Anda di halaman 1dari 14

1

MODUL PERKULIAHAN

W552100001 –
Akuntansi
Perpajakan
Investasi Jangka Panjang dan
Aset Tidak Berwujud

Abstrak Sub-CPMK

Pertemuan ini berisi tentang Sub-CPMK 2.4 – Investasi Jangka


Investasi Jangka Panjang Panjang dan Aset Tidak Berwujud
dan Aset Tidak Berwujud

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnis Magister Akuntansi


06 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Pendahuluan
Dalam Standar Akuntansi Keuangan, dijelaskan tentang Aset Tetap (PSAK 16),
Aset Tidak Lancar (PSAK 58), Property Investasi (PSAK 13) dan PSAK lainnya yang
menjelaskan standar pelaporan untuk aset yang lain.
Aset tak berwujud (intangible asset) merupakan aset dari perusahaan yang tidak
berbentuk fisik dan memiliki sifat aset jangka panjang, tentu saja diakui sebagai aset
karena merupakan milik perusahaan baik yang memang digunakan sendiri atau dijual
kepada pihak lain suatu hari nanti atau memang milik pihak lain yang hak nya dapat
digunakan perusahaan dengan pengeluaran sejumlah uang. Keberadaannya aset tak
berwujud tentu sangat penting bagi perusahaan sehubungan dengan pendapatan dan
produk perusahaan.
Mengapa aset tidak berwujud penting bagi Perusahaan? Jika suatu perusahaan
tidak mencantumkan aset tak berwujud, hal itu akan berpengaruh ke seluruh perusahaan.
Tingkat kepentingannya hampir sama dengan aset berwujud. Katakanlah sebuah
perusahaan akan dijual. Maka untuk menentukan nilai perusahaan, tidak hanya
berdasarkan modal semata, tetapi juga menghitung aset tak berwujud. Bahkan dalam
suatu kasus, nilai aset tak berwujud ini bisa lebih besar daripada modal perusahaan itu
sendiri. Itulah mengapa aset tidak berwujud juga berpengaruh terhadap laporan keuangan
perusahaan.

Investasi Jangka Panjang


Investasi jangka panjang adalah Investasi yang dilakukan dalam jangka waktu lebih
dari satu tahun dan tidak dimaksudkan untuk memutarkan kelebihan uang kas
dikategorikan sebagai investasi jangka panjang (long term investment). Bentuk-bentuk
investasi jangka panjang dapat berupa:
a. Penyertaan dalam bentuk saham, obligasi dan surat berharga lainya.
b. Dana untuk melunasi utang jangka panjang atau dana khusus lainya.
c. Aset lain-lain, seperti pembelian tanah dengan rencana penggunaan dimasa yang
akan datang.

Akuntansi untuk investasi dalam saham


Setelah investasi dibeli sangat tergantung sampai seberapa jauh perusahaan akan
dapat mempengaruhi kebijakan operasi dan keuangan perusahaan penerbit saham dan

2021 Akuntansi Perpajakan


2 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
persentase pemilikan saham dalam perusahaan. Metode pencatatan saham adalah
sebagai berikut:
a. Jika persentase pemilikan kurang dari 20%. Metode pencatatan dengan metode
nilai wajar/fair valued method.
b. Investasi dalam saham tersedia untuk dijual
c. Investasi dalam saham untuk diperdagangkan
d. Persentase pemilikan 20% sampai dengan 50%. Metode pencatatan dengan
metode ekuitas (equity method)
e. Persentase pemilikan lebih dari 50%, metode pencatatan dibuat laporan keuangan
yang dikonsolidasikan untuk kedua perusahaan itu.

Sedangkan beberapa metode pencatatan investasi dalam obligasi adalah: obligasi


yang dibeli untuk tujuan penanaman modal jangka panjang dicatat dengan jumlah harga
perolehannya yaitu harga beli ditambah semua biaya pembelian seperti komisi, materai,
provisi dan lain sebagainya. Apabila harga beli berbeda dengan nilai nominal obligasi,
selisihnya disebut agio atau disagio obligasi.
Sebagai contoh PT. Mei Jaya membeli obligasi PT. Mei Bong pada tanggal 1 April
2020, nominal Rp. 50.000.000, bunga 12% dengan harga beli sebesar 50.000.000. Biaya
pembelian, yaitu komisi dan materai sebesar 500.000. Bunga obligasi dibayarkan sebesar
1 Juni dan 1 Oktober.
Maka perhitungannya adalah:
Harga beli obligasi 50.000.000
Komisi dan materai 500.000
50.500.000

Bunga berjalan (1 april-1 juni): 2/12×12%x50.000.000 = Rp 1.000.000


Jumlah uang yang dibayarkan 51.500.000
Pada tanggal 1 Oktober 2020 yaitu tanggal pembayaran bunga akan dibuat jurnal sebagai
berikut:
Perhitungan bunga 6/12×12%x50.000.000 3.000.000
Jurnal:
Kas 3.000.000
Pendapatan bunga obligasi 3.000.000

Laba atau rugi dari penjualan investasi jangka panjang biasanya dilaporkan dalam
perhitungan laba-rugi. Penghasilan penjualan investasi umumnya dipisahkan dari

2021 Akuntansi Perpajakan


3 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha. Investasi jangka panjang dalam saham
dan obligasi dicatat sebesar harga perolehannya.

Aset Tidak Berwujud


Aset tak berwujud didefinisikan sebagai aset non-moneter yang dapat diidentifikasi
tanpa wujud fisik. Aset tak berwujud ini dimiliki perusahaan untuk dimanfaatkan oleh
perusahaan untuk menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada
pihak lain, atau untuk tujuan administratif.
Sebagaimana definisi tersebut, aset tak berwujud memiliki nilai ekonomis yang
dapat digunakan oleh perusahaan (yang menciptakan atau memiliki hak penggunaan)
baik dalam menghasilkan produk yang akan diserahkan dalam proses penjualan, proses
administrative atau untuk dijual kembali sehingga mendapatkan penghasilan.
Dalam standar akuntansi di Indonesia, aset tak berwujud dijelaskan pada PSAK 19
(revisi 2010) dimana isu utama yang dibahas adalah terkait pengukuran, pengakuan, dan
pengungkapan dalam hal 1) perlakuan akuntansi bagi aset tak berwujud yang tidak diatur
secara khusus pada standar lainnya, 2) kewajiban entitas untuk mengakui aset tak
berwujud, jika, dan hanya jika, kriteria-kriteria tertentu dipenuhi, serta 3) cara mengukur
jumlah tercatat dari aset tak berwujud dan menentukan pengungkapan yang harus
dilakukan bagi aset tak berwujud. Dengan banyaknya jenis aset tak berwujud, beberapa
standar akuntansi lain perlu diperhatikan pula untuk menyesuaikan perlakuan atas aset
tersebut contohnya adalah PSAK 22 tentang kombinasi bisnis yang dapat diperhatikan
sehubungan dengan goodwill yang timbul dari kombinasi bisnis.
Pada dasarnya, ada 3 karakteristik aset tak berwujud, yaitu:
1. Kurang memiliki eksistensi fisik, mendapatkan nilai dari hak dan keistimewaan yang
diberikan kepada perusahaan yang menggunakannya.
2. Bukan merupakan instrumen keuangan, menghasilkan nilainya dari klaim untuk
menerima kas atau ekuivalen kas di masa mendatang.
3. Bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, menyediakan jasa dalam
kurun waktu bertahun-tahun.

Selain karakteristik utama di atas, ada beberapa karakteristik pendukung aset tak
berwujud, seperti:
o Diperoleh melalui pengembangan atau dibeli secara terpisah atau menjadi satu
dengan aset lain.
o Secara tidak langsung digunakan dalam operasional perusahaan.

2021 Akuntansi Perpajakan


4 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
o Dipengaruhi oleh kegiatan kompetitor.
o Memiliki nilai pada perusahaan.
o Tidak ditentukan umur ekonomisnya.

