Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


MINGGU KE – 6 (ENAM)
RUANGAN INTERNE WANITA (IW)
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD STAGE V”

OLEH :
DESRILA INDRA SARI, S.Kep
2141312028

KELOMPOK S

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. MULYANTI ROBERTO, M.Kep

PEMBIMBING KLINIK :
Ns. FARIDA KURNIATI, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD STAGE V”

A. Landasan Teoritis Penyakit :


1. Defenisi
Gagal ginjal kronis atau Chronic Kidney Desease adalah kegagalan fungsi ginjal
untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) didalam darah (Muttaqin, 2012). Gagal ginjal kronis
merupakan tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogrn lain dalam darah) (Haryono, 2012). Chronic Kidney Desease merupakan
gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan
yang oersisten dan dampak yang bersifat berkelanjutan. (Prabowo, Pranata, 2014).
National Kidney Foundation (2002) menjelaskan bahwa Chronic Kidney Desease
merupakan kerusakan ginjal atau GFR <60 ml/ menit/1,73 m selama 3 bulan atau
lebih dan gagal ginjal dikatakan sudah sampai tahap akhir jika GFR mencapai < 15
ml/menit/1,73 dengan atau tidak dialisis (National Kidney Foundation,2002).
2. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.
Sebagai bagian dari sistem urine, ginjal berfungsi menyaring kotoran
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk
urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut
nefrologi
Ginjal berjumlah 2 buah, berat + 150 gr (125–170 gr pada Laki-laki, 115–155
gr pada perempuan); panjang 5–7,5 cm; tebal 2,5–3cm. Letak retroperitoneal
sebelah dorsal cavum abdominal, ginjal kiri bagian atas V. Lumbal I, bagian
bawah V. Lumbal IV pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih rendah.
Ginjal mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1) Mengatur volume cairan dalam tubuh
Kelebihan cairan dalam tubuh dikeluarkan sebagai urine encer dalam jumlah
besar.Kekurangan air atau kelebihan keringat menyebabkan urine diekskresikan
lebih pekat sehingga susunandan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif
normal.
2) Mengatur Keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion
Ini terjadi jika plasma terdapat pemasukan atau pengeluaran abnormal dari ion
ion.Akibat pemasukan garam atau penyakit ginjal akan meningkatkan eksresi ion
ion penting urine : Na, K, Cl, Ca dan Fosfat.
3) Mengatur keseimbangan Asam basa dalam tubuh
Hal ini terjadi karena makanan yang dimakan.Apabila banyak makan
sayur urine akan basa.Jika asam terjadi karena campuran makanan.
4) Ekskresi sisa sisa hasil metabolisme
Bahan bahan yang diekskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik,obat,hasil
metabolism hemoglobin dan bahan kimia.
5) Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal akan mengeksresikan hormone rennin yang berfungsi dalam mengatur
tekanan darah. Serta hormone dihidroksi kolekalsifenol atau vitamin D aktif
untuk absorbs ion kalsiumdalam usus.
6) Pengatur tekanan darah
Memproduksi enzim rennin,angiotensin dan aldosteron untuk mengatur tekanan
darah.
7) Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan dan bahan kimia asing dari tubuh.
3. Fisiologi Ginjal
a. Korteks renalis
Merupakan bagian luar Ginjal yang berwarna merah coklat terletak langsung
dibawah kapsula fibrosa dan berbintik bintik.Bintik bintik pada korteks renalis
karena adanya korpuskulus renalis dari Malphigi yang terdiri atas Kapsula
Bowmann dan Glomerulus.
(1) Kapsula Bowmann
Kapsula Bowmann merupakan permulaan dari saluran ginjal yang meliputi
Glomerulus
(2) Glomerulus\
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh pembuluh darah pada
ginjal.Secara fisiologis pada bagian Glomerulus terjadi filtrasi darah untuk
mengeluarkan zat zat yang tidak digunakan oleh tubuh.
(3) Tubulus renalis
Tubulus renalis merupakan bagian korteks yang masuk kedalam medula
di antara priramida renalis,sering disebut kolumna renalis.
b. Medula renalis
Medula renalis terletak dekat hilus,sering terlihat garis aris putih karena adanya
saluran yang terletak di piramida renalis.Tiap piramida renalis mempunyai basis
yang menjurus ke arah korteks dan apeksnya bermuara kedalam kaliks miror
sehingga menimbulkan tonjolan yang dinamakan papila renalis yang merupakan dasar
sinus renalis.Jaringan medula dari piramida renalis ada yang menonjol masuk ke
dalam jaringan korteks disebutfascilus radiatus ferreini.
(1) Lengkung henle
(2) Dukstus koligentes
(3) Duktus Bellini/Duktus papilaris
4. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik dikategorikan berdasarkan dua hal yaitu : atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang dihitung
dengan menggunakan rumus Kockeroft –Gault.
Berdasarkan LFG, Chronic Kidney Desease diklasifikasikan sebagai berikut
(McClellan, 2006) :
Klasifikasi CKD
Derajat Deskripsi GFR ( ml/menit/1,73 m2
1 Terjadi kerusakan ginjal namun nilai ≥90
LFG masih normal
2 Terjadi kerusakan ginjal dengan nilai 60 – 89
LFG turun ringan
3 Terjadi kerusakan ginjal dengan nilai 30 – 59
LFG turun sedang
4 Terjadi kerusakan ginjal dengan nilai 15 – 29
LFG turun berat
5 Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG turun < 15

5. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadi chronic kidney
desease. Akan tetapi yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjalsecara progresif.
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan CKD bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan luar ginjal (Muttaqin, 2012). Beberapa penyebab CKD menurut
Haryono (2012), yaitu :

a) Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)

b) Penyakit peradangan (Glomerulonefritis)

Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi


streptococcus. Untuk gromerolus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat
mengakibatkan ekskresi air, natrium, dan zat– zat nitrogrn berkurang sehingga timbul
edema dan azotemia, peningkatan aldosteron menyebabkan restensi air dan natrium.
Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara
progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut, berat klebih kurang dengan
permukaan bergranula. Ini disebabkan umlah nefron berkurangkarena iskemia, karena
tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.

c) Penyakit vaskuler hipertensf ( Nefrosklerosis, Stenosis Arteri Renalis)

Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.Sebaliknya,


CKD dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme. Retensi Na dan H2O,
pengaruh vesopresor dari sistem renin, angiotensin dan defisiensi prostaglandin.
Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama CKD, terutama pada populasi
bukan orang kulit putih.
d) Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliartritis nodusa, sklerosis sitemik).
e) Penyakit kongenital dan herediter ( penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
Penyakit ginjal polikistik yang dtandai engan kista multiple, bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan
ekskresi H+ dari tubulus ginjal/ kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR
yang memadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolik.
f) Penyakit metabolik ( DM, gout, hiperparatiroidisme)
g) Nefropati toksik
Penyalahgunaan analgesik, nefropati timah
h) Nefropati obstruktif ( batu saluran kemih)
Traktus urinarius bagian atas (batu neoplasma, fibrosisretroperitonral) dan traktus
urinarius bagian bawah (hipertrofi prostat, striktur uretra, anomaly congenetal
leher vesika urinaria dan uretra).
6. Patofisiologi
Patofisiologi awalnya tergantung dari penyakit yang mendasari dan pada
perkembangan lebih lanjut proses yang terjadi hampir sama. Secara ringkas
patofisiologi Chronic Kidney Desease dimulaipada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat0 zat sisa masih
bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal
turun kurang dari 25 % normal, manifestasi kolinis chronik kidney desease
mungkin minimal karena nefron – nefron sisa yan sehat mengambil alih fungsi
nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorbsi dan sekresinya, sertamengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron – nefron tersebut
ikut rusak dan akhirnya mari. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntutan pada nefron – nefron yang ada untuk meningkatkan
reabsorbsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron – nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan
renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat
menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal,
dengan tujuan agar terjadi penigkatan filtrasi protein-protein plasma. Konddisi
akan bertambah buruk dengansemakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai
respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis
dengan manifestasi penumpukan metabolit – metabolit yang seharusnya
dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang
memberikanbanyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
7. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Chronic Kidney Desease dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebgaai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki
fungsi yang banyak ( organs multifunction), sehingga kerusakan kronis secara
fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan
vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh Chronic
Kidney Desease ( Prabowo, 2014, Robinson, 2013) :
a) Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi makan timbul hipotensi, mulut kering, penurunan
turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran
(somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan
cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda
paling khas adalah terjadinya penurunan urin output dengan sedimentasi yang tinggi.
b) Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmya, kardiomyopati, uremic perkarditis, effusi
perikardial ( kemungkinan bisa terjadi temponade jantung), gagal jantung, edema
periorbital dan edema perifer.
c) Sistem Pernapasan
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
cracles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak napas.
d) Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal kerena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan
juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/
usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti
anoreksia, nausea, dan vomiting.
e) Integumen

Kulit pucat, kekuning – kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp. Selain itu,
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea
pada kulit.
f) Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya
memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma dan
kejang.
g) Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi
aldosteron, dan kerusakan metabolismekarbohidrat.
h) Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia, dan
kerusakan platelet.
i) Muskuloskletal
Nyeri pada sendi dan tulang, deminarelisasi tulang, fraktur pathologis, dan
kalsifikasi ( otak, mata, gusi, sendi, miokard).

8. Komplikasi
Menurut Smeltzer dalam Rudi Haryono (2012), komplikasi Chronic Kidney
Desease yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Hiperkalemia, akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,katabolisme dan
masukan diit berlebihan
b. Perikarditis, Efusi perikardial dan temponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan diallisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin, angiotensin, dan aldesteron.
d. Anemia, akibat penurunan eritropoitin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang, akibat retensi fosfat, kadar kalium serum, yang rendah
metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang Chronic Kidney Desease menurut Haryono(2012)
sebagai berikut :

a. Urin
 Volume : Biasanya kurang dari 4000ml/24 jam (oliguria)/ anuria
 Warna : Secara abnormal urin keruh, mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan,
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobulin, forfirin.
 Berat jenis : < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat).
 Osmolalitas : < 340 Mosm/kg menunjukkan kerusakan modular dan rasio
urin/sering 1:1
 Kliren kreatinin : Mungkin agak menurun.
 Natrium : > 40 ME o/% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
 Protein : Derajat tingi protein ( 3 – 4+) secara bulat, menunjukkan
kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada. pH, kekeruhan,
glokusa, SDP dan SDM.
b. Darah
 BUN : urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein, peningkatan
BUN dapat meerupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau gagal
ginjal.
 Kreatinin : Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan
kreatinin fosfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kreatinin
meningkat.
 Elektrolit : Natrium, kalium, kalsium dan fosfat
Hematologi : Hb, trombosit, Ht, dan leukosit.

c. Pielografi intravena

Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter


d. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
e. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnostik histologis
f. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif.
g. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit danasam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda – tanda perikarditis.
10. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal (Suharyanto, 2013).
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.

Pengobatan :
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
 Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi
ion hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat
terjadinya gagal ginjal.
 Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal
lanjur. Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adlah 40 – 80
mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat – obatan yang tinggi kadar
kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia.
 Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40 – 90 mEq/hari (1 – 2 g Na).
Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung
kongestif.
 Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus
diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain
data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah
pengukuran berat badan harian.
2) Pencegahan dan Pengobatan komplikasi
(1) Hipertensi
 Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan
 Pemberian obat antihipertensi : metildopa (aldomet), propranolol,
klonidin (catapres)
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa,pemberian
antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi
dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler
melalui ultrafiltrasi.
 Pemberian diuretik : furosemid (lasix)
(2) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena
bila K+ serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia
dan juga henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian
glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam
sel, ataudengan pemberian kalsium glukonat 10%
(3) Anemia

Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi


eritropoetin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormon
eritropoein, yaitu rekombinan eritropoetin (r-EPO) (Eschbach et al,
1987), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan
transfusi darah.
(4) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO, plasma turun
dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan
pemberian Na HCO, ( natrium bikarbonat)paranetral. Koreksi Ph darah
yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus
dimonitor dengan seksama.
(5) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberin gel yang dapat menikat fosfat
di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama
dengan makanan
(6) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal
lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam
urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang
dihasilkan tubuh.
a) Dialis dan Transpartasi

Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan


transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita
dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donorginjal.
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100
ml pada laki laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4
ml/menit.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis Pada Pasien Chronic Kidney Desease
a. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, alamat, jam dan tanggalmasuk,
no rekam medis, diagnosa medis, nama oenanggung jawab, umur,
penanggung jawab serta alamat, jasa pelayanan.
b) Riwayat Kesehatan
(a) Keluhan Utama (Alasan Masuk RS)
Pada CKD keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan
ginjal, kondisi yang mendasari dan usia pasien. Pada pasien CKD
biasanya mengeluhkan mual dan muntah, gatal pada kulit, kulit pucat,
volume urin sedikit, merasa lemah, napas berbau, edema pada kaki dan
sesak napas (Prabowo, et al, 2014).
(b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada pasien CKD biasanya terjadi penurunan urin output, penurunan


kesadaran, perubahan pola napas, karena komplikasi dari gangguan
sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada
napas. Selain itu, karena berdampak pada proses metabolisme maka
akan terjadi anoreksia, nausea, vomit sehingga beresiko untuk
terjadinya gangguan nutrisi (Prabowo, et al, 2014).

(c) Riwayat Kesehatan Dahulu


CKD dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai
penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu
akan menegaskan untuk menegakkan masalah. Kaji riwayat penyakit
ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan khususnya obat yang
bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang mampu
mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang
langsung mempengaruhi/ menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes
milletus, hipertensi dan batu salurankemih (Prabowo, et al, 2014).
(d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah pasien mempunyai penyakit keturunan, apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
(Suhardjono, 2001).
c) Pengkajian Fungsional Gordon
(a) Pola Persepsi Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Pasien yang menyadari penyakitnya akan mencari tahu tentang penyakit
yang dideritanya, sehingga kepatuhan akan mengkonsumsi obat lebih
diperhatikan, dan melakukan penanganan awal dengan tepat. Selain itu
kaji riwayat alergi dan jenis obat yang biasa dikonsumsi pasien
(Suhardjono, 2001).
(b) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien CKD mengalami peningkatan berat badan cepat karena cairan
yang tertahan dalam tubuh. Namun ada beberapa yang mengalami
penurunan berat badan. Hal ini terjadi karena adanya anoreksia, mual,
muntah, dan rasa matalik tidak sedap pada mulut (Suhardjono, 2001).
(c) Pola Eliminasi
Pasien CKD mengalami penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (pada
gagal ginjal tahap lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Terjadi perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah atau coklat
(Suhardjono, 2001).
(d) Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien CKD biasanya menderita kelelahan ekstrem, kelemahan dan
malaise. Ditandai dengan kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan
rentang gerak. Selain itu pasien juga mengalami dispnea, peningkatan
frekuensi/ kedalaman pernapasan(Suhardjono, 2001).
(e) Pola Istirahat dan Tidur
Pasien CKD mengalami gangguan tidur seperti imsomniadan gelisah
(Suhardjono, 2001).
(f) Pola Persepsi Sensori
CKD menyebabkan gangguan kognitif dan persepsi dengan gejala sakit
kepala, nyeri panggul dan kaki, penglihatan kabur, kram otot, rasa
terbakar pada kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas
bawah, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, hingga penurunan kesadaran(Suhardjono,
2001).
(g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji bagaimana konsep diri dan persepsi pasien terhadap dirinya pada pasien
dengan CKD sering merasa putus asa dan tidak mau mengikuti pengobatan
yang disarankan oleh tenaga kesehatan dan merasa malu dengan kondisi
tubuhnya (Suhardjono, 2001).
(h) Pola Peran dan Hubungan
Kaji bagaimana peran dan hubungan pasien sebelum sakit, dan bagaimana
peran hubungan pasien saat sakit (Suhardjono, 2001).
(i) Pola Reproduksi dan Seksual
Kaji kondisi seksualitas dan reproduksi pasien, apakah pasien memiliki
pasangan atau keluarga, bagaimana hubungan pasien dengan keluarga, Apakah
pasien mempunyai masalah dengan alat reproduksi. Pada pasien CKD
mengalami penurunan libido, amenorea, infertilitas (Suhardjono, 2001).
(j) Pola Koping dan Toleransi Stres
Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga, serta kemapuan koping pasien
dalam menghadapi masalah/ penyakit yang dialami. Pasien CKD menunjukkan
gejala stres, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, masalah financial dan
hubungan tak ada kekuatan.Ditandai dengan ansietas, menolak takut, marah,
mudah terangsang,dan perubahan kepribadian (Suhardjono, 2001).
(k) Pola Nilai dan Keyakinan
Kaji agama dan kepercayaan yang dianut oleh pasien dan keluarga,
pengaruh kepercayaan dalam manajemen pengobatan, serta hal – hal
yang harus dipatuhi oleh pasien sesuai dengan agamadan kepercayaan.
d) Pemeriksaan Fisik
(a) Keadaan umum : Lemah - buruk
(b) Tingkat kesadaran : Kompos mentis - koma
(c) Pengukuran Antropometri : berat badan menurun, LILA menurun.

e) Pemeriksaan Penunjang
(a) Urin
 Volume, biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguri) atau urin
tidak ada
 Warna, secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat.
 Berat jenis urin, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
 Klirens kreatinin, mungkin menurun
 Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
 Protein, derajat tinggi proteinuria (3 – 4 +) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
(b) Darah
 Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adanya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7 – 8 gr
 Sel darah merah, menurun pada defesiensi eritropoetin seperti
azotemia. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasilakhir katabolisme
protein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
 Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan).
 Magnesium fosfat meningkat
 Kalsium menurun
 Protein (khusus albumin, kadar serum menurun menunjukkan
kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
 Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg, seringsama
dengan urin.
(c) Pemeriksaan Radiologi
 Foto ginjal, ureter dan kandung kemih : menunjukkan ukuran
kandung kemih, refluks kedalam ureter an retensi.
 Ultrasonografi ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
 Pielogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler
 Sistouretrogram berkemih : menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter dan retensi.

 Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopi untuk


menentukan sel jaringan untuk diagnosus hostologis,
 Endoskopi ginjal dan nefroskopi : dilakukan untuk
menentukan pelvis ginjal.
 Elektrokardiografi (EKG) : mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
 Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsfikasi.
 Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan
posisi ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
 CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal.
 Magnetic Resonan Imaging/MRI untuk mendeteksi struktur
ginjal, luasnya lesi invasif ginjal.
f) Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Sudoyo, dkk (2009) tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat adalah :
1. Mengkaji status nutrisi
2. Melaksanakan program diet untuk menjamin, masukan nutrisi yang
sesuai dalam batas – batas program penanganan.

3. Beri masukan intake cairan yang adekuat untuk mengurangi


kesempatan pembentukan batu ginjal akibat urin yang terlalu pekat
4. Meningkatkan rasa positif dengan mendorong peningkatan
perawatan diri
5. Memberikan dukungan emosi yang besar bagi pasien dan keluarga
yang berhubungan dengan sejumlah perubahan yang dialami
6. Memberikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan keluarga
mengenai penyakit ginjal tahap akhir.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada Chronic Kidney Desease menurut
Smeltzer dan Bare (2008) adalah :

1) Perfusi jaringan renal tidak efektif berhubungan dengan gangguan afinitas


Hb oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi,
gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena.

2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, penurunan


energi/kelelahan, perusakan/pelemahan muskuloskeletal, kelelahan otot
pernafasan , hipoventilasi sindrom
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah, asupan cairan berlebihan
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah, intake tidak adekuat
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi
produk sampah
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (misalnya :
alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint), immobilitas fisik,
radiasi, usia yang ekstrim, kelembaban kulit, obat- obatan
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan proses penyakit.

c. Rencana Asuhan Keperawatan

No NANDA NOC NIC

1 Keperawatan Perfusi Eliminasi Urin Manajemen Cairan


Jaringan Renal Tidak • Pola eliminasi • Monitor status hidrasi
Efektif • Bau urin dbn (kelembaban membrane
Defenisi : Penurunan • Jumlah urin dbn mukosa, TD ortostatik, dan
sirkulasi darah ke • Kejernihan urin keadekuatan dinding nadi)
ginjal. Faktor Resiko : • Urin yang keluar • Monitor hasil labor terkait
• Usia lanjut Disertai nyeri(-) (ureum, albumin, total
• Diabetes mellitus • Pengosongan protein, serum
osmolalitas
• Terpapar toksik kandung kemih dan urin)
• Glomerulonephritis • Protein urin (-) • Monitor adanya tanda-tanda
• Hipertensi • Urin yang bebas cairan berlebih/ retensi
• Hipovelemia dari darah (CVP menigkat, udem,
• Hipoksemia • Keton urin distensi vena leher dan
• Hipoksia • Keseimbangan asites)
• Infeksi (sepsis) Cairan • Monitor tanda-tanda vital
• Penyakit • Tekanan sistol dan • Berikan diuretik, jika
diperlukan Monitor Cairan
keganasan diastol dalam batas • Kaji riwayat jumlah dan tipe
(kanker) normal intake cairan dan pola
• Asidosis metabolic • Keseimbangan eliminasi
• Penyakit ginjal intake dan output • Kaji kemungkinan faktor
• Merokok dalam 24 jam resiko terjadinya imbalance
• Respons • Tidak ada cairan (seperti : hipertermia,
inflamasi gangguan mental, gagal jantung, diare, muntah,
sistemik orientasi kognitif dan infeksi)
kekuatan otot • Monitor BB, intake dan
output
• Na, K, Cl, Ca, Mg,
• Monitor nilai elektrolit urin
BUN, Kreatinin dan
dan serum
Biknat dalam batas
• Monitor membran mukosa,
normal
turgor dan rasa haus
• Tidak ada distensi
• Monitor warna dan kuantitas
vena leher
urin
• Tidak ada udem
• Monitor distensi vena leher,
perifer dan asites
edem perifer dan peningkatan
• Tdak ada rasa haus
BB
yang abnormal
• Monitor tanda dan
• Kelembaban
gejala asites
mukosa kulit
• Elektrolit serum • Pertahankan keakuratan
Dbn catatan intake dan output
• Hematokrit dbn
Pasien Hemodialisis:
• Berat jenis urin dbn
• Observasi terhadap
dehidrasi,
kram otot dan aktivitas kejang
• Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
hemodialisa
• Monitor hasil labor terkait
(kreatinin serum, natrium
serum, kalium)
• Jelaskan prosedur
hemodialisa
dan tujuannya
• Kolaborasi dengan pasien
dan
keluarga dalam menjalan
terapi
Pasien Peritoneal Dialisis:
• Kaji temperatur, tekanan
darah, denyut perifer,
pernafasan dan BB
• Kaji BUN, kreatinin pH,
HMT, elektrolit selama
prosedur
• Monitor adanya distress
Pernafasan
2 Pola Nafas Tidak Status Pernafasan Manajemen Jalan Nafas
Efektif • Tingkat pernafasan ● Buka jalan nafas
Defenisi : Inspirasi • Irama pernafasan ● Posisikan pasien untuk
atau ekspirasi yang • Kedalaman memaksimalkan ventilasi
tidak menyediakan inspirasi ● Lakukan fisioterapi dada
ventilasi yang adekuat. • Suara nafas jika perlu
Batasan Karakteristik : auskultasi ● Keluarkan sekret dengan
• Nafas dalam • Kepatenan jalan batuk
• Perubahan nafas atau suction
gerakan dada • Saturasi oksigen ● Auskultasi suara nafas,
• Bradipnue • Penggunaan otot catat adanya suara tambahan
• Penurunan bantu pernafasa (-) ● Informasikan pada
tekanan ekspirasi • Retraksi dinding pasien dan
• Penurunan dada (-) keluarga tentang tehnik
tekanan inspirasi • Sianosis (-) relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas
• Penuruna • Dispnue (-) ● Ajarkan bagaimana batuk
n ventilasi • Sesak nafas (-) efektif
• Dispnue • Nafas cuping
hidung (-) ● Monitor pernafasan dan
• Nafas
• Batuk (-) status oksigenasi
cuping hidung
Status Pernafasan : Monitor Pernafasan
• Takipnue
Kepatenan Jalan ● Monitor frekuensi,
• Penggunaan
Nafas irama, kedalaman, dan
otot bantu
• Tingkat pernafasan kekuatan respirasi
pernafasan Faktor
• Irama pernafasan ● Catat pergerakan dada, lihat
yang
• Kedalaman kesimetrisan, penggunaan otot
berhubungan:
pernafasan bantu nafas, dan retraksi
• Ansietas
• Kemampuan ● Pantau adanya
• Posisi tubuh
membersihkan sekret suara nafas ngorok
• Deformitas tulang
• Cemas (-) ● Pantau pola pernafasan
• Deformitas
• Tersedak (-) (bradipnue, takipnue,
dinding dada
• Nafas cuping pernafasan kusmaull,
• Kerusakan kognitif
hidung (-) pernafasan biot, pernafasan
• Kelelahan
• Dispnue (-) chines)
• Hiperventilasi
Penggunaan otot ● Pantau tingkat
• Kerusakan
bantu pernafasan (-) saturasi oksigen
muskuloskeleta
• Batuk (-) ● Pantau adanya kelelahan
• Imaturasi
pada
neurologis
• Disfungsi otot-otot pernafasan
neuromuscular ● Auskultasi bunyi nafas
• Obesitas
• Nyeri
Terapi Oksigen

• Kelelahan otot • Bersihkan mulut, hidung dan

pernafasan sekret trakea

• Injuri tulang • Pertahankan jalan nafas

belakang yang

paten

• Observasi adanya tanda


tanda
hipoventilasi

• Sediakan peralatan oksigen


sesuai kebutuhan

• Berikan oksigen sesuai order


• Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

• Monitor efektifitas terapi

3 Kelebihan Volume Keseimbangan Manajemen Cairan

Cairan Cairan • Pertahankan posisi tirah

Definisi: Peningkatan • Tekanan darah baring selama masa akut

retensi cairan isotonik. dalam rentang yang • Kaji adanya peningkatan


Batasan Karakteristik : diharapkan JVP,

• Bunyi nafas • CVP dalam edema dan asites

tambahan rentang • Tinggikan kaki saat


• Ansietas yang diharapkan berbaring

• Azotemia • Tekanan arteri rata • Buat jadwal masukan cairan


• Perubahan tekanan rata dalam rentang • Monitor intake nutrisi
darah yang diharapkan • Timbang BB secara berkala
• Perubahan status • Nadi perifer teraba • Monitor TTV
mental • Keseimbangan • Pantau haluaran urine
• Perubahan pola intake dan output (karakteristik, warna, ukuran)
respirasi dalam 24 jam
• Keseimbangan cairan secara
• Suara nafas
• Penurunan 24 jam
tambahan tidak
hematokrit • Monitor tanda dan
ada
• Perubahan gejala asites dan edema
• Berat badan stabil
hemoglobin • Ukur lingkaran
• Tidak ada asites
• Dispnue abdomen, awaaaasi
• Tidak ada distensi
• Edema tetesan infus
vena
• Ketidakseimbangan • Pantau albumin serum
• Tidak ada
elektrolit • Kaji tirgor
edema perifer
kulit Monitor
• Hidrasi kulit
Cairan
• Peningkatan tekanan • Tentukan riwayat jumlah
• Membran mukosa
vena sentral dan tipe intake cairan dan
basah
• Asupan eliminasi
• Serum elektrolit
melebihi haluaran • Tentukan kemungkinan faktor
dbn
• Distensi resiko dari ketidakseimbangan
• Hematokrit dbn
vena jugularis cairan (hipertermia, terapi
• Tidak ada
• Oliguria diuretik, kelainan renal, gagal
rasa haus
• Efusi jantung, diaporesis, disfungsi
yang abnormal
pleura Faktor hati)
• Mampu
yang • Monitor berat badan
berkeringat
berhubungan • Monitor serum dan
• Tidak demam
: elektrolit urine
• Monitor serum dan
osmolaritas urine
• Monitor BP, HR, RR
• Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
• Monitor parameter
hemodinamik
invasif
• Catat secara akurat intake
dan output

• Monitor membran mukosa


dan
turgor kulit, serta rasa haus
• Monitor warna dan jumlah
DAFTAR PUSTAKA

Bargman JM, Skorecki K. (2010). Chronic Kidney Desease. Editor: Harrison’s Nephrology
and acid base disorder. Edisi 1. New York : The MacGraw-Hill Companies.

Black, J.M & Hawks, J.H. (2014). Medical surgical nursing clinincal management for
positive outcome. 7th ed. St. Lous : Elsevier.

Brunner & Suddarth. (2004). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah alih bahasa agung
widoyo, dkk. Editor Monika ester.dkk. Jakarta : EGC.

Bulecheck, G. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC) fifth edition.


Philadelphia: Elsevier’s Healt Science Right Department.

Haryono, Rudi. (2013).Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Indonesia Renal Register. (2015). 6th Report Of Renal Registry. IRR: 19-24.
Lubkin & Larsen. (2007). Cronic Ilness Impact and Intervention. Philadelphia:Elsevier.
Moorhead, et al. (2008). Nursing Outcaome (NOC) fourth edition. Philadelphia: Elsevier’s
Health Science Right Departmen.

Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika.

Prabowo, Eka & Pranata, Anda. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan
Pendekatan NANDA, NIC, dan NOC. Yogyakarta: Nuhu Nedika.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Jakarta :EGC.

Stanley, Farahani, Lankarani, M,M & Assari. (2011). Benefits of a Holistic Breathing
Technique in Patients on hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, 38 (2), 149-
152.
Suharyanto, Toto & Majid, Abdul. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM.

Wilkinson. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai