Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR RISIKO RELAPAROTOMI SETELAH PERSALINAN

SEKSIO SESARIA

Abstrak
Tujuan : Mengidentifikasi faktor risiko relaparotomi setelah persalinan seksio sesaria (SC).
Metode : Penelitian retrospektif pada kasus laparotomi yang dilakukan setelah persalinan
SC di Lis Maternity Hospital, Tel Aviv, Israel selama tahun 2000 – 2010. Masing – masing
kelompok penelitian di matching secara acak dengan 5 kontrol yaitu pasien yang hanya
menjalani SC. Data demografis dan klinis yang sebelumnya telah dikumpulkan
dibandingkan antara kedua kelompok.
Hasil : Dua puluh delapan (0,2%) dari 17428 persalinan SC membutuhkan relaparotomi.
Perbedaan yang signifikan antara kasus dan kontrol (n = 140) ditemukan pada : indikasi
SC berupa abrupsio plasenta (17.8% vs 0.6%; P = 0.004); durasi SC (45.3±21.1 vs
29.9±11.8 menit; P = 0.007;95%CI 5.1 – 19.2); dan pengalaman kepala dokter bedah
(10.1±1.6 vs 5.8±0.4 tahun; P = 0.002;95% CI 0.0 – 5.0). Temuan saat relaparotomi adalah
: perdarahan/hematoma dinding abdominal (n=4[14.2%]); perdarahan luka uterus
(n=4[14.2%]); perdarahan retroperineal (n=1[3.5%]); adhesi yang menyebabkan kerusakan
usus (n=1[3.5%]); gangrene pada luka uterus (n=1[3.5%]). Tidak ada temuan pada 17
pasien (60.7%).
Kesimpulan : insiden relaparotomi setelah SC adalah 0.2% (1/624 persalinan SC). Faktor
risiko yang signifikan adalah abruption plasenta dan lama waktu operasi.

Pendahuluan
Angka SC terus meningkat, hal ini terjadi akibat perubahan karakteristik maternal
(misalnya obesitas dan usia) dan praktek obstetri (misalnya induksi persalinan dan anastesi
epidural). Di tahun 2006, angka persalinan SC di Amerika Serikat mencapai 31.1%.
Persalinan SC baik yang terencana atau tidak meningkatkan angka ini. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa morbiditas lebih tinggi pada persalinan SC yang tidak direncanakan
dibandingkan dengan SC terencana, selain itu SC berulang juga meningkatkan risiko, hal
ini sering terjadi karena praktik obstetri kontemporer lebih memilih untuk melakukan SC
ulang dibandingkan melakukan persalinan percobaan. Silver et al menemukan bahwa
risiko komplikasi maternal berhubungan dengan jumlah pengulangan persalinan SC.
Karena itu, semakin tinggi morbiditas yang terjadi dengan semakin meningkatnya
persalinan SC.
Relaparotomi setelah persalinan pernah terjadi, namun laporan mengenai angka
kejadian, penyebab, dan faktor risiko tidak banyak. Faktanya, dengan meningkatnya
jumlah persalinan SC, hanya sedikit laporan mengenai kasus ini. Meskipun penyebab dan
temuannya sudah pernah dijelaskan, belum ada penelitian yang membandingkan faktor
risiko relaparotomi. Untuk menambah literalut, maka penelitian ini kami lakukan untuk
menganalisis penyebab dan faktor risiko relaparotomi setelah persalinan SC.

Metode Penelitian
Kami mengumpulkan seluruh laporan relaparotomi setelah persalinan SC di Lis
Maternity Hospital, Tel Aviv, Israel selama 1 Januari 2000 dan 31 Desember 2010. Rumah
sakit tempat penelitian ini adalah pusat pelayanan tersier dengan lebih dari 10.000
persalinan pertahun. Pada masing – masing kelompok penelitian (relaparotomi vs
persalinan SC), 5 kasus persalinan SC dirandom dengan komputer untuk dipilih sebagai
kontrol. Karena penelitian ini bersifat retrospektif, menggunakan data anonym, dan
keputusan relaparotomi berdasarkan penilaian klinis maka tidak dibutuhkan persetujuan
dari komite penelitian di institusi.
Variabel demografik dan obstetric yang dikumpulkan adalah : gravida, paritas,
persalinan sebelumnya, usia gestasi, letak janin, operasi elektif vs emergensi, indikasi SC
dan berat badan. Variabel pembedahan yang dikumpulkan adalah : pengalaman ahli bedah
dan asisten, waktu dan durasi persalinan. Juga dikumpulkan indikasi, temuan intraoperatif,
dan penanganan saat relaparotomi.
Pengalaman ahli bedah didefinisikan sebagai jumlah tahun kerja terhitung sejak
program residensi. Seluruh ahli bedah adalah residen atau staff di rumah sakit tempat
penelitian. Jam malam dimulai pukul 20.00 – 07.00.
Agar bermakna klinis, persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan sebelum
usia gestasi genap 34 minggu. Kehamilan dengan komplikasi hipertensi adalah segala
bentuk kelainan hipertensi selama kehamilan, kronis (sebelum usia kehamilan 20 minggu)
atau preeclampsia.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 18. Rasio odds, 95%
Confidence interval dan perbedaan antara variabel kategorik dianalisis menggunakan χ2
atau uji Fisher Exact. Perbedaan variabel kontinyu diuji menggunakan uji independent
sampel t – test atau Manwhitney U. P<0,005 (2-sided) dianggap signifikan secara statistik.

