Anda di halaman 1dari 13

JUNUB DAN MANDI WAJIB

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu: Adi Wijaya,M.Pd.
Oleh Kelompok 3:

1. Himmatul Muyassaroh (203260018)


2. Eka Wulandari (201260010)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU(IAIMNU)
METRO LAMPUNG
TA.2020/2021
BAB I

A. Latar Belakang

Mandi besar, Mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air
suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh
tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk
menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
Maka dari itu kita sebagai ummat muslim sangat penting untuk mengetahui bagaimana
tata cara Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib sesuai dengan tuntunan Rosulullah
SAW. Agar ibadah-ibadah yang kita lakukan bisa diterima dan mendapatkan pahala.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan junub / janabah?
2. Apa dasar hukum mandi wajib?
3. Bagaimana tata cara mandi wajib?
4. Apa saja sebab – sebab yang mewajibkan mandi?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita
tentang Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Apalagi mandi wajib merupakan salah satu kewajiban kita sebagai ummat muslim yang
harus kita lakukan karna keluarnya cairan atau air mani\ melalui kemaluan kita baik
secara sadar ataupun tidak sadar, jadi kita perlu mengetahui dalil-dalil tentang tata cara
Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Junub/ Janabah

Junub / Janabah adalah salah satu hadas yang termasuk sebagai hadas besar
bersama dengan haid dan nifas. Dalam hal ini junub adalah ketika seseorang dalam
keadaan setelah mengeluarkan mani dan setelah berhubungan badan termasuk ketika
bahkan tanpa mengeluarkan mani ketika berhubungan badan. Dan karena bagi orang
yang melaksanakan sholat, baik sholat wajib ataupun sholat sunah tanpa bersuci
sebelumnya, baik bersuci dari hadas kecil dengan cara berwudhu, maka shalatnya
tidak sah. Sehingga bila junub digolongkan sebagai hadas besar maka seseorang
dalam keadaan junub tidak dapat menjalankan sholat sebelum mandi wajib.

Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl ( ‫) الغسل‬. Kata ini
memiliki makna yaitu menuangkan air ke seluruh tubuh. Sedangkan secara istilah,
para ulama menyebutkan definisinya yaitu: Memakai air yang suci pada seluruh
badan dengan tata cara tertentu dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya.

Adapun kata Janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh ( ‫ ) البُ ْع ُ@د‬dan lawan dari
َ ‫ض ُّد‬
dekat ( ‫القرابَة‬ ِ ) Sedangkan secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam
An-Nawawi rahimahullah berarti Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang
yang keluar mani atau melakukan hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu
junub karena dia menjauhi shalat, masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas
hal-hal tersebut.1 Mandi Janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'.
Mandi ini merupakan tatacara ritual yang bersifat ta`abbudi dan bertujuan
menghilangkan hadats besar.

B. Dasar Hukum Mandi Wajib

Telah di jelaskan dalam firman Alloh yang artinya: “Hai orang – orang yang
beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid ) sedang kan kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, sehingga kamu mandi.” (Q.S
An – Nisa’:43)

1
http://www.salaf.web.id
Dalam ayat yang lain juga dijelaskan yang artinya :”Dan jika kamu junub maka
mandilah.” (QS. Al Maidah:6).

C. Tata Cara Mandi Wajib


1. Fardu Mandi Junub / janabah
Untuk melakukan mandi janabah, maka ada tiga hal yang harus dikerjakan
karena merupakan rukun/pokok:
a. Niat
Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)
b. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari badan sesungguhnya merupakan syarat sah mandi
janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan
sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di
badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau
pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib
mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Untuk itu sangat dianjurkan sebelum mandi janabah dilakukan, mandi terlebih
dahulu seperti biasa, dengan sabun dan lain-lainnya, agar dipastikan semua najis
dan kotoran telah hilang. setelah itu barulah mandi janabah hanya dengan air saja.
c. Meratakan Air
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan
bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan
dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat
menghalangi masuknya air.
Rambut yang dicat dengan menggunakan bahan kimiawi yang sifatnya
menutup atau melapisi rambut, dianggap belum memenuhi syarat. Sehingga cat itu
harus dihilangkan terlebih dahulu. Demikian juga bila di kulit masih tersisa lem
yang bersifat melapisi kulit, harus dilepas sebelum mandi agar kulit tidak
terhalang dari terkena air. Termasuk yang dianggap tidak menghalangi air terkena
kulit adalah tinta pemilu, dengan syarat tinta itu tidak menutup atau melapisi kulit,
tinta itu hanya sekedar mewarnai saja.
Rosululloh SAW bersabda yang artinya:” Barang siapa yang meninggalkan satu
rambut saja yang tidak dibasuhnya maka ia harus mengulangi mandinya, karena
jika tidak, nerakalah tempatnya.”2
2. Tatacara Mandi Janabah :3
a. Niat di dalam hati dan tidak diucapkan
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab
radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya amalan-amalan seseorang tergantung niatnya,dan seseorang
akan mendapatkan balasan sesuai niatnya.” (HR. Bukhari I/9 hadits no. 1) dan
Muslim (I/1515 hadits no.1907))
Adapun niat cukup dalam hati tanpa perlu melafadzkannya. Mengenai bacaan
niat “Nawaitu rof’al hadasil akbar …..” tidak ditemukan ada dalilnya.
b. Membaca Bimillah
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu (H.R Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya. Lihat Irwa’ Al
Ghalil hadits no.81, syaikh Al Albani menghasankan hadits ini karena ada
banyak jalur periwayatan dan penguat (syawahid).
c. Mencuci kedua tangan sebelum dimasukkan/dicelupkan ke dalam
bejana/tempat air.
d. Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan untuk
mencuci kemaluan dengan tangan kiri dan dilakukan sebanyak dua atau tiga
kali.
e. Tangan kiri yang digunakan untuk mencuci kemaluan digosokkan/diusapkan
ke bumi/tanah atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali dilakukan dengan
sungguh-sungguh.
“Kemudian Beliau mengusap tanah dengan tangan kirinya lalu
menggosoknya dengan gosokan yang sungguh-sungguh…” (HR. Muslim
no.720).
f. Berwudhu sebagaimana wudhu hendak Shalat
Yakni melakukan madhmadhah (berkumur-kumur), istinsyaq (memasukkan
air ke hidung) dan istintsar (mengeluarkan air dari hidung), mencuci wajah,
dua lengan, mengusap kepala dan telinga.
2
Umar Abdul jabar,Mabadi fiqih jus 4,hal 17
3
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim,Fiqhus Sunnah Linnisa’,(pustaka khazanah
Fawa’id,Depok:2017)hal.79
g. Memasukkan jari jemarinya ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal
rambutnya sampai dipastikan kulit kepala terkena air. Setelah itu menuangkan
air sepenuh 2 telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali siraman.
“ Kemudian Beliau menyela-nyela rambutnya dengan tangannya hingga ketika
Beliau memastikan telah membasahi kulit kepalanya, Beliau pun menuangkan
air ke kepalanya tiga kali” (HR. Bukhari no.272 dan Muslim no.716).
Ketika membasuh kepala dimulai dari belahan rambut bagian kanan kemudian
kiri setelah itu bagian tengah. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda yangnartinya: “Adapun aku, aku menuangkan air ke kepalaku tiga
kali.”Dan Beliau mengisyaratkan dengan kedua tangannya. (HR. Bukhari
no.254 dan Muslim no.738).
“Rasulullah mengambil air dengan telapak tangannya lalu mulai
menuangkannya ke belahan kepalanya yang kanan kemudian yang kiri” (HR.
Bukhari no.258 dan Muslim no.723).
h. Membasuh dan meratakan air ke seluruh tubuh.
i. Bergeser sedikit dari tempat semula lalu mencuci kaki, sebagaimana hadits
Maimunah radhiallaahu ‘anha :
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhu untuk
mengerjakan shalat hanya saja Beliau tidak mencuci kakinya. Dan
(sebelumnya) Beliau telah mencuci kemaluannya dan kotoran yang
mengenainya. Kemudian Beliau menuangkan air ke atas tubuhnya, setelahnya
Beliau memindahkan kedua kakinya(berpindah dari tempat semula), lalu
mencuci keduanya.” (HR. Bukhari no.249 dan Muslim no.720).
Adapun hikmah diakhirkannya mencuci kaki, Al-Imam Al-Qurthubi
rahimahullaahu berkata : “Hikmah diakhirkannya mencuci kedua kaki agar
dalam mandi janabah itu diawali dan diakhiri dengan membasuh anggota
wudhu.” (Fathul Bari, I/470).
j. Tidak Berwudhu lagi setelah mandi
‘Aisyah radhiallaahu ‘anha mengabarkan :“Adalah Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wasallam mandi dan setelahnya shalat dua rakaat (qabliyyah shubuh)
dan shalat shubuh dan aku tidak melihat Beliau memperbaharui wudhu setelah
mandi”. (HR. Abu Dawud no.250, dishahihkan Syaikh Albani dalam Shahih
Sunan Abi Dawud)
Dengan demikian bila seseorang hendak mengerjakan shalat setelah mandi
janabah maka wudhu yang dilakukan saat mandi janabah telah mencukupinya
selama wudhu tersebut belum batal, sehingga ia tidak perlu mengulangi
wudhunya setelah mandi.
k. Mengeringkan air dari tubuh dengan mengeringkan/mengibaskan air dengan
tangan.
Hadits Maimunah radhiallaahu ‘anha disebutkan :
“….Maimunah berkata : Aku pun memberikan kain/handuk kepada Beliau
(untuk mengusap/mengelap tubuh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam)
namun Beliau tidak menginginkannya. Maka mulailah Beliau mengibaskan air
dengan tangannya.” (HR. Bukhari no.274 dan Muslim no.720).
Dari ucapan Maimunah radhiallaahu ‘anha tentang perbuatan Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika selesai mandi :
(Mulailah Beliau melakukan begini terhadap air yang menempel di tubuhnya)
ُ ُ‫ يَ ْنف‬mengibaskannya (HR. Muslim no.722) ada dalil tidak terlarangnya
yakni ُ‫ضه‬
mengibaskan atau menepiskan air dengan tangan dari anggota tubuh setelah
wudhu dan mandi. (Subulus Salam, I/141).
Adapun menyekanya dengan menggunakan kain, handuk atau yang selainnya
maka kita dapati ulama berselisih pendapat (ikhtilaf).
Pertama : Tidak mengapa melakukannya setelah berwudhu dan mandi,
demikian pendapat Anas bin Malik dan Ats Tsauri.
Kedua : makruh untuk dilakukan setelah wudhu dan mandi, sebagaimana
pendapat Ibnu ‘Umar dan Ibnu Abi Laila.
Ketiga : Dimakruhkan dalam wudhu namun tidak makruh bila dilakukan
setelah mandi, demikian pandangan Ibnu ‘Abbas. (Al-Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 3/222).
Dalam hal ini penulis lebih memilih pendapat yang pertama karena tidak
adanya dalil yang melarang dalam masalah ini. Adapun penolakan Beliau
bukan berarti larangan, namun Beliau lebih menyenangi mengibaskannya
dengan tangan Beliau atau karena perkara yang lainnya. Sehingga apabila
mengibaskan dengan tangan dibolehkan (mubah) berarti tansyif semisalnya
juga dibolehkan, karena mengibaskan dengan tangan dan menyeka dengan
handuk sama-sama bertujuan menghilangkan air yang menempel di tubuh.
Wallaahu ‘alam.
D. Sebab – Sebab Yang Mewajibkan Mandi
Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk
mandi janabah.Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan.
Tiga lagi sisanya hanya terjadi pada perempuan.4
1. Keluar Mani
Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik dengan
cara sengaja (masturbasi) atau tidak. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW
berikut ini : Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya
sperma). (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun ada sedikit perbedaan pandangan dalam hal ini di antara para fuqaha'.
Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al- Hanabilah mensyaratkan keluarnya
mani itu karena syahwat atau dorongan gejolak nafsu, baik keluar dengan sengaja
atau tidak sengaja. Yang penting, ada dorongan syahwat seiring dengan
keluarnya mani. Maka barulah diwajibkan mandi janabah.
Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah memutlakkan keluarnya mani, baik karena
syahwat atau pun karena sakit, semuanya tetap mewajibkan mandi janabah.
Sedangkan air mani laki-laki itu sendiri punya ciri khas yang membedakannya
dengan wadi dan mazi : Dari aromanya, air mani memiliki aroma seperti aroma
'ajin (adonan roti). Dan seperti telur bila telah mongering, Keluarnya dengan cara
memancar,Rasa lezat ketika keluar dan setelah itu syahwat jadi mereda.
Mani Wanita
Dari Ummi Salamah radhiyallahu anha bahwa Ummu Sulaim istri Abu
Thalhah bertanya,"Ya Rasulullah, sungguh Allah tidak mau dari kebenaran,
apakah wanita wajib mandi bila keluar mani? Rasulullah SAW menjawab,"Ya,
bila dia melihat mani keluar". (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa wanita pun mengalami keluar mani, bukan hanya
laki-laki.
2. Bertemunya Dua Kemaluan
Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-laki
dan kemaluan wanita. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan
(jima'). Dan para ulama membuat batasan : dengan lenyapnya kemaluan
4
Ibid. Hal 16
(masuknya) ke dalam faraj wanita, atau faraj apapun baik faraj hewan. Termasuk
juga bila dimasukkan ke dalam dubur, baik dubur wanita ataupun dubur laki-laki,
baik orang dewasa atau anak kecil. Baik dalam keadaan hidup ataupun dalam
keadaan mati. Semuanya mewajibkan mandi, di luar larangan perilaku itu.
Hal yang sama berlaku juga untuk wanita, dimana bila farajnya dimasuki oleh
kemaluan laki-laki, baik dewasa atau anak kecil, baik kemaluan manusia maupun
kemaluan hewan, baik dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati, termasuk
