita pancarkan ke dalam rumah kita. Dalam percakapan dan
sikap hidup kita, seringkali kita tidak mencerminkan Roh Kudus, melainkan roh dunia yang
serakah akan harta benda jasmani saja serta memupuk rasa cinta-diri. Dengan demikian
selayaknyalah kita wajib mengatur seluruh kehidupan jemaat sedemikian rupa, hingga anak-anak
merasa bahwa mereka juga termasuk padanya, bahkan mereka menempati peran yang sangat
penting. Supaya semua anggota muda itu mengerti akan nilai dan kedudukannya sendiri di dalam
lingkungan seluruh sidang Tuhan itu.17
Disamping itu timbullah pula masalah-masalah berkenaan dengan keadaan gereja sendiri.
Sepantasnyalah kita mengaku bahwa sekali-kali tak gampang memahami anak-anak. Banyak
pelayan mencintai mereka, tetapi tidak sanggup mengupas serta memahami keadaan mereka
yang istimewa. Kebanyakan pelayan-pelayan gereja sebenarnya belum dilatih untuk bekerja
diantara anak-anak jemaat, dan dengan demikian mereka menjadi gembala sebagian dari jemaat
saja, yakni bagi orang dewasa dan bagi orang muda teruna dan gadis-gadis yang telah hampir
dewasa, tetapi bukan bagi anak-anak muda, meskipun pemeliharaan anak-anak domba pun oleh
Tuhan yesus ditugaskan kepada gembala-gembala kawanan dombaNya. 18
Tidak hanya pelayan-pelayan gereja, pendidikan anak yang telah didasari sejak berabad-abad
yang lampau dan Sekolah Minggu yang telah ada sejak lebih dari dua ratus tahun yang lalu
masih ada keluhan dari orang mengenai keseriusan penanganan pendidikan anak.
Masalah-masalah yang sering muncul adalah berhubungan dengan Sumber Daya Manusia,
yakni guru anak Sekolah Minggu, antara lain:19
1. Gereja masih sangat kewalahan mencari guru Sekolah Minggu
2. Adanya guru yang mengundurkan diri dari pelayanan setelah menikah atau pindah kota setelah
menyelesaikan kuliahnya
3. Kualitas guru yang selalu yunior karena terus berganti dengan orang baru sehingga adaptasi
dan pengenalan kepada anak masih kurang
4. Sarana dan prasarana mengajar yang masih kurang

17
Ibid., hlm. 120.
18
Ibid., hlm. 118-119.
19
Andar Ismail, Op. Cit., hlm. 127-128.

11
5. Guru yang kurang kreatif dalam memilih metode mengajar dan alat bantu yang menarik bagi
anak namun murah/terjangkau. Ini terjadi karena banyak gereja kurang memperhatikan
pentingnya pembinaan bagi guru anak/Sekolah Minggu.

Sebenarnya melalui Persatuan Gereja Indonesia dan konferensi-konferensi, sudah lama para
pemimin berusaha menyadarkan jemaat-jemaat akan pelayanan Sekolah Minggu. Ini dikarenakan
bahwa Sekolah Minggu adalah sebagai bagian integral dari rencana asuhan Kristen gereja.
Namun, dalam kenyataannya menunjukkan bahwa gereja belum sepenuhnya memahami peranan
dan tanggung jawabnya atas pendidikan agama Kristen bagi anak-anak. Hal itu tampak dari
kenyataan-kenyataan berikut ini:
1. Masih kurang perhatian/tanggung jawab gereja terhadap pelayanan anak Sekolah Minggu
terlihat belum tergambarnya pelayanan Sekolah Minggu dalam struktur yang jelas di
beberapa gereja.
2. Di beberapa gereja lainnya kedudukan pelayanan Sekolah Minggu sudah tergambar dalam
struktur tapi belum efektif dalam gerak operasionalnya.
3. Di beberapa gereja belum ada kurikulum yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
pelayanan anak-anak. Di beberapa gereja lainnya sudah ada kurikulum yang dibuat sendiri-
sendiri tapi yang belum seluruhnya mengacu pada pendidikan anak yang sebenarnya.
4. Jumlah tenaga pelayan anak Sekolah Minggu yang tidak seimbang dengan jumlah murid
yang dilayani. Di samping itu, kualitas pelayan, baik edikasi maupun kemampuan yang
terbatas.20

