Anda di halaman 1dari 24

Referat

INTOLERANSI MAKANAN

Oleh:
Muhammad Ifzar Akbari, S.Ked
040548220222205

Pembimbing :
dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP DR. MOHAMMAD


HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
Intoleransi Makanan

Oleh:
Muhammad Ifzar Akbari, S.Ked
040548220222205

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 26 Oktober
s.d 30 November 2020.

Palembang, November 2020


Pembimbing,

dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Intoleransi Makanan” untuk memenuhi tugas referat sebagai bagian dari sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan pelajaran
bagi kita semua.

Palembang, November 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
2.1 Intoleransi Makanan ...................................................................................... 2
2.1.1 Definisi .............................................................................................. 2
2.1.2 Epidemiologi .................................................................................... 2
2.1.3 Etiologi .............................................................................................. 2
2.1.4 Klasifikasi ......................................................................................... 6
2.1.5 Patofisiologi................................................................................... 11
2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................................ 11
2.1.7 Diagnosis ........................................................................................ 13
2.1.8 Diagnosis Banding ....................................................................... 16
2.1.9 Tatalaksana .................................................................................... 16
2.1.10 Edukasi dan Pencegahan.............................................................. 16
2.1.11 Prognosis ......................................................................................... 17
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Intoleransi makanan adalah reaksi abnormal terhadap makanan karena adanya defek
enzim atau defek transpor. Reaksi pada intoleransi makanan tidak diperantarai sistem imun,
berbeda dengan alergi makanan. Makanan yang dapat menyebabkan intoleransi misalnya
makanan yang mengandung laktosa, fruktosa, bahan aditif, dan FODMAP (fermentable
oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols).4,5,6
Pasien dengan intoleransi makanan umumnya datang dengan nyeri perut, kembung, dan
diare. Gejala pada sistem organ lain seperti sesak napas, urtikaria, dan angioedema juga dapat
muncul namun lebih jarang. Gejala ini biasanya muncul dalam hitungan jam dan dapat bertahan
sampai hitungan jam hingga hari.7,8,9
Berdasarkan European Academy for Allergy and Clinical Immunology, kondisi
intoleransi makanan harus memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu gejala dapat muncul kembali
jika mengonsumsi makanan yang sama, mekanismenya tidak dimediasi oleh sistem imun, dan
tidak disebabkan oleh keracunan makanan.10,11,12
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang secara pasti dapat memastikan diagnosis
intoleransi makanan. Pemeriksaan secara objektif yaitu food challenge dapat digunakan untuk
memastikan apakah gejala akan muncul kembali setelah diberikan makanan serupa.10,11,12

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intoleransi Makanan

2.1.1 Definisi
Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap makanan,
terjadi karena cara tubuh memproses makanan atau komponen yang ada dalam
makanan. Disebabkan karena nonimmunologic atau mekanisme non-IgE, termasuk
reaksi toksik, farmakologis, idiosinkratik, metabolisme, pencernaan, psikologis, atau
idiopatik terhadap makanan atau zat kimia dalam makanan. Gejala yang disebabkan
oleh intoleransi makanan termasuk gangguan gastrointestinal, kulit, dan pernapasan
dan banyak mirip dengan alergi makanan. Oleh karena itu intoleransi makanan harus
dipertimbangkan dalam membedakan diagnosis alergi makanan. Oleh karena itu
alergi kulit atau tes darah tidak berguna dalam diagnosis dan pengobatan dalam
kondisi ini.10,11

2.1.2 Epidemiologi
Sekitar 6% anak mengalami reaksi alergi makanan dalam tiga tahun pertama
kehidupannya, termasuk sekitar 2,5% alergi susu sapi, 1,5% alergi telur, dan 1% alergi
kacang. Penelitian telah menunjukkan bahwa prevalensi alergi kacang meningkat
selama dekade terakhir. Kebanyakan anak cenderung mengatasi alergi susu dan telur
pada usia sekolah. Sebaliknya, anak-anak dengan alergi kacang tanah, kacang-
kacangan, atau makanan laut mempertahankan alerginya seumur hidup.10,11

2.1.3 Etiologi
Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap makanan yang
disebabkan oleh mekanisme non imunologi atau non-IgE tidak melibatkan sistem
kekebalan dan terjadi karena adanya cara tubuh dalam memproses makanan atau
komponen dalam makanan. Dapat disebabkan oleh racun, farmakologis, metabolisme,
reaksi pencernaan, psikologis, idiosinkrasi, atau idiopatik terhadap suatu makanan
atau zat kimia dalam makanan itu. Misalnya, seorang individu bisa tidak toleran
terhadap susu bukan karena alergi terhadap protein susu, tetapi karena
ketidakmampuan untuk mencerna laktosa.10,11

2
Cause Associated Food(s) Symptoms

Gangguan
Gastrointestinal
Kekurangan Enzim

Makanan mengandung
Kembung, lendir, diare,
Lactase laktosa dan susu
sakit perut
mamalia
Glucose-6 phosphate
Fava atau kacang lebar Anemia hemolitik
dehydrogenase
Makanan mengandung Kembung, lendir, diare,
Fructase
sukrosa atau fruktosa sakit perut
Penyakit

Gejala dapat dipicu


oleh banyak makanan,
Kembung, feses longgar,
Cystic fibrosis terutama makanan
nyeri perut, malabsorpsi
berlemak tinggi atau
protein tertentu
Gejala dapat dipicu
Penyakit kandung Nyeri perut setelah
oleh makanan tinggi
empedu makan
lemak
Anorexia, mual,
Gejala dapat dipicu
Penyakit pankreas dysgeusia, dan gejala
oleh makan
gastrointestinal lainnya
Kesalahan bawaan
Metabolisme
Peningkatan kadar
Makanan mengandung
Phenylketonuria fenilalanin serum,
fenilalanin
keterbelakangan mental
Makanan mengandung Muntah, lesu, gagal
Galactosemia
laktosa atau galaktosa berkembang

3
Berbagai macam gejala
Reaksi Psikologis atau Gejala dapat dipicu
yang melibatkan sistem
Neurologis oleh makanan apa pun
apa pun

Reaksi terhadap Agen


Farmakologis dalam

Makanan

Amina Vasoaktif

Sakit kepala migrain


Coklat, keju tua,
anggur merah
Phenylethylamine
Sakit kepala migrain,
Keju tua, ragi bir,
eritema kutaneus,
anggur Chianti, kaleng
urtikaria, dan krisis
ikan, pisang, terong,
hipertensi pada pasien
tomat, raspberi, buah
yang memakai inhibitor
Tyramine prem
monoamine oxidase

Keju tua, makanan


yang difermentasi
Eritema, sakit kepala,
(mis., Tahu,
penurunan tekanan darah
sauerkraut), banyak
Histamine daging olahan
(misalnya sosis),
kaleng fsh, bir, anggur
merah, sampanye,
saus tomat

Kulit kerang, putih


Urtikaria, eksim, pruritus
telur, cokelat, stroberi,
pisang, nanas, tomat,
Agen pelepas histamin bayam, kacang,
kacang

Reaksi terhadap Aditif

4
Makanan

Makanan berwarna
kuning atau kuning-
Hives, ruam, asma
jingga artifcial,
Tartrazine or FD&C minuman ringan,
yellow no. 5 beberapa obat-obatan

Minuman ringan dan


beberapa keju,
Hives, ruam, asma
beberapa margarin,
Benzoic acid or dan banyak produk
sodium benzoate; makanan olahan dan
BHA; BHT; nitrates makanan dengan
pengawet
Sakit kepala, mual, asma,
Monosodium Makanan dan
peradangan, sakit perut
glutamate (MSG) makanan

Asia dengan MSG


ditambahkan sebagai

peningkat flavour

Sulfites

Udang, alpukat,
kentang instan, buah-
Sodium sulfite,
buahan dan sayuran
potassium sulfite,
kering, dan buah-
sodium metabisulfite, Asma akut dan anafilaksis,
buahan dan sayuran
potassium kehilangan kesadaran
segar yang diolah
metabisulfite, sodium
dengan sulfit untuk
bisulfite,
mencegah browning,
potassium bisulfite, jus asam, anggur, bir,
sulfur dan banyak makanan

5
dioxide Olahan

Reaksi terhadap
Kontaminasi Mikroba
atau Racun dalam

Makanan
Keracunan ikan scombroid
Proteus, klebsiella atau Ikan scombroid yang
(gatal, ruam, muntah,
bakteri Escherichia tidak didinginkan
diare); reaksi tipe
coli menyebabkan (tuna, bonita,
anafilaksis
histidin terurai mackerel); panas
menjadi histamin toksin stabil

Diproduksi
Kerang laut paralitik (mati
Remis dan kerang
rasa progresif dari kepala
yang menelan
Gonyaulax catenella ke
(merah organisme yang lengan); sering menjadi
menghasilkan fatal
Pasang
saxitoxin, stabil panas

enterotoxin

2.1.4 Klasifikasi
A. Intoleransi Makanan Umum

1. Gula yang kurang diserap (FODMAPs)

Beberapa molekul yang ditemukan dalam makanan kurang diserap oleh


beberapa anak dan juga orang dewasa. Istilah FODMAPs adalah singkatan yang
menggambarkan beberapa molekul yang dapat menyebabkan gejala intoleransi. 18
FODMAP adalah singkatan:
 Fermentable

