Anda di halaman 1dari 11

1

MODUL PERKULIAHAN

W552100001 –
Akuntansi
Perpajakan
Pajak Tangguhan

Abstrak Sub-CPMK

Pertemuan ini berisi tentang Sub-CPMK 4.4 – Beda Waktu, Beban


pajak tangguhan dari mulai dan Manfaat Pajak Tangguhan, Aset
pengukuran, pengakuan dan Kewajiban Pajak Tangguhan,
hingga penyajian sesuai Pencatatan, Pengakuan dan
standar akuntansi
Penyajiannya

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnis Magister Akuntansi


14 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Pendahuluan
Akuntansi pajak tangguhan adalah pencatatan transaksi perusahaan yang berkaitan
dengan kewjiban pajaknya dapat ditunda sampai periode atau waktu yang diperbolehkan.
Hal ini disebabkan karena perbedaan temporer atau beda waktu pengakuan penghasilan
atau biaya antara akuntansi komersial dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Perbedaan temporer seperti yang dijelaskan di bab sebelumnya ini akan
menyebabkan terjadi pengakuan diakuntansi yang disebut dengan aset pajak tangguhan
maupun utang pajak tangguhan. Perbedaan temporer (temporary differences) adalah
perbedaan antara jumlah tercatat aset atau kewajiban dengan DPPnya. Perbedaan
temporer dapat berupa perbedaan temporer kena pajak dan perbedaan temporer yang
boleh dikurangkan. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences)
adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable
amounts).
Dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva
dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled). Sedangkan
perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) adalah
perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible
amounts). Dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat
aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).
Perlakuan akuntansi untuk pajak yang ditangguhkan alias ditunda, diatur dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 (PSAK No. 46) tentang “Akuntansi
Pajak Penghasilan” yang resmi dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Akuntasi
pajak yang ditangguhkan terdiri dari empat kegiatan, yaitu pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan.
a) Pengakuan
Pengakuan aktiva atau aset dalam kewajiban perpajakan yang ditunda pada
laporan keuangan. Artinya bahwa perusahaan yang menyusun laporan keuangan
dapat mengakui nilai tercatat pada aktiva atau akan melunasi nilai tercatat pada
kewajiban. Perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa
depan akan diakui sebagai kewajiban (utang pajak yang ditangguhkan dan
perusahaan harus mengakui adanya beban pajak tangguhan).
b) Pengukuran
Pengukuran pajak yang ditangguhkan akan dihitung dengan menggunakan tarif
yang berlaku di masa yang akan datang, seperti yang dinyatakan dalam PSAK No.
46 paragraf 30. Pengukuran atas kewajiban dan aset pajak yang ditunda harus dikur

2021 Akuntansi Perpajakan


2 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
dengan menggunakan tarif pajak yang akan diterapkan pada periode dimana aset
direalisasi atau kewajiban dilunasi. Yaitu dengan tarif pajak yang secara substansif
berlaku pada tanggal neraca. Secara teknis, pengakuan kewajiban dan aktiva pajak
yang ditunda ini dilakukan terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan.
Serta perbedaan temporer (waktu) antara laporan keuangan komersial dengan
laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
c) Penyajian
Aset dan kewajiban pajak yang ditangguhkan harus disajikan secara terpisah dari
aset atau kewajiban pajak terkini serta disajikan dalam unsur non current (tidak
lancar) dalam neraca. Sementara beban atau penghasilan (manfaat) pajak yang
ditangguhkan harus disajikan terpisah dengan beban pajak kini dalam laporan laba
rugi perusahaan. Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan secara terpisah
dari aset dan kewajiban lainnya dalam neraca. Aset dan kewajiban pajak yang
ditunda harus dibedakan dari aset pajak kini dan kewajiban pajak kini (PSAK No. 46
paragraf 45). Apabila dalam laporan keuangan suatu perusahaan, aset dan
kewajiban lancar disajikan terpisah dari aset dan kewajiban tidak lancar, maka aset
(kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset (kewajiban) lancar.
d) Pengungkapan
Pengungkapan pajak yang ditangguhkan diatur dalam PSAK No. 46 paragraf 56
sampai dengan paragraf 63. Pada paragraf 56 dijelaskan beberapa hal yang
berhubungan dengan pajak yang ditangguhkan dan harus diungkapkan dalam
catatan atas laporan keuangan, yaitu:
 Jumlah pajak kini dan pajak yang ditunda berasal dari transaksi-transaksi
yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.
 Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba
akuntansi dalam salah satu atau kedua bentuk berikut:
o Rekonsialisasi antara beban pajak dan hasil perkalian laba akuntansi
serta tarif pajak yang berlaku dengan mengungkapkan dasar
penghitungsn tarif pajak yang berlaku.
o Rekonsialisasi antara tarif pajak efektif rata-rata dan tarif pajak yang
berlaku, dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang
berlaku.
 Perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan dengan tarif yang
berlaku pada periode akuntansi sebelumnya.