Hasil
Selama tahun 2000 – 2010, jumlah persalinan Caesar adalah 17482, 28 kasus
(0.2%) menjalani relaparotomi; dengan jumlah kontrol 140.
Karakteristik kelompok kasus dan kontrol seperti : usia, gravid, paritas, jumlah
persalinan SC sebelumnya, usia gestasi, jumlah persalinan preterm, jumlah SC elektif dan
emergensi, jumlah operasi selama jaga malam, berat badan janin, dan jumlah persalinan
kembar sebanding. Karena penelitian ini bersifat retrospektif, indeks masa tubuh tidak
dapat dihitung karena catatan berat badan dan tinggi badan pasien tidak tersedia.
Angka kehamilan dengan hipertensi lebih tinggi pada kelompok kasus
dibandingkan kelompok kontrol, namun perbedaannya tidak signifikan (14.2% vs 4.6%;
P=0.07.
Perbedaan bermakna antara kelompok kasus dan kontrol ditemukan pada : indikasi
SC berupa abrupsio plasenta (17.8% vs 0.6%; P = 0.004); durasi SC (45.3±21.1 vs
29.9±11.8 menit; P = 0.007;95%CI 5.1 – 19.2); dan pengalaman kepala dokter bedah
(10.1±1.6 vs 5.8±0.4 tahun; P = 0.002;95% CI 0.0 – 5.0). rata – rata jarak antara operasi
pertama dan kedua adalah 25.2±35.6 jam.
Indikasi relaparotomi adalah : suspek perdarahan intraabdominal (n=14[50.0%]);
perdarahan post partum yang tidak teratasi (PPH; n=10(35.6%); suspek trauma usus atau
infeksi (n=3 [10.7]0; suspek perdarahan dinding abdomen (n=1[3.6%]). Keputusan untuk
melakukan relaparotomi diambil oleh dokter dan berdasarkan penilaian klinis
dibandingkan pengukuran laboratorium spesifik.
Temuan saat relaparotomi adalah : perdarahan/hematoma dinding abdominal
(n=4[14.2%]); perdarahan luka uterus (n=4[14.2%]); perdarahan retroperineal
(n=1[3.5%]); adhesi yang menyebabkan kerusakan usus (n=1[3.5%]); gangrene pada luka
uterus (n=1[3.5%]) dan perdarahan intraabdominal tanpa diketahui sumber perdarahan
(n=17[60.7%]).
Rata – rata konsentrasi hemoglobin sebelum relaparotomi adalah 7.7±1.6g/dl dan
konsentrasi sel darah putih adalah 15.1±5.5x103 sel/µL. Rata – rata jumlah produk darah
yang diberikan kepada pasien setelah relaparotomi adalah 6.2±4.5 unit packed red cells,
4.1±4.5 unit plasma beku, 5.4±8.7 cryoprecipitate dan 1.7±3.5 unit platelet.