 Oligosakarida (misalnya fruktan dan galaktan)

 Disakarida (misalnya laktosa)

 Monosakarida (misalnya fruktosa berlebih) dan

6
 Polyol (misalnya sorbitol, mannitol, maltitol, xylitol dan isomalt).

Beberapa anak mengalami kesulitan mencerna lebih dari satu dari molekul-
molekul tersebut (misalnya fruktosa dan laktosa). Anak-anak lain mungkin
menemukan bahwa gejala mereka menurun ketika mereka mengurangi frekuensi
konsumsi jenis makanan tersebut. Biasanya makanan-makanan ini tidak harus
dihilangkan sama sekali. Gejala malabsorpsi FODMAP termasuk kembung, gas,
sakit perut, diare atau bahkan sembelit

a. Intoleransi laktosa

Intoleransi laktosa terjadi ketika seseorang tidak dapat mencerna laktosa,


karbohidrat yang ditemukan dalam susu sapi dan produk susu sapi lainnya
seperti yoghurt. Gejala intoleransi laktosa termasuk kembung, gas, sakit perut
dan diare. Intoleransi laktosa dapat bersifat sementara dan beberapa anak dapat
sembuh. Anak-anak yang tidak toleran terhadap laktosa biasanya dapat
mentolerir sejumlah kecil laktosa, tetapi dalam jumlah yang besar (seperti yang
ditemukan dalam susu dan yoghurt) biasanya akan menyebabkan gejala.
Patogenesis Intoleransi Laktosa
Laktosa tidak dapat diabsorpsi sebagai disakarida, tetapi harus
dihidrolisis dahulu menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim
laktase di usus halus. Bila aktivitas laktase turun atau tidak ada, maka laktosa
yang tidak diabsorpsi akan mencapai usus bagian distal atau kolon. Adanya
laktosa di lumen usus mengakibatkan tekanan osmotik meningkat dan menarik
air dan elektrolit sehingga akan memperbesar volume di dalam lumen usus.
Keadaan ini akan merangsang peristaltik usus halus sehingga waktu singgah
dipercepat dan mengganggu penyerapan.19
Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon dan menghasilkan
asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya seperti asam asetat, asam
butirat dan asam propionat. Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam,
berbusa dan kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum). Fermentasi
laktosa oleh bakteri di kolon juga menghasilkan beberapa gas seperti hidrogen,
metan dan karbondioksida yang akan mengakibatkan distensi abdomen, nyeri
perut, dan flatus.
Feses yang dihasilkan sering mengapung karena kandungan gasnya yang
tinggi dan juga berbau busuk. Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan

7
dikeluarkan melalui rektum dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistim portal
dan dikeluarkan melalui sistem pernapasan

b. Malabsorpsi fruktosa

Fruktosa adalah karbohidrat, atau gula, yang ditemukan dalam buah. Ini
ditemukan dalam jumlah berlebihan dalam beberapa buah dan berbagai sayuran.
Anak-anak dengan intoleransi fruktosa dapat menderita diare, angin, kembung
dan sakit perut. Orang dengan malabsorpsi fruktosa tidak perlu menghindari
semua buah. Sebaliknya mereka harus mengurangi asupan buah yang memicu
gejala mereka, dan menggantinya dengan buah yang mereka tolerir lebih baik.
18

c. Malabsorpsi Sorbitol

Sorbitol juga ditemukan dalam jumlah berlebihan dalam buah (terutama


aprikot, nektarin, plum, blackberry, apel dan pir), permen karet bebas gula dan
permen. Dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan malabsorpsi fruktosa.
Makanan-makanan ini tidak perlu sepenuhnya dihindari tetapi mungkin perlu
dikurangi oleh anak-anak yang menderita malabsorpsi sorbitol. 18

d. Malabsorpsi gluktan dan galaktan

Fructan dan galactans adalah karbohidrat yang diserap oleh semua orang
sampai batas tertentu. Namun, anak-anak dapat mentoleransi berbagai tingkat
molekul ini dan beberapa anak akan mengalami gejala ketika makan jumlah

yang ditoleransi dengan baik oleh orang lain. Fruktan dan galaktan ditemukan
dalam makanan seperti bawang, bawang putih, daun bawang, sejumlah besar
gandum dan kacang-kacangan (misalnya kacang panggang, lentil, kacang arab).
Seperti karbohidrat lain yang kurang diserap, makanan ini tidak perlu
dikeluarkan sepenuhnya dari makanan (meskipun bawang, bawang putih dan
kacang-kacangan bisa sangat bermasalah). 18
2. Zat Aditif Makanan dan Bahan Kimia

