PPh Pasal 23
a. Pemotong PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) adalah
Badan Pemerintah
Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
Penyelenggara Kegiatan
Bentuk Usaha Tetap
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya.
Orang Pribadi Sebagai Wp Dalam Negeri Tertentu Yang Ditunjuk Oleh
Dirjen Pajak
b. Penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau BUT yang dikenakan pemotongan
PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) adalah sebagai berikut :
Dividen (selain dividen ke OP / ke PT dengan penyertaan saham diatas 25%)
Bunga (kecuali bank)
Royalti
Hadiah dan Penghargaan sehubungan dengan kegiatan selain yg telah
dipotong PPh Ps. 21. Yang memiliki NPWP dikenakan tarif 15% yang tidak
memiliki NPWP dikenakan tarif 30%.
Sewa (selain sewa tanah dan bangunan)
Imbalan sehubungan dengan :
- jasa teknik
- jasa manajemen
- jasa konsultan
- jasa lain yg ditetapkan dirjen pajak selain jasa yg telah dipotong pph psl 21
yang memiliki NPWP dikenakan tarif 2%, yang tidak memiliki NPWP
dikenakan tarif 4%.
c. Jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% menurut PMK-
244/PMK.03/2008 adalah sebagai berikut :
• Jasa penilai (appraisal);
• Jasa aktuaris;
• Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
• Jasa perancang (design);
• Jasa pengeboran (drilling) di bidang migas, kecuali yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap (BUT);
• Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
• Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
• Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
• Jasa penebangan hutan;
• Jasa pengolahan limbah;
• Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services);
• Jasa perantara dan/atau keagenan;
• Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
• Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
• Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
• Jasa mixing film;
• Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan;
• Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
• Jasa peraqatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
• Jasa maklon;
• Jasa penyelidikan dan keamanan;
• Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
• Jasa pengepakan;
• Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi;
• Jasa pembasmian hama;
• Jasa kebersihan atau cleaning service;
• Jasa katering atau tata boga.
d. Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 menutut Pasal 23 ayat (4) UU PPh
adalah sebagai berikut :
• Penghasilan yang dibayar/terutang kepada bank dan lembaga keuangan;
• Sewa yang dibayarkan/terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
• Dividen/bagian laba yg diterima/diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba di tahan; dan
- bagi PT, BUMN, BUMD saham yang dimiliki minimal 25%.
1. Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota dari Perseroan Komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, Persekutuan, Perkumpulan, Firma dan
Kongsi.
2. SHU koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya
3. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
PMK Nomor 251/PMK.03/2008 (Jasa Keuangan selain bank yang dikecualikan
dari pemotongan PPh Ps 23), dasar hukumnya adalah pasal 23 ayat (4) huruf h yang
menyebutkan bahwa :
Atas penghasilan berupa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran
pinjaman dan atau pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan
berbasis syariah sehubungan dengan jasa keuangan yang dibayarkan atau terutang
kepada badan usaha:
1. Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan
lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha
dari Menteri Keuangan
2. BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan
sarana pembiayaan bagi UMKM termasuk PT Permodalan Nasional Madani, yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan, tidak dilakukan
pemotongan PPh Pasal 23.
2. Perbankan Syariah
a. Pajak Penghasilan
Pemerintah mengakomodasi aturan pajak penghasilan untuk kegiatan syariah ke
dalam Pasal 31D Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, bahwa ketentuan mengenai
perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha
panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batu bara, dan bidang usaha
berbasis syariah diatur atau berdasarkan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah
yang dimaksud dalam Pasal 31D Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 sudah
diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tanggal 3 Maret 2009
tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Adapun ketentuan yang
diatur dalam peraturan pemerintah ini adalah
1. Kegiatan dalam usaha berbasis syariah dilakukan melalui beberapa
pendekatan, antara lain: transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dun
musyarakah; transaksi juul-beli dalam bentuk murabahah, salam, dan istishna;
transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik; dan
transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qardh.
2. Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau
pemungutan pajak dari kegiatan usaha berbasis syariah berlaku mutatis mutandis
ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Ketentuan perpajakan yang
berlaku umum berlaku pula umuk kegiatan berbasis syariah.
3. Hak pihak ketiga atas bagi hasil yang dbayarkan oleh bank syariah merupakan
biaya yang dapat dibebankan.
4. Ketentuan mengenai tata cara pengenaan pajak penghasilan untuk usaha
berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Memeri Keuangan
Pemerintah telah menerbitkan dua peraturan berbentuk Peraturan Menteri Keuangan
untuk mengatur pengenaan pajak penghasilan atas kegiatan usaha pembiayaan syariah
dan usaha perbankan syariah. Peraturan pertama, yaitu Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 136/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan
Usaha Perbankan Syariah. Peraturan yang kedua yatu Peraturan Merteri Keuangan
Nomor 137/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghusilan untuk Kegiatan
Usaha Pembiayaan Syariah.