Diskusi
Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor risiko dan penyebab relaparotomi
setelah persalinan SC. Ditemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan
indikasi SC abrupsio plasenta, durasi operasi dan pengalaman kepala ahli bedah.
Angka relaparotomi setelah persalinan SC adalah 0.2%; kebanyakan penelitian
sebelumnya melaporkan angka laparotomi sebesar 0.5% - 0.7%. perbedaan ini bisa terjadi
karena fasilitas monitoring yang lebih baik, akses produk darah lebih mudah, dan
pengalaman klinis di bagian maternitas yang besar memberikan kesempatan bagi dokter
untuk memonitor secara hemodinamis untuk mencegah intervensi lebih lanjut,
dibandingkan dengan fasilitas yang lebih kecil dimana laparotomi menjadi prosedur
diagnostik dan upaya untuk menyelamatkan pasien. Gambaran angka relaparotomi yang
dilaporkan Gedikbasi sebanding dengan penelitian kami, hal ini menunjukkan manfaat dari
bagian maternitas yang besar.
Indikasi utama relaparotomi setelah Sc adalah ketidakstabilan hemodinamis karena
suspek perdarahan intraabdominal atau PPH yang tidak tertangani – hal ini konsisten
dengan hasil penelitian sebelumnya. Lurie et al melaporkan bahwa perdarahan adalah
penyebab utama relaparotomi (66%). Pada kebanyakan kasus, relaparotomi dilakukan rata
– rata 5 jam setelah operasi SC, namun pada beberapa kasus hingga 11 – 16 hari karena
infeksi hematoma. Perdarahan juga menjadi indikasi utama intervensi. Penelitian di Ghana
oleh Seffah menunjukkan bahwa 68% penyebab relaparotomi adalah perdarahan.
Dalam sebuah penelitian skala besar, relaparotomi setelah persalinan Sc terjadi
pada 35 dari 28799 pasien. Indikasi relaparotomi setelah persalinan SC adalah perdarahan
abdominal 34.2 kasus, massa intraabdominal atau hematoma 22.8 kasus, dan atonia 8.6
kasus. Pada penelitian kami, 60.7% mengalami hematoma, namun sumber perdarahan
tidak dapat ditemukan. Dalam institusi kami, kami sering menghadapi kasus : setelah
drainase dan evakuasi darah, sumber perdarahan tidak bisa ditemukan. Hal yang mungkin
menyebabkan hal ini adalah perdarahan telah berhenti, dan ini terjadi saat uterus tidak
berkontraksi kuat, atau perdarahan tersebut tidak berada di satu lokasi tertentu.
Gedikbasi et al menghitung OR relaparotomi setelah persalinan Sc dan
mendapaykan OR sebesar 14.9 setelah 3 kali persalinan SC, dan OR 15.28 pada SC atas
indikasi abruption plasenta, dan OR 1.85 pada kasus kehamilan multiple (kembar atau
triplet). Karakteristik demografik dan dasar pasien tidak dibandingkan pada kedua
kelompok. Penelitian lain hanya menggunakan pendekatan deskriptif dan tidak menguji
faktor risiko relaparotomi.
Abrupsio plasenta sebagai indikasi SC adalah faktor risiko utama relaparotomi
dalam penelitian kami, hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya. Karena sedikitnya
laporan mengenai indikasi histerektomi post partum maka kami mencari indikasi yang
menjadi faktor penyebab utama, dan kami menemukan bahwa plasenta akreta, atonia uteri
dengan PPH adalah faktor risiko histerektomi.
Hadar et al melaporkan bahwa pengalaman ahli bedah adalah prediktor yang
signifikan untuk komplikasi post partum seperti PPH dan ingeksi setelah SC. Pada
penelitian mereka, SC dilakukan oleh residen nilai OR untuk mengalami komplikasi adalah
2.4 (95%CI 1.2 – 4.8). Pengalaman ahli bedah pada penelitian kami cenderung lebih tinggi
pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa ahli
bedah yang berpengalaman berperan dalam operasi yang dianggap rumit (misalnya riwayat
persalinan, plasenta previa dan plasenta akreta).
Durasi operasi primer adalah faktor risiko relaparotomi. Tidak ada penelitian yang
menguji hubungan antara komplikasi setelah Sc dengan durasi pembedahan. Meskipun
memang mungkin bahwa operasi yang lama (yang diperberat dengan adhesiolisis, anatomi
dan hemostasis yang sulit) akan menyebabkan komplikasi, namun informasi ini tidak
dijelaskan dalam literature. Berdasarkan penelitian kami, pembedahan dengan komplikasi
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami relaparotomi. Namun, ini hanya hasil
observasi dan belum ada hasil penelitian sebelumnya mengenai ini.
Variabel seperti jumlah persalinan SC, usia kehamilan, persalinan preterm, operasi
di jam kerja malam, SC emergensi, dan jumlah anak tidak berhubungan dengan
relaparotomi.
Keterbatasan penelitian ini adalah adanya faktor confounding yang mengganggu
penelitian case control retrospektif kami. Jumlah kelompok penelitian kami hyga terlalu
kecil untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat.
Kesimpulannya, relaparotomi setelah persalinan SC adalah hal yang jarang terjadi,
di tempat penelitian kami, angkanya adalah 0.2%. Faktor risiko relaparotomi adalah durasi
pembedahan yang pertama dan indikasi SC berupa abruption plasenta.

Anda mungkin juga menyukai