Beberapa gejala intoleransi makanan dikaitkan dengan aditif makanan (warna,


pengawet, antioksidan dan peningkat rasa) dan bahan kimia makanan alami. Gejala-
gejala ini dapat termasuk sakit kepala, perilaku hiperaktif, perubahan suasana hati,

8
kecemasan, depresi, serangan panik, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan, kesulitan
belajar, tantangan menyemprotkan dan nyeri sendi antara lain. 18
Zat aditif makanan yang dapat menyebabkan gejala intoleransi meliputi: 18

a. Pewarna buatan

Warna buatan umumnya ditemukan dalam makanan olahan seperti manisan,


minuman, sereal dan banyak lagi. Contohnya tartrazine (102), quinoline yellow
(104), sunset yellow (110), azorubine (122).

b. Pewarna alami

Annatto (160b) adalah pewarna alami yang ditemukan di yoghurt, es krim,


dan popcorn. Beta-karoten (160a) adalah alternatif yang aman.

c. Pengawet

Bahan pengawet berikut umumnya ditemukan dalam berbagai produk


makanan dan minuman:
 Sorbat (200–203): ditemukan dalam margarin, dips, kue, produk buah.

 Benzoat (210-213): ditemukan dalam jus, minuman ringan, minuman ringan,


sirup,obat-obatan.
 Sulphites (220-228): ditemukan dalam buah kering, minuman buah, sosis dan
banyak produk lainnya.
 Propionat termasuk whey / dextrose berbudaya (280–283): ditemukan dalam
roti, crumpets, produk roti.
 Nitrat, nitrit (249–252): ditemukan dalam daging olahan seperti ham.

d. Antioksidan sintetis

 Oksidan sintetis berikut ini ditemukan dalam makanan seperti margarin,


minyak sayur, makanan yang digoreng, makanan ringan dan biskuit: Gallates
(310–312).

 319–320 TBHQ, BHA, BHT (306–309 adalah alternatif yang aman).

9
e. Penguat rasa

Peningkat rasa ini dapat menyebabkan reaksi intoleransi:

 MSG, protein nabati terhidrolisis, ekstrak ragi (621).

 Disodium inosinat, disodium guanylate, ribonukleotida (627, 631, 635)

f. Bahan kimia makanan alami

Beberapa bahan kimia makanan alami ditemukan di banyak buah dan


sayuran sehat lainnya. Akibatnya, makanan ini hanya harus dihindari dengan
berkonsultasi dengan profesional kesehatan. Layanan anak usia dini harus
meminta agar orang tua memberikan konfirmasi tertulis dari profesional
kesehatan jika menghindari makanan ini diperlukan.

g. Salisilat

Salisilat adalah senyawa makanan alami yang ditemukan dalam buah dan
sayuran berwarna cerah, rempah-rempah, saus, kacang, jagung dan produk
jagung, mint, madu dan selai. Makanan tinggi salisilat termasuk stroberi, buah
kiwi, alpukat, sultana dan buah-buahan kering lainnya, jeruk, nanas, brokoli,
topping pizza berbasis tomat, saus tomat, minyak zaitun dan jus buah. Sensitivitas
salisilat juga dapat dipicu atau diperburuk oleh aspirin dan salisil yang
mengandung gel tumbuh gigi.

h. Glutamat

Glutamat terjadi secara alami dalam makanan yang berbau dan rasa yang
kuat seperti keju yang lezat, kecap, ekstrak ragi, protein nabati terhidrolisis dan
banyak stok komersial, saus, gravies dan bumbu. Beberapa buah dan sayuran juga
mengandung glutamat. Monosodium glutamat (MSG) adalah glutamat yang
umum, tetapi glutamat lain yang digunakan dalam banyak makanan yang diberi
label 'Tidak Ada MSG'.

10
i. Amina

Amina adalah zat yang terjadi secara alami dalam makanan seiring dengan
bertambahnya usia. Mereka ditemukan dalam daging yang diawetkan (misalnya
ham), keju yang lezat, yoghurt, cokelat, ikan kaleng, dan makanan lainnya.

