MODUL PERKULIAHAN
W552100001 –
Akuntansi
Perpajakan
Investasi Jangka Panjang dan
Aset Tidak Berwujud
Abstrak Sub-CPMK
Laba atau rugi dari penjualan investasi jangka panjang biasanya dilaporkan dalam
perhitungan laba-rugi. Penghasilan penjualan investasi umumnya dipisahkan dari
Selain karakteristik utama di atas, ada beberapa karakteristik pendukung aset tak
berwujud, seperti:
o Diperoleh melalui pengembangan atau dibeli secara terpisah atau menjadi satu
dengan aset lain.
o Secara tidak langsung digunakan dalam operasional perusahaan.
Di awal perolehan aset tak berwujud harus diakui sebesar harga perolehannya,
sedangkan untuk periode berikutnya aset tak berwujud dilaporkan sebesar nilai
tercatatnya, sebagaimana aset tetap berwujud. Harga perolehan aset tak berwujud
ditentukan melalui cara perolehannya. Untuk aset tak berwujud yang didapatkan melalui
pembelian kas, maka harga perolehannya adalah sebesar jumlah uang yang dibayarkan.
Namun, jika aset tersebut didapatkan melalui proses pertukaran dengan aset lainnya, nilai
perolehannya menjadi sebesar perkiraan harga pasar dari aset yang digunakan sebagai
penukar. Untuk aset tak berwujud yang diperoleh karena akuisisi sebagai bagian dari
kombinasi bisnis, pengukuran aset disesuaikan dengan nilai wajar aset pada tanggal
akuisisinya. Aset tak berwujud diakui jika memiliki manfaat ekonomis masa depan dan
biayanya dapat diukur secara andal.
Pengukuran harga perolehan aset tak berwujud tersebut lebih mudah dan terukur
jika aset diperoleh dari pihak lain semisal paten atau franchise karena ada nilai uang yang
dikeluarkan untuk hak penggunaan aset tak berwujud tersebut. Dalam ketentuan pajak
tidak diatur secara khusus tentang pengakuan aset tak berwujud sehingga mengacu pada
standar akuntansi yang ada, namun pengukuran aset tak berwujud dilakukan sebesar
biaya perolehan aset tersebut sesuai pasal 10 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Bagaimana dengan aset tak berwujud yang diciptakan sendiri? Aset tak berwujud
yang masih dalam proses riset secara akuntansi belum diakui sebagai aset namun diakui
sebagai beban, sedangkan dalam ketentuan perpajakan khususnya pasal 6 ayat (1) huruf
h Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa biaya penelitian dan
pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
Aset tak berwujud diakui pada saat diperoleh, dengan ketentuan:
Individu/Perusahaan berpotensi akan mendapatkan manfaat ekonomi di masa yang
akan datang dari aset tersebut.
Biaya-biaya dalam perolehannya bisa diukur dengan handal.
Pencatatan akuntansi untuk pembelian dan amortisasi aset tak berwujud secara
sederhana adalah sebagai berikut:
Pembelian Amortisasi
(D) Aset Tak Berwujud (D) Biaya Amortisasi
(K) Kas (K) Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud disajikan dalam neraca pada kolom aset, dan dicatat sesuai
dengan nilai bersih setelah dikurangi oleh akumulasi amortisasi.
Perlu diketahui bahwa setiap perusahaan wajib melaporkan jumlah pendapatannya
kepada pemerintah untuk kepentingan dalam membayar pajak. Pelaporan mengenai
pendapatan sudah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang mendukung dalam program Good Corporate
Governance (GCG) dengan tujuan agar pengelolaan suatu perusahaan dapat menjadi
lebih baik dan dapat memberikan rasa aman kepada para investor.
Syarat pengakuan pendapatan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
terbilang lebih ketat daripada menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hal ini
dikarenakan semua syarat pengakuan pendapatan dan manfaat ekonomi sehubungan
dengan transasksi yang mengalir ke perusahaan haruslah terpenuhi.
Pengakuan pendapatan dan penilaian aset tak berwujud sangat penting karena
pelaporan kepada pemerintah ini sebagai bentuk pelaksanaan hukum negara dan
pertumbuhan keuntungan sebagai tolak ukut dalam perkembangan sebuah perusahaan.