Di awal perolehan aset tak berwujud harus diakui sebesar harga perolehannya,
sedangkan untuk periode berikutnya aset tak berwujud dilaporkan sebesar nilai
tercatatnya, sebagaimana aset tetap berwujud. Harga perolehan aset tak berwujud
ditentukan melalui cara perolehannya. Untuk aset tak berwujud yang didapatkan melalui
pembelian kas, maka harga perolehannya adalah sebesar jumlah uang yang dibayarkan.
Namun, jika aset tersebut didapatkan melalui proses pertukaran dengan aset lainnya, nilai
perolehannya menjadi sebesar perkiraan harga pasar dari aset yang digunakan sebagai
penukar. Untuk aset tak berwujud yang diperoleh karena akuisisi sebagai bagian dari
kombinasi bisnis, pengukuran aset disesuaikan dengan nilai wajar aset pada tanggal
akuisisinya. Aset tak berwujud diakui jika memiliki manfaat ekonomis masa depan dan
biayanya dapat diukur secara andal.
Pengukuran harga perolehan aset tak berwujud tersebut lebih mudah dan terukur
jika aset diperoleh dari pihak lain semisal paten atau franchise karena ada nilai uang yang
dikeluarkan untuk hak penggunaan aset tak berwujud tersebut. Dalam ketentuan pajak
tidak diatur secara khusus tentang pengakuan aset tak berwujud sehingga mengacu pada
standar akuntansi yang ada, namun pengukuran aset tak berwujud dilakukan sebesar
biaya perolehan aset tersebut sesuai pasal 10 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Bagaimana dengan aset tak berwujud yang diciptakan sendiri? Aset tak berwujud
yang masih dalam proses riset secara akuntansi belum diakui sebagai aset namun diakui
sebagai beban, sedangkan dalam ketentuan perpajakan khususnya pasal 6 ayat (1) huruf
h Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa biaya penelitian dan
pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
Aset tak berwujud diakui pada saat diperoleh, dengan ketentuan:
 Individu/Perusahaan berpotensi akan mendapatkan manfaat ekonomi di masa yang
akan datang dari aset tersebut.
 Biaya-biaya dalam perolehannya bisa diukur dengan handal.

Aset tak berwujud dinilai/diukur sesuai dengan harga perolehannya. Biaya


perolehan aset tidak berwujud terdiri dari:
 Harga beli termasuk bea masuk (import), dan pajak pembelian yang tidak dapat
dikembalikan, setelah dikurangkan diskon dan rabat;

2021 Akuntansi Perpajakan


5 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Segala biaya yang dapat dikaitkan secara langsung dalam mempersiapkan aset
tersebut sehingga siap untuk digunakan.

Pencatatan akuntansi untuk pembelian dan amortisasi aset tak berwujud secara
sederhana adalah sebagai berikut:
Pembelian Amortisasi
(D) Aset Tak Berwujud (D) Biaya Amortisasi
(K) Kas (K) Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud disajikan dalam neraca pada kolom aset, dan dicatat sesuai
dengan nilai bersih setelah dikurangi oleh akumulasi amortisasi.
Perlu diketahui bahwa setiap perusahaan wajib melaporkan jumlah pendapatannya
kepada pemerintah untuk kepentingan dalam membayar pajak. Pelaporan mengenai
pendapatan sudah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang mendukung dalam program Good Corporate
Governance (GCG) dengan tujuan agar pengelolaan suatu perusahaan dapat menjadi
lebih baik dan dapat memberikan rasa aman kepada para investor.
Syarat pengakuan pendapatan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
terbilang lebih ketat daripada menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hal ini
dikarenakan semua syarat pengakuan pendapatan dan manfaat ekonomi sehubungan
dengan transasksi yang mengalir ke perusahaan haruslah terpenuhi.
Pengakuan pendapatan dan penilaian aset tak berwujud sangat penting karena
pelaporan kepada pemerintah ini sebagai bentuk pelaksanaan hukum negara dan
pertumbuhan keuntungan sebagai tolak ukut dalam perkembangan sebuah perusahaan.
Jadi, tidak ada perusahaan yang tumbuh tanpa mengetahui dan memonitor kondisi
keuangannya. Monitor ini mutlak diperlukan untuk keberlangsungan hidup perusahaan
dalam jangka panjang.
Dari sisi perpajakan, perlakuan aset tak berwujud merujuk pada pasal 6 ayat (1) dan
sebagaimana pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dimana biaya
perolehan aset tak berwujud dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan. Sedangkan untuk amortisasi / biaya penyusutan aset tak
berwujud diatur dalam pasal 11A Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2021 Akuntansi Perpajakan


6 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Jenis Aset Tak Berwujud
Berikut ini adalah jenis aset tak berwujud yang umum digunakan oleh perusahaan
dengan karakter dan prosedur yang juga disesuaikan.
1. Hak Cipta

Diberikan pada penulis atau pencipta untuk menjual, mengawasi, atau menerbitkan
hasil karyanya. Hak cipta dapat dijual kepada pihak lain dengan perjanjian yang telah
disepakati. Harga perolehan hak cipta meliputi pengeluaran mulai penyusunan
sampai pengurusan ijin hak cipta hingga sertifikat hak cipta diterima.
Gambar 1 – Hak Cipta

Terkait penilaian dari aset tak berwujud berupa hak cipta, maka dinilai melalui dua
aspek, yaitu biaya awal dan amortisasinya. Biaya awal dari satu hak cipta dihitung
dari biaya saat menciptakan karya tersebut, biaya administrasi publikasinya, hingga
biaya hukum untuk mendapatkan hak cipta yang dimaksud. Bisa juga dihitung melalui
nilai beli, jika anda membeli hak cipta dari perusahaan atau individu lain. Lalu terkait
dengan biaya amortisasi, dihitung melalui estimasi waktu kegunaannya.

