1. Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa melalui perioderisasi mulai dari
periode pengusulan,periode perumusan,sampai periode pengesahan pancasila.
Jelaskan secara terperincin ketiga tahapan perioderisasi tersebut.
JAWAB:
SUMBER MATERI : file:///F:/8-PendidikanPancasila.pdf
(Buku Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi cetakan 1 tahun 2016)
2. Analisis etika pancasila sebagai solusi terhadap problema bangsa, menyadarkan kita akan
pentingnya mengaplikasikan etika pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
a. Kemukakan perbedaan antara etika dan etiket
b. Uraikan urgensi pancasila sebagai system etika
JAWAB :
a. “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang
biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara
berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya
dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang
kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6). Etika pada umumnya dimengerti
sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau
buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan
prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika
(Sastrapratedja, 2002: 81).
pengertian etika Pancasila, dan aliran yang lebih sesuai dengan etika
Pancasila. Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila
Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai
tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek
kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai
spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan
kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi
humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya
meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan
mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air.
Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain,
mau mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang
lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain,
kesediaan membantu kesulitan orang lain.
Pengertian etiket
dalam kamus umum bahasa indonesia di berikan beberapa arti dari kata “etiket” ,
yaitu :
1. Etiket (belanda) secarik kertas yang di tempelkan pada kemasan barang-barang
(dagang) yang bertuliskan nama, isi dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (perancis) adat sopan santun atau tatakrama yang perlu selalu di
perhatikan agar hubungan selalu baik
PERBEDAAN ANTARA ETIKA DAN ETIKET
Etika
Selalu berlaku walaupun tidak ada saksi mata. Contoh : larangan
untuk mencuri tetap ada walaupun tidak ada yang melihat kita
mencuri.
Bersifat jauh lebih absolut atau mutlak. Contoh : “Jangan Mencuri”
adalah prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Memandang manusia dari segi dalam. Contoh : Walaupun bertutur
kata baik, pencuri tetaplah pencuri. Orang yang berpegang teguh
pada etika tidak mungkin munafik.
Memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Contoh : Mengambil
barang milik orang lain tanpa izin orang tersebut tidak
diperbolehkan.
Etiket
Hanya berlaku dalam pergaulan. Etiket tidak berlaku saat tidak ada
orang lain atau saksi mata yang melihat. Contoh : Sendawa di saat
makan melakukan perilaku yang dianggap tidak sopan. Namun, hal
itu tidak berlaku jika kita makan sendirian, kemudian sendawa dan
tidak ada orang yang melihat sehingga tidak ada yang beranggapan
bahwa kita tidak sopan.
Bersifat relatif. Contoh : Yang dianggap tidak sopan dalam suatu
kebudayaan bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
Hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja. Contoh :
Banyak penipu dengan maksud jahat berhasil mengelabui
korbannya karena penampilan dan tutur kata mereka yang baik.
Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan oleh
manusia. Misalnya : Memberikan sesuatu kepada orang lain
dengan menggunakan tangan kanan.
JAWAB
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa
Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan
secara formal yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
dasar Negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum tersebut terangkum didalam empat pokok
pikiran yang terkandung dalam Undang Undang Dasar 1945 yang sama hakikatnya
dengan Pancasila, yaitu :
Negara Persatuan “ Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia “
Keadilan sosial “Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia “
Kedaulaatan Rakyat “ Neara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas
kerakyatan /perwakilan.”
Ketuhanan dan kemanusiaan “Negara berdasarkan atas ketuhanan yang menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.”
Pembukaan UUD 1945 adalah sumber motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad
bangsa Indonesia yang merupakan sumber cita-cita luhur dan cita cita mahal, sehingga
pembukaan UUD 19445 merupakan tertib jukum yang tertinggi dan memberikan
kemutlakan agi tertib hukum Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 bersama dengan UUD 1945 diundnagkan dalam berita Republik
Indonesia tahun 11 No 7, ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pada
hakekatnya semua aspek penyelenggaraan pemerintah Negara yang berdasarkan
Pancasila terdapat dalam alenia IV pembukaan UUD 1945.