Jadi, tidak ada perusahaan yang tumbuh tanpa mengetahui dan memonitor kondisi
keuangannya. Monitor ini mutlak diperlukan untuk keberlangsungan hidup perusahaan
dalam jangka panjang.
Dari sisi perpajakan, perlakuan aset tak berwujud merujuk pada pasal 6 ayat (1) dan
sebagaimana pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dimana biaya
perolehan aset tak berwujud dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan. Sedangkan untuk amortisasi / biaya penyusutan aset tak
berwujud diatur dalam pasal 11A Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Diberikan pada penulis atau pencipta untuk menjual, mengawasi, atau menerbitkan
hasil karyanya. Hak cipta dapat dijual kepada pihak lain dengan perjanjian yang telah
disepakati. Harga perolehan hak cipta meliputi pengeluaran mulai penyusunan
sampai pengurusan ijin hak cipta hingga sertifikat hak cipta diterima.
Gambar 1 – Hak Cipta
Terkait penilaian dari aset tak berwujud berupa hak cipta, maka dinilai melalui dua
aspek, yaitu biaya awal dan amortisasinya. Biaya awal dari satu hak cipta dihitung
dari biaya saat menciptakan karya tersebut, biaya administrasi publikasinya, hingga
biaya hukum untuk mendapatkan hak cipta yang dimaksud. Bisa juga dihitung melalui
nilai beli, jika anda membeli hak cipta dari perusahaan atau individu lain. Lalu terkait
dengan biaya amortisasi, dihitung melalui estimasi waktu kegunaannya.
2. Hak Paten
Diberikan kepada pihak yang melakukan penelitian dan menemukan hal baru untuk
memproduksi, menjual, atau mengawasi temuannya dalam kurun waktu tertentu.
Harga perolehannya meliputi semua pengeluaran yang mencakup biaya penelitian,
pengembangan, pembuatan gambar, percobaan, dan pengurusan hak paten hingga
diterbitkannya sertifikat hak paten.
Gambar 2 – Paten
Hak cipta dan hak untuk menggunakan simbol dari suatu produk. Harga perolehan
hak merek dagang ini mencakup biaya perencanaan, desain, pembuatan logo atau
lambang termasuk perijinan merk dagang sampai sertifikat merek dagang diterbitkan.
Gambar 3 – Merek Dagang
Merek dagang juga bisa dinilai asetnya berdasarkan biaya hukum yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk mendaftarkan nama tersebut menjadi merek dagangnya.
Selain biaya hukum, tentunya ada biaya administrasi dan biaya lainnya yang
membuat merek dagang ini sangat berharga. Jika merek dagang dibeli dari
perusahaan lain yang mengalami penggabungan, maka nilai beli itu pun termasuk
menjadi biaya awalnya. Sedangkan terkait penilaian dari amortisasinya, juga sama
seberapa lama merek dagang ini diestimasikan untuk digunakan.
4. Hak Franchise
Gambar 4 – Franchise
5. Hak Sewa
6. Hak Eksklusif
Hak khusus yang diberikan negara kepada suatu lembaga atau instansi untuk
mengelola fasilitas atau sumber daya alam milik negara. Harga perolehan dari hak ini
meliputi biaya survei, riset, pemetaan, eksplorasi, pembangunan fasilitas, perjanjian
dan biaya lainnya hingga hak tersebut dinyatakan siap.
7. Goodwill
Goodwill adalah suatu bagian aset dalam neraca keuangan perusahaan, yang masuk
dalam kategori aset yang tidak berwujud. Mengingat goodwill adalah aset yang tidak
berwujud, maka sulit diukur secara pasti. Namun, dari segi manfaat akan dirasakan
nantinya seperti nama besar, tingkat strategis dari sebuah produk atau perusahaan
dan lainnya. Saat pembelian atas perusahaan lain melebihi harga pasar aset bersih,
maka selisih tersebut yang dinamakan goodwill. Kesimpulannya goodwil adalah
Penilaian dari aset tak berwujud seperti goodwill dihitung melalui transaksi
pembeliannya dari perusahaan lain. Nilai beli ini adalah nilai beli perusahaan secara
bersih mencakup aset dan kewajiban dalam perusahaan tersebut. Lalu terkait dengan
nilai amortisasinya, goodwill di Indonesia diakui masa kegunaannya hingga tidak lebih
dari 5 tahun. Namun ada kemungkinan untuk memperpanjangan amortisasi hingga tidak
lebih dari 20 tahun dengan alasan yang dapat diterima.
4. Kestabilan industri dimana aset digunakan dan tren pasar terhadap produk atau
jasa yang dihasilkan.
10. Aset tak berwujud bisa dalam bentuk hak yang melekat pada produk intelektual
dimana fasilitasnya digunakan oleh pihak lain.
Dengan pasal tersebut, amortisasi aset tak berwujud disesuaikan dengan masa
manfaat yang telah ditentukan, sedangkan untuk aset tak berwujud dengan masa manfaat
tak terbatas diamortisasi selama 20 tahun (paling lama). Sebagaimana aset tetap
berwujud, dalam ketentuan pajak juga diberlakukan bahwa tidak ada nilai residu untuk
aset tak berwujud, dan amortisasi dimulai dalam bulan ketika dilakukan pengeluaran,
serta hanya metode garis lurus dan saldo menurun yang dapat diakui dalam menghitung
beban amortisasi aset tak berwujud.
Contoh Soal Aset Tak Berwujud
Contoh Soal 1
Pada tanggal 1 Januari 2019, PT. Inti Sejahtera mendapatkan daftar pelanggan
dengan harga Rp. 6.000.000. Dalam database pelanggan tersebut terdiri dari informasi
nama, kontak, riwayat pesanan dan informasi demografis.
PT. Inti Sejahtera berharap dapat memperoleh keuntungan dari informasi tersebut
secara merata selama periode 3 tahun. Dalam hal ini daftar pelanggan merupakan aset
tak berwujud yang umur manfaatnya terbatas dan harus diamortisasikan.
Ditanya: Buatlah jurnal saat pembelian (1 Januari 2019) dan carilah beban
amortisasi setiap periode dan buatlah jurnalnya!
Jurnal saat pembelian (1 Januari 2019)
Daftar Pelanggan (Dr) Rp. 6.000.000
Kas (Cr) Rp. 6.000.000
Contoh Soal 2
Berdasarkan soal 1 jika PT. Inti Sejahtera menentukan bahwa perusahaan dapat
menjual daftar tersebut dengan harga Rp. 60.000 ke perusahaan lain pada akhir tahun
ke-3 maka buatlah jurnal dan perhitungan beban amortisasi pada setiap periodenya.
Contoh Soal 3
Pada tanggal 1 Januari 2019 PT. Makmur Jaya mengeluarkan biaya jasa hukum
sebesar Rp. 180.000 untuk mempertahankan paten. Dimana umur manfaat paten
tersebut adalah 20 tahun, dan diamortisasikan secara garis lurus.
Ditanya: Buatlah pencatatan pada tanggal 1 Januari 2019 dan pada tanggal 31
Desember 2019!
1 Januari 2019
Hak Paten (Dr) Rp. 180.000
Kas (Cr) Rp. 180.000
31 Desember 2019
Beban Amortisasi Hak Paten (Dr) Rp. 9.000
Akumulasi Amortisasi Hak Paten (Cr) Rp. 9.000
Didapat dari: Rp. 180.000/20 = Rp. 9.000
Contoh Soal 4
PT. Maju Jaya membeli PT. Makmur Sentosa dengan harga Rp. 1.500.000.000.
Nilai wajar aset PT. Makmur Sentosa ketika terjadinya transaksi adalah Rp.
Daftar Pustaka
Agoes, S. & Estralita. 2016. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Gunadi. 1997. Akuntansi Pajak disesuaikan dengan Undang-Undang Pajak Baru. Jakarta:
Grasindo
Juan, Ng Eng and Wahyuni, Ersa Tri. 2012. Panduan Praktis Standar Akuntansi
Keuangan, Edisi 2. Jakarta, Salemba Empat
Kartikahadi, Hans, Rosita Uli Sinaga, Merliyana Syamsul, Silvia Veronica Siregar, Ersa Tri
Wahyuni. 2016. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS, Edisi
kedua. Jakarta, Ikatan Akuntan Indonesia
Pardiar. 2010. Akuntansi Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media
Siswanto, E.H. & Tarmidi, D. 2020. Akuntansi Pajak Teori dan Praktik. Jakarta. Raja
Grafindo