2. Hak Paten

Diberikan kepada pihak yang melakukan penelitian dan menemukan hal baru untuk
memproduksi, menjual, atau mengawasi temuannya dalam kurun waktu tertentu.
Harga perolehannya meliputi semua pengeluaran yang mencakup biaya penelitian,
pengembangan, pembuatan gambar, percobaan, dan pengurusan hak paten hingga
diterbitkannya sertifikat hak paten.
Gambar 2 – Paten

2021 Akuntansi Perpajakan


7 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Hak paten juga dinilai melalui dua aspek yaitu biaya awal dan amortisasi. Biaya awal
dari hak paten yang dibeli adalah biaya imbalan jasa hukum dari perusahaan yang
memilikinya sebelumnya. Atau biaya awal juga bisa dihitung dari biaya yang
dihabiskan selama masa penemuan melalui riset. Lalu terkait amortisasi adalah
penilaian nilai aset yang diestimasi berdasarkan masa kegunaan hak paten dikurang
dari sisa masa hak paten secara hukum.

3. Hak Merek Dagang

Hak cipta dan hak untuk menggunakan simbol dari suatu produk. Harga perolehan
hak merek dagang ini mencakup biaya perencanaan, desain, pembuatan logo atau
lambang termasuk perijinan merk dagang sampai sertifikat merek dagang diterbitkan.
Gambar 3 – Merek Dagang

Merek dagang juga bisa dinilai asetnya berdasarkan biaya hukum yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk mendaftarkan nama tersebut menjadi merek dagangnya.
Selain biaya hukum, tentunya ada biaya administrasi dan biaya lainnya yang
membuat merek dagang ini sangat berharga. Jika merek dagang dibeli dari
perusahaan lain yang mengalami penggabungan, maka nilai beli itu pun termasuk
menjadi biaya awalnya. Sedangkan terkait penilaian dari amortisasinya, juga sama
seberapa lama merek dagang ini diestimasikan untuk digunakan.

4. Hak Franchise

Gambar 4 – Franchise

2021 Akuntansi Perpajakan


8 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Menggunakan fasilitas tertentu dari suatu pihak ke pihak lain sebagai franchisee.
Pihak franchisee hanya diperkenankan menggunakan hak franchise sesuai dengan
kesepakatan, tidak berhak menjual hak franchise kepada pihak lain. Bagi pihak
franchisor harga perolehan hak franchise sebesar dana yang dikeluarkan untuk
mendapatkan izin hak franchise, sedangkan bagi franchisee harga perolehan sebesar
harga yang diberikan kepada franchisor.

5. Hak Sewa

Menggunakan aset tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian sewa menyewa.


Pencatatan akuntansi terhadap pengeluaran berkenaan dengan mendapatkan hak
sewa ditentukan dari cara pembayaran sewa yang dilakukan. Perolehan hak sewa
mencakup pembayaran sewa kepada pihak pemilik aset dan pengeluaran lain untuk
persiapan aset agar siap digunakan.

6. Hak Eksklusif

Hak khusus yang diberikan negara kepada suatu lembaga atau instansi untuk
mengelola fasilitas atau sumber daya alam milik negara. Harga perolehan dari hak ini
meliputi biaya survei, riset, pemetaan, eksplorasi, pembangunan fasilitas, perjanjian
dan biaya lainnya hingga hak tersebut dinyatakan siap.

7. Goodwill

Goodwill adalah suatu bagian aset dalam neraca keuangan perusahaan, yang masuk
dalam kategori aset yang tidak berwujud. Mengingat goodwill adalah aset yang tidak
berwujud, maka sulit diukur secara pasti. Namun, dari segi manfaat akan dirasakan
nantinya seperti nama besar, tingkat strategis dari sebuah produk atau perusahaan
dan lainnya. Saat pembelian atas perusahaan lain melebihi harga pasar aset bersih,
maka selisih tersebut yang dinamakan goodwill. Kesimpulannya goodwil adalah

2021 Akuntansi Perpajakan


9 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
sebuah representasi angka yang lebih besar dibandingkan nilai buku yang
dibayarkan suatu entitas untuk mendapatkan entitas lain.

