Anda di halaman 1dari 30

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah

Bangsa Indonesia

1. Periode Pengusulan Pancasila

Jauh sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi

bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka

ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono

Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar Pabottinggi dalam

artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik,

menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam

gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan

kesatuan bangsa. Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku

bangsa bersatu teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian,

disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momen-

momen perumusan diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu merupakan

modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga

sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak

sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang. Para peserta sidang

BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya atas dasar konstituensi, melainkan

juga atas dasar integritas dan rekam jejak di dalam konstituensi masing-

masing. Oleh karena itu, Pabottinggi menegaskan bahwa diktum John Stuart

Mill atas Cass R. Sunstein tentang keniscayaan mengumpulkan the best minds
atau the best character yang dimiliki suatu bangsa, terutama di saat bangsa

tersebut hendak membicarakan masalah-masalah kenegaraan tertinggi,

sudah terpenuhi. Dengan demikian, Pancasila tidaklah sakti dalam pengertian

51

mitologis, melainkan sakti dalam pengertian berhasil memenuhi keabsahan

prosedural dan keabsahan esensial sekaligus. (Pabottinggi, 2006: 158-159).

Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung secara bertahap dan penuh

dengan semangat musyawarah untuk melengkapi goresan sejarah bangsa

Indonesia hingga sampai kepada masa sekarang ini.

Masih ingatkah Anda sejarah perumusan Pancasila yang telah dipelajari sejak

di SMA/SMK/MA? Untuk membantu mengingatkan Anda, berikut ini

dikemukakan beberapa peristiwa penting tentang perumusan Pancasila. Perlu

Anda ketahui bahwa perumusan Pancasila itu pada awalnya dilakukan dalam

sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni

1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April

1945 dengan jumlah anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman

Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua),

yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh

Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28

Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang

pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.

Gambar II.1: Penyampaian usulan tentang dasar negara oleh Ir. Soekarno dalam sidang
BPUPKI. (Sumber: rpp-diahpermana.blogspot.com)

Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang BPUPKI tersebut?

Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan

beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo,

52

Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar

negara menurut pandangannya masing-masing. Meskipun demikian

perbedaan pendapat di antara mereka tidak mengurangi semangat persatuan

dan kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang

berkembang di kalangan para pendiri negara seperti inilah yang seharusnya

perlu diwariskan kepada generasi berikut, termasuk kita.

Anda dipersilakan untuk menelusuri isi pidato tokoh-tokoh seperti:

Muhammad Yamin, Ki Bagus Hadikusumo, dan Soepomo tersebut dalam

sidang BPUPKI pertama. Diskusikan dengan kelompok Anda dan disusun

dalam bentuk laporan secara tertulis

Sebagaimana Anda ketahui bahwa salah seorang pengusul calon dasar negara

dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945.

Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar

negara sebagai berikut:


a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,

b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,

c. Mufakat atau Demokrasi,

d. Kesejahteraan Sosial,

e. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi

nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya

peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu

Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3)

Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1,

yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.

Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari

diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk

buku yang berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari

judul buku tersebut menimbulkan kontroversi seputar lahirnya Pancasila. Di

satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi semacam pengultusan

terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan sebagai hari lahirnya

Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan Soekarno jatuh, muncul upaya-

upaya “de-Soekarnoisasi” oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan

seolah-olah Soekarno tidak besar jasanya dalam penggalian dan perumusan

Pancasila.

51
mitologis, melainkan sakti dalam pengertian berhasil memenuhi keabsahan

prosedural dan keabsahan esensial sekaligus. (Pabottinggi, 2006: 158-159).

Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung secara bertahap dan penuh

dengan semangat musyawarah untuk melengkapi goresan sejarah bangsa

Indonesia hingga sampai kepada masa sekarang ini.

Masih ingatkah Anda sejarah perumusan Pancasila yang telah dipelajari sejak

di SMA/SMK/MA? Untuk membantu mengingatkan Anda, berikut ini

dikemukakan beberapa peristiwa penting tentang perumusan Pancasila. Perlu

Anda ketahui bahwa perumusan Pancasila itu pada awalnya dilakukan dalam

sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni

1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April

1945 dengan jumlah anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman

Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua),

yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh

Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28

Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang

pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.

Gambar II.1: Penyampaian usulan tentang dasar negara oleh Ir. Soekarno dalam sidang

BPUPKI. (Sumber: rpp-diahpermana.blogspot.com)

Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang BPUPKI tersebut?

Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan


beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo,

52

Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar

negara menurut pandangannya masing-masing. Meskipun demikian

perbedaan pendapat di antara mereka tidak mengurangi semangat persatuan

dan kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang

berkembang di kalangan para pendiri negara seperti inilah yang seharusnya

perlu diwariskan kepada generasi berikut, termasuk kita.

Anda dipersilakan untuk menelusuri isi pidato tokoh-tokoh seperti:

Muhammad Yamin, Ki Bagus Hadikusumo, dan Soepomo tersebut dalam

sidang BPUPKI pertama. Diskusikan dengan kelompok Anda dan disusun

dalam bentuk laporan secara tertulis

Sebagaimana Anda ketahui bahwa salah seorang pengusul calon dasar negara

dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945.

Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar

negara sebagai berikut:

a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,

b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,

c. Mufakat atau Demokrasi,

d. Kesejahteraan Sosial,

e. Ketuhanan yang berkebudayaan.


Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi

nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya

peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu

Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3)

Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1,

yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.

Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari

diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk

buku yang berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari

judul buku tersebut menimbulkan kontroversi seputar lahirnya Pancasila. Di

satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi semacam pengultusan

terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan sebagai hari lahirnya

Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan Soekarno jatuh, muncul upaya-

upaya “de-Soekarnoisasi” oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan

seolah-olah Soekarno tidak besar jasanya dalam penggalian dan perumusan

Pancasila.

53

Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar

filsafat negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan

kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid

Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh.
Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar negara.

Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk

sementara.

2. Periode Perumusan Pancasila

Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli

1945 adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang

kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu

merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea ke-

empat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di

kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan

di sana-sini.

Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan

menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik

dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah
takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya

bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa

itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan

maklumat yang berisi:

(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan

bagi Indonesia (PPKI),

(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai

bersidang 19 Agustus 1945, dan

54

(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal

Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang

berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh).

Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk segera

membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai

dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang dari

Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total anggota 21 orang,

yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar

Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan

Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde

Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan (Sartono

Kartodirdjo, dkk., 1975: 16--17).

Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan


sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang

meluluhlantakkan kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan Jepang

semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya

menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Konsekuensi

dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas

pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian sekutu, termasuk

Indonesia. Sebelum tentara sekutu dapat menjangkau wilayah-wilayah itu,

untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi sebagai sekadar penjaga

kekosongan kekuasaan.

Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional. PPKI

yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak berkuasa

lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera mengambil

keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu berupa

melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan mempercepat

rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.

3. Periode Pengesahan Pancasila

Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno,

Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di

Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia

sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14

53

Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar

filsafat negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan


kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid

Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh.

Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar negara.

Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk

sementara.

2. Periode Perumusan Pancasila

Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli

1945 adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang

kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu

merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea ke-

empat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di

kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan

di sana-sini.

Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan


menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik

dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah

takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya

bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa

itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan

maklumat yang berisi:

(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan

bagi Indonesia (PPKI),

(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai

bersidang 19 Agustus 1945, dan

54

(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal

Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang

berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh).

Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk segera

membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai

dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang dari

Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total anggota 21 orang,

yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar

Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan

Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde

Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan (Sartono


Kartodirdjo, dkk., 1975: 16--17).

Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan

sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang

meluluhlantakkan kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan Jepang

semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya

menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Konsekuensi

dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas

pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian sekutu, termasuk

Indonesia. Sebelum tentara sekutu dapat menjangkau wilayah-wilayah itu,

untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi sebagai sekadar penjaga

kekosongan kekuasaan.

Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional. PPKI

yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak berkuasa

lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera mengambil

keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu berupa

melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan mempercepat

rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.

3. Periode Pengesahan Pancasila

Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno,

Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di

Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia

sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14

55
Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15

Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia.

Kedatangan mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar

kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka

tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda

sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga Jepang

tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk

Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman

antara kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga

terjadilah penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok

(dalam istilah pemuda pada waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu

berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang

16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975: 26).

Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh.

Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah

bersejarah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis

oleh dua tokoh proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan

Dwitunggal. Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan

pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang diberi

nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena

situasi politik yang berubah (Lihat Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum

dan Sesudah Revolusi, William Frederick dan Soeri Soeroto, 2002: hal. 308 –-

311).

Sampai detik ini, teks Proklamasi yang dikenal luas adalah sebagai berikut:
Proklamasi

Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-

hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll. diselenggarakan dengan cara

saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 2605

Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

56

Gambar II.2: Pembacaan teks Proklamasi 17 Agustus 1945.

(Foto: Blogspot.com)

Gambar II.3 Draft teks naskah proklamasi yang merupakan tulisan tangan Soekarno.

(Foto: Blogspot.com)

Perlu Anda ketahui bahwa sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,

yakni 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menentukan dan menegaskan

posisi bangsa Indonesia dari semula bangsa terjajah menjadi bangsa yang
merdeka. PPKI yang semula merupakan badan buatan pemerintah Jepang,

sejak saat itu dianggap mandiri sebagai badan nasional. Atas prakarsa

Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang lagi, dengan maksud agar lebih

mewakili seluruh komponen bangsa Indonesia. Mereka adalah

55

Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15

Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia.

Kedatangan mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar

kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka

tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda

sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga Jepang

tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk

Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman

antara kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga

terjadilah penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok

(dalam istilah pemuda pada waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu

berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang

16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975: 26).

Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh.

Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah

bersejarah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis

oleh dua tokoh proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan
Dwitunggal. Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan

pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang diberi

nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena

situasi politik yang berubah (Lihat Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum

dan Sesudah Revolusi, William Frederick dan Soeri Soeroto, 2002: hal. 308 –-

311).

Sampai detik ini, teks Proklamasi yang dikenal luas adalah sebagai berikut:

Proklamasi

Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-

hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll. diselenggarakan dengan cara

saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 2605

Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

56

Gambar II.2: Pembacaan teks Proklamasi 17 Agustus 1945.

(Foto: Blogspot.com)
Gambar II.3 Draft teks naskah proklamasi yang merupakan tulisan tangan Soekarno.

(Foto: Blogspot.com)

Perlu Anda ketahui bahwa sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,

yakni 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menentukan dan menegaskan

posisi bangsa Indonesia dari semula bangsa terjajah menjadi bangsa yang

merdeka. PPKI yang semula merupakan badan buatan pemerintah Jepang,

sejak saat itu dianggap mandiri sebagai badan nasional. Atas prakarsa

Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang lagi, dengan maksud agar lebih

mewakili seluruh komponen bangsa Indonesia. Mereka adalah

57

Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa

Koesoema Soemantri, dan Ahmad Subarjo.

Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan

kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang

Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusan-

putusan penting yang dihasilkan mencakup hal-hal berikut:

1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas

Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam

Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari


rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.

2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).

3. Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI

ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini

dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.

Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang

disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub

dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang

mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung

Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu

“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi

perubahan yang disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi

hambatan di kemudian hari dan diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yang kemudian diikuti

dengan pengesahaan Undang-Undang Dasar 1945, maka roda pemerintahan

yang seharusnya dapat berjalan dengan baik dan tertib, ternyata menghadapi

sejumlah tantangan yang mengancam kemerdekaan negara dan eksistensi


58

Pancasila. Salah satu bentuk ancaman itu muncul dari pihak Belanda yang

ingin menjajah kembali Indonesia.

Belanda ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara. Tindakan

Belanda itu dilakukan dalam bentuk agresi selama kurang lebih 4 tahun.

Setelah pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia oleh Belanda pada 27

Desember 1949, maka Indonesia pada 17 Agustus 1950 kembali ke negara

kesatuan yang sebelumnya berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Perubahan bentuk negara dari Negara Serikat ke Negara Kesatuan tidak diikuti

dengan penggunaan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dibuatlah konstitusi

baru yang dinamakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).

Permasalahannya ialah ketika Indonesia kembali Negara Kesatuan, ternyata

tidak menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga menimbulkan

persoalan kehidupan bernegara dikemudian hari.

Anda dipersilakan untuk menelusuri isi mukaddimah Konstitusi RIS dan

Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kemudian, Anda

diminta untuk membandingkan rumusan Pancasila dalam dua konstitusi

tersebut dengan rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945.

Selanjutnya, Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dengan kelompok

Anda, dan disusun dalam bentuk laporan tertulis

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu


yang pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua

badan perwakilan, yaitu Badan Konstituante (yang akan mengemban tugas

membuat Konstitusi/Undang-Undang Dasar) dan DPR (yang akan berperan

sebagai parlemen). Pada 1956, Badan Konstituante mulai bersidang di

Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai pengganti UUDS 1950.

Sebenarnya telah banyak pasal-pasal yang dirumuskan, akan tetapi sidang

menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar negara.

Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara

sebagian yang lain tetap menghendaki Pancasila sebagai dasar negara.

Kebuntuan ini diselesaikan lewat voting, tetapi selalu gagal mencapai putusan

karena selalu tidak memenuhi syarat voting yang ditetapkan. Akibatnya,

banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak akan lagi menghadiri

sidang. Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara.

Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil langkah “darurat”

dengan mengeluarkan dekrit.

57

Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa

Koesoema Soemantri, dan Ahmad Subarjo.

Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan

kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang

Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusan-

putusan penting yang dihasilkan mencakup hal-hal berikut:


1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas

Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam

Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari

rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.

2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).

3. Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI

ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini

dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.

Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang

disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub

dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang

mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung

Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu

“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi

perubahan yang disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi

hambatan di kemudian hari dan diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yang kemudian diikuti

dengan pengesahaan Undang-Undang Dasar 1945, maka roda pemerintahan

yang seharusnya dapat berjalan dengan baik dan tertib, ternyata menghadapi

sejumlah tantangan yang mengancam kemerdekaan negara dan eksistensi

58

Pancasila. Salah satu bentuk ancaman itu muncul dari pihak Belanda yang

ingin menjajah kembali Indonesia.

Belanda ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara. Tindakan

Belanda itu dilakukan dalam bentuk agresi selama kurang lebih 4 tahun.

Setelah pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia oleh Belanda pada 27

Desember 1949, maka Indonesia pada 17 Agustus 1950 kembali ke negara

kesatuan yang sebelumnya berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Perubahan bentuk negara dari Negara Serikat ke Negara Kesatuan tidak diikuti

dengan penggunaan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dibuatlah konstitusi

baru yang dinamakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).

Permasalahannya ialah ketika Indonesia kembali Negara Kesatuan, ternyata

tidak menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga menimbulkan

persoalan kehidupan bernegara dikemudian hari.

Anda dipersilakan untuk menelusuri isi mukaddimah Konstitusi RIS dan

Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kemudian, Anda

diminta untuk membandingkan rumusan Pancasila dalam dua konstitusi

tersebut dengan rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945.


Selanjutnya, Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dengan kelompok

Anda, dan disusun dalam bentuk laporan tertulis

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu

yang pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua

badan perwakilan, yaitu Badan Konstituante (yang akan mengemban tugas

membuat Konstitusi/Undang-Undang Dasar) dan DPR (yang akan berperan

sebagai parlemen). Pada 1956, Badan Konstituante mulai bersidang di

Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai pengganti UUDS 1950.

Sebenarnya telah banyak pasal-pasal yang dirumuskan, akan tetapi sidang

menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar negara.

Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara

sebagian yang lain tetap menghendaki Pancasila sebagai dasar negara.

Kebuntuan ini diselesaikan lewat voting, tetapi selalu gagal mencapai putusan

karena selalu tidak memenuhi syarat voting yang ditetapkan. Akibatnya,

banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak akan lagi menghadiri

sidang. Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara.

Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil langkah “darurat”

dengan mengeluarkan dekrit.

59

Anda dipersilakan untuk menelusuri apa isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan

faktor apa yang melatarbelakangi keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

tersebut, serta mencermati relevansinya dengan masa depan bangsa


Indonesia. Diskusikan dalam kelompok Anda dan susun laporan secara

tertulis.

Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya pelaksanaan sistem

pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Karena

pemberlakuan kembali UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai berikut:

Pertama, penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya

dilaksanakan sebagaimana amanat Batang Tubuh UUD ‘45. Dan, ketiga,

segera dibentuk MPRS dan DPAS. Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden

5 Juli 1959 terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan sila-sila

Pancasila yang tidak seragam.

Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi

beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat

sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu,

kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya berada pada

posisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang

pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya

sehingga mengakibatkan sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh

berbagai pihak dengan berbagai cara, baik dengan mendekati maupun

menjauhi presiden. Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi

antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilah

penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang dikenal dengan

peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI).


Anda dipersilakan untuk menelusuri proses terjadinya peristiwa G30S PKI

tersebut agar mengetahui dimana letak penyimpangan peristiwa tersebut

dengan nilai-nilai Pancasila. Anda dipersilakan untuk mendiskusikan

peristiwa G30S PKI tersebut dalam kelompok dan melaporkannya secara

tertulis.

60

Gambar II.4: Demonstrasi Tritura oleh mahasiswa pada 1966, salah satunya menuntut

penurunan harga bahan pokok (sumber: s-kisah.blogspot.com)

Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto. Peralihan kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari

Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari

terkenal dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Surat itu

intinya berisi perintah presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkah-

langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan”. Supersemar ini dibuat

di Istana Bogor dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf.

Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial di belakang hari. Supersemar

yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto itu kemudian

dikuatkan dengan TAP No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan

demikian, status supersemar menjadi berubah: Mula-mula hanya sebuah

surat perintah presiden kemudian menjadi ketetapan MPRS. Jadi, yang


memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno, melainkan MPRS. Hal ini

merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto. Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP

No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang

Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Konsekuensinya,

sejak saat itu Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden seumur hidup.

Anda dipersilakan untuk menelusuri proses peralihan kekuasaan dari tangan

Soekarno ke tangan Soeharto dari berbagai sumber dan mendiskusikan

dengan teman–teman sekelompok Anda, kemudian melaporkannya secara

tertulis.

59

Anda dipersilakan untuk menelusuri apa isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan

faktor apa yang melatarbelakangi keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

tersebut, serta mencermati relevansinya dengan masa depan bangsa

Indonesia. Diskusikan dalam kelompok Anda dan susun laporan secara

tertulis.

Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya pelaksanaan sistem

pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Karena

pemberlakuan kembali UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai berikut:

Pertama, penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya

dilaksanakan sebagaimana amanat Batang Tubuh UUD ‘45. Dan, ketiga,


segera dibentuk MPRS dan DPAS. Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden

5 Juli 1959 terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan sila-sila

Pancasila yang tidak seragam.

Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi

beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat

sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu,

kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya berada pada

posisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang

pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya

sehingga mengakibatkan sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh

berbagai pihak dengan berbagai cara, baik dengan mendekati maupun

menjauhi presiden. Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi

antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilah

penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang dikenal dengan

peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI).

Anda dipersilakan untuk menelusuri proses terjadinya peristiwa G30S PKI

tersebut agar mengetahui dimana letak penyimpangan peristiwa tersebut

dengan nilai-nilai Pancasila. Anda dipersilakan untuk mendiskusikan

peristiwa G30S PKI tersebut dalam kelompok dan melaporkannya secara

tertulis.

60

Gambar II.4: Demonstrasi Tritura oleh mahasiswa pada 1966, salah satunya menuntut
penurunan harga bahan pokok (sumber: s-kisah.blogspot.com)

Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto. Peralihan kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari

Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari

terkenal dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Surat itu

intinya berisi perintah presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkah-

langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan”. Supersemar ini dibuat

di Istana Bogor dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf.

Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial di belakang hari. Supersemar

yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto itu kemudian

dikuatkan dengan TAP No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan

demikian, status supersemar menjadi berubah: Mula-mula hanya sebuah

surat perintah presiden kemudian menjadi ketetapan MPRS. Jadi, yang

memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno, melainkan MPRS. Hal ini

merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto. Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP

No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang

Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Konsekuensinya,

sejak saat itu Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden seumur hidup.

Anda dipersilakan untuk menelusuri proses peralihan kekuasaan dari tangan

Soekarno ke tangan Soeharto dari berbagai sumber dan mendiskusikan

dengan teman–teman sekelompok Anda, kemudian melaporkannya secara


tertulis.

61

Setelah menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968

tentang penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum

dalam Pembukaan UUD 1945 (ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959

penulisan Pancasila beraneka ragam). Ketika MPR mengadakan Sidang Umum

1978 Presiden Soeharto mengajukan usul kepada MPR tentang Pedoman,

Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P-4). Usul ini diterima dan dijadikan

TAP No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam TAP itu

diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR menyebarluaskan P-4. Presiden

Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No. 10/1978 yang berisi Penataran

bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia. Kemudian, dikeluarkan juga Keppres

No. 10/1979 tentang pembentukan BP-7 dari tingkat Pusat hingga Dati II.

Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol (tercantum dalam

UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas (tercantum dalam UU

No. 8/1985 ttg. Ormas). Banyak pro dan kontra atas lahirnya kedua undang-

undang itu. Namun, dengan kekuasaan rezim Soeharto yang makin kokoh

sehingga tidak ada yang berani menentang (BP7 Pusat, 1971).

Anda mungkin juga menyukai