2021 Akuntansi Perpajakan


3 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang
dapat dikurangkan dan sisa rugi yang dapat dikompensasikan ke tahun
berikut dan diakui sebagai aset pajak yang ditangguhkan pada neraca.

Beda Waktu
Rekonsiliasi fiskal beda waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu dari sistem
akuntansi dengan sistem perpajakan. Jadi dalam hal ini transaksi menurut akuntasi
komersial dan pajak sama, yang membedakan adalah waktu alokasi biaya. Contoh dari
beda waktu adalah:
1. Dana cadangan.
2. Selisih penyusutan/amortisasi komersial.

3. Accrual revenue

Selain beda tetap (permanent different), ada satu koreksi fiskal yang disebut dengan
beda waktu (time different). Beda waktu adalah perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang sifatnya sementara.
Artinya, koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak
tahun-tahun pajak berikutnya. Dalam hal ini, apabila suatu penghasilan atau biaya pada
periode tahun/periode saat ini tidak dapat diakui di dalam laporan laba/rugi, kemungkinan
akan dapat diakui pada periode tahun/periode yang akan datang.
Ada beberapa sebab atau kondisi terjadinya beda waktu. Beda waktu ini sebagian
besar disebabkan karena metode/asumsi yang digunakan di dalam akuntansi komersial.
Metode/asumsi ini akan berdampak pada penilaian akun-akun di dalam laporan
keuangan. Pada umumnya terjadi pada akun-akun persediaan, piutang dagang, aset
tetap, investasi, dan lain-lain.
Koreksi beda waktu juga dapat terjadi karena perbedaan metode penyusutan, di
mana menurut UU PPh, metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis
lurus (straight line method) dan saldo menurun (double declined method). Selain itu beda
waktu bisa terjadi karena adanya perbedaan pengukuran manfaat aset tetap berdasarkan
standar akuntansi atau ketentuan pajak, dimana dalam standar akuntansi aset disusutkan
sesuai masa manfaatnya sedangkan berdasarkan pasal 11 Undang-Undang pajak
penghasilan bahwa aset disusutkan sesuai ketentuan tersebut. Selain itu, perbedaan
beban penyusutan antara akuntansi dan pajak bisa disebabkan dari mulai beban
penyusutan diukur. Perbedaan waktu dari masa manfaat aset antara laporan komersial

2021 Akuntansi Perpajakan


4 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
dan laporan fiskal menyebabkan ada koreksi fiskal saat menghitung pajak penghasilan
kini (PPh pasal 17 atau PPh pasal 31E), namun perbedaan tersebut diukur dan diakui
serta disajikan dalam beban pajak tangguhan yang menjadi aset atau kewajiban pajak
tangguhan yang direalisasi pada masa mendatang.
Dalam hal perbedaan metode penilaian persediaan, UU PPh hanya
memperbolehkan metode penilaian persediaan berdasarkan nilai rata-rata (average
method) dan first-in first-out (FIFO). Untuk penyisihan piutang tak tertagih, menurut UU
PPh, piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan
sebagainya. Apabila terdapat perbedaan metode/asumsi antara komersial dan fiskal atas
akun-akun diatas, maka koreksi beda waktu akan terjadi.
Selain itu, pengakuan penghasilan berdasarkan cash basis dan accrual basis juga
dapat menjadi penyebab terjadinya koreksi beda waktu. Misalnya dalam akuntansi
komersial, pengakuan penghasilan/biaya untuk periode lebih dari satu tahun harus
dialokasikan sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with
revenue. Sementara, menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan/biaya
tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima atau dikeluarkan.

Beban dan Manfaat Pajak Tangguhan


Beban pajak (Penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak
tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode.
Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena pajak
(rugi pajak) untuk satu periode.
Beban (manfaat) pajak tangguhan merupakan dampak dari perbedaan temporer
yang menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada
periode masa depan.
Nilai aset atau manfaat dari pajak yang ditangguhkan akan menghapus kewajiban
perpajakannya. Oleh karena itu, tidak ada lagi kewajiban yang harus dibayarkan pada
masa mendatang. Nilai aset atau manfaat pajak ini timbul dari perbedaan antara laba
menurut akuntansi dan laba menurut pajak.

Aset dan Kewajiban Pajak Tangguhan


Menurut PSAK No 46 disebutkan bahwa Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax
liabilities) adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang

2021 Akuntansi Perpajakan


5 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Liabilitas Pajak Tangguh adalah
jumlah pajak penghasilan terutama pada priode masa depan sebagai akubat adanya
perbedaan temporer kena pajak.
Sedangkan Aset pajak tangguhan (deferred tax asset) adalah jumlah pajak
penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya
perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Aset pajak
tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa
depan sebagai akibat adanya:
1. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan;
2. Akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan
3. Akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan
mengizinkan.

Di dalam PSAK No 46 ini mengatur mengenai dasar pengenaan pajak dari asset
maupun liabilitas itu sendiri. DPP aset pajak tangguhan adalah jumlah yang dapat
dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena
pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut.
Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) tersebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP
aset adalah sama dengan nilai tercatat aset.
Artinya penilaian DPP ini didasarkan atas pengakuan dari penghasilan atau biaya
itu sendiri. Ketika biaya/penghasilan diakui atas dasar kas maka besarnya DPP aset
adalah nol karena sudah diakui pada saat itu. Namun ketika atas dasar accrual maka
besarnya DPP adalah sebesar nilai yang tercatat dari biaya/penghasilan.
DPP asset adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap
setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada
saat memulihkan nilai tercatat aset tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan)
tersebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP aset adalah sama dengan nilai tercatat
aset.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa aset pajak tangguhan timbul karena beda
temporer yang dapat dikurangi artinya kemungkinan dapat mengurangi besarnya pajak di
masa yang akan datang.
Sedangkan kewajiban pajak tangguhan timbul karena beda temporer kena pajak
artinya kemungkinan dapat menambah besarnya pajak di masa yang akan datang.
Sebagai ilustrasi dapat dijelaskan pada contoh di bawah ini:
1. Perusahaan membeli peralatan pada Januari 2010 senilai Rp. 100.000.000,-
Menurut komersial peralatan tersebut memiliki masa manfaat 5 tahun, sementara

2021 Akuntansi Perpajakan


6 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
menurut pajak peralatan tersebut masuk ke dalam Kelompok II yang memiliki masa
manfaat 8 tahun.

Pajak tangguhan yang dimaksud dari ilustrasi berikut adalah dengan adanya
perbedaan masa manfaat menurut pajak dan komersial yang juga mengikuti
besarnya beban yang diakui, maka mengkibatkan pajak yang harus dibayarnya
menjadi lebih besar di tahun ke 1 s.d tahun ke-5. Sebenarnya pajak yang dibayar
atas peralatan di atas, menurut komersial ataupun menurut pajak sama saja, hanya
dengan adanya aturan pajak maka dikoreksi sampai waktu yang ditentukan.

Perhitungan penyusutan dapat dilihat sbb:

Pada tahun ke-1 biaya penyusutan menurut akuntansi komersial sebesar Rp


20,000,000 dan menurut pajak Rp 12,500,000. Selisih sebesar Rp 7,500,000 tersebut
diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan, karena kemungkinan pada tahun yang akan
datang dapat menambah besarnya pajak terutang. Untuk mencatat koreksi ini adalah:
Dr – Beban Pajak Tangguhan 7,500,000
Cr - Kewajiban Pajak Tangguhan 7,500,000

PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan par. 26 menjelaskan bahwa


saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aset pajak tangguhan apabila
besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan memadai untuk dikompensasi.
Menurut PSAK 46 paragraf 27 diatur bahwa berikut ini adalah hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan apakah penghasilan kena pajak akan tersedia dalam
jumlah memadai untuk dikompensasikan:

2021 Akuntansi Perpajakan


7 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
1. Apakah perusahaan mempunyai perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah
yang memadai, yang memungkinkan sisa kompensasi dapat digunakan sebelum
masa berlakunya kadaluarsa;
2. Apakah perusahaan mungkin memperoleh laba fiskal agar saldo rugi fiskal yang
dapat dikompensasi kerugian dapat digunakan sebelum masa berlakunya daluarsa;
3. Apakah saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi timbul dari kasus-kasus tertentu
yang hampir tidak mungkin berulang.

Apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dapat
dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, maka aset pajak
tangguhan tidak diakui. Paragraf 28 mengatur mengenai penilaian kembali aset pajak
tangguhan. Pada setiap tanggal neraca, perusahaan menilai kembali aset pajak
tangguhan yang tidak diakui.
Perusahaan mengakui aset pajak tangguhan yang sebelumnya tidak diakui apabila
besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan akan tersedia untuk
pemulihannya.
Berdasarkan Undang undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh)
Pasal 6 ayat (2) diatur bahwa apabila penghasilan bruto setelah pengurangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai
dengan 5 (lima) tahun.
Contoh:
PT A selama 3 tahun berturut-turut diperoleh gambaran sebagai berikut:

Jika diasumsikan tarif pajak untuk ketiga tahun adalah 28% maka besarnya pajak
tagguhan pertahun adalah:
 Pajak Tangguhan Th 2008 = 20,000 X 28% = 5,600. Jika tahun sebelumnya
dianggap tidak ada kerugian maka jurnal untuk mencatatnya adalah:
Dr - Aset Pajak Tangguhan 5,600
Cr – Manfaat Pajak Tangguhan 5,600

2021 Akuntansi Perpajakan


8 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Pajak Tangguhan Th 2009 = 25,000 X 28% = 7,000. Karena tahun sebelumnya telah
dicatat aset pajak tangguhan sebesar 5,600 maka jurnal untuk mencatat aktiva pajak
tangguhan tahun ini sebesar 1,400 (7,000 – 5,600) adalah:
Dr - Aset Pajak Tangguhan 1,400
Cr – Manfaat Pajak Tangguhan 1,400

 Pajak Tangguhan Th 2010 = 10,000 X 28% = 2,800. Karena tahun sebelumnya telah
dicatat aset pajak tangguhan sebesar 5,600, sedangkan tahun ini aset pajak
tangguhan tahun ini sebesar 2,800 maka tahun ini dicatat kewajiban pajak tangguhan
sebesar 4,200 (5,600 – 2,800), maka jurnal untuk mencatatnya adalah:
Dr – Beban Pajak Tangguhan 4,200
Cr - Kewajiban Pajak Tangguhan 4,200

 Pada tahun 2011 nanti ketika saldo aset pajak tangguhan sebesar 2,800 akan
dikompensasikan dengan laba tahun 2011 maka jurnalnya adalah:
Dr – Beban Pajak Tangguhan 2,800
Cr - Kewajiban Pajak Tangguhan 2,800

Dari pengakuan pajak tangguhan atas kompensasi rugi fiskal pada tahun 2008-
2011, maka saldo neraca akan menjadi sebagai berikut:
 Tahun 2008 Aset Pajak Tangguhan 5,600
 Tahun 2009 Aset Pajak Tangguhan 1,400
 Tahun 2010 Kewajiban Pajak Tangguhan -4,200
 Tahun 2011 Kewajiban Pajak Tangguhan -2,800
Saldo 0

Contoh Soal Latihan Akutansi Pajak Tangguhan


1. PT ABC selama 3 tahun berturut-turut diperoleh gambaran sebagai berikut:
Jika diasumsikan tarif pajak ketiga tahun adalah 25%. Berdasarkan data di atas,
berapakah besarnya pajak tangguhan yang kan dicatat setiap tahunnya? Buatlah
jurnal yang diperlukan?

2021 Akuntansi Perpajakan


9 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2. Perusahaan membeli Mesin pada Juli 2010 senilai Rp. 500.000.000,- Menurut
komersial peralatan tersebut memiliki masa manfaat 15 tahun, sementara menurut
pajak peralatan tersebut masuk ke dalam Kelompok III yang memiliki masa manfaat
16 tahun.
Pertanyaan:
a. Berapakah besarnya pajak tangguhan yang akan dicatat setiap tahunnya?
b. Buatlah jurnal yang diperlukan?

2021 Akuntansi Perpajakan


10 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Daftar Pustaka
Agoes, S. & Estralita. 2016. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Gunadi. 1997. Akuntansi Pajak disesuaikan dengan Undang-Undang Pajak Baru. Jakarta:
Grasindo
Juan, Ng Eng and Wahyuni, Ersa Tri. 2012. Panduan Praktis Standar Akuntansi
Keuangan, Edisi 2. Jakarta, Salemba Empat
Kartikahadi, Hans, Rosita Uli Sinaga, Merliyana Syamsul, Silvia Veronica Siregar, Ersa Tri
Wahyuni. 2016. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS, Edisi
kedua. Jakarta, Ikatan Akuntan Indonesia
Pardiar. 2010. Akuntansi Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media
Siswanto, E.H. & Tarmidi, D. 2020. Akuntansi Pajak Teori dan Praktik. Jakarta. Raja
Grafindo
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Waluyo. 2017. Perpajakan Indonesia Buku Satu. Jakarta. Salemba Empat.

2021 Akuntansi Perpajakan


11 Dr. Deden Tarmidi, M.Ak., BKP.
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai