INTOLERANSI MAKANAN
Oleh:
Muhammad Ifzar Akbari, S.Ked
040548220222205
Pembimbing :
dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Referat
Intoleransi Makanan
Oleh:
Muhammad Ifzar Akbari, S.Ked
040548220222205
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 26 Oktober
s.d 30 November 2020.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Intoleransi Makanan” untuk memenuhi tugas referat sebagai bagian dari sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan pelajaran
bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
2.1 Intoleransi Makanan ...................................................................................... 2
2.1.1 Definisi .............................................................................................. 2
2.1.2 Epidemiologi .................................................................................... 2
2.1.3 Etiologi .............................................................................................. 2
2.1.4 Klasifikasi ......................................................................................... 6
2.1.5 Patofisiologi................................................................................... 11
2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................................ 11
2.1.7 Diagnosis ........................................................................................ 13
2.1.8 Diagnosis Banding ....................................................................... 16
2.1.9 Tatalaksana .................................................................................... 16
2.1.10 Edukasi dan Pencegahan.............................................................. 16
2.1.11 Prognosis ......................................................................................... 17
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Intoleransi makanan adalah reaksi abnormal terhadap makanan karena adanya defek
enzim atau defek transpor. Reaksi pada intoleransi makanan tidak diperantarai sistem imun,
berbeda dengan alergi makanan. Makanan yang dapat menyebabkan intoleransi misalnya
makanan yang mengandung laktosa, fruktosa, bahan aditif, dan FODMAP (fermentable
oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols).4,5,6
Pasien dengan intoleransi makanan umumnya datang dengan nyeri perut, kembung, dan
diare. Gejala pada sistem organ lain seperti sesak napas, urtikaria, dan angioedema juga dapat
muncul namun lebih jarang. Gejala ini biasanya muncul dalam hitungan jam dan dapat bertahan
sampai hitungan jam hingga hari.7,8,9
Berdasarkan European Academy for Allergy and Clinical Immunology, kondisi
intoleransi makanan harus memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu gejala dapat muncul kembali
jika mengonsumsi makanan yang sama, mekanismenya tidak dimediasi oleh sistem imun, dan
tidak disebabkan oleh keracunan makanan.10,11,12
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang secara pasti dapat memastikan diagnosis
intoleransi makanan. Pemeriksaan secara objektif yaitu food challenge dapat digunakan untuk
memastikan apakah gejala akan muncul kembali setelah diberikan makanan serupa.10,11,12
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap makanan,
terjadi karena cara tubuh memproses makanan atau komponen yang ada dalam
makanan. Disebabkan karena nonimmunologic atau mekanisme non-IgE, termasuk
reaksi toksik, farmakologis, idiosinkratik, metabolisme, pencernaan, psikologis, atau
idiopatik terhadap makanan atau zat kimia dalam makanan. Gejala yang disebabkan
oleh intoleransi makanan termasuk gangguan gastrointestinal, kulit, dan pernapasan
dan banyak mirip dengan alergi makanan. Oleh karena itu intoleransi makanan harus
dipertimbangkan dalam membedakan diagnosis alergi makanan. Oleh karena itu
alergi kulit atau tes darah tidak berguna dalam diagnosis dan pengobatan dalam
kondisi ini.10,11
2.1.2 Epidemiologi
Sekitar 6% anak mengalami reaksi alergi makanan dalam tiga tahun pertama
kehidupannya, termasuk sekitar 2,5% alergi susu sapi, 1,5% alergi telur, dan 1% alergi
kacang. Penelitian telah menunjukkan bahwa prevalensi alergi kacang meningkat
selama dekade terakhir. Kebanyakan anak cenderung mengatasi alergi susu dan telur
pada usia sekolah. Sebaliknya, anak-anak dengan alergi kacang tanah, kacang-
kacangan, atau makanan laut mempertahankan alerginya seumur hidup.10,11
2.1.3 Etiologi
Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap makanan yang
disebabkan oleh mekanisme non imunologi atau non-IgE tidak melibatkan sistem
kekebalan dan terjadi karena adanya cara tubuh dalam memproses makanan atau
komponen dalam makanan. Dapat disebabkan oleh racun, farmakologis, metabolisme,
reaksi pencernaan, psikologis, idiosinkrasi, atau idiopatik terhadap suatu makanan
atau zat kimia dalam makanan itu. Misalnya, seorang individu bisa tidak toleran
terhadap susu bukan karena alergi terhadap protein susu, tetapi karena
ketidakmampuan untuk mencerna laktosa.10,11
2
Cause Associated Food(s) Symptoms
Gangguan
Gastrointestinal
Kekurangan Enzim
Makanan mengandung
Kembung, lendir, diare,
Lactase laktosa dan susu
sakit perut
mamalia
Glucose-6 phosphate
Fava atau kacang lebar Anemia hemolitik
dehydrogenase
Makanan mengandung Kembung, lendir, diare,
Fructase
sukrosa atau fruktosa sakit perut
Penyakit
3
Berbagai macam gejala
Reaksi Psikologis atau Gejala dapat dipicu
yang melibatkan sistem
Neurologis oleh makanan apa pun
apa pun
Makanan
Amina Vasoaktif
4
Makanan
Makanan berwarna
kuning atau kuning-
Hives, ruam, asma
jingga artifcial,
Tartrazine or FD&C minuman ringan,
yellow no. 5 beberapa obat-obatan
peningkat flavour
Sulfites
Udang, alpukat,
kentang instan, buah-
Sodium sulfite,
buahan dan sayuran
potassium sulfite,
kering, dan buah-
sodium metabisulfite, Asma akut dan anafilaksis,
buahan dan sayuran
potassium kehilangan kesadaran
segar yang diolah
metabisulfite, sodium
dengan sulfit untuk
bisulfite,
mencegah browning,
potassium bisulfite, jus asam, anggur, bir,
sulfur dan banyak makanan
5
dioxide Olahan
Reaksi terhadap
Kontaminasi Mikroba
atau Racun dalam
Makanan
Keracunan ikan scombroid
Proteus, klebsiella atau Ikan scombroid yang
(gatal, ruam, muntah,
bakteri Escherichia tidak didinginkan
diare); reaksi tipe
coli menyebabkan (tuna, bonita,
anafilaksis
histidin terurai mackerel); panas
menjadi histamin toksin stabil
Diproduksi
Kerang laut paralitik (mati
Remis dan kerang
rasa progresif dari kepala
yang menelan
Gonyaulax catenella ke
(merah organisme yang lengan); sering menjadi
menghasilkan fatal
Pasang
saxitoxin, stabil panas
enterotoxin
2.1.4 Klasifikasi
A. Intoleransi Makanan Umum
6
Polyol (misalnya sorbitol, mannitol, maltitol, xylitol dan isomalt).
Beberapa anak mengalami kesulitan mencerna lebih dari satu dari molekul-
molekul tersebut (misalnya fruktosa dan laktosa). Anak-anak lain mungkin
menemukan bahwa gejala mereka menurun ketika mereka mengurangi frekuensi
konsumsi jenis makanan tersebut. Biasanya makanan-makanan ini tidak harus
dihilangkan sama sekali. Gejala malabsorpsi FODMAP termasuk kembung, gas,
sakit perut, diare atau bahkan sembelit
a. Intoleransi laktosa
7
dikeluarkan melalui rektum dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistim portal
dan dikeluarkan melalui sistem pernapasan
b. Malabsorpsi fruktosa
Fruktosa adalah karbohidrat, atau gula, yang ditemukan dalam buah. Ini
ditemukan dalam jumlah berlebihan dalam beberapa buah dan berbagai sayuran.
Anak-anak dengan intoleransi fruktosa dapat menderita diare, angin, kembung
dan sakit perut. Orang dengan malabsorpsi fruktosa tidak perlu menghindari
semua buah. Sebaliknya mereka harus mengurangi asupan buah yang memicu
gejala mereka, dan menggantinya dengan buah yang mereka tolerir lebih baik.
18
c. Malabsorpsi Sorbitol
Fructan dan galactans adalah karbohidrat yang diserap oleh semua orang
sampai batas tertentu. Namun, anak-anak dapat mentoleransi berbagai tingkat
molekul ini dan beberapa anak akan mengalami gejala ketika makan jumlah
yang ditoleransi dengan baik oleh orang lain. Fruktan dan galaktan ditemukan
dalam makanan seperti bawang, bawang putih, daun bawang, sejumlah besar
gandum dan kacang-kacangan (misalnya kacang panggang, lentil, kacang arab).
Seperti karbohidrat lain yang kurang diserap, makanan ini tidak perlu
dikeluarkan sepenuhnya dari makanan (meskipun bawang, bawang putih dan
kacang-kacangan bisa sangat bermasalah). 18
2. Zat Aditif Makanan dan Bahan Kimia
8
kecemasan, depresi, serangan panik, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan, kesulitan
belajar, tantangan menyemprotkan dan nyeri sendi antara lain. 18
Zat aditif makanan yang dapat menyebabkan gejala intoleransi meliputi: 18
a. Pewarna buatan
b. Pewarna alami
c. Pengawet
d. Antioksidan sintetis
9
e. Penguat rasa
g. Salisilat
Salisilat adalah senyawa makanan alami yang ditemukan dalam buah dan
sayuran berwarna cerah, rempah-rempah, saus, kacang, jagung dan produk
jagung, mint, madu dan selai. Makanan tinggi salisilat termasuk stroberi, buah
kiwi, alpukat, sultana dan buah-buahan kering lainnya, jeruk, nanas, brokoli,
topping pizza berbasis tomat, saus tomat, minyak zaitun dan jus buah. Sensitivitas
salisilat juga dapat dipicu atau diperburuk oleh aspirin dan salisil yang
mengandung gel tumbuh gigi.
h. Glutamat
Glutamat terjadi secara alami dalam makanan yang berbau dan rasa yang
kuat seperti keju yang lezat, kecap, ekstrak ragi, protein nabati terhidrolisis dan
banyak stok komersial, saus, gravies dan bumbu. Beberapa buah dan sayuran juga
mengandung glutamat. Monosodium glutamat (MSG) adalah glutamat yang
umum, tetapi glutamat lain yang digunakan dalam banyak makanan yang diberi
label 'Tidak Ada MSG'.
10
i. Amina
Amina adalah zat yang terjadi secara alami dalam makanan seiring dengan
bertambahnya usia. Mereka ditemukan dalam daging yang diawetkan (misalnya
ham), keju yang lezat, yoghurt, cokelat, ikan kaleng, dan makanan lainnya.
2.1.5 Patofisiologi
Pada orang yang memiliki kecenderungan terpapar alergen tertentu, antibodi
IgE khusus untuk makanan terbentuk yang mengikat basofil, makrofag, sel mast, dan
sel dendritik pada reseptor Fc epsilon. Setelah alergen makanan memasuki penghalang
mukosa dan mencapai antibodi IgE yang terikat pada sel, mediator ini dilepaskan dan
menyebabkan otot polos berkontraksi, vasodilatasi, dan sekresi lendir, yang
mengakibatkan gejala hipersensitivitas langsung (alergi). Sel mast dan makrofag yang
aktif menarik dan mengaktifkan eosinofil dan limfosit melepaskan sitokin. Hal ini
menyebabkan peradangan berkepanjangan, mempengaruhi kulit (kemerahan,
angioedema, atau urtikaria), saluran pernapasan (rinorea, pruritus hidung dengan
hidung tersumbat, bersin, dispnea, edema laring, mengi), saluran pencernaan (mual,
pruritus oral, muntah, angioedema , sakit perut, diare), dan sistem kardiovaskular
(hipotensi, kehilangan kesadaran, disritmia) sesuai dengan Nelson Textbook of
Pediatrics.4,8,9
Sekitar 40% pasien dengan alergi makanan juga mengembangkan dermatitis
atopik kronis; bila makanan ditarik, dermatitis atopik juga membaik.
Penyakit celiac disebabkan oleh respons imun terhadap gluten makanan. Selain
itu, pada pasien dengan dermatitis herpetiformis, menghilangkan gluten dari makanan
memperbaiki gejala kulit.4,8,9
11
konstan dapat menyebabkan perut kembung, diare berdarah, anemia, dan
berat badan yang goyah dan dipicu oleh susu sapi atau protein kedelai-
formula berbasis.
2. Kulit
Urtikaria akut dan angioedema adalah salah satu gejala reaksi alergi
makanan yang paling umum dan cenderung timbul sangat cepat setelah alergen
yang bertanggung jawab tertelan. Makanan yang paling mungkin termasuk
telur, susu, kacang tanah, dan kacang-kacangan, tetapi wijen dan biji poppy
serta buah-buahan seperti kiwi telah dikaitkan.
3. Pernapasan
Alergi makanan saluran pernafasan jarang terjadi sebagai gejala yang terisolasi.
Mengi terjadi pada sekitar 25% reaksi alergi makanan yang dimediasi oleh IgE,
tetapi hanya sekitar 10% pasien asma yang mengalami gejala pernapasan akibat
makanan..
12
2.1.7 Diagnosis2,4,13
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal, kecuali jika gangguan pada sistem
gastrointestinal sangat berat sampai menimbulkan kondisi dehidrasi atau
distensi abdomen.
Pada intoleransi makanan akibat bahan aditif dapat ditemukan kelainan kulit
seperti urtikaria dan eksema.
Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis intoleransi makanan, seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan feses,
13
food challenge test, breath test, confocal laser endomicroscopy (CLE), dan
pemeriksaan biopsi.
Breath Test
Untuk mendapatkan hasil breath test yang akurat, pasien diminta untuk
melakukan hal-hal berikut:
14
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan Biopsi
15
2.1.8 Diagnosis Banding3,11
Gangguan buatan
Esofagitis dan gangguan motilitas esofagus
Giardiasis
GERD
Sindrom iritasi usus
Gastroenteritis bakteri atau virus
Intoleransi laktosa
Penyakit Whipple
2.1.9 Tatalaksana
Untuk alergi makanan yang parah, tidak ada pengobatan yang diterima secara
luas selain menghindari alergen. Untuk intoleransi makanan, jika tidak parah maka
sebaiknya kurangi dan perhatikan kandungan makanan tertentu. Hal ini tergantung pada
seberapa parah intoleransinya. Berdasarkan tingkat keparahan gejala, ada dua jenis obat
alergi yang umumnya digunakan. Yang pertama adalah obat-obatan antihistamin. Obat
ini digunakan untuk meredakan reaksi alergi atau gejala alergi yang masih tergolong
ringan hingga menengah. Sangat penting untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada
dokter sebelum mengonsumsi obat ini, karena ada beberapa jenis antihistamin yang
tidak cocok digunakan oleh anak-anak yang berusia di bawah 2 tahun, seperti
promethazine dan alimemazine. Jenis obat alergi yang kedua adalah obat yang
mengandung adrenalin. Obat ini biasanya diberikan oleh dokter untuk menanggulangi
gejala alergi parah pada kasus anafilaksis dengan cara disuntikkan. Adrenalin mampu
mengatasi kesulitan bernapas dengan cara memperlebar saluran napas, serta mengatasi
syok dengan meningkatkan tekanan darah.13
16
makanan tersebut. Pada beberapa kasus, pasien tetap dapat mengonsumsi makanan
tersebut sampai batas tertentu.
2.1.11 Prognosis2,12
Seiring waktu, kebanyakan anak tumbuh atau menjadi toleran terhadap alergen
makanan terhadap telur, susu, gandum, dan kedelai. Namun, alergi terhadap kacang-
kacangan dan kerang sudah berlangsung lama. Hampir 20% anak-anak memiliki
resolusi alergi makanan pada usia sekolah. Alergi makanan yang dimediasi non-IgE
sembuh dalam tahun pertama kehidupan. Sayangnya, kasus sporadis reaksi anafilaksis
yang fatal masih terus terjadi.
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Abbas, A. K., Aster, J. C., Kumar, V., & Robbins, S. L. Robbins Basic
Pathology (Ninth edition.). Philadelphia, PA: Elsevier Saunders. 2013.
2. Mahan, L.K., Stump, S.E. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy. 11th
ed. Saumders. 2004.
3. World Health Organization. Prevention of Allergy and Allergic Asthma.
Geneva: World Health Organization; 2003.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Alergi susu sapi. Dalam: Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2005 dalam
Wistiani, Harsoyo Notoatmojo. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap Kejadian
Alergi pada Anak. Sari Pediatri. 2011;13(3):186
5. Lee AJ, Thalayasingam M, Lee BW. Food allergy in Asia: how does it
compare? Asia Pac Allergy 2013;3:3-14. Dalam Tanukusumah, Nia Kurniati,
Novie Amelia C. Prevalensi Alergi Makanan pada Anak Usia Kurang dari 3
Tahun di Jakarta Berbasis Survei dalam Jaringan/Online. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Sari Pediatri. 2015.
6. Tanukusumah, Nia Kurniati, Novie Amelia C. Prevalensi Alergi Makanan
pada Anak Usia Kurang dari 3 Tahun di Jakarta Berbasis Survei dalam
Jaringan/Online. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sari
Pediatri. 2015.
7. Baratawidjaja KG, Rengganis I, penyunting. Gambaran umum penyakit
alergi. Dalam: Alergi Dasar. Edisi ke-1. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
Dalam Wistiani, Harsoyo Notoatmojo. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap
Kejadian Alergi pada Anak. Sari Pediatri. 2011;13(3):186
8. Wistiani, Harsoyo Notoatmojo. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap
Kejadian Alergi pada Anak. Sari Pediatri. 2011;13(3):186
9. Arwin AP, Zakiudin M, Nia K. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi
Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. Dalam Uthari, Luh Putu
and Wistiani, Wistiani and Saktini, Fanti. Hubungan Metode Persalinan dengan
19
Angka Kejadian Alergi pada Bayi. Undergraduate thesis, Faculty of Medicine.
Diponegoro University.2015
10. Mahan, L.K., Stump, S.E., Raymond J.L. Krause’s Food & The Nutrition
Care Process,. Thirteenth Edition. 2012
11. Mahan, L.K., Stump, S.E. Krause's Food & Nutrition Therapy, International
Edition, 12e ISBN: 978-0-8089-2378-7S Elsevier Inc. 2008.
12. Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi
Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
13. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar-Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
14. Zubir Z, Sitorus HM. Patofisiologi Alergi Makanan. Lecture Papaers (LP).
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2016.
15. M. Juffrie. Alergi Makanan. Gadjah Mada University Press. 2003
16. https://www.nutriclub.co.id/kategori/balita/kesehatan/perbedaan-alergi-
makanan-danintoleransi-makanan/ (diakses pada 12 Oktober 2018)
17. https://www.alodokter.com/alergi-makanan.html (Diakses pada tanggal 11
Oktober 2018)
18. Food intolerance-Early childhood services. Australia: Healthy Eating
Advisory Service, 2016. Dapat di akses
https://heas.health.vic.gov.au/sites/default/files/ECSfood%20intolerance.pdf
19. Yohmi E, Boediarso AD, Hegar B, et al. Intoleransi Laktosa Pada Anak
Dengan Nyeri Perut Berulang. Sari Pediatri. Maret 2001; 2(4): 198-204
20. Hamed, Iman and Humald Al Wahshi. Food Intolerance versus Food
Allergy. Oman : Journal of Integrative Food Sciences & Nutrition. 2017
20