Penilaian dari aset tak berwujud seperti goodwill dihitung melalui transaksi
pembeliannya dari perusahaan lain. Nilai beli ini adalah nilai beli perusahaan secara
bersih mencakup aset dan kewajiban dalam perusahaan tersebut. Lalu terkait dengan
nilai amortisasinya, goodwill di Indonesia diakui masa kegunaannya hingga tidak lebih
dari 5 tahun. Namun ada kemungkinan untuk memperpanjangan amortisasi hingga tidak
lebih dari 20 tahun dengan alasan yang dapat diterima.

Amortisasi Aset Tak Berwujud


Umumnya masa manfaat untuk aset berwujud tidak lebih dari 20 tahun sejak
digunakannya. Meskipun dalam PSAK, masa manfaat aset tak berwujud dapat terbatas
(ada batas waktu) atau tidak terbatas, dan dapat diperbaharui. Dalam mempertimbangkan
masa manfaat aset berwujud yang harus diperhatikan adalah:

1. Perkiraan penggunaan aset oleh organisasi dan efisiensi pengelolaannya.


2. Siklus hidup produk pada umumnya.

3. Keusangan teknologi atau teknis.

4. Kestabilan industri dimana aset digunakan dan tren pasar terhadap produk atau
jasa yang dihasilkan.

5. Perkiraan pemakaian dan efisiensi pengelolaan aset.

6. Estimasi tindakan pesaing.

7. Pengeluaran untuk pemeliharaan dalam hal mendapatkan masa manfaat.

8. Periode pengendalian aset.

9. Ketergantungan masa manfaat aset terhadap masa manfaat aset lainnya.

10. Aset tak berwujud bisa dalam bentuk hak yang melekat pada produk intelektual
dimana fasilitasnya digunakan oleh pihak lain.

2021 Akuntansi Perpajakan


10 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Dengan masa manfaat yang cukup panjang, maka aset tak berwujud harus
diamortisasi untuk menghitung penghasilan perusahaan kecuali untuk aset yang memiliki
masa manfaat tak terbatas. Dalam akuntansi, nilai residu aset tak berwujud bisa 0 atau
lebih dari 0 dan proses amortisasi dimulai ketika aset tersedia untuk digunakan.
Aset tak berwujud menurut akuntansi pajak terdapat dalam Pasal 11A UU PPh yang
menyebutkan bahwa aktiva tidak berwujud dilakukan terhadap pengeluaran untuk
memperoleh harta tidak berwujud dan pengeluaran lainnya. Dalam pasal tersebut,
amortisasi aset tak berwujud dibagi sebagai berikut:

Dengan pasal tersebut, amortisasi aset tak berwujud disesuaikan dengan masa
manfaat yang telah ditentukan, sedangkan untuk aset tak berwujud dengan masa manfaat
tak terbatas diamortisasi selama 20 tahun (paling lama). Sebagaimana aset tetap
berwujud, dalam ketentuan pajak juga diberlakukan bahwa tidak ada nilai residu untuk
aset tak berwujud, dan amortisasi dimulai dalam bulan ketika dilakukan pengeluaran,
serta hanya metode garis lurus dan saldo menurun yang dapat diakui dalam menghitung
beban amortisasi aset tak berwujud.
Contoh Soal Aset Tak Berwujud
Contoh Soal 1
Pada tanggal 1 Januari 2019, PT. Inti Sejahtera mendapatkan daftar pelanggan
dengan harga Rp. 6.000.000. Dalam database pelanggan tersebut terdiri dari informasi
nama, kontak, riwayat pesanan dan informasi demografis.
PT. Inti Sejahtera berharap dapat memperoleh keuntungan dari informasi tersebut
secara merata selama periode 3 tahun. Dalam hal ini daftar pelanggan merupakan aset
tak berwujud yang umur manfaatnya terbatas dan harus diamortisasikan.
Ditanya: Buatlah jurnal saat pembelian (1 Januari 2019) dan carilah beban
amortisasi setiap periode dan buatlah jurnalnya!
Jurnal saat pembelian (1 Januari 2019)
Daftar Pelanggan (Dr) Rp. 6.000.000
Kas (Cr) Rp. 6.000.000

2021 Akuntansi Perpajakan


11 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Beban amortisasi setiap periode (31 Desember 2019, 2020, 2021)
Rp. 6.000.000/3 = Rp. 2.000.000
Jurnal
Beban Amortisasi Daftar Pelanggan (Dr) Rp. 2.000.000
Akumulasi Amortisasi Daftar Pelanggan (Cr) Rp. 2.000.000

Contoh Soal 2
Berdasarkan soal 1 jika PT. Inti Sejahtera menentukan bahwa perusahaan dapat
menjual daftar tersebut dengan harga Rp. 60.000 ke perusahaan lain pada akhir tahun
ke-3 maka buatlah jurnal dan perhitungan beban amortisasi pada setiap periodenya.

Jurnal beban amortisasi setiap periodenya


Beban Amortisasi Daftar Pelanggan (Dr) Rp. 1.980.000
Akumulasi Amortisasi Daftar Pelanggan (Cr) Rp. 1.980.000

Didapat dari: Rp. 6.000.000 – Rp. 60.000 = Rp. 5.940.000


Rp. 5.940.000/3 = Rp. 1.980.000

Contoh Soal 3
Pada tanggal 1 Januari 2019 PT. Makmur Jaya mengeluarkan biaya jasa hukum
sebesar Rp. 180.000 untuk mempertahankan paten. Dimana umur manfaat paten
tersebut adalah 20 tahun, dan diamortisasikan secara garis lurus.
Ditanya: Buatlah pencatatan pada tanggal 1 Januari 2019 dan pada tanggal 31
Desember 2019!
1 Januari 2019
Hak Paten (Dr) Rp. 180.000
Kas (Cr) Rp. 180.000
31 Desember 2019
Beban Amortisasi Hak Paten (Dr) Rp. 9.000
Akumulasi Amortisasi Hak Paten (Cr) Rp. 9.000
Didapat dari: Rp. 180.000/20 = Rp. 9.000

Contoh Soal 4
PT. Maju Jaya membeli PT. Makmur Sentosa dengan harga Rp. 1.500.000.000.
Nilai wajar aset PT. Makmur Sentosa ketika terjadinya transaksi adalah Rp.

2021 Akuntansi Perpajakan


12 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2.400.000.000 dan nilai semua hutangnya adalah Rp. 1.000.000.000. Goodwill ini berlaku
selama 20 tahun.
Ditanya: Berapakah nilai goodwillnya dan buatlah jurnal saat pembelian serta saat
amortisasi!
Harga beli PT. Makmur Sentosa Rp. 1.500.000.000 (a)
Nilai Wajar Aset Netto Rp. 2.400.000.000
Nilai Utang (Rp. 1.000.000.000
Total Modal PT. Makmur Sentosa Rp. 1.400.000.000 (b)
Nilai Goodwill Rp. 100.000.000 (a-b)

Jurnal bagi PT. Maju Jaya pada saat terjadinya transaksi


Macam-macam aset (Dr) Rp. 2.400.000.000
Goodwill (Dr) Rp. 100.000.000
Macam-macam Utang (Cr) Rp. 1.000.000.000
Kas (Cr) Rp. 1.500.000.000

Goodwill akan diamortisasikan selama masa manfaatnya.


Rp, 100.000.000/20 = Rp. 5.000.000

Beban Amortisasi Goodwill (Dr) Rp. 5.000.000


Goodwill (Cr) Rp. 50.000.000

Daftar Pustaka
Agoes, S. & Estralita. 2016. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Gunadi. 1997. Akuntansi Pajak disesuaikan dengan Undang-Undang Pajak Baru. Jakarta:
Grasindo
Juan, Ng Eng and Wahyuni, Ersa Tri. 2012. Panduan Praktis Standar Akuntansi
Keuangan, Edisi 2. Jakarta, Salemba Empat
Kartikahadi, Hans, Rosita Uli Sinaga, Merliyana Syamsul, Silvia Veronica Siregar, Ersa Tri
Wahyuni. 2016. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS, Edisi
kedua. Jakarta, Ikatan Akuntan Indonesia
Pardiar. 2010. Akuntansi Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media
Siswanto, E.H. & Tarmidi, D. 2020. Akuntansi Pajak Teori dan Praktik. Jakarta. Raja
Grafindo

2021 Akuntansi Perpajakan


13 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Waluyo. 2017. Perpajakan Indonesia Buku Satu. Jakarta. Salemba Empat.

2021 Akuntansi Perpajakan


14 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai