Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Medikal Bedah

Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Deudeu Durotun Nafisah
4121010
Profesi Ners Nusantara

PENDIDIKAN PROGRAM PROFESI NERS

INSTUTUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG

2021
A. KONSEP TEORI PENYAKIT

1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes.RI, 2014). Menurut WHO,

batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg,

sedangkan tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII:

KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)


Normal <120 <80

Prahipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi ≥140 ≥90

Stadium 1 140 - 159 90 - 99

Stadium 2 160 - ≥180 100 - ≥110

2. Anatomi dan Fisiologi


Sistem peredaran darah manusia terdiri atas jantung, pembuluh

darah, dan saluran limfe. Jantung merupakan organ penting yang

memompa darah dan memelihara peredaran melalui saluran tubuh. Arteri

membawa darah dari jantung dan vena membawa darah ke jantung.

Jantung bekerja sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah

dari pembuluh vena ke pembuluh arteri. Kecepatan aliran darah

bergantung pada ukuran pembuluh darah. Pada sirkulasi tertutup aktivitas

pompa jantung berlangsung dengan cara mengadakan kontraksi dan

relaksasi sehingga menimbulkan perubahan tekanan darah dan sirkulasi

darah. Tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah yang mengalir

pada arteri saat ventrikel jantung berkontraksi, besarnya sekitar 100-140

mmHg. Tekanan diastolic yaitu tekanan darah pada dinding arteri pada

saat jantung relaksasi, besarnya sekitar 60-90 mmHg.

3. Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2

golongan besar, yaitu :

a. Hipertensi Essensial atau Hipertensi Primer


Menurut Ardiansyah (2012) hipertensi primer yaitu hipertensi yang

tidak diketahui penyebabnya, faktor yang sering menyebabkan terjadinya

hipertensi, antara lain :

1) Faktor keturunan atau genetik; individu yang mempunyai riwayat

keluarga dengan hipertensi, beresiko lebih tinggi untuk mendapatkan

penyakit ini ketimbang mereka yang tidak.

2) Jenis kelamin dan usia; laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca

menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

3) Diet; konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak, secara

langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.

4) Berat badan atau obesitas (>25% di atas BB ideal) juga sering

dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.

5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan

tekanan darah (bila gaya hidup yang tidak sehat tersebut tetap

diterapkan).

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh

penyakit lain. Sekitar 5-10% dari klien yang mengalami hipertensi

sekunder. Beberapa gejala atau penyakit yang menyebabkan hipertensi

jenis ini antara lain :

1) Coarctation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital (bawaan lahir)

2) Penyakit parenkim dan vascular ginjal dengan penyempitan satu atau

lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.


Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan

oleh arterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal

jaringan fibrous).

3) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen).

4) Gangguan endokrin/kelainan hormon adrenal

5) Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas

berolahraga).

6) Stress yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk

sementara waktu. Jika stress telah berlalu, maka tekanan darah

biasanya akan kembali normal.

7) Kehamilan disebut hipertensi gestasional adalah peningkatan tekanan

darah terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita non-

hipertensi dan membaik dalam 12 minggu pascapartum

8) Kandungan nikotin dalam rokok dapat merangsang peningkatan

denyut jantung, serta menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian

meningkatkan tekanan darah

4. Patofisiologi

Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang

timbul akibat berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor

resiko yang mendorong timbulnya kenaikan. Mekanisme yang mengontrol

konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada


medulla diotak. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriktor/penyempitan pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke

ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II ,

vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air

oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume instravaskuler.

Semua factor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2016)

5. Manifestasi Klinik

Pada sebagian besar kasus hipertensi tidak menimbulkan gejala

apapun, dan bisa saja baru muncul gejala setelah terjadi komplikasi pada

organ lain. Namun gambaran klinis pasien hipertensi secara umum

meliputi:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat.

d. Edema atau pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal

2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena

parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut.

3) Darah perifer lengkap

4) Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa

b. EKG untuk melihat penyempitan pembuluh darah jantung

c. Foto Rontgen untuk melihat bendungan/penyempitan pembuluh darah

di organ vital seperti jantung, paru, dan ginjal

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Ardiansyah (2012), langkah awal secara nonfarmakologis

biasanya adalah dengan mengubah pola hidup klien, yakni dengan cara:

a. Menurunkan berat badan sampai batas ideal

b. Mengubah pola makan pada klien dengan diabetes, kegemukan, atau

kadar kolesterol darah tinggi

c. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium

atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan

kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup)

d. Mengurangi konsumsi alkohol dan berhenti merokok

e. Meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi stress

Terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah

hingga mencapai tujuan terapi pengobatan dilakukan dengan pemantauan

ketat. Jenis obat antihipertensi:


a. Diuretik. Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan

cairan tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang

mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek

pada turunnya tekanan darah

b. ACE-Inhibitor. Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat

angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah).

c. Calsium channel blocker. Golongan obat ini berkerja menurunkan

menurunkan daya pompa jantung dengan menghambat kontraksi otot

jantung (kontraktilitas).

d. Beta blocker. Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui

penurunan daya pompa jantung

8. Komplikasi

a. Serangan jantung dan gagal jantung

b. Stroke

c. Masalah ginjal. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat

menyebabkan pembuluh darah di ginjal menyempit dan melemah

d. Masalah mata. Pembuluh darah kemudian bisa pecah dan

mengakibatkan kerusakan mata, mulai dari penglihatan kabur sampai

kebutaan.

B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,

nomor register dan diagnosa medik.

b. Keluhan utama

Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah,

palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah

lelah.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan

memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama

d. Riwayat penyakit dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung,

penyakit ginjal, stroke. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat

pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap

jenis obat.

e. Riwayat penyakit keluarga

Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi atau

penyakit yang lainnya

f. Pola-pola fungsi kesehatan

1) Pola nutrisi dan metabolisme. Pola nutrisi pasien, kebiasaan

memakan makanan berlemak dan tinggi natrium.

2) Pola eliminasi. Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi akibat

masalah pada ginjal.


3) Pola aktivitas dan latihan. Aktivitas klien akan terganggu karena

merasa letih dan kelelahan.

4) Pola tidur dan istirahat. Pola tidur dan istirahat terganggu

sehubungan rasa nyeri akibat peningkatan tekanan intrakranial.

5) Pola persepsi dan konsep diri. Biasanya terjadi kecemasan pada

terhadap penyakitnya.

6) Pola sensori dan kognitif. Pada penciuman, perabaan, perasaan,

pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan

7) Pola hubungan dan peran.

8) Pola seksual reproduktif. Kaji bagaimana pemahaman klien

terhadap fungsi seksual, apakah ada gangguan hubungan seksual.

9) Pola presepsi dan konsep diri. Kaji bagaimana klien mamandang

dirinya serta penyakit yang dideritanya.

10) Pola toleransi-koping stres. Kaji koping mekanisme yang

digunakan pada saat terjadi masalah atau kebiasaan menggunakan

koping mekanisme tingkat toleransi stress yang pernah

dimilikinya.

11) Pola nilai dan kepercayaan. Kaji bagaimana pengaruh agama

terhadap penyakit yang dialami klien.

2. Pemeriksaan fisik

a. Sistem persepsi dan sensori. Keluhan pusing/pening, berdenyut,

sakit kepala. Gangguan penglihatan (diplopia/penglihatan ganda,

penglihatan kabur)
b. Sistem respirasi. Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas dalam

karena kerja jantung memompa lebih berat

c. Sistem kardiovaskuler. Kenaikan TD (pengukuran serial dan

kenaikan TD diperlukan untuk menegakan diagnosis

d. Sistem gastrointestinal

e. Sistem integumen. Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi

perifer)

f. Sistem muskuloskeletal. Klien lemah, terasa lelah tapi tidak

didapatkan adanya kelainan.


3. Pathways

4. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi

b. Nyeri akut b/dpeningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia

c. Kelebihan volume cairan b/d retensi natrium


5. Intervensi Keperawatan

NOC NIC
NO DIAGNOSA
NURSING OUTCOME NURSING INTERVENTION
NOC NIC
 Kefektifan Pompa Jantung  Identifikasi tanda/gejala primer
 Status Sirkulasi penurunan curah jantung (mis: dispnea,
 Tanda-tanda Vital kelelahan, edema,ortopnea, paroxymal
Kriteria Hasil: nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
Penurunan curah jantung b/d  Monitor tekanan darah
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal
1 peningkatan afterload, vasokonstriksi
 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada  Monitor intake dan output cairan
kelelahan  Monitor keluhan nyeri dada
 Tidak ada edema  Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
 Tidak ada penurunan kesadaran toleransi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
2 Nyeri akut b/dpeningkatan tekanan NOC NIC
vaskuler serebral dan iskemia  Pain level  Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
 Pain Control durasi, frekuensi, intensitas nyeri juga
 Comfort Level skala nyeri
Kriteria Hasil:  Identifikasi faktor yang memperberat
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab dan memperingan nyeri
nyeri, mampu menggunakan teknik  Berikan terapi non farmakologis untuk
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, dan mengurangi rasa nyeri (mis: terapi
mencari bantuan) musik hopnosis, teknik imajinasi
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan terbimbing, kompres hangat/dingin)
menggunakan manajemen nyeri  Kontrol lingkungan yang memperberat
 Mampu mengenali nyeri (skala, intesitas, rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
frekuensi dan tanda nyeri) pencahayaan,kebisingan)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Kolaborasi pemberian analgetik, jika
berkurang perlu
NIC
 Periksa tanda dan gejala hipervolemia
NOC
(mis: ortopnes, dipsnea, edema,
 Keseimbangan elektrolit dan asam basa
JVP/CVP meningkat, suara nafas
 Keseimbangan cairan
tambahan)
Kelebihan volume cairan b/d retensi Kriteria Hasil:
3  Monitor intake dan output cairan
natrium  Terbebas dari edema
 Batasi asupan cairan dan garam
 Keluaran output urin meingkat
 Ajarkan cara membatasi cairan
 Mampu mengontrol asupan cairan
 Anjurkan melapor haluaran urin <0,5
 Tidak ada distensi vena jugular
mL/kg/jam dalam 6 jam
 Kolaborasi pemberian diuretic
C. DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhamad. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.


Yogyakarta : DIVA Press (Anggota IKAPI).
Bachrudin, M & Najib, M .(2016). Keperwatan Medikal Bedah 1. Jakarta :
Pusdik SDM Kesehatan
Brunner & Suddarth. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12.
Terjemahan oleh Devi Yulianti, Amelia Kimin. 2015. Jakarta :
EGC.
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC
jilid 1 & 2. Yogyakarta : MediAction
Saputra, Lyndon. (2014). Buku Saku Keperawatan
Kardiovaskular.Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher.

Anda mungkin juga menyukai