2.1.5 Patofisiologi
Pada orang yang memiliki kecenderungan terpapar alergen tertentu, antibodi
IgE khusus untuk makanan terbentuk yang mengikat basofil, makrofag, sel mast, dan
sel dendritik pada reseptor Fc epsilon. Setelah alergen makanan memasuki penghalang
mukosa dan mencapai antibodi IgE yang terikat pada sel, mediator ini dilepaskan dan
menyebabkan otot polos berkontraksi, vasodilatasi, dan sekresi lendir, yang
mengakibatkan gejala hipersensitivitas langsung (alergi). Sel mast dan makrofag yang
aktif menarik dan mengaktifkan eosinofil dan limfosit melepaskan sitokin. Hal ini
menyebabkan peradangan berkepanjangan, mempengaruhi kulit (kemerahan,
angioedema, atau urtikaria), saluran pernapasan (rinorea, pruritus hidung dengan
hidung tersumbat, bersin, dispnea, edema laring, mengi), saluran pencernaan (mual,
pruritus oral, muntah, angioedema , sakit perut, diare), dan sistem kardiovaskular
(hipotensi, kehilangan kesadaran, disritmia) sesuai dengan Nelson Textbook of
Pediatrics.4,8,9
Sekitar 40% pasien dengan alergi makanan juga mengembangkan dermatitis
atopik kronis; bila makanan ditarik, dermatitis atopik juga membaik.
Penyakit celiac disebabkan oleh respons imun terhadap gluten makanan. Selain
itu, pada pasien dengan dermatitis herpetiformis, menghilangkan gluten dari makanan
memperbaiki gejala kulit.4,8,9

2.1.6 Manifestasi Klinis18,20


1. Gastrointestinal

Alergi makanan yang menyebabkan manifestasi gastrointestinal seringkali


merupakan bentuk awal dari alergi yang menyerang bayi dan anak kecil,
menyebabkan iritabilitas, muntah atau “gumoh”, diare, dan penambahan berat badan
yang buruk. Ada tiga entitas utama yang terkait dengan alergi makanan yang terkait
dengan gejala gastrointestinal

 Food protein-induced enterocolitis syndrome (FPIES): pasien ini dapat


datang dengan emesis satu hingga tiga jam setelah makan, dan paparan

11
konstan dapat menyebabkan perut kembung, diare berdarah, anemia, dan
berat badan yang goyah dan dipicu oleh susu sapi atau protein kedelai-
formula berbasis.

 Proktokolitis yang diinduksi protein makanan diketahui menyebabkan tinja


berlumuran darah pada bayi sehat dalam beberapa bulan pertama kehidupan
dan dikaitkan dengan bayi yang disusui.

 Enteropati yang diinduksi oleh protein makanan dikaitkan dengan steatorrhea


dan penambahan berat badan yang buruk dalam beberapa bulan pertama
kehidupan.

2. Kulit

Dermatitis atopik, juga dikenal sebagai eksim, dikaitkan dengan asma


dan rinitis alergi, dan sekitar 30% anak-anak dengan dermatitis atopik sedang
hingga berat memiliki alergi makanan.

Urtikaria akut dan angioedema adalah salah satu gejala reaksi alergi
makanan yang paling umum dan cenderung timbul sangat cepat setelah alergen
yang bertanggung jawab tertelan. Makanan yang paling mungkin termasuk
telur, susu, kacang tanah, dan kacang-kacangan, tetapi wijen dan biji poppy
serta buah-buahan seperti kiwi telah dikaitkan.

Dermatitis perioral jinak dan biasanya merupakan dermatitis kontak


yang disebabkan oleh zat-zat dalam pasta gigi, gusi, lipstik, atau obat-obatan.
Ini cenderung menghilang secara spontan.

3. Pernapasan

Alergi makanan saluran pernafasan jarang terjadi sebagai gejala yang terisolasi.
Mengi terjadi pada sekitar 25% reaksi alergi makanan yang dimediasi oleh IgE,
tetapi hanya sekitar 10% pasien asma yang mengalami gejala pernapasan akibat
makanan..

12
2.1.7 Diagnosis2,4,13
Anamnesis

Pada anamnesis biasanya dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti nyeri


perut, perut terasa kembung atau begah, diare, sering flatulensi dan sendawa,
mual, dan muntah. Gejala biasanya muncul beberapa jam setelah makan dan
dapat menghilang dalam hitungan jam hingga hari.
Intoleransi terhadap bahan aditif juga dapat menimbulkan gejala pada sistem
organ lainnya:
 Kulit: urtikaria dan eksema
 Saluran pernapasan: sesak napas
 Saraf: nyeri kepala dan migraine,
Pada kasus intoleransi laktosa, adanya gejala demam, muntah, penurunan berat
badan, atau darah pada feses dapat mengarahkan ke defisiensi laktase sekunder.
Adanya riwayat infeksi akut; kondisi kronik seperti penyakit celiac, Crohn, atau
penyakit yang berkaitan dengan imun lainnya; atau riwayat terapi dengan
antibiotik, kemoterapi, atau radiasi juga mengarahkan kepada defisiensi laktase
sekunder.
Dalam anamnesis, food recall penting untuk dilakukan dengan cermat. Hal-hal
yang perlu digali adalah jenis makanan yang dikonsumsi terakhir, jarak antara
konsumsi makanan dengan munculnya gejala, kuantitas jenis makanan yang
diduga menimbulkan gejala intoleransi, dan respons pasien setiap memakan
jenis makanan tersebut. Jika pasien mengalami kesulitan dalam melakukan food
recall, pembuatan food diary atau food journal dapat membantu penegakkan
diagnosis.
Food diary atau food journal merupakan instrumen yang dapat digunakan
untuk membantu pencatatan makanan yang dikonsumsi pasien. Pada food
diary ini tercantum jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah, waktu konsumsi
dan waktu timbul gejala. Bahan makanan dalam kemasan juga perlu
diperhatikan kandungannya dan perlu dicatat di dalam food diary.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal, kecuali jika gangguan pada sistem
gastrointestinal sangat berat sampai menimbulkan kondisi dehidrasi atau
distensi abdomen.
Pada intoleransi makanan akibat bahan aditif dapat ditemukan kelainan kulit
seperti urtikaria dan eksema.

Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis intoleransi makanan, seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan feses,

13
food challenge test, breath test, confocal laser endomicroscopy (CLE), dan
pemeriksaan biopsi.

Food Challenge Test

Food challenge test merupakan pemeriksaan baku untuk menentukan apakah


pasien mengalami intoleransi makanan atau tidak. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengeksklusi makanan dari diet pasien sampai gejala tidak muncul.
Gejala biasanya hilang total dalam 3–4 minggu. Kemudian, makanan yang
diduga menjadi penyebab intoleransi direintroduksi kembali secara perlahan.
Apabila gejala kembali muncul, maka pasien mengalami intoleransi terhadap
makanan tersebut.

Breath Test

Pemeriksaan breath test dilakukan untuk mengidentifikasi adanya intoleransi


terhadap karbohidrat (laktosa, fruktosa, dan FODMAP). Fermentasi karbohidrat
di saluran pencernaan akan menghasilkan gas, salah satunya adalah gas
hidrogen. Hidrogen tidak diproduksi oleh tubuh sehingga jika ditemukan
adanya hidrogen pada ekspirasi, maka hal tersebut merupakan fermentasi dari
mikrobiota di usus. Hidrogen yang diproduksi ini akan masuk ke pembuluh
darah dan dikeluarkan melalui ekspirasi di paru-paru.

Untuk mendapatkan hasil breath test yang akurat, pasien diminta untuk
melakukan hal-hal berikut:

 Tidak menggunakan antibiotik, laksatif, atau probiotik 14 hari sebelum


pemeriksaan
 Diet rendah karbohidrat yang dapat difermentasikan 48 jam sebelum
pemeriksaan
 Puasa pada malam sebelum pemeriksaan
 Membersihkan mulut dengan larutan antiseptik sesaat sebelum
pemeriksaan dimulai.
 Karbohidrat yang diberikan adalah 25–50 gram dan berbentuk larutan.
Hasil dikatakan positif jika ditemukan peningkatan 10–20 ppm hidrogen
atau metan di atas nilai dasar pada dua kali pemeriksaan napas berjarak
15–30 menit dalam 3–5 jam.

14
Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya reaksi


imunologi yang terlibat. Reaksi imunologi ini dapat dilihat melalui adanya
peningkatan imunoglobulin, terutama kadar imunoglobulin E. Pada alergi
makanan yang tidak dimediasi oleh IgE, peningkatan limfosit T dapat
ditemukan.

Pada pasien dengan gejala diare yang menimbulkan dehidrasi berat,


elektrolit dapat diperiksakan untuk memeriksa adanya kehilangan elektrolit
akibat diare.

Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan feses dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis intoleransi


laktosa. Kadar pH normal pada feses adalah 5,0 – 5,5, pada bayi, anak, dan
remaja. Pasien dengan intoleransi laktosa memiliki kadar pH yang lebih
rendah di fesesnya. Pemeriksaan feses untuk menilai adanya infeksi akut
seperti Giardia dan Cryptosporidia juga dapat dilakukan untuk mengetahui
kemungkinan penyebab defisiensi laktase sekunder.

Confocal Laser Endomicroscopy (CLE)

Confocal Laser Endomicroscopy merupakan pemeriksaan baru yang dapat


melihat perubahan pada mukosa saluran pencernaan. Antigen makanan
yang dicurigai sebagai penyebab gejala intoleransi diberikan ke mukosa
duodenum via endoskopi. Jika terjadi peningkatan limfosit intraepitelial,
kebocoran epitel, atau pembesaran rongga intervili dalam waktu 5 menit,
maka dapat dikatakan bahwa pasien mengalami intoleransi terhadap antigen
tersebut. Pemeriksaan pada 36 pasien dengan sindrom usus iritabel dan
dugaan intoleransi makanan menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan CLE
positif pada 61% pasien. Penggunaannya untuk praktik klinis masih diteliti
lebih lanjut.

Pemeriksaan Biopsi

Biopsi dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan bahwa intoleransi makanan


disebabkan oleh kelainan mukosa pada saluran pencernaan, terutama pada
kasus intoleransi laktosa.

15
2.1.8 Diagnosis Banding3,11

 Gangguan buatan
 Esofagitis dan gangguan motilitas esofagus
 Giardiasis
 GERD
 Sindrom iritasi usus
 Gastroenteritis bakteri atau virus
 Intoleransi laktosa
 Penyakit Whipple

2.1.9 Tatalaksana

Untuk alergi makanan yang parah, tidak ada pengobatan yang diterima secara
luas selain menghindari alergen. Untuk intoleransi makanan, jika tidak parah maka
sebaiknya kurangi dan perhatikan kandungan makanan tertentu. Hal ini tergantung pada
seberapa parah intoleransinya. Berdasarkan tingkat keparahan gejala, ada dua jenis obat
alergi yang umumnya digunakan. Yang pertama adalah obat-obatan antihistamin. Obat
ini digunakan untuk meredakan reaksi alergi atau gejala alergi yang masih tergolong
ringan hingga menengah. Sangat penting untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada
dokter sebelum mengonsumsi obat ini, karena ada beberapa jenis antihistamin yang
tidak cocok digunakan oleh anak-anak yang berusia di bawah 2 tahun, seperti
promethazine dan alimemazine. Jenis obat alergi yang kedua adalah obat yang
mengandung adrenalin. Obat ini biasanya diberikan oleh dokter untuk menanggulangi
gejala alergi parah pada kasus anafilaksis dengan cara disuntikkan. Adrenalin mampu
mengatasi kesulitan bernapas dengan cara memperlebar saluran napas, serta mengatasi
syok dengan meningkatkan tekanan darah.13

2.1.10 Edukasi dan Pencegahan2,12


Edukasi pasien dimulai dengan memberikan penjelasan mengenai apa itu
intoleransi makanan dan apa perbedaannya dengan alergi makanan. Pasien dan
keluarganya perlu benar-benar memahami konsep ini karena keduanya memiliki
patofisiologi yang berbeda dan cara penanganan yang berbeda. Intoleransi makanan
juga tidak selalu diartikan bahwa pasien tidak boleh sama sekali mengonsumsi

16
makanan tersebut. Pada beberapa kasus, pasien tetap dapat mengonsumsi makanan
tersebut sampai batas tertentu.

2.1.11 Prognosis2,12
Seiring waktu, kebanyakan anak tumbuh atau menjadi toleran terhadap alergen
makanan terhadap telur, susu, gandum, dan kedelai. Namun, alergi terhadap kacang-
kacangan dan kerang sudah berlangsung lama. Hampir 20% anak-anak memiliki
resolusi alergi makanan pada usia sekolah. Alergi makanan yang dimediasi non-IgE
sembuh dalam tahun pertama kehidupan. Sayangnya, kasus sporadis reaksi anafilaksis
yang fatal masih terus terjadi.

17
BAB III
KESIMPULAN

Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap makanan, terjadi


karena cara tubuh memproses makanan atau komponen yang ada dalam makanan. Intoleransi
disebabkan oleh racun, farmakologis, metabolisme, reaksi pencernaan, psikologis, idiosinkrasi,
atau idiopatik terhadap suatu makanan atau zat kimia dalam makanan itu.
Pasien dengan intoleransi makanan umumnya datang dengan nyeri perut, kembung, dan
diare. Gejala pada sistem organ lain seperti sesak napas, urtikaria, dan angioedema juga dapat
muncul namun lebih jarang. Gejala ini biasanya muncul dalam hitungan jam dan dapat bertahan
sampai hitungan jam hingga hari.
Berdasarkan European Academy for Allergy and Clinical Immunology, kondisi
intoleransi makanan harus memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu gejala dapat muncul kembali
jika mengonsumsi makanan yang sama, mekanismenya tidak dimediasi oleh sistem imun, dan
tidak disebabkan oleh keracunan makanan.
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang secara pasti dapat memastikan diagnosis
intoleransi makanan. Pemeriksaan secara objektif yaitu food challenge dapat digunakan untuk
memastikan apakah gejala akan muncul kembali setelah diberikan makanan serupa.
Untuk alergi makanan yang parah, tidak ada pengobatan yang diterima secara luas
selain menghindari alergen. Untuk intoleransi makanan, jika tidak parah maka sebaiknya
kurangi dan perhatikan kandungan makanan tertentu. Hal ini tergantung pada seberapa parah
intoleransinya. Berdasarkan tingkat keparahan gejala, ada dua jenis obat alergi yang umumnya
digunakan. Yaitu obat-obatan antihistamin dan obat yang mengandung adrenalin.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas, A. K., Aster, J. C., Kumar, V., & Robbins, S. L. Robbins Basic
Pathology (Ninth edition.). Philadelphia, PA: Elsevier Saunders. 2013.
2. Mahan, L.K., Stump, S.E. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy. 11th
ed. Saumders. 2004.
3. World Health Organization. Prevention of Allergy and Allergic Asthma.
Geneva: World Health Organization; 2003.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Alergi susu sapi. Dalam: Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2005 dalam
Wistiani, Harsoyo Notoatmojo. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap Kejadian
Alergi pada Anak. Sari Pediatri. 2011;13(3):186
5. Lee AJ, Thalayasingam M, Lee BW. Food allergy in Asia: how does it
compare? Asia Pac Allergy 2013;3:3-14. Dalam Tanukusumah, Nia Kurniati,
Novie Amelia C. Prevalensi Alergi Makanan pada Anak Usia Kurang dari 3
Tahun di Jakarta Berbasis Survei dalam Jaringan/Online. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Sari Pediatri. 2015.
6. Tanukusumah, Nia Kurniati, Novie Amelia C. Prevalensi Alergi Makanan
pada Anak Usia Kurang dari 3 Tahun di Jakarta Berbasis Survei dalam
Jaringan/Online. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sari
Pediatri. 2015.
7. Baratawidjaja KG, Rengganis I, penyunting. Gambaran umum penyakit
alergi. Dalam: Alergi Dasar. Edisi ke-1. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
Dalam Wistiani, Harsoyo Notoatmojo. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap
Kejadian Alergi pada Anak. Sari Pediatri. 2011;13(3):186
8. Wistiani, Harsoyo Notoatmojo. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap
Kejadian Alergi pada Anak. Sari Pediatri. 2011;13(3):186
9. Arwin AP, Zakiudin M, Nia K. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi
Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. Dalam Uthari, Luh Putu
and Wistiani, Wistiani and Saktini, Fanti. Hubungan Metode Persalinan dengan

19
Angka Kejadian Alergi pada Bayi. Undergraduate thesis, Faculty of Medicine.
Diponegoro University.2015
10. Mahan, L.K., Stump, S.E., Raymond J.L. Krause’s Food & The Nutrition
Care Process,. Thirteenth Edition. 2012
11. Mahan, L.K., Stump, S.E. Krause's Food & Nutrition Therapy, International
Edition, 12e ISBN: 978-0-8089-2378-7S Elsevier Inc. 2008.
12. Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi
Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
13. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar-Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
14. Zubir Z, Sitorus HM. Patofisiologi Alergi Makanan. Lecture Papaers (LP).
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2016.
15. M. Juffrie. Alergi Makanan. Gadjah Mada University Press. 2003
16. https://www.nutriclub.co.id/kategori/balita/kesehatan/perbedaan-alergi-
makanan-danintoleransi-makanan/ (diakses pada 12 Oktober 2018)
17. https://www.alodokter.com/alergi-makanan.html (Diakses pada tanggal 11
Oktober 2018)
18. Food intolerance-Early childhood services. Australia: Healthy Eating
Advisory Service, 2016. Dapat di akses
https://heas.health.vic.gov.au/sites/default/files/ECSfood%20intolerance.pdf
19. Yohmi E, Boediarso AD, Hegar B, et al. Intoleransi Laktosa Pada Anak
Dengan Nyeri Perut Berulang. Sari Pediatri. Maret 2001; 2(4): 198-204
20. Hamed, Iman and Humald Al Wahshi. Food Intolerance versus Food
Allergy. Oman : Journal of Integrative Food Sciences & Nutrition. 2017

20

Anda mungkin juga menyukai