MEDAN
T.A 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya berupa
nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurahkan bagi Baginda Agung Rasulullah SAW yang syafaatnya
akan kita nantikan kelak.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan oleh beberapa pihak. Oleh karena
itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik
disegi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan pada edisi berikutnya.
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
B. Saran ......................................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan
yang terjadi di negara berkembang, negara Indonesia khususnya. Angka kematian
bayi menjadikan angka dalam menunjukkan derajat kesehatan anak karena merupakan
cerminan dari status kesehatan anak. Hal ini menjadi perhatian dari dunia
Internasional dalam target global.
Hasil survei yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
masih menunjukkan angka kematian bayi dan balita di Indonesia masih sangat tinggi.
Untuk itu diperlukan kerja keras dalam upaya penurunan kasus tersebut. Peningkatan
fasilitas maupun aksesibilitas dalam kesehatan serta petugas ataupun tenaga kesehatan
merupakan faktor penting dalam menurunkan angka kematian bayi (AKB).
Posyandu sebagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
bertujuan untuk menunjang percepatan penurunan AKI, AKB, dan AKBa di
Indonesia. Dengan membawa anak untuk dibawa ke Posyandu merupakan hal yang
baik karena dapat dilakukan penimbangan dan pemantauan perkembangan bayi.
Partisipasi masyarakat juga penting dalam mengoptimalkan berjalannya Posyandu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah “Bagaimana kesehatan bayi atau balita serta apa saja faktor
penyebab AKB/AKBa?”.
C. Tujuan Makalah
Mengetahui bagaimana kesehatan bayi atau balita serta mengetahui faktor
penyebab AKB/AKBa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Angka kematian bayi (Infrant Mortality Rate) merupakan salah satu indikator
penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat karena dapat menggambarkan
kesehatan penduduk secara umum. Angka ini sangat sensitif terhadap perubahan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan. Angka kematian bayi tersebut dapat didefinisikan sebagai
kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu
tahun (BPS).
Kematian bayi adalah bayi yang mati dan mati dini sebelum usia kurang dari 28
hari kelahiran. Atau biasa diartikan juga dengan kematian yang terjadi setelah bayi lahir
hidup tapi umurnya kurang dari satu tahun. Beberapa status kesehatan neonatal menjadi
faktor dan dapat menyebabkan kematian bayi. Neonatal adalah masa sejak bayi lahir
sampai bayi berumur 28 hari (4 minggu) setelah kelahiran.
Berat badan lahir, usia gestasi, kelainan pada bayi, dan penyakit pada bayi
merupakan status kesehatan neonatal. Dapat diambil kesimpulan bahwa antara kesehatan
neonatal dengan kematian bayi sangat berkaitan. Bimbingan tentang faktor risiko
kematian bayi dan tanda-tanda kesehatan bayi pada perempuan usia subur dan ibu hamil
sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian pada bayi.
Angka kematian bayi merupakan salah satu hal terpenting dalam derajat
kesehatan karena dapat menggambarkan status kesehatan penduduk secara umum. Data
yang dilansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2013, ditahun
2012 angka kematian bayi mengalami peningkatan, sebanyak 32 kasus kematian bayi per
1.000 kelahiran hidup. Yang semulanya yakni, pada tahun 2011 adalah 25 kasus
kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup, dan hal tersebut disampaikan oleh organisasi
kesehatan dunia (World Health Organizion/WHO).
2
Berdasarkan faktor risiko dari neonatal, berikut ini merupakan risiko tinggi
neonatal yang berisiko mengalami kematian (Munuaba, 2010):
• Bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum (ikterus > 10 hari setelah lahir).
3
kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post neonatal adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar (Utomo, 2013).
Penurunan Angka Kematian Bayi merupakan salah satu indikator utama dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah. Indikator ini
menggambarkan secara umum situasional pelayanan kesehatan secara umum di suatu
wilayah. Angka Kematian Bayi selalu menggambarkan kualitas pembangunan daerah
karena sedikit banyaknya angka ini juga turut menyumbang perhitungan Umur Harapan
Hidup yang pada gilirannya juga berperan dalam perhitungan Indeks Pembangunan
Manusia di wilayah tersebut.
Kematian bayi dapat pula diakibatkan dari kurangnya kesadaran akan kesehatan
ibu. Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti, ibu jarang memeriksakan
kandungannya kebidan, hamil diusia muda, jarak yang terlalu sempit, hamil diusia
tua, kurangnya asupan gizi bagi ibu dan bayinya, makanan yang dikonsumsi ibu tidak
bersih, fasilitas sanitasi, dan higienitas yang tidak memadai.
Faktor bayi itu sendiri yaitu kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan dalam
periode neonatal dini sangat erat hubungannnya dengan berat badan lahir. Bayi dengan
berat badan lahir rendah berisiko meningkatkan kematian karena bayi tersebut sangat
rentan terhadap gangguan termo- regulasi, kematangan organ paru-paru yang belum
sempurna dan gangguan sistem peredaran darah.
Kematian bayi selain dipengaruhi oleh faktor berat badan lahir, dapat juga
dipengaruhi oleh pemberian ASI eksklusif dan imunisasi. ini menunjukkan bahwa ASI
tidak eksklusif meningkatkan risiko kematian bayi dibandingkan dengan ASI eksklusif.
ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang mampu melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur. bayi pada usia dua bulan pertama yang tidak
mendapat ASI mempunyai risiko kematian karena penyakit infeksi 6 kali lebih besar dari
bayi yang mendapat ASI. ASI dapat meningkatkan kekebalan yang baru lahir karena
mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit
infeksi dan alergi. faktor pemberian ASI yang tidak eksklusif adalah makanan
pendamping air susu ibu (MPASI) dini. Bayi yang diberikan makanan pendamping ASI
setelah berumur 6 bulan umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh lebih kuat.
Sedangkan jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu dini justru dapat
4
meningkatkan angka kematian bayi karena mengganggu sistem pencernaan bayi dan
apabila terlambat memberikan MPASI juga akan membuat bayi kekurangan gizi.
Dalam pembahasan ini umur bukan menjadi penyebab kematian bayi dan
kemungkinan disebabkan oleh faktor lain seperti tingkat pendidikan ibu. Hasil
pembahasan sama dengan penelitian Arinta yang mendapatkan bahwa kematian bayi
lebih banyak ditemukan pada ibu yang berumur 20-34 tahun yaitu sebesar 69,6%.
5
pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi (Djaja dkk,
2011).
b. Faktor Non Medis
Faktor non medis berkaitan dengan perilaku kesehatan ibu, status ibu
dalam keluarga, status sosial ekonomi dan budaya yang menghambat upaya
penurunan kesakitan dan kematian ibu adalah sebagai berikut: Kurangnya
kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan ANC/ante natal care, terbatasnya
pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan resiko tinggi, ketidak berdayaan
sebagian besar ibu hamil di daerah terpencil maupun di perkotaan dalam
pengambilan keputusan untuk dirujuk.
1. Perilaku Kesehatan Ibu
Perilaku kesehatan ibu (health behavior) adalah respon seseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-
faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan,
makanan dan pelayanan kesehatan (Skiner dalam Notoatmodjo, 2014).
2. Status Ibu dalam Keluarga
Status ibu dalam keluarga berkaitan dengan status pendidikan, pekerjaan
dan pendapatan begitu juga berkaitan dengan ketidakmampuan ibu
mengambil keputusan dalam keluarga. Pengambilan keputusan dalam
keluarga sangat mempengaruhi keterlambatan dalam merujuk ibu ke
fasilitas kesehatan yang lebih baik. Masih sering ditemukan kasus yang
terlambat dirujuk karena masalah ketersediaan transportasi dan biaya juga
masih merupakan kendala dalam upaya penyelamatan dan rujukan ke
Rumah Sakit sehingga pemanfaatan pusat rujukan primer masih rendah
sehingga pemanfaatan pusat rujukan primer masih rendah (underutilized).
Hal ini dipengaruhi oleh faktor sosiobudaya, ketidaktahuan, dan
ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan
(Manuaba dkk, 2010).
3. Status Kesehatan Ibu
Status kesehatan ibu hamil merupakan suatu proses yang membutuhkan
perawatan khusus agar dapat berlangsung dengan baik. Resiko kehamilan
ini bersifat dinamis karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara
tiba-tiba dapat berisiko tinggi. Jika status kesehatan ibu hamil buruk,
6
misalnya menderita anemia maka bayi yang dilahirkan berisiko lahir
dengan berat badan rendah (BBLR).
Adapun faktor kematian bayi yang kerap terjadi di desa-desa terpencil dan
dengan keterbatasan ekonomi.
7
mengetahui apakah tradisi dan kepercayaan masyarakat berhubungan dengan
kegagalan capaian ASI eksklusif di wilayah kelurahan Sidotopo.
Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 39 (68,42%) respondem menjawab ya
mengenai bayi menangis karena lapar sehingga ibu percaya harus segera memberi
bayinya makan agar tenang dan tidak rewel. Selain itu diketahui bahwa adanya
kepercayaan untuk memberi madu dan air kelapa sesaat setelah bayi lahir, dibuktikan
dengan sebanyak 36 (63,16%) responden memberikan jawaban ya. Sebanyak 31
(54,39%) responden menyatakan bahwa tidak ada kepercayaan tentang menyusui
dapat merubah bentuk payudara. Begitu juga dengan kepercayaan keluarga terkait
makanan pantangan bagi ibu yang menyusui, sebanyak 33 (57,39%) responden
menjawab tidak. Artinya kepercayaan tersebut sudah mulai tidak dipercaya oleh
keluarga.
Kesehatan dipengaruhi oleh pengaruh tingkat makro termasuk struktur dan
institusi sosial yang membentuk harapan perempuan dan laki-laki, dan cara hidup
mereka diatur. Untuk memahami praktik kesehatan dan pengalaman penyakit,
semakin diakui bahwa akuntansi untuk gender sangat penting. Gender, didefinisikan
sebagai dimensi feminitas dan maskulinitas yang ditentukan secara sosial dan dialami
dalam masyarakat, terbukti dalam beragam cara individu terlibat dalam perilaku
kesehatan.
Dalam literatur kesehatan pria, hegemoni maskulinitas telah dikaitkan dengan
perilaku pengambilan risiko yang membahayakan hasil kesehatan dan penyakit.
Konseptualisasi maskulinitas juga telah digunakan untuk memeriksa berbagai masalah
seperti depresi pria, kanker prostat dan kanker testis. Perilaku diet pria dan pilihan
makanan, pola penggunaan tembakau serta perilaku mencari bantuan juga telah
dijelaskan dalam kaitannya dengan maskulinitas. Berbeda dengan penyerapan
maskulinitas dalam penelitian kesehatan pria, Lyons menunjukkan kelangkaan
penelitian yang meneliti bagaimana feminitas mempengaruhi pengalaman kesehatan
meskipun beberapa dekade bekerja meneliti masalah kesehatan wanita. Para peneliti
yang mulai meneliti feminitas dalam kaitannya dengan praktik kesehatan perempuan
cenderung memperlakukan feminitas sebagai konsep yang seragam. Memahami
keragaman feminitas yang mempengaruhi pengalaman dan perilaku kesehatan
perempuan berada pada tahap yang baru lahir.
Meskipun ada perkembangan yang menjanjikan dalam memperhitungkan
pengaruh gender dalam penelitian kesehatan, konsep maskulinitas dan feminitas untuk
8
sebagian besar telah dihapuskan terlepas dari premis konstruksionis sosial bahwa
gender adalah relasional. Selanjutnya, penelitian ini sebagian besar didasarkan pada
asumsi asosiasi antara feminitas dan perempuan, dan maskulinitas dan laki-laki
daripada mengintegrasikan struktur gender yang menyarankan kontinum pengalaman
antara laki-laki dan perempuan, dan bentuk-bentuk berkembang hubungan sosial
gender yang mempengaruhi kesehatan. Sementara memperhitungkan berbagai
determinan sosial termasuk ras, kelas sosial, dan identitas seksual telah memberikan
pemahaman yang lebih canggih tentang kesehatan pria dan wanita, perilaku kesehatan
perlu dipahami dalam konteks interaksi pria dan wanita pada tingkat pribadi dan
institusional. Ada bukti kuat bahwa hubungan gender baik di dalam maupun antara
laki-laki dan perempuan sangat mempengaruhi hasil kesehatan.
a. Kaitannya Budaya dan Gender dengan kesehatan Bayi
9
Menu seimbang yang dibutuhkan ibu tidak terpenuhi karena jenis konsumsi
makanan yang tidak bervariasi jumlah makanan yang tidak tentu tergantung
ketersediaan bahan, waktu atau frekuensi makanan yang tidak teratur. Rendahnya
tingkat pendidikan dan kurang nya pengetahuan laki-laki dan perempuan tentang
akibatnya nya terhadap kesehatan ibu/bayi dan ketidakpedulian laki-laki membuat
keyakinan ini tetap dipertahankan. Budaya ini sangat merugikan kesehatan ibu dan
janin bayi karena ibu dapat mengalami kelelahan fisik dan kekurangan gizi yang dapat
mengakibatkan terjadinya partisipasinya lama dan pendarahan persalinan.
ASI adalah makanan alami dan optimal untuk bayi di pertama 6 bulan hidup,
karena menyediakan semua nutrisi yang diperlukan untuk mereka pertumbuhan dan
pengembangan. Selain itu pemberian ASI, dikaitkan dengan penurunan resiko infeksi
dan penyakit selama masa kanak-kanak (asma, dermatitis, obesitas dan dengan IQ
lebih tinggi dan pada ibu akan menurunkan resiko kanker payudara, diabetes dan
kanker ovarium 2.
10
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal
(kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya.
Namun demikian kamu masih meragukannya”.
Dari penjelasan ayat tersebut, kita dapat mengetahui kisah tentang
kehidupan manusia yang pada awalnya diciptakan dari tanah kemudian
tumbuh dan berkembang di dalam rahim, menjadi janin yang lemah, pada saat
itu pula Allah telah menentukan kapan ajal akan menjemputnya.
2. Q.S Al-Imran ayat 145
َ ٱَّلل ِك َٰت َ ًۭبۭا ُّم َؤج ًۭ ۭاًل ۗ َو َمن ي ُِر ْد ث َ َو
َ اب ٱل ُّد ْنيَا نُؤْ تِهِۦ مِ ْن َها َو َمن ي ُِر ْد ث َ َو
ْ اب
ِٱل َءاخِ َرة ِ َو َما كَانَ ِلنَ ْف ٍس أَن ت َ ُموتَ إِ اَّل بِإِ ْذ ِن ا
َشك ِِرين سنَجْ ِزى ٱل َٰ ا
َ نُؤْ تِهِۦ مِ ْن َها ۚ َو
“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa
menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala (dunia)
itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan (pula)
kepadanya pahala (akhirat) itu, dan kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur”.
Setiap hamba Allah akan meninggal dunia adalah dengan
sepengetahuan dan atas izin-Nya, tidak ada yang mampu menentukan kapan
dan cara kematiannya sendiri, Sebab kematian merupakan sebuah ketetapan
yang hanya diketahui oleh Allah.
3. Q.S Al-Kahfi ayat 46
ّٰ ا َ ْل َما ُل َو ْالبَنُ ْونَ ِز ْينَةُ ْال َحيوةِ الدُّ ْنيَ ۚا َو ْالبقِيتُ ال
صلِحتُ َخيْر ِع ْندَ َربِكَ ث َ َوابۭا َّو َخيْر ا َ َم ًۭل
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-
amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhan serta
lebih baik untuk menjadi harapan”.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil makalah, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kepada
masyarakat terkhusus ibu hamil akan pentingnya melakukan pemeriksaan. Minimal 4
kali kunjungan (1x trimester I, 1x trimester II, dan 2x trimester III) selama kehamilan
guna mengetahui adanya komplikasi kehamilan atau mengetahui angka kejadian berat
bayi lahir. Dan mencegah sejak dini guna menghindari terjadinya AKB ataupun
AKBa.
Kemudian meningkatkan peran aktif Puskesmas dalam pelayanan. Selain itu
juga memberikan edukasi tentang kehamilan ataupun tentang pemberian ASI yang
baik dan benar. Serta dengan memeriksakan setiap keluhan, dan kunjungan sehinggal
kondisi ibu dan janin dapat terpantau dengan baik.
B. Saran
Sebagai bahan masukan, untuk ibu yang memiliki bayi dan balita dapat
termotivasi untuk selalu peduli dalam memahami pentingnya membawa anak ke
petugas kesehatan guna untuk menimbang dan memantau perkembangan bayi selama
dikandungan, bayi akan dilahirkan ataupun ketika menginjak usia balita.
12
DAFTAR PUSTAKA
Arinta, Illa. 2018. “Pengaruh Antenatal Care terhadap Status Kesehatan Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Kemayoran Jakarta Pusat”. Jurnal Kesehatan.
Fifin,Enita Setyaningsih. 2018. “Hubungan Kepercayaan dan Tradisi Keluarga pada Ibu
Menyusui dengan Pemberian Asi Ekslusif di Kelurahan Sidotopo”. Jurnal Biometrika
dan Kependudukan. Vol.7. No.2. Hal:160-167.
Fikki Prasetya, dkk. 2019. “Perspektif: Budaya Patriarki dalam Praktik Pemberian ASI
Eksklusif”. Jurnal Keperawatan: Jurnal Penelitian Disiplin Ilmu Keperawatan. Vol.3.
No.1 Hal:44-47.
Alwi, Qomariah. 2009. “Diskriminasi Gender dalam Kesehatan Reproduksi Suku Amungme
dan Suku Kamoro di Kabupaten Mimika Papua”. Jurnal Kesehatan. Vol.37, No.4. Hal:
196-204.
13