Dengan demikian Pancasila secara yuridis formal ditetapkan sebagai dasar filsafat
Negara Republik Indonesia bersamaan dengan ditetapkan Pembukaan UUD 1945 dan
UUD 1945. Maka Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan timbal
balik sebagai berikut :
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan pembukaan UUD
1945, maka secara kronologis, materi yang di bahas oleh BPUPKI yang pertama-tama
adalah dasar filsafat Pncasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang
pertama pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara Pancasila
berikutnya tersusunlah piagam jakarata yang di susun oleh panitia 9, sebagai wujud
bentuk pertama pembukaan UUD 1945.Jadi berdasar urut-urutan tertib hukum Indonesia
Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum
Indonesia bersumber pada Pancasila, atau dengan kata lain sebagai sumber tertib hukum
Indonesia. Hal ini berarti secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum indonesia
meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan pembukaan UUD
1945 sebagai pokok kaidah negara yang fubdamental, maka sebenarnya secara material
yang merupakan esensi atau inti sari dari pokok kaidah negara fundamental tersebut tidak
lain adalah pancasila.
JAWAB:
A. IDEOLOGI TERBUKA
Ideologi terbuka ialah suatu ideologi yang tidak dimutlakkan. Ideologi
terbuka ini memiliki ciri-ciri adalah sebagai berikut : Mengahargai adanya
pluralitas, sehingga bisa diterima oleh masyarakat yang berasal dari berbagai
macam latar belakang budaya serta juga agama.Tidak pernah membatasi adanya
kebebasan dan juga tanggung jawab masyarakat, melainkan ialah menginspirasi
masyarakat untuk dapat berusaha hidup bertanggung jawab sesuai dengan falsafah
tersebut. adalah kekayaan rohani, moral serta juga budaya masyarakat (falsafah).
Jadi bukan melainkan keyakinan ideologis sekelompok orang tapi menjadi
kesepakatan masyarakat. diciptakan bukan oleh negara, namun tetapi ditemukan
didalam masyarakat itu sendiri, ia milik seluruh rakyat, serta juga dapat digali dan
juga ditemukan dalam kehidupan mereka.Isinya tersebut tidak langsung
operasional, sehingga tiap-tiap generasi baru bisa dan juga perlu menggali
kembali falsafah itu serta mencari implikasinya didalam situasi kekinian mereka.
B. IDEOLOGI TERTUTUP
Ideologi tertutup ialah suatu ideologi yang bersifat mutlak, ideologi
tertutup ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :Bukan merupakan suatu cita-cita
yang telah hidup dalam masyarakat, melainkan cita-cita dalam sebuah kelompok
yang digunakan ialah sebagai dasar untuk dapat mengubah masyarakat.Jika
kelompok tersebut dapat berhasil menguasai negara, ideologinya tersebut juga
akan dipaksakan kepada masyarakat. Nilai-nilai, norma-norma serta berbagai segi
masyarakat tersebut akan diubah sesuai dengan ideologi itu.Sifatnya Totaliter,
artinya mencakup atau mengurusi dalam semua bidang kehidupan.
Karena hal tersebut ideologi tertutup ini cenderung cepat-cepat berusaha
untuk dapat menguasai bidang informasi serta juga pendidikan sebab kedua
bidang itu merupakan sarana efektif untuk dapat memengaruhi perilaku dari
masyarakat.Pluralisme pandangan serta juga kebudayaan ditiadakan, hak asasi
juga tidak dihormati. Menuntut masyarakat untuk dapat mempunyai kesetiaan
total serta juga kesediaan untuk dapat berkorban bagi ideologi itu.Isi dari ideologi
tidak hanya nilai-nilai serta juga cita-cita,namun tetapi tuntutan konkret serta juga
operasional yang keras,mutlak dan juga total.
JAWAB:
Makna Dari Ketiga filsafat
Landasan Ontologis Filsafat Pancasila Pancasila sebagai Genetivus
Subjectivus memerlukan landasan pijak filosofis yang kuat yang mencakup tiga
dimensi, yaitu landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan
aksiologis. Pernahkah Anda mendengar istilah ”ontologi”? Ontologi menurut
Aritoteles merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakikat segala yang
ada secara umum sehingga dapat dibedakan dengan disiplin ilmu-ilmu yang
membahas sesuatu secara khusus.
Ontologi membahas tentang hakikat yang paling dalam dari sesuatu yang
ada,yaitu unsur yang paling umum dan bersifat abstrak, disebut juga dengan
istilah substansi. Inti persoalan ontologi adalah menganalisis tentang substansi
(Taylor, 1955: 42). Substansi menurut Kamus Latin – Indonesia, berasal dari
bahasa Latin “substare” artinya serentak ada, bertahan, ada dalam
kenyataan.Substantialitas artinya sesuatu yang berdiri sendiri, hal berada, wujud,
hal wujud (Verhoeven dan Carvallo, 1969: 1256).Ontologi menurut pandangan
Bakker adalah ilmu yang paling universal karena objeknya meliputi segala-
galanya menurut segala bagiannya (ekstensif) dmenurut segala aspeknya (intensif)
(Bakker, 1992: 16). Lebih lanjut, Bakker mengaitkan dimensi ontologi ke dalam
Pancasila dalam uraian berikut.
Landasan ontologis Pancasila artinya sebuah pemikiran filosofis atas
hakika dan raison d’etre sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara
Indonesia.Oleh karena itu, pemahaman atas hakikat sila-sila Pancasila itu
diperlukansebagai bentuk pengakuan atas modus eksistensi bangsa
Indonesia.Sastrapratedja (2010: 147--154) menjabarkan prinsip-prinsip dalam
Pancasila sebagai berikut: (1) Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
pengakuan atas kebebasan beragama, saling menghormati dan bersifat toleran,
serta menciptakan kondisi agar hak kebebasan beragama itu dapat dilaksanakan
oleh masing-masing pemeluk agama. (2). Prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab mengakui bahwa setiap orang memiliki martabat yang sama, setiap orang
harus diperlakukan adil sebagai manusia yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
Hak Asasi Manusia. (3). Prinsip Persatuan salah satu pahlawan nasional yang
berhasil menggerakkan semangat rakyat melalui orasi dan pidato-pidatonya.
mengandung konsep nasionalisme politik yang menyatakan bahwa
perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan agama tidak menghambat atau mengurangi
partsipasi perwujudannya sebagai warga negara kebangsaan Wacana tentang
bangsa dan kebangsaan dengan berbagai cara pada akhirnya bertujuan
menciptakan identitas diri bangsa Indonesia. (4). Prinsip Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
mengandung makna bahwa sistem demokrasi diusahakan ditempuh melalui proses
musyawarah demi tercapainya mufakat untuk menghindari dikotomi mayoritas
dan minoritas. (5). Prinsip Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana yang dikemukakan Soekarno, yaitu didasarkan pada
prinsip tidak adanya kemiskinan dalam Negara Indonesia merdeka, hidup dalam kesejahteraan
(welfare state).
Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila Pernahkah Anda mendengar istilah
“epistemologi”? Istilah tersebut terkait dengan sarana dan sumber pengetahuan
(knowledge). Epistemologi adalahcabang filsafat pengetahuan yang membahas
tentang sifat dasar
pengetahuan, kemungkinan, lingkup, dan dasar umum pengetahuan
(Bahm,1995: 5). Epistemologi terkait dengan pengetahuan yang bersifat sui
generis, berhubungan dengan sesuatu yang paling sederhana dan paling mendasar
(Hardono Hadi, 1994: 23). Littlejohn and Foss menyatakan bahwaepistemologi
merupakan cabang filosofi yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana orang-
orang dapat mengetahui tentang sesuatu atau apa-apa yang mereka ketahui.
Mereka mengemukakan beberapa persoalan paling umum dalam epistemologi
sebagai berikut: (1) pada tingkatan apapengetahuan dapat muncul sebelum
pengalaman? (2) pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang
pasti? (Littlejohn and Foss, 2008:) Problem pertama tentang cara mengetahui itu
ada dua pendapat yang berkembang dan saling berseberangan dalam wacana
epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisisme. Kaum rasionalis berpandangan
bahwa akal merupakan satu-satunya sarana dan sumber dalam memperoleh
pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a priori.
Empirisisme berpandangan bahwa pengalaman inderawi (empiris)
merupakan sarana dan sumber pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a
posteriori. Pancasila sebagaimana yang sering dikatakan Soekarno, merupakan
pengetahuan yang sudah tertanam dalam pengalaman kehidupan rakyat Indonesia
sehingga Soekarno hanya menggali dari bumi pertiwi Indonesia. Namun,
pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman, dalam kehidupan bangsa
Indonesia, yakni ketika menetapkan Pancasila sebagai dasar negara untuk
mengatasi pluralitas etnis, religi, dan budaya. Pancasila diyakini mampu
mengatasi keberagaman tersebut sehingga hal tersebut mencerminkan tingkatan
pengetahuan yang dinamakan a priori.
Problem kedua tentang pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi
sesuatu yang pasti berkembang menjadi dua pandangan, yaitu pengetahuan yang
mutlak dan pengetahuan yang relatif. Pancasila dapat dikatakan sebagai
pengetahuan yang mutlak karena sifat universal yang terkandung dalam hakikat
sila-silanya, yaitu Tuhan, manusia, satu (solidaritas, nasionalisme), rakyat, dan
adil dapat berlaku di mana saja dan bagi siapa saja. Notonagoro menamakannya
dengan istilah Pancasila abstrak-umum universal. Pada posisi yang lain, sifat
relatif pengetahuan tentang Pancasila sebagai bentuk pengamalan dalam
kehidupan individu rakyat Indonesia memungkinkan pemahaman yang beragam,
meskipun roh atau semangat universalitasnya tetap ada. Notonagoro menyebutnya
dengan pelaksanaan Pancasila umum kolektif dan singular konkrit. (Bakry, 1994:
45).Landasan epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila digali dari
pengalaman (empiris) bangsa Indonesia, kemudian disintesiskan menjadi sebuah
pandangan yang komprehensif tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Penjabaran sila-sila Pancasila secara epistemologis dapat diuraikan
sebagai berikut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa digali dari pengalaman
kehidupan beragama bangsa Indonesia sejak dahulu ampai sekarang. Sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab digali dari pengalaman atas kesadaran
masyarakat yang ditindas oleh penjajahan
selama berabad-abad. Oleh karena itu, dalam alinea pertama
PembukaanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Sila Persatuan Indonesia digali dari pengalaman atas kesadaran
bahwa keterpecahbelahan yang dilakukan penjajah kolonialisme Belanda melalui
politik Devide et Impera menimbulkan konflik antarmasyarakat Indonesia. Sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan digali dari budaya bangsa Indonesia yang sudah
mengenal secara turun temurun pengambilan keputusan berdasarkan semangat
musyawarah untuk mufakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau mengenal
peribahasa yang berbunyi ”Bulek aie dek pambuluh, bulek kato dek mufakat”,
bulat air di dalam bambu, bulat kata dalam permufakatan. Sila Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia digali dari prinsip-prinsip yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia yang tercermin dalam sikap gotong royong.
Sumber materi :
buku Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi cetakan 1 tahun 2016
Kajian Aksiologi
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Sila-
sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu
kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat
nilai Pancasila.
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental,
dan nilai praktis.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang
selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini
merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup
dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar
yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi
beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat
manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang
dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian
semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan
kelestarian hidup.
Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam
perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia
(sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi:
Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam
semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam
antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri
(kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan
sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan
ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam
peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan
berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung
jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia
sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah
subyek budaya). “Man created everything from something to be something else, God
created everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia
adalah prokreator bersama Allah.
Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari
hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus
dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan
bagi sesama.
Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani
sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut
agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat
metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu
bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar
mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk
manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.
Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat
kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka
wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud
dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis)
maupun nilai-nilai supranatural.
Skema pola antar hubungan sosial manusia meliputi:
1. hubungan sosial-horisontal, yakni antarhubungan pribadi manusia (P) dalam
antarhubungan dan antaraksinya hingga yang terluas yaitu hubungan antarbangsa (A2-P-
B2);
2. hubungan sosial-vertikal antara pribadi manusia dengan Tuhan yang mahaesa (C:
Causa Prima) menurut keyakinan dan agama masing-masing (garis PC).
kualitas hubungan sosial-vertikal (garis PC) menentukan kualitas hubungan sosial
horisontal (garis APB);
kebaikan sesama manusia bersumber dan didasarkan pada motivasi keyakinan terhadap
Ketuhanan yang mahaesa;
kadar/ kualitas antarhubungan itu ialah: garis APB ditentukan panjangnya oleh garis PC.
Tegasnya, garis PC1 akan menghasilkan garis A1PB1 dan PC2 menghasilkan garis
A2PB2. Jadi, kualitas kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa menentukan kualitas
kesadaran kemanusiaan.
Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindakannya.
Sumber nilai dan kebajikan bukan saja kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa, tetapi
juga adanya potensi intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta kasih sebagai
perwujudan akal budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas dan usaha manusia
guna semakin mendekati sifat-sifat kepribadiannya adalah cinta sesama. Nilai cinta inilah
yang menjadi sumber energi bagi darma bakti dan pengabdiannya untuk selalu berusaha
melakukan kebajikan-kebajikan. Azas normatif ini bersifat ontologis pula, karena sifat
dan potensi pribadi manusia berkembang dari potensialitas menuju aktualitas, dari real-
self menuju ideal-self, bahkan dari kehidupan dunia menuju kehidupan kekal. Garis
menuju perkembangan teleologis ini pada hakikatnya ialah usaha dan dinamika
kepribadian yang disadari (tidak didasarkan atas motivasi cinta, terutama cinta diri).
Cinta diri cenderung mengarahkan manusia ke egosentrisme, mengakibatkan
ketidakbahagiaan. Kebaikan dan watak pribadi manusia bersumber pula pada nilai
keseimbangan proporsi cinta pribadi dengan sesama dan dengan Tuhan yang mahaesa.
Dengan perkataan lain, kesejahteraan rohani dan kebahagiaan pribadi manusia yang
hakiki ialah kesadarannya dalam menghayati cinta Tuhan dan hasrat luhurnya mencintai
Tuhan dan sesamanya.
Nilai instrinsik ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan
luhur dan ideal, meliputi: multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan
teleologis; normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum
alam dan hukum moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial,
spiritual, supranatural dan suprarasional. Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan
praeksistensi, eksistensi (real-self dan ideal-self), bahkan demi tujuan akhir pada periode
post-existence (demi kehidupan abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang
normatif-ideal.
Secara instrinsik dan potensial, nilai-nilai Pancasila memenuhi tuntutan hidup manusia
karena nilai filsafat sejatinya adalah untuk menjamin keutuhan kepribadian dan tidak
mengakibatkan konflik kejiwaan maupun dilematika moral. Bersyukurlah kita punya
Pancasila!
7. JAWAB:
PENTINGNYA PANCASILA SEBAGAI PENGEMBAN ILMU
PENGETAHUAN
8. JAWAB:
nilai-nilai Pancasila digali dari bumi pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-
nilai Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia maka dari
kutipan tersebut jika kita sebagai masyarakat yang tidak mengimplementasikan
nilai nilai [ancasila maka akan terbentuk kehidupan yang tidak bersosiologis
seperti keadann Negara lainnya , maka dari itu tanamlah akan pentingnya nilai
nilai pancasila maka akan tercemin masyarakat yang hidup harmonis dan damai .