juga bila yang dimasuki itu duburnya. Semuanya mewajibkan mandi, di luar
masalah larangan perilaku itu.
Semua yang disebutkan di atas termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi,
meskipun tidak sampai keluar air mani. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW
berikut ini : Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua
kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu
mewajibkan mandi janabah. Aku melakukannya bersama Rasulullah SAW dan
kami mandi. Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila
seseorang duduk di antara empat cabangnya kemudian bersungguh-sungguh
(menyetubuhi), maka sudah wajib mandi. (HR. Muttafaqun 'alaihi).
Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Meski pun tidak keluar mani"
3. Meninggal
Seseorang yang meninggal, maka wajib atas orang lain yang masih hidup
untuk memandikan jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw tentang orang
yang sedang ihram tertimpa kematian : Rasulullah SAW bersabda,"Mandikanlah
dengan air dan daun bidara`. (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Haidh
Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada
seorang wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru
menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat. Dalilnya adalah firman Allah SWT
dan juga sabda Rasulullah SAW : Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan
diri. (QS. Al- Baqarah : 222)
Nabi SAW bersabda,`Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai
(dari haidh), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)
5. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah
melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi wajib, meski bayi yang dilahirkannya itu
dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau
melahirkan, maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah.
Hukum nifas dalam banyak hal, lebih sering mengikuti hukum haidh.
Sehingga seorang yang nifas tidak boleh shalat, puasa, thawaf di baitullah, masuk
masjid, membaca Al-Quran, menyentuhnya, bersetubuh dan lain sebagainya.
6. Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati,
maka wajib atasnya untuk melakukan mandi wajib. Bahkan meski saat melahirkan
itu tidak ada darah yang keluar. Artinya, meski seorang wanita tidak mengalami
nifas, namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah, lantaran persalinan yang
dialaminya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa 'illat atas wajib mandinya wanita yang
melahirkan adalah karena anak yang dilahirkan itu pada hakikatnya adalah mani
juga, meski sudah berubah wujud menjadi manusia. Dengan dasar itu, maka bila
yang lahir bukan bayi tapi janin sekalipun, tetap diwajibkan mandi, lantaran janin
itu pun asalnya dari mani.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Junub / Janabah adalah salah satu hadas yang termasuk sebagai hadas besar
bersama dengan haid dan nifas. Dalam hal ini junub adalah ketika seseorang
dalam keadaan setelah mengeluarkan mani dan setelah berhubungan badan
termasuk ketika bahkan tanpa mengeluarkan mani ketika berhubungan badan.
Dan karena bagi orang yang melaksanakan sholat, baik sholat wajib ataupun
sholat sunah tanpa bersuci sebelumnya, baik bersuci dari hadas kecil dengan
cara berwudhu, maka shalatnya tidak sah. Sehingga bila junub digolongkan
sebagai hadas besar maka seseorang dalam keadaan junub tidak dapat
menjalankan sholat sebelum mandi wajib.
2. Dasar hukum mandi wajib : Telah di jelaskan dalam firman Alloh yang
artinya: “Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri masjid ) sedang kan kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, sehingga kamu mandi.” (Q.S An –
Nisa’:43)
3. Tata cara mandi junub/janabah, fardunya ada 3 yaitu niat,menghilangkan najis
dan meratakan air.
4. Sebab – sebab yang mewajibkan mandi yaitu: keluarnya mani, bertemunya
dua kemaluan, meninggal, haid, nifas dan melahirkan.
B. Penutup
Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan dan haturkan kehadirat Allah
SWT. Yang telah memberikan taufik hidayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini walaupun dalam bentuk yang sederhana. Atas
segala bantuan dan saran. Kami ucapkan banyak terimakasih dan semoga
Allah membalas semua kebaikan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya, Amin.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.salaf.web.id
Malik,Abu Kamal bin Sayyid Salim,Fiqhus Sunnah Linnisa’,(pustaka
khazanah Fawa’id,Depok:2017)
Umar Abdul jabar,Mabadi fiqih jus 4,

BIODATA KELOMPOK 3
Nama : Himmatul Muyassaroh
NPM : 203260018
TTL : Jayasakti, 11 Oktober 1999
Alamat: Desa jayasakti, kec. Anak Tuha, Kab. Lampung Tengah
Riwayat Pendidikan
SD : SDN 1 Jayasakti
Mts : Bustanul Ulum
MA : Bustanul Ulum

Nama : Eka Wulandari


NPM : 201260010
TTL : Bangun Sari, 01 Juni 2002
Alamat: Desa bangun sari, kec. Negeri katon, kab. pesawaran
Riwayat Pendidikan
TK : TK ABA Bangunsari
SD : SDN 20 Negeri Katon
Mts : Mts Minhadlul Ulum Trimulyo
MA : MA Minhadlul Ulum

Anda mungkin juga menyukai