Cerita di atas menggambarkan alur proses berpikir Pak Sabar dalam memilih dan
menentukan pendekatan yang akan diikuti dan dilaksanakan dalam menggelar acara
pernikahan putrinya. Dalam menentukan pendekatan tersebut Pak Sabar
mempertimbangkan berbagai faktor yang terkait dengan kegiatan yang akan dilakukannya.
Tentu saja, pertimbangan tersebut didasarkan pada pengetahuan, pengalaman, dan
harapan yang ingin dicapainya. Setelah pilihan pendekatan tersebut ditentukan dan diyakini
yang terbaik, Pak Sabar akan menentukan langkah lebih lanjut dalam mewujudkan apa yang
telah dipikirkannya itu. Karena itu, pilihan pendekatan tersebut menjadi titik tolak bagi Pak
Sabar untuk melakukan kegiatan atau membuat rencana selanjutnya. Pak Sabar tidak akan
bisa merencanakan kegiatan selanjutnya jika Pak Sabar belum memiliki ketetapan tentang
apa acaranya dan bagaimana acara tersebut diselenggarakan.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menganalogikan dengan pendekatan
pembelajaran. Kita analogikan bahwa seorang guru yang akan mengajar sama dengan Pak
Sabar yang akan memiliki hajat menikahkan putrinya. Guru yang akan mengajar pasti harus
mengetahui dengan benar kompetensi dasar atau materi ajar yang akan diajarkan. Guru
juga harus mengetahui dengan pasti karakteristik siswa (aktivitas belajar, gaya belajar,
kemampuan belajar, pengalaman belajar, motivasi belajar) yang akan diajarnya. Selain itu,
guru juga harus memahami secara utuh kondisi kelas/sekolah (sarana, fasilitas, lingkungan,
dan situasi) tempat mengajarnya. Semua hal itu harus dipertimbangkan oleh guru dalam
menentukan pendekatan pembelajaran. Karena itu, guru harus melakukan analisis secara
cermat tentang keutuhan dan kebutuhan pembelajaran. Analisis semacam ini dalam istilah
lainnya disebut analisis SWOT: strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity
(peluang), dan threat (ancaman).
Guru perlu memilih pendekatan yang berbeda dalam mengajarkan kompetensi dasar
yang bersifat pengetahuan dengan kompetensi dasar yang bersifat praktik atau
keterampiilan. Guru juga perlu menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengajarkan
pengetahuan deklaratif dengan pengetahuan prosedural. Guru harus menggunakan
pendekatan yang berbeda dalam mengajar siswa yang aktif dan bermotivasi tinggi dengan
siswa yang pasif dan rendah motivasi belajarnya. Demikian juga, guru yang berada di
sekolah yang kaya dan lengkap fasilitasnya pasti akan menggunakan pendekatan yang
berbeda dengan guru yang mengajar di sekolah yang kurang mampu dan minim fasilitasnya.
Kerena itulah, sebelum merancang aktivitas pembelajaran, guru harus memahami benar
faktor-faktor tersebut dalam menentukan pendekatan yang digunakannya.
Berdasarkan ilustrasi atau paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran merupakan titik tolak proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran
tersebut merujuk pada pandangan, pengetahuan, pengalaman, dan teori tentang terjadinya
suatu proses pembelajaran yang sifatnya sangat umum sehingga perlu penjabaran dan
perencanaan lebih lanjut agar pendekatan tersebut terealisasi dalam proses pembelajaran.
Pendekatan ini merupakan wadah pemikiran yang menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
terlaksananya pembelajaran dengan dasar cakupan teoretis tertentu. Ketika suatu
pendekatan dipilih untuk kegiatan pembelajaran, pendekatan tersebut akan tampak pada
perilaku guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Jika aktivitas tersebut lebih banyak
memusat pada siswa untuk melakukan proses pembelajaran, berarti pembelajaran
menggunakan pendekatan yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach). Namun, jika dalam pembelajaran tersebut, guru banyak mengambil peran
sementara siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru, berarti pembelajaran
tersebut menggunakan pendekatan yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher
centered approach).
1) GURU 1: termasuk guru yang proaktif. Ia sudah tidak lagi menggunakan prinsip bahwa
mengajar itu datang ke kelas, menjelaskan materi, memberi tugas dan tes, lalu memberi
nilai. Ia mengubah pola pikir mengajar ke pola pikir membelajarkan siswa. Ia benar-
benar menginginkan siswanya mau dan dapat belajar sehingga memperoleh
pengalaman belajar yang ditargetkan. Guru 1 ini menginginkan agar siswanya melakukan
aktivitas belajar secara aktif untuk menemukan sendiri berbagai hal terkait dengan
pengalaman belajar yang diharapkan. Ia menugasi siswa mencari dan menganalisis objek
yang dikaji serta menemukan apa yang diharapkan dalam pembelajaran. Untuk
memastikan dan menatapkan temuan beljar siswa, ia akan membahasnya bersama-
sama untuk menarik suatu simpulan. Berdasarkan pandangan yang terungkap dari cerita
ini, guru 1 tersebut akan menerapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
deskoveri – inkuiri.
2) GURU 2: termasuk guru yang atraktif. Ia memiliki prinsip dan pemikiran yang sama
dengan Guru 1. Namun, ia menginginkan agar siswanya terlibat aktif dalam melakukan
proses pembelajaran. Ia menginginkan siswa terlibat aktif dalam membahas materi ajar,
menggunakan media, melakukan interaksi, dan mengerjakan berbagai tugas yang akan
disusunnya. Ia berpandangan bahwa dengan terlibat aktif melakukan proses
pembelajaran, siswa akan dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik. Siswa
akan didorong untuk melakukan langkah-langkah proses pembelajaran yang
direncanakan. Prinsip dasar yang melandasi pemikiran Guru 2 ini adalah pendekatan
pembelajaran yang disebut pendekatan keterampilan proses.
3) GURU 3: termasuk guru yang akseleratif. Ia adalah guru bahasa yang memiliki prinsip
dan pemikiran yang sama dengan Guru 1. Guru 3 ini dalam mengajarkan bahasa
menginginkan agar para siswa siswa terlibat aktif dalam proses menggunakan bahasa
yang dipelajarinya. Siswa dipandang perlu untuk diberi kesempatan dan peluang yang
sebanyak-banyaknya dalam mempraktikkan bahasa yang dipelajari. Dengan demikian,
siswa akan dapat menggunakan bahasa tersebut untuk kepentingan berkomunikasi
nyata. Pemikiran Guru 3 ini dilandasi oleh teori belajar bahasa yang memandang bahasa
sebagai sarana komunikasi. Teori pembelajaran yang digunakan oleh Guru 3 ini dikenal
dengan pendekatan komunikatif.
4) GURU 4: termasuk guru yang inovatif dan memiliki prinsip serta pemikiran yang sama
dengan Guru 1. Guru 4 ini menyadari benar bahwa pekerjaan mengajarnya akan sia-sia
jika apa yang telah dilakukannya tidak memberi makna dan perubahan yang signifikan
bagi siswanya. Pengalaman belajar bermakna adalh pengalaman belajar yang benar-
benar dipahami, dimengerti, dimiliki, dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
standar kriteria yang ditetapkan dan kepentingan yang diharapkan. Karena itu, dalam
pembelajaran ia menginginkan siswanya mendapatkan pengalaman belajarnya sendiri
dan benar-benar memahami pengalaman belajarnya tersebut dengan cara memikirkan,
menginternalisasi, memahami secara benar apa yang dipelajari. Guru akan
mengendalikan dan mengarahkan pembelajaran siswa secara lebih variatif sesuai
dengan kondisi dan kematangan proses berpikir siswanya. Guru tetap
mempertimbangkan keberagaman dan keberadaan siswa secara individual. Pemikiran
Guru 4 ini dilandasi oleh teori pembelajaran yang dikemas dalam pendekatan
konstruktivistik.
5) GURU 5: termasuk guru yang kreatif dan memiliki prinsip serta pemikiran yang sama
dengan Guru 1. Ia ingin mengubah prinsip pembelajaran konvensional yang sudah lama
dilakukannya dengan prinsip baru yang dipandangnya lebih baik. Dalam pembelajaran
yang akan dilakukan, ia memikirkan perlunya pemanfaatan konteks dan model untuk
memahamkan siswa terhadap kompetensi yang diajarkan. Berdasarkan konteks yang
ada, ia berharap agar siswa dapat menemukan pengalaman belajarnya melalui proses
berdiskusi dan saling membantu antartemannya. Gambaran prinsip yang dilakukan oleh
Guru 5 ini dilandasi pemikiran teoretis bahwa dengan memanfaatkan konsteks
pembelajaran ada, proses belajar akan lancar dan siswa akan mudah memahami materi
yang dipelajari. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut dikenal
dengan nama pendekatan konstekstual.
6) GURU 6: termasuk guru yang selektif dalam menentukan pendekatan pembelajaran.
Walaupun ia sangat inovatif dalam menentukan pendekatan yang akan dilakukan dalam
pembelajaran, ia masih juga ingin mempertahankan gaya lama yang secara konvensional
digunakannya. Ia berpikir bahwa konsep-konsep tertentu yang harus dihafalkan oleh
siswa dan pengetahuan tertentu yang memerlukan penjelasan berulang-ulang dari guru
tampaknya akan sulit jika tidak dijelaskan oleh guru dan dilatihkan berulang-ulang agar
tertanam secara baik di benak siswa. Guru harus membiasakan siswa untuk
menggunakan konsep tersebut dalam pembelajaran. Karena itu, guru harus menjelaskan
dan melatihkan berulang-ulang konsep tersebut agar siswanya terbiasa dengan konsep
itu. Prinsip pembelajaran yang digunakan oleh Guru 6 ini dilandasi oleh teori belajar
behavioristik dan dikemas dalam pendekatan pembelajaran yang disebut pendekatan
behavioristik.
7) Guru 7: termasuk guru yang akomodatif dalam menyikapi siswanya. Ia tahu benar
terhadap kondisi psikologis siswa yang diajarnya. Dari pelaksanaan pembelajaran
sebelumnya, guru tersebut menemukan pengalaman yang sangat berharga dalam
menentukan proses pembelajaran selanjutnya. Ia memperlakukan siswa sebagai subjek
yang perlu diakui keberadaannya. Siswa yang belajar diperlakukan sebagai individu yang
ingin bangkit dan berkembang serta dipahami benar keperbedaannya antara siswa yang
satu dengan yang lain. Prinsip Guru 7 ini dilandasai oleh pandangan teori humanis.
Karena itu, pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru tersebut dinamakan
pendekatan humanistik.
8) Guru 8: termasuk guru yang koordinatif. Ia berpikir bahwa dalam belajar siswa “kok”
lebih mudah memahami apa yang dipelajarinya jika yang menjelaskan atau yang
menyampaikan informasi teman-temannya. Karena itu, ia akan mencoba melakukan
proses pembelajaran dengan memaksimalkan aktivitas siswa dalam belajar mandiri
secara berkelompok. Guru berasumsi bahwa jika setiap individu anggota kelompok
diberi tugas-tugas mandiri dan mendiskusinya dalam kelompoknya, mereka akan
memiliki saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lain. Dengan adanya sikap
saling ketergantungan itu, diharapkan siswa akan bekerja dan belajar secara sinergis
sehingga membentuk pengalaman belajar yang utuh dan lebih baik. Pendekatan
pembelajaran yang digunakan oleh Guru 8 ini dinamakan pendekatan kooperatif.
Dari ilustrasi yang dilakukan oleh Guru 1 sampai dengan Guru 8, paling tidak Saudara
telah memahami dan menangkap maksud setiap pendekatan. Mungkin sekali, dalam
membaca dan mempelajari buku-buku lain tentang teori pembelajaran, Saudara
menemukan jenis pendekatan lain yang berbeda dengan pendekatan yang dikemukakan di
atas. Juga sangat dimungkinkan bahwa ketika membaca buku-buku teori pembelajaran,
Saudara menemukan jenis pendekatan yang sama dengan pendekatan yang dikemukakan
di atas, tetapi dijelaskan dengan uraian dan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut salah
satu penyebabnya adalah sudut pandang atau tinjauan yang digunakan juga berbeda.
Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan suatu metode yang menuntut peran aktif guru. Dalam hal ini,
guru lebih dominan mengambil kesempatan dalam aktivitas pembelajaran. Karena itu, pada
saat ini metode tersebut sering dipandang kurang bermanfaat atau tidak menarik oleh
sebagian guru. Padahal, tidak demikian seharusnya karena bermanfaat atau tidak
bermanfaatnya suatu metode sangat bergantung pada karakteristik kompetensi yang akan
dicapai atau sifat materi yang akan diajarkan.
Menarik tidaknya metode ceramah juga sangat bergantung pada kepiawaian dan
kreativitas penceramahnya. Bagi guru yang piawai dalam berceramah, metode ceramah
tersebut dapat dilakukan dengan sangat menarik. Namun, bagi guru yang kurang menguasai
teknik komunikasi secara memadai, metode ceramah ini tidak akan dapat dilakukan secara
menarik.
Metode ceramah akan sangat efektif dan efisien jika digunakan untuk
menyampaikan materi yang bersifat konseptual atau materi yang memerlukan penjelasan
secara definitif. Misalnya, ketika guru akan membelajarkan siswa untuk menulis
argumentatif dengan menggunakan metode tertentu (bukan ceramah), tetapi dalam
pelaksanaan pembelajaran tersebut, siswa belum memahami makna istilah argumentatif,
metode yang paling tepat digunakan untuk memahamkan istilah tersebut adalah metode
ceramah. Istilah itu mungkin juga dapat dipahamkan melalui metode diskusi, tetapi metode
tersebut akan sangat menyita waktu dan mengurangi alokasi waktu pembelajaran untuk
materi utama yang akan diajarkan.
Dalam aktivitas pembelajaran, guru dapat mengkreasikan penggunaan metode
ceramah ini dengan menggunakan alat bantu visual. Alat bantu visual ini dapat berupa
benda konkret, miniatur, gambar, tayangan, atau lainnya. Penggunaan alat bantu visual ini
berfungsi untuk memperjelaskan konsep, ilustrasi, atau keterangan yang disampaikan
secara lisan.
Guru harus benar-benar selektif dalam menggunakan metode ceramah. Guru harus
memilih secara cermat kompetensi dasar mana yang harus disajikan dengan metode
ceramah, kapan ceramah tersebut harus digunakan, dan dalam kondisi yang bagaimana
metode ceramah ini difungsikan. Pembelajaran yang selalu dilaksanakan melalui metode
ceramah akan menyebabkan siswa bersifat pasif, kebergantungan siswa kepada guru
menjadi sangat tinggi, dan siswa akan malas dan tidak terbiasa memecahkan masalahnya
sendiri.
Metode Diskusi
Pada era pembelajaran yang menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, metode diskusi
banyak digunakan oleh para guru dalam pembelajaran di kelas. Metode diskusi ini
digunakan oleh para guru yang menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif,
kontekstual, diskoveri-inkuiri, dan pendekatan lain yang memerlukan aktivitas siswa secara
berkelompok.
Karakteristik dari metode ini adalah adanya pembehasan masalah dalam kelompok
dan lebih tepat digunakan untuk mempelajari keterampilan yang kompleks, berpikir kritis,
dan untuk memecahkan kasus. Oleh karena itu, metode diskusi sangat tepat untuk
dibiasakan pada anak agar lebih membiasakan anak dalam memecahkan masalahnya.
Metode diskusi ini sangat relevan jika digunakan untuk pembelajaran materi yang
bersifat problematis dan untuk pembelajaran pada karakteristik kelas yang siswanya aktif.
Untuk pembelajaran materi yang bersifat informatif dan konseptual, metode diskusi ini
kurang relevan karena tidak banyak kasus yang dapat didiskusikan melalui aktivitas ini.
Untuk siswa yang pasif, metode ini kurang menguntungkan karena akan menyita waktu
lama dan tidak efektif. Mungkin juga metode ini digunakan pada kelas yang pasif, tetapi
memerlukan kreativitas guru dalam memotivasi siswa agar mau menyampaikan
pendapatnya dalam diskusi.
Metode Simulasi
Metode simulasi merupakan metode yang tepat untuk mengajarkan materi kepada kelas
yang siswanya pasif karena adanya rasa malu atau takut dalam menyampaikan pendapat
atau gagasanya. Melalui metode simulasi ini, guru dalam pembelajaran berusaha
menciptakan kelas senatural mungkin sehingga situasi dan kondisi kelas seolah-olah
menggambarkan kenyataan dalam kehidupan siswa. Siswa sebagai pemeran aktif dalam
kegiatan simulasi yang melakukan interaksi dengan teman-teman belajarnya. Dengan
demikian, siswa akan didorong untuk aktif menggunakan sekumpulan fakta, konsep, dan
strategi tertentu yang sudah dipelajari atau yang telah diketahuinya.
gejala fisik dan sosial, karena melalui metode ini seolah-olah siswa melakukan hal-hal yang
nyata ada. Dengan menyimulasikan sebuah kasus atau permasalahan, seseorang akan lebih
menjiwai keberadaannya.
Metode Penugasan
Metode penugasan merupakan metode yang banyak digunakan dalam strategi
pembelajaran berbasis masalah. Metode ini juga sering dirancang untuk menerapakan
strategi pembelajaran berbasis lingkungan. Melalui metode penugasan ini, siswa diberi
tugas baik secara individu ataupun kelompok untuk melakukan aktivitas pembelajaran
dalam memperoleh pengalaman belajar yang diharapkan.
Tugas-tugas pembelajaran ini ada yang memerlukan waktu singkat, ada juga yang
memerlukan waktu lama. Jika tugas pembelajaran tersebut memerlukan waktu singkat,
tugas tersebut dapat dilakukan di sekolah. Namun, jika tugas pembelajaran tersebut
memerlukan waktu lama, tugas pembelajaran ini dilakukan atau dikerjakan di rumah atau di
luar sekolah.
Metode penugasan ini dapat digunakan secara berurutan dengan metode lainnya,
misalnya ceramah. Setelah guru melakukan ceramah untuk menjelaskan materi
pembelajaran, guru memberi tugas kepada siswa untuk menerapkan atau mempraktikkan
apa yang telah dipelajarinya. Penugasan tersebut dimaksudkan agar apa yang telah
dijelaskan guru dalam pembelajaran semakin diresapi oleh siswa. Selanjutnya, hasil
penugasan yang berupa laporan dibahas dan ditanggapi bersama dalam kegiatan
pembelajaran di kelas agar dicapai hasil yang lebih baik.
Metode Karyawisata
Karyawisata selain berfungsi sebagai kegiatan untuk menghilangkan kejenuhan siswa dalam
pembelajaran, juga merupakan metode pembelajaran yang mengajak peserta didik ke
suasana di luar kelas. Dengan bimbingan guru, siswa diajak menuju tempat-tempat atau
objek-objek kongkret yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pembelajaran .
Sebagai metode pembelajaran, karyawisata perlu dirancang secara sistematis agar
dapat menghasilkan pengalaman belajar sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu,
sebelum karyawisata tersebut dijalankan, guru perlu menyiapkan fokus pembelajaran dan
tugas-tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa. Dengan demikian, siswa selain
akan mendapatkan pengalaman yang bersifat rekreatif juga akan mengonsentrasikan
kegiatan untuk mendapatkan pengalaman akademik sesuai dengan kompetensi yang
dipelajari.
Metode Laboratorium
Metode laboratorium merupakan metode pembelajaran yang lebih mengarah pada upaya
penyelidikan, percobaan, penerapan teori dengan praktik atau pengalaman, atau
pengamatan terhadap kinerja atau perilaku siswa. Metode ini pada umunya dilandasi oleh
suatu pendekatan pembelajaran, yakni pendekatan keterampilan proses. Melalui metode
ini, diharapkan siswa mampu melakukan praktik pembelajaran dengan menerapkan teori-
teori atau pengalaman belajar yang dipelajarinya. Melalui penerapan teori dalam praktik
pembelajaran, siswa akan lebih memahami materi ajar yang diperolehnya. Pemahaman
siswa tidak hanya pemahaman konseptual, tetapi juga pemahaman secara praktikal.
Perhatian guru dalam pembelajaran dengan metode laboratorium ini lebih
difokuskan pada proses atau aktivitas yang dilakukan siswa. Dengan demikian, melalui
metode ini guru lebih mengutamakan penilaian proses daripada penilaian hasil
pembelajaran. Karena itu, guru yang menerapkan metode laboratorium ini perlu
mempersiapkan pembelajaran secara memadai sehingga siswa dapat melakukan aktivitas
pembelajarannya sesuai dengan yang diharapkan. Persiapan yang perlu dilakukan oleh guru
sebelum praktik pembelajaran di antaranya adalah (a) teori atau pengalaman belajar yang
akan dipraktikkan, (2) tugas-tugas belajar yang harus dilakukan oleh siswa, (3) instrumen
evaluasi proses atau format penilaian, dan (4) sarana atau fasilitas yang diperlukan dalam
praktik pembelajaran.
Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama atau metode bermain peran merupakan metode pembelajaran yang
banyak digunakan oleh matapelajaran ilmu-ilmu sosial dan matapelajaran bahasa Indonesia.
Metode ini biasanya diterapkan oleh guru dalam pembelajaran sastra atau drama dan
kemungkinan juga untuk pembelajaran kompetensi dasar yang berkaitan dengan
pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam pembelajaran, siswa
diperankan sebagai pelaku peristiwa yang termuat dalam materi pembelajaran dan seolah-
olah siswa adalah orang yang terlibat atau mengalami langsung peristiwa itu.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, metode sosiodrama ini lebih banyak
difokuskan pada upaya membekali siswa agar mampu memerankan naskah drama. Namun,
dalam pembelajaran ilmu sosial lainnya, metode ini lebih berfungsi untuk mendapat
pengalaman belajar dengan melakukan atau mengamati secara langsung tiruan peristiwa
nyata yang berkaitan dengan kompetensi dasar yang dipelajarinya. Dengan pengalaman
atau pengamatan langsung terhadap tiruan peristiwa itu, diharapkan siswa lebih memahami
dan mendapatkan pengalaman belajar secara lebih konkret.
Guru yang menggunakan metode sosiodrama ini perlu mempersiapkan perangkat
pembelajaran sebelum aktivitas pembelajaran dilaksanakan. Perangkat pembelajaran
tersebut dapat berupa teks drama atau teks dialog, kemungkinan juga dapat berupa teks
yang berisi masalah sosial yang harus dipecahkan oleh siswa. Jika guru menggunakan teks
drama atau teks dialog, guru perlu mempersiapkan tugas bagi siswa untuk menghafal,
menghayati, dan memerankan tokoh yang ada dalam teks itu. Namun, jika guru
menggunakan teks yang berisi masalah sosial, guru menugasi siswa untuk menentukan
tokoh atau pemeran yang terlibat dalam masalah itu dan memerankannya sesuai dengan
peristiwa yang tergambar dalam masalah.
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk
pertunjukan. Pertunjukan yang dimaksudkan dalam pengertian lebih mengarah pada
aktivitas mempertontonkan atau memperlihatkan kepada siswa tentang hal yang
dipelajarinya. Pertunjukan ini dapat berupa penampilan atau perbuatan atau gerak tertentu,
misalnya cara berpenampilan dalam menyambut kehadiran tamu, cara mengambil pijakan
awal dalam lari cepat, cara melakukan lompat tinggi dengan menggunakan galah, dan
sebagainya. Pertunjukan itu juga dapat berupa proses terjadinya suatu peristiwa. Hal ini
dapat dicontohkan, misalnya, proses terjadinya hujan, proses terjadinya gerhana matahari
atau gerhana bulan, dan sebagainya.
Metode demonstrasi ini sangat bermanfaat dalam pembelajaran materi yang
bersifat proseduran atau materi yang merupakan suatu petunjuk. Suatu penjelasan yang
sifatnya sulit akan menjadi lebih mudah jika disajikan dengan menggunakan contoh-contoh
konkret. Dengan menggunakan contoh konkret ini, siswa dapat langsung mengamati dan
menirukan terhadap apa yang didemonstrasikan.