Bila masalah-masalah ini kurang diperhatikan oleh gereja/pelayan maka akan menimbulkan
keadaan yang asal jalan. Sebagian orang mengatakan jangan dituntut terlalu banyak dari guru
Sekolah Minggu, ada yang mau mengajar saja sudah syukur. Sikap ini bisa menjadi semacam
penyakit yang makin menggerogoti keberadaan pendidikan anak, sehingga pelayanan semakin
parah. Oleh karena itu, pelayanan seharusnya dijalankan sebaik-baiknya, guru harus bersikap
profesional bukan dalam arti digaji, namun berarti serius, sungguh-sungguh, bertanggung jawab,
berusaha semaksimal mungkin dan rela berkorban. Memiliki motivasi utama, yaitu jiwa
pengabdian dan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak.21
20
Robert R. Boehlke, Op. Cit., hlm. 804.
21
Mary Go Setiawani, Pembaruan Mengajar, Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 2005, hlm. 7-9. (E-book)

12
Di samping itu, gereja harus memperlengkapi guru-guru Sekolah Minggu untuk memacu
perkembangan pengajaran para anak didik. Sebenarnya syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
seorang guru Sekolah Minggu adalah:
a. Syarat secara umum:
1. Seorang yang telah lahir baru/diselamatkan (yang telah memiliki hidup di dalam Kristus).
2. Seorang Kristen yang bertumbuh atau yang memiliki kerinduan untuk bertumbuh di
dalam Kristus.
3. Seorang Kristen yang setia terhadap gereja. Ia harus dapat membawa orang datang ke
hadirat Allah menjadi salah satu anggota keluarga Allah. Ia juga sanggup memimpin murid
untuk menjadi satu bagian dalam gereja, mengikuti ibadah di gereja dan kebaktian-kebaktian
lain.
4. Seorang yang memahami bahwa pelayanan pendidikan adalah panggilan Allah. Ia dapat
tetap teguh dalam iman, sabar, dan setia sampai pada akhirnya.
5. Seorang yang suka pada objek yang dididiknya. Artinya, guru Sekolah Minggu harus
terlebih dahulu menemukan tingkatan usia mana yang disukai dan menarik untuk diajar.
6. Seorang yang baik dalam kesaksian hidupnya. Ia bisa menjadi teladan kepada muridnya.
7. Seorang yang telah menerima latihan dasar sebagai guru.
8. Seorang yang melayani dengan bersandar pada kuasa Roh Kudus. Pendidikan Sekolah
Minggu bukan hanya merupakan penyampaian pengetahuan, namun juga merupakan
pembinaan dan pembentukan pola hidup.22

b. Syarat menurut HKBP:


1. Bersedia mempersembahkan diri bekerja di tengah-tengah anak-anak Sekolah Minggu
jemaat.
2. Berperilaku yang pantas ditiru, tidak bercela, rajin mengikuti kebaktian atau persekutuan, dan
melakukan pekerjaan gerejawi.
3. Rajin mengikuti sermon
4. Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun dan sudah sidi.
5. Seboleh-bolehnya berpendidikan keguruan, dan memiliki pengertian tentang
perkembangan pikiran, emosi, dan fisik anak-anak sekolah minggu, dan proses belajar.

22
Ibid., hlm. 7-9.

13
6. Dipilih dalam Rapat Gabungan Dewan Koinonia dan Majelis Tahbisan dari antara warga
jemaat, dan ditetapkan oleh Pimpinan Jemaat dengan surat keputusan, serta diumumkan
dalam ibadah minggu.23

Pendidikan Kristen perlu memandang gereja sebagai pusat lingkungan asuhan Kristen
sehingga muncullah dengan jelas suatu tanggung jawab untuk memberikan si anak suatu rasa
aman yang dasariah yang menjadikannya bagian dari suatu persekutuan yang penuh dengan
pengertian. Ada empat hal yang sangat mendasar tentang pendidikan dan penginjilan anak,
antara lain:
a. Pentingnya pelayanan bagi anak. Umat Allah diperintahkan untuk mendidik anak-anak
mereka, agar sungguh-sungguh mengenal dan hormat serta taat kepada-Nya. ”Dengarlah, hai
orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:4-6).
Ini adalah syahadat untuk mengajari anak yang harus diterjemahkan ke dalam hidup praktis
sehari-hari.
b. Gereja mempunyai waktu bagi anak-anak bukan cenderung kurang memberi upaya bagi
pembinaan iman anak-anak.
c. Pendidikan anak Sekolah Minggu berarti gereja membawa anak didik ”mengenal Allah
sebagai Pencipta dan pemerintah seluruh alam semesta ini, dan Yesus Kristus sebagai
Penebus, Pemimpin dan Penolong mereka”.
d. Anak adalah seorang pribadi yang unik dan istimewa. Artinya, anak memiliki potensi untuk
mengerti, memahami, namun perkara itu sesuai dengan tingkat perkembangannya. Anak
membutuhkan penjelasan berita Injil yang sesuai dengan tingkat pengertiannya, sejajar
dengan kemampuan bahasa yang dimilikinya.
e. Orangtua harus integratif. Bagi anak, orangtua merupakan sumber informasi yang terpercaya
sehingga orangtua harus berusaha menanamkan berita Injil kepada anaknya sedini mungkin.24

23
HKBP, Aturan dohot Peraturan HKBP 2002 Dung Amandemen Paduahon, Pematang Siantar: Kantor Pusat
HKBP, 2015, hlm 45-46.
24
B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen: Suatu Tinjauan Teologis-Filosofis, Yogyakarta, Yayasan ANDI,
1996: hlm. 157-172. (E-book)

14
Dalam pendidikan anak perlu dipahami dan dikenal dengan psikologi perkembangan bahwa
manusia berkembang dari janin, kanak-kanak menjadi dewasa hingga lanjut usia. Masa kanak-
kanak merupakan awal kehidupan di dalam dunia, dan pada usia dini ini anak memandang ke
masa depan dalam pertumbuhannya. Masa anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian, yakni
bayi (0-2 tahun), anak kecil (3-6 tahun), anak tanggung (7-9 tahun), anak besar (9-12 tahun).
Masing-masing kelompok usia memiliki ciri dan tugas perkembangan tertentu. Sumbangan-
sumbangan psikologi perkembangan tentang ciri dan tugas perkembangan suatu kelompok usia
sangat berguna dalam pelaksanaan pendidikan anak, yakni dalam menentukan kebutuhan, materi,
proses belajar-mengajar, metode dan suasana yang ditimbulkan dalam pendidikan anak.25

III.3. Peranan Keluarga dalam Pendidikan Anak


Di dalam perkembangan anak-anak, orangtua juga sangat berperan dalam mendidik anak
menuju hidup bermasyarakat. Keluarga adalah tempat pertama bagi anak, lingkungan pertama
yang memberikan penampungan baginya, tempat anak akan memperoleh rasa aman. Baik
keluarga, gereja, masyarakat harus mampu melihat proses perkembangan anak sebab dengan
bertambahnya umur mereka maka terjadilah perubahan-perubahan dalam upaya mengubah dan
membentuk tingkah laku anak, di antaranya :
1. Perbuatan, pola tingkah laku, dan tingkah laku anak kecil yang sebelumnya diperbolehkan
dan dianggap lucu, lama kelamaan dibatasi bahkan mulai dilarang dan dianggap nakal
apabila tetap dilakukan.
2. Anak perlu larangan terhadap perbuatan-perbuatan yang tidak baik supaya belajar menahan
diri dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
3. Anak perlu dipuji apabila melakukan perbuatan baik, mencapai prestasi, atau
memperlihatkan sikap-sikap yang baik.

Oleh karena itu, peranan orangtua dalam perkembangan anak adalah :


a. Sebagai orangtua, mereka membesarkan, merawat, memelihara, dan memberikan anak
kesempatan berkembang.26

25
Mary Go Setiawani, Op. Cit., hlm. 7-9.
26
Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2002: hlm. 45.
(E-book)

15
b. Sebagai guru, mengajarkan ketangkasan motorik, keterampilan melalui latihan-latihan.
Mengajarkan peraturan-peraturan dan tata cara kleuarga, tatanan lingkungan masyarakat dan
menanamkan pedoman hidup bermasyarakat.27 Dalam hal Teologis, gereja adalah pelaksana
yang memperantarai Injil. Tugas ini tak dapat dicapai dengan paksaan, melainkan dengan
kasih. Pengajaran oleh guru ini terletak dalam kesadaran diri bahwa gereja (pribadi atas nama
gereja) diutus karena suatu fakta yang mereka alami, bahwa mereka yang merasakan
kuasanya, akan merasa terdorong untuk memberitakannya. Mereka tak punya plihan, namun
mereka tak merasa terpaksa.28
c. Sebagai tokoh teladan, orangtua menjadi tokoh yang ditiru pola tingkah lakunya, cara
berekspresi, cara berbicara, dan sebagainya.29 Salah satu contohnya adalah, keluarga
beribadah bersama di gereja, bersaksi tentang kegiatan Allah dalam menciptakan dan
mempertahankan keluarga itu. Si anak yang berpartisipasi dengan keluarganya akan menjadi
sadar tentang bagaimana hubungan-hubungan ini saling berinteraksi dengan baik.30
d. Sebagai pengawas, orangtua memperhatikan, mengamati kelakuan, tingkah laku anak.
Mereka mengawasi anak agar tidak melanggar peraturan di rumah maupun di luar
lingkungan keluarga.31

III.4. Tempat anak-anak dalam jemaat


Anak-anak juga menjadi anggota Gereja Kristus berdasarkan baptisan mereka. Anak-anak
jemaat bukanlah orang luaran, melainkan mereka sungguh-sungguh terhisab dalam umat Tuhan.
Tak boleh kita mengatakan bahwa anak-anak muda itu belum mempunyai iman sejati. Oleh
sebab itu, gereja bertugas mendidik mereka sampai sekali kelak mereka mencapai iman yang
dewasa. Anak-anak tumbuh dibawah naungan gereja. Mereka bukan saja menjadi tanggungan
keluarganya tetapi tanggungan gereja pula. Oleh sebab itu mereka berhak mendapat bagian
dalam segala milik keuntungan keluarga gereja itu.32
Sekarang ini sering ditemukan dimana para pengajar anak-anak Sekolah Minggu tidak
menyentuh anak dengan baik. Dalam kebaktian misalnya, guru memegang kayu, penggaris, dll.

27
Ibid., hlm. 45.
28
Iris V. Cully, Dinamika pendidikan Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hlm. 101-102.
29
Yulia Singgih D. Gunarsa, Op. Cit., hlm. 45.
30
Iris V. Cully, Op. Cit., hlm. 100.
31
Yulia Singgih D. Gunarsa, Op. Cit., hlm. 45.
32
E.G. Homrighausen & I. H. Enklaar, Op. Cit., hlm. 120.

16
Ini merupakan suatu tindakan guru yang salah yang berusaha menakut-nakuti anak. Ketakutan
anak terhadap tindakan gurunya, secara otomatis membuat anak menjadi malas datang ke gereja.
Dengan demikian, guru anak Sekolah Minggu harus menjadi teladan, kreatif, komunikatif supaya
anak merasa dirinya diterima.

Menurut Drescher, hal-hal yang dapat dilakukan supaya anak tahu bahwa mereka diterima,
antara lain:
a) mengakui bahwa setiap anak adalah unik ataupun istimewa.
b) membiarkan anak tahu bahwa kita mencintainya, menginginkannya, dan senang berada
bersamanya.
c) menerima teman-teman anak tersebut dan mempertahankan hubungan yang jujur dan
sungguh-sungguh dengan anak-anak.
d) mendengarkan apa yang dikatakan anak dan memperlakukan anak sebagai orang yang
berharga.
e) memberikan kesempatan kepada anak untuk bertumbuh dan berkembang denga
keunikannya.33

III.5. Tujuan pendidikan agama Kristen kepada sekolah minggu


Tujuan pokok pendidikan Kristen, termasuk di dalamnya pendidikan anak adalah
memperlengkapi warga jemaat agar dapat mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam Yesus
Kristus sambil menantikan penggenapannya. Tujuan ini perlu dijabarkan dalam konteks masa
kini yang kongkret dan tertentu, agar Kerajaan Allah tidak sekadar sebagai slogan melainkan
hidup secara nyata dan jelas. Dalam pendidikan anak, para guru mengajarkan tentang kepekaan
sosial dan juga sikap cinta alam perlu dibiasakan sejak masa kanak-kanak agar ikut serta
membentuk kepribadian. Begitu juga dengan era globalisasi yang tak dapat dihindari oleh siapa
pun dengan pesatnya perkembangan teknik komunikasi, era pasar bebas, perkembangan iptek,
dan lain-lain. Maka anak yang akan hidup sebagai orang dewasa pada abad ke-21 ini
membutuhkan iman dan kepribadian Kristen yang dapat menghadapi dunia globalisasi. Untuk
itu, anak-anak membutuhkan pendidikan iman yang tangguh dalam hidup sehari-hari dalam era
globalisasi ini. Dengan demikian pengajar harus memperkenalkan beberapa hal yaitu, kasih
33
John M. Drescher, Tujuh Kebutuhan Anak: Arti, Jaminan, Penerimaan, Kasih, Doa, Disiplin, dan Tuhan, Jakarta:
BPK Gunung Mulia 1992: hlm. 62-65. (E-book)

17
Tuhan dalam kehidupan mereka dan dalam dunia ini, tradisi yang dikenal oleh gereja dimana
anak-anak menjadi bagian dari jemaat, dan supaya mereka berperilaku kristiani, mendasarkan
hidup mereka pada Firman, seperti toleran, sopan, dan sebagainya. Sebab perilaku kristiani tidak
datang secara otomatis.
Tujuan lain pendidikan agama Kristen kepada anak-anak menurut Homrighausen dan Enklaar
adalah:
a. Anak mengenal Allah sebagai pencipta dan pemerintah seluruh alam ini, dan Yesus Kristus
sebagai penebus, pemimpin dan penolong mereka.
b. Mereka mengerti akan kedudukan dan panggilan mereka selaku anggota-anggota Gereja
Tuhan, dan suka turut bekerja bagi perkembangan di bumi ini.
c. Mereka mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan mengasihi mereka sendiri.
d. Mereka sadar akan dosanya dan selalu mau bertobat, minta ampun dan pembaruan hidup
pada Tuhan.
e. Mereka suka belajar terus mengenai berita Alkitab, suka ambil bagian dalam kebaktian
jemaat, dan suka melayani Tuhan di segala lapangan hidup.34

Dalam mencapai hal di atas, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang terpanggil dan
terampil, kurikulum dan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan/konteks anak,
ruangan khusus Sekolah Minggu beserta materi yang relevan secara kognisi, afeksi, dan
psikomotorik. Inilah yang menjadi tugas gereja yang menjamin berlangsungnya pelayanan
terhadap anak tersebut.35
Pendidikan anak yang direncanakan dengan baik adalah tindakan untuk membesarkan anak
sedemikian rupa hingga dia akan beranjak dewasa menjadi seorang pribadi yang bertindak
dengan bertanggung jawab seraya sekaligus menemukan sukacita dan eksistensinya. 36 Oleh
karena itu, orangtua bertanggungjawab dan mengasihi anak Sekolah Minggu dengan
mengajarkan Firman Tuhan baik melalui tindakan maupun perbuatan. Orangtua siap
mendampingi anak dalam tahap pendidikannya.

III.6. Metode dalam pendidikan agama Kristen terhadap sekolah minggu

34
E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, Op. Cit., hlm. 122.
35
Ibid., hlm. 121-122.
36
Iris V. Cully, Op. Cit., hlm. 103.

18
Separuh orang berpendapat bahwa metode kurang penting. Ada ahli teologi yang menyangka
bahwa hanya ilmu teologi saja yang penting dan perlu dipelajari, soal metode tidak begitu
penting. Dan ada pula pelayan yang menaruh minat terhadap cara-cara yang harus dipergunakan
dalam berkhotbah dan mengajar. Zaman modern ini pelajaran metode tambah hari tambah
dipentingkan dalam latihan bakal pelayan-pelayan dan sepantasnyalah demikian, karena ada
perhubungan yang rapat antara apa yang diajarkan dan bagaimana kita mengajarkan pokok-
pokok pengajaran itu.
Kita mencapai sesuatu dengan memakai metode. Seorang ppetani memakai metode untuk
pertaniannya, seorang ibuu rumah tangga memakai metode memasak. Dalam tidap-tiap usaha
mempunyai metode-metode yang baik yang kurang berguna.
Dalam PAK metode adalah suatu pelayanan, suatu pekerjaan yang aktif, yang kita lakukan
bagi Firman Tuhan dan bagi sesame manusia, supaya kedua pihak itu bertemu satusama lain.
Metode senantiasa hanya jalan dan alat saja, bukan tujuan. Kita harus selalu menuju kepada
maksud Firman Tuhan; kita tidak boleh mempergunakannya supaya mendapat hasil dan sukses
secara duniawi. Namun dengan dengan rendah hati dan setia patutlah kita melayani melali
Firman Tuhan saja dengan cara-cara yang kita pakai dalam pekerjan kita, serta mengharap bahwa
metode-metode itu akan menghasilkan iman, pengetahuan dan penuturan yang sejati dalam hidup
murid-murid kita.37 Ada beberapa metode dan alat bantu untuk proses pembelajaran sekolah
minggu, antara lain:
a. Metode bercerita dalam arti yang sesungguhnya. Inilah suatu cara yang tertua dalam sejarah
manusia. Cerita mengandung kebenaran dan menyampaikan susuatu pelajaran yang penting
bagi pendengar. Cerita mengikat perhatian, karena menggambarkan hidup manusia dengan
warna-warna serba indah. Dalam hal ini, guru banyak berbicara di depan anak tanpa alat
bantu lain dan berusaha agar murid yang diajar berhasil memasuki dunia cerita dan sungguh-
sungguh dalam mendengarkannya karena usaha mengajar dari pihak guru percuma saja, jika
tidak mengakibatkan murid sungguh-sungguh belajar apa yang diajarkan kepadanya.38
b. Metode percakapan atau diskusi. Cara ini amat indah. Hasilnya besar jika dijalankan dalam
kelompok kecil dengan pimpinan yang baik. Pemimpin harus menjaga agar jangan sampai
seorang saja yang menguasai percakapan itu, atau percakapan itu atau diskusi itu meruncing
menjadi perdebatan sengit. Suasana percakapan itu seharusnya selaras dengan pertalian rohai
37
E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, Op. Cit., hlm. 72-75.
38
Ibid., hlm. 79.

19
yang menghubungkan anggota-anggota kelompok itu. Maksudnya bukan untuk mengalahkan
lawan dalam perdebatan itu, melainkan supaya membina rohani masing-masing.39
c. Metode lakon atau sandiwara (Seni musik, tari, drama, peragaan peran). Seni dapat
mengasah segi afektif agar belajar dapat menjadi suatu kegiatan yang utuh/holistik. Dalam
seni anak belajar sesuatu dari perasaan: keindahan, harapan, sukacita, kesedihan, berbagai
macam karakter, penyelesaian konflik, serta dapat belajar berempati. Cara ini juga makin
lama makin banyak dipergunakan. kebenaram dipertunjukkan oleh pemain-pemain sehingga
penonton semuanya turut menghayati segala peristiwa itu dengan penuh perasaan dan
pengertian.40
d. Metode penyelidikan. Cara ni umpamanya dapat dipakai berhubung dengan katekisasi, atau
dalam suatu kelompok yang memeriksa berbagai-bagai pokok dari dalam alkitab. Kita
memberi beberapa pokok kepada murid-murid untuk diselidiki dan dipelajari.kita
menunjukkan jalan kepada mereka danmenolong mereka untuk menemukan jawaban yang
dikehendaki. Dengan cara ini murid pasti lebih aktif karena disuruh bekerja dan mencari
sendiri, dan oleh sebab itu pula minat mereka terhadap pokok-pokok pelajaran itu bertambah
besar.41
e. Permainan yang bermakna. Dunia anak adalah dunia bermain. Anak Sekolah Minggu dapat
menghadirkan jenis permainan lain, yakni permainan kelompok.42
f. Kunjungan lapangan. Yang dimaksud dengan kunjungan lapangan adalah mengunjungi
sesuatu tempat baru dengan tujuan untuk mengenal suatu masyarakat yang nyata. Ini sangat
berguna untuk meningkatkan kepekaan sosial anak, dengan mengunjungi panti asuhan, desa
atau tempat-tempat lain.
g. Metode audio-visual. Metode ini mempergunakan gambar-gambar terang, film bersuara,
papan flanel, dan lainnya yang berhubungan dengan alat-alat peraga dalam mengajar sekolah
minggu. Alat ini dibutuhkan untuk membentuk anak mengerti dan menghayati ke dalam
kisah yang dibawakan guru. Manfaat penggunaan audio-visual dalam pengajaran anak
Sekolah Minggu, juga dapat dilihat:
1. Mempertahankan konsentrasi

39
Ibid., hlm. 82.
40
Ibid., hlm. 82.
41
Ibid., hlm. 82.
42
Andar Ismail, Op. Cit., hlm. 135-137.

20
2. Mengajar dengan lebih cepat
3. Mengatasi masalah keterbatasan waktu
4. Mengatasi masalah keterbatasan tempat
5. Mengatasi masalah keterbatasan bahasa
6. Membangkitkan emosi manusia
7. Menyampaikan suatu konsep dengan bentuk yang baru
8. Menambah daya pengertian
9. Menambah ingatan murid
10. Menambah kesegaran dalam mengajar43
h. Metode menghafal. Metode ini juga berguna dan berfaedah dalam hal mengajar murid-murid
sekolah minggu asal dengan bijaksana dan terbatas. Adapun berbagai hal-hal yang harus
dihafal, diingat dan diketahui oleh murid-murid kitaadalah doa-doa, nas-nas penting dalam
alkitab, daftar isi Kitab Suci, nyanyian gereja, dan lain sebagainya. 44
i. Metode bertanya. Dengan berbagai pokok pertanyaan yang terarah, kita dapat membimbng
pikiran mereka kepada kesadaran dan pengertian tentang rupa-rupa perkara yang penting
bagi perkembangan rohani mereka, dan yang perlu diketahui dan dipahami.45
j. Evaluasi. Bagian ini dibutuhkan indikator untuk menilai apakah tujuan tercapai atau tidak.
Evaluasi dapat dilakukan melalui percakapan dan pengamatan tentang sikap dan tindakan
anak. Guru juga dievaluasi, apakah ia telah mengajar dengan berhasil yaitu tujuan dapat
tercapai, yang menunjukkan perilaku anak yang diharapkan.46

Segala metode sukar akan berhasil jikalau pengajar-pengajar anak-anak Sekolah Minggu
khususnya tidak tahu menciptakan suasana yang baik. Kerap kali usaha dan pekerjaan mereka
batal atau gagal oleh karena sikap yang salah terhadap anak-anak itu. Maka yang perlu dilakukan
adalah dengan memahami dan mengenal pelajar-pelajar kita. Setelah itu barulah kita
mencarimetode yang sebaik-baiknya agar dengan memakai metode itu terjadi pertemuan
langsung antara cerita dengan kebenarannya.

43
Andar Ismail, Op. Cit., hlm. 135-137.
44
E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, Op. Cit., hlm. 83.
45
Ibid., hlm. 83.
46
Andar Ismail, Op. Cit., hlm. 135-137.

21
IV. Refleksi Teologis
Pengajaran PAK tidak hanya menjadi alat atau sarana yang sangat efektif bagi iman Kristen,
tetapi juga mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan dan perkembangan iman
anak sekolah minggu di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan pengajaran Pendidikan
Agama Kristen mempertemukan kehidupan manusia dalam hal ini anak-anak dengan Firman
Tuhan atau dengan Tuhan Yesus sendiri, yang adalah Firman Yohanes 1:1, “Pada mulanya
adalah Firman dan firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”. Dalam
Injil Yohanes 1:14, dikatakan bahwa : “Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara dan
kita telah melihat kemulianNya”. Karena perjumpaannya dengan Yesus, Sang Firman yang
hidup, melalui pelajaran Agama Kristen di sekolah atau di gereja, banyak murid yang pada
akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus, dan tidak sedikit orang tua yang dahulu menolak Tuhan
Yesus secara terang-terangan, akhirnya mengakui dan memberi diri dibaptis serta menyerahkan
anak-anaknya lebih dekat lagi kepada Tuhan yaitu salah satunya sebagai anak sekolah minggu di
gereja.

Anak sekolah minggu merupakan harapan bagi sebuah gereja. Dan gereja harus
bertanggungjawab atas apa yang diperintahkan Tuhan Yesus yaitu untuk meneladani
pelayanannya terhadap anak-anak. Oleh karena itu gereja harus bertanggungjawab mengacu
kepada perkataan Tuhan Yesus Kristus sendiri: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah
menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku, sebab orang-orang yang seperti itulah yang
empunya Kerajaan Surga" Matius 19:14. Ayat Alkitab ini menyatakan bahwa sikap seseorang
yang benar di hadapan Tuhan adalah sikap sebagai seorang anak kecil yang dengan penuh
kejujuran, kerendahan hati dan keterbukaan datang menghampiri dan menyerahkan diri kepada
Yesus Kristus. Didalam perkataan Tuhan Yesus ini mempunyai beberapa pengajaran yang
penting yaitu, Tuhan Yesus sangat mengasihi anak-anak dan menghendaki mereka untuk datang
kepada-Nya. Tuhan Yesus memerintahkan agar jangan seorang pun menghalangi dan membuat
kesulitan bagi anak-anak untuk datang kepada-Nya. Tuhan Yesus memerintahkan agar orang-
orang dewasa menolong sehingga anak-anak dapat dengan mudah datang kepadaNya, tanpa ada
suatu halangan. Tuhan Yesus menghargai seorang anak sama seperti Ia menghargai seorang
dewasa. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa di dalam diri seorang anak ada sesuatu yang indah
yang seharusnya dimiliki oleh seorang dewasa dalam hubungannya secara pribadi dengan Tuhan.

22
Di dalam pengajaran Tuhan Yesus ini, ternyata Tuhan Yesus memerintahkan adanya suatu
pelayanan yang sangat penting khusus bagi anak-anak untuk menolong mereka datang pada-
Nya.Tuhan Yesus memberi perhatian khusus kepada anak-anak. Ia menyediakan waktu untuk
melayani anak-anak di tengah kesibukanNya dan Tuhan Yesus tidak bersikap meremehkan anak-
anak. Ia menghendaki agar anak-anak dibawa kepada-Nya dan menerima berkat-Nya. Inilah
kehendak Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya dan kepada gereja sampai hari ini, supaya
memberikan pelayanan kepada anak atau anak sekolah minggu.
Sehubungan dengan pentingnya perhatian serius kepada anak-anak Sekolah Minggu, maka
Sekolah Minggu merupakan wadah yang tepat dalam membina anak-anak, sehingga anak-anak
tumbuh dibawah naungan gereja disamping tanggung jawab orangtua, karena telah menjadi
tanggung jawab gereja mengarahkan pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan kerohanian
mereka. Sikap gereja yang memberikan pendidikan yang benar sejak dini akan banyak
mempengaruhi kehidupan anak-anak dalam segala segi, sebab pendidikan yang telah diberikan
itu dapat membentuk watak, kepribadian, tingkah laku dan juga kerohaniannya kearah yang
benar hingga pada masa mudanya kelak. Guru Sekolah Minggu selaku pemberi didikan kepada
anak Sekolah Minggu betul-betul mengajarkan firman Tuhan, sehingga iman anak Sekolah
Minggu itu dapat bertumbuh dengan baik. Tuhan Yesus berkata: “pergilah, jadikanlah semua
bangsa menjadi murid-Ku dan babtislah mereka didalam nama bapa dan Anak, Roh Kudus dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang kuperintahkan kepadamu, dan ketahuilah aku
menyertaimu sampai akhir zaman” (Mat 28:19-20, Ul 6:6-7). Dari nats diatas kita ketahui bahwa,
mengajar adalah salah satu tugas guru Sekolah Minggu. Guru Sekolah Minggu bertugas untuk
mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anak Sekolah Minggu. Disamping pengajaran tentang
Tuhan Yesus yang disampaikan oleh guru-guru Sekolah Minggu, menjadikan anak-anak Sekolah
Minggu menjadi murid Yesus.

V. Penutup
V.1. Kesimpulan
Dalam membina dan memberikan pendidikan kristiani kepada sekolah minggu diperlukan
langkah-langkah yang pas. Karena sekolah minggu merupakan suatu masa transisi dari kanak-
kanak menuju masa keremajaan yang sejati didalam Tuhan. Dimana kalalu melalui langkah-
langkah yang tepat akan sangatlah sulit mengarahkan mereka. Seperti yang telah dituliskan
diatas bahwa langkah-langkah itu ialah mengenali dan memahami problematika anak,

23
menyiapkan metode yang efektif, Evaluasi.Tetapi juga tidak lupa Pembinapun haruslah yang
berkarakter baik, berpengatuhan luas, mengimani ALkitab sebagai Firman Allah.
Sebagai pembina, keluarga, sekolah dan gereja bertanggung jawab atas tugas yang tak
terpisahkan, yaitu penginjilan dan pendidikan kepada anak. Tugas pelayanan gereja adalah
membimbing anak menjadi murid Yesus Kristus. Pengajaran agama Kristen meletakkan
pengalamannya di masa kini dalam suatu konteks yang akan memberikannya sesuatu untuk
diingatnya. Ia akan ingat apa-apa yang akan relevan dan akan berpartisipasi dalam peristiwa-
peristiwa serta orang-orang dari sejarah masa lampau gereja yang akan menolong dan
mendukungnya.

V.2. Saran

Dengan memandang tantangan yang ada, dalam pendidikan anak diharapkan ada orang-orang
yang pofesional. Seorang yang profesional tidak akan berpuas diri dengan apa yang telah
dicapai, tetapi harus terus mengembangkan diri dan jeli terhadap perubahan. Gereja mampu
meningkatkan pelayanan anak-anak Sekolah Minggu dengan melakukan pembinaan kepada
guru-guru anak Sekolah Minggu dan juga pembaharuan kurikulum. Guru-guru sekolah minggu
harus memegang teguh bahwa Yesus adalah sang Guru Teladan dalam kehidupannya dan dalam
pelayanan sebagai guru sekolah minggu. Maka dengan peran gereja serta pelayan gereja seperti
guru sekolah minggu bagi anak sekolah minggu, sebagai murid mereka akan lebih menghidupi
bagaimana sebenarnya pendidikan Kristen yang di berikan dan mengaplikasikannya dengan baik.

Daftar pustaka
Boehlke, R. Robert, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
Cully, V. Iris, Dinamika pendidikan Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
D. Gunarsa, Yulia Singgih, Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman, Jakarta, BPK Gunung Mulia,
2002
24
Drescher M., John, Tujuh Kebutuhan Anak: Arti Jaminan, Penerimaan, Kasih, Doa, Disiplin,
dan Tuhan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992
Enklaar, I. H., dan Homrighausen, E.G., Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2014
HKBP, Aturan dohot Peraturan HKBP 2002 Dung Amandemen Paduahon, Pematang Siantar:
Kantor Pusat HKBP, 2015
Ismail, Andar, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan Karangan Seputar PAK, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1999
Kristianto, Lilik Paulus, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2005
Putra,Dharma Eka, Strategi PAK di Indonesia, Jakarta: Gunung Mulia, 1989
R., Kadarmanto, Tuntunlah ke Jalan yang Benar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
Setiawani, Go Mary, Pembaruan Mengajar, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2005
Sidjabat, Samuel B., Strategi Pendidikan Kristen: Suatu Tinjauan Teologis-
Filosofis, Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1996

25

Anda mungkin juga menyukai