Anda di halaman 1dari 54

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Jiwa Agama

Untuk memahami lebih jelas mengenai definisi jiwa agama, maka

menurut penulis perlu didefinisikan satu persatu dari tiap kata yang ada

didalamnya. Karena dengan memahami arti tiap kata akan lebih memperjelas arti

setelah kata-kata itu digabungkan dan lebih memudahkan penuluis untuk

mengkajinya.

1. Jiwa

Kata jiwa dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan “seluruh

kehidupan batin, perasaan, fikiran dan angan-angan.1 Dan dalam kamus

ensiklopedi umum, jiwa diartikan “unsure hidup yang ada dalam tubuh, dan

dianggap ada atau hidup bersama dengan tubuh itu”. 2 Serta dalam kamus

ilmiah popular, jiwadiartikan “semangat,spirit,nyawa,dan watak.”3

Selanjutnya secara ilmiah terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan arti

dari jiwa, diantaranya:

1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 416
2
Ensilkopedi Umum, (Yogyakarta: kanisius, 1997), hal. 504
3
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001)hal.28

1
2

a. Menurut Ahmad fauzi dalam bukunya Psikologi umum

mengatakan bahwa pengertian jiwa tidak disamakan dengan pengertian

nyawa, arwah, sukma, dan bathin.tetapi pengertia dari jiwa yang dimaksud

oleh Ahmad fauzi adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak dan

yang menjadi penggerak serta pengatur bagi seluruh perbuatan-perbuatan

pribadi (personal behavior) dab hewan tingkat tinggi dan juga dari

manusia.4

b. Kartini kartono menjelaskan, jiwa dianggap sebagai “pusat tenaga

batin, yang memberikan nafas kehidupan pada manusia dengan segenap

tingkah lakunya dan membuat manusia jadi manusia individu yang khas,

unik, serta berbeda dengan orang atau subjek lainnya.5

c. Wayan ardhana dan Sudarso sudirdjo mengartikan jiwa adalah slf

(diri). Self adalah”suatu organisme atau makhluk hidup yang sangat

dinamis (aktif), yang selalu yang selalu mempengaruhi dan dipengaruhi

self-self lain.”6

d. Menurut M. kasiram, jiwa adalah unsure yakni suatu bagian yang

mendasarkan pandangan pada elemen-elemen yang berdiri sendiri.7

4
Ahmad Fauzi, Psikologi Umum Untuk Fak. Tarbiyah, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 9
5
Kartini Kartono, Psikologi Anak ( Psikologi Perkembangan), (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 3
6
Wayan Ardhana dan Sudarsono Sudirjo, Pokok-Pokok Ilmu Jiwa umum, (Surabaya: Usaha Nasional,
1983), hal.12
7
M. Kasiram, Ilmu Jiwa Perkembangan, Bagian Ilmu Jiwa Anak, ( Surabaya: Usaha Nasional,1983),
hal. 10

2
3

e. Menurut aristoteles mengartikan jiwa adalah “roh”, yang mana roh

itu adalah suatu kumpulan dari fungsi-fungsi hidup yang kepadanya setiap

makhluk itu adalah bergantung.8

f. Sedangkan menurut Yahya jaya dalam bukunya spiritualisasi islam

mengatakan jiwa disamakan dengan spiritual, dan mengartikan dengan

empat istilah, yakni “al-qalb, al-ruh, al-nafs, dan al-‘aql.”9 Keempat istilah

tersebut menurutnya memiliki arti khusus dan umum, yaitu: Dalam

pengertian pertama al-qalb berarti qalbu jasmani (kalbu jasmani), al-ruh

yang bersifat roh jasmani dan latif, al-nafs yang berarti hawa nafsu dan

sifat pemarah, serta al-‘aql yang berarti ilmu. Sedangkan dalam pengertian

kedua, keempat itu bersamaan artinya yakni jiwa atau spiritualitas

manusia yang bersifat latif, rabbani, dan rohani yang merupakan hakekat,

diri, dan zat manusia. Oleh karena itu manusia dalam pengertian pertama

(fisik) tidak kembali pada Allah, sedangkan dalam pengertian kedua (jiwa)

kembali padaNya.10

g. Abdul Razak Al- Kasyani dalam fuad nashori mendefinisikan jiwa

adalah “perantara tubuh atau jasad dengan ruh.11

8
Abdul Aziz El-Qussy, Ilmu Jiwa, Prinsip-prinsip Dan Implementasinya Dalam Pendidikan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), hal. 33
9
Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam Dalam Mengembangkan Kepribadian Dan Kesehatan Mental,
(Jakarta: Ruhama, 1994), hal.26
10
Ibid., hal.28
11
Fuad Nashori, Potensi-Potensi Manusia, Seri Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
hal. 109

3
4

h. Imam malik memberikan pengertian, bahwa jiwa adalah

“Rangkaian dari seluruh unsur-unsur tersebut (nyawa, arwah, sukma,


batin, akal budi), yang menjelma sebagai kekuatan dalam diri dan
menjadi penggerak bagi jasad, penggerak tingkah laku manusia,
menumbuhkan sikap dan sifat, serta mendorong tingkah laku. Maka
berfungsinya jiwa dapat diamati melalui tingkah laku yang nampak
pada manusia.”12

Bertolak dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil

pengertian bahwa yang dimaksud jiwa adalah suatu rangkaian dari seluruh

unsur-unsur (nyawa, roh, bathin, akal, nafsu, dan lain-lain), yang saling

mempengaruhi dan menjadi kekuatan dalam diri manusia, yang mana itu

berperan sebagai penggerak tingkah laku manusia, yang dapat

menumbuhkan sikap sertasifat dari manusia itu dalam hubungannya

dengan manusia yang lain.

2. Agama

Kata agama secara bahasa disamakan dengan kata “religi” dalam

bahasa Inggris, dan kata “Ad-diin” yang berdiri sendiri dalam bahasa Arab.

Sedangkan secara istilah kata agama banyak para tokoh yang mendefinisikan

antara lain:

12
Imam Malik, Diktat Psikologi Umum (tidak diterbitkan), ( Tulungagung, Fak Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel, 1995), hal.3

4
5

a. Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan agama adalah

“system, prinsip keagamaan, terhadap Tuhan dengan ajaran kebaktian dan

kewjiban-kewjiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.”13

b. Kamus ilmiah popular memberikan definsi agama adalah “suatu

kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan.”14

c. M. Daud Ali memberikan definisi agama adalah “ kepercayaan

kepada tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan dia,

melalui upacara penyembahan dan permohonan dan membentuk sikap

hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu.”15

d. Abuddin Nata memberikan definisi agama sebagai berikut:

“Ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun-temurun diwariskan dari
generasi kegenerasi dengan tujuan untuk memberikan tuntutan dan
pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan didunia
dan akhirat.”16

Dari beberapa ide dan pendapat diatas, maka dapat diambil suatu

pemahaman bahwa yang dimaksud dengan agama adalah suatu aturan-aturan

yang berasal dari Tuhan sebagai pedoman kepercayaan dan keyakinan manusia

kepadaNya dan berguna untuk kebaikan di dunia akhirat.

13
Depdikbud, Kamus Besar…, hal. 10
14
Partanto dan Al-Barry, Kamus Ilmiah…, hal. 9
15
Muhamad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 28
16
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), hal.15

5
6

Jadi bertolak dari beberapa pendapat diatas, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa jiwa agama adalah suatu rangkaian dari seluruh

unsur-unsur (nyawa, roh, bathin, akal, nafsu ), yang saling mempengaruhi dan

menjadi kekuatan dalam diri manusia, tentang suatu aturan-aturan yang berasal

dari Tuhan sebagai pedoman kepercayaan dan keyakinan manusia kepadaNya dan

berguna untuk kebaikan di dunia akhirat.

B. Unsur-unsur dalam jiwa

Jiwa terbentuk setelah ruh Allah dimasukkan ke tubuh yang sudah

mempunyai nyawa itu. Ruh Allah inilah yang ketika digunakan berfikir disebut

akal, apabila berkehendak disebut nafsu, apabila merasa disebut hati nurani. 17

Kemudian jiwa itu menjelma sebagai kekuatan dalam diri dan menjadi penggerak

bagi jasad, penggerak tingkah laku manusia, menumbuhkan sikap dan sifat, serta

mendorong tingkah laku. Maka berfungsinya jiwa dapat diamati melalui tingkah

laku yang nampak pada manusia.”18

1. N

yawa

17
http://madkentir.wordpress.com/2008/09/02/beda-ruh-dengan-nyawa/,diakses 15 Agustus 2010
18
Imam Malik, Diktat Psikologi Umum…, hal.3

6
7

Nyawa adalah energi hidup yang ada dalam setiap sel2 kromoson di

tubuh manusia (jiwa) sebelum dia terbentuk sempurna (pra janin sempurna),

maupun sesudahnya. Nyawa atau energi hidup ini berada dalam kode-kode

genetika di DNA, RNA maupun dalam pita kromosom yang lain. Nyawa ini

komando kehidupan yang bersifat teknis, mengerakkan jantung, aliran darah,

syaraf-syaraf, dan sel-sel diseluruh tubuh manusia.19

2. R

uh

Hakekat manusia terdiri dari dua unsur pokok yakni, gumpalan tanah

(materi/badan) dan hembusan ruh (immateri). Di mana antara satu dengan

satunya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan agar dapat di

sebut manusia. Ruh menjadi faktor penting bagi aktivitas nafs manusia ketika

hidup di muka bumi ini, sebab tanpa ruh, manusia sebagai totalitas tidak dapat

lagi berpikir dan merasa. Ruh adalah zat murni yang tinggi, hidup dan

hakekatnya berbeda dengan tubuh. Tubuh dapat diketahui dengan pancaindra,

sedangkan ruh menelusup ke dalam tubuh sebagaimana menyelusupnya air ke

dalam bunga, tidak larut dan tidak terpecah-pecah. Untuk memberi kehidupan

pada tubuh selama tubuh mampu menerimanya.20

19
chris leowardy, “Asal usul jiwa” Akademi Kontra Indiferentisme, Forum Terbuka, dalam
http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?printertopic=1&t=2394&postdays , diakses 15 Agustus
2010
20
http://m-irsyad.blogspot.com/2009/11/ruh-menurut-pandangan-ulama.html, diakses 16 Agustus
2010

7
8

a. Menurut Imam Nawawi tentang makna Ruh adalah “Jisim

yang lembut, jernih, yang mengalir dalam jisim seperti aliran air dalam

tumbuh-tumbuhan, maka dari itu ruh mengalir di seluruh badan”.

b. Salah seorang ahli Mazhab Malik menjelaskan tentang ruh

dengan makna “adalah Jisim yang memiliki bentuk seperti bentuk jasad

pada sakalnya dan gerakannya”.

c. Sedangkan ibnu al-Qasim dari abdul ar-Rahim bin Khalid ia

berkata: “Ruh itu memiliki jisim, dua tangan, dua kaki, dua mata dan

kepala yang mengapung/mengalir dari jasad”.21

Terkait dengan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli

diatas, sekiranya dapat menjadikan suatu pemahaman / wawasan yang lebih

luas mengenai makna dari ruh . Definisi tersebut bukanlah suatu harga yang

mati namun masih banyak pengertian yang lebih luas dan lebih mendalam,

namun dari pengertian diatas penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan

bahwa ruh tidak bisa dipisahkan dari jasad / nafs, karena ruh tersebut memberi

kehidupan pada jasad, dengan kata lain jasad tidak akan ada fungsinya tanpa

adanya ruh.

Macam-macam ruh:

21
http://m-irsyad.blogspot.com/2009/11/ruh-menurut-pandangan-ulama.html, diakses 16
Agustus 2010

8
9

a. Ruhul hayat ( ruh sebagai nyawa).

Ruh sebagai nyawa bagi tubuh , ibarat sebuah lampu yang

menerangi ruangan, ruh adalah lampu , ruangan adalah tubuh . jika lampu

menyala maka ruangan terlihat terang , jadi tubuh ini bisa hidup karena

ada ruh. Ruhul hayat ini ada pada semua benda hidup separti manusia, jin,

binatang dan tumbuhan, dan sebagainya.

b. Ruhul Tamayiz (Ruhul amri).

Ruh dalam hal ini yaitu sebagai suatu yang halus dari diri manusia

(pemberi energi bagi jiwa ).Ruh adalah suatu yang merasa, mengerti, dan

mengetahui, hal ini berhubungan dengan hati yang halus atau hati

ruhaniyah disebut juga latifah rabbaniyyah. Ruhul Tamayiz merupakan

hakikat manusia yang tidak ada pada binatang dan tumbuhan sehingga

manusia disebut makhluk mukallaf. Ruh ini yang akan dikekalkan oleh

Allah untuk dihisab nanti di akhirat, akan diminta pertanggungjawaban

atas perbuatannya selama didunia, dan juga yang akan merasakan syurga

dan neraka.

Ruh itu hanya berjumlah satu. Jika ia bekerja dengan mata, maka

perilakunya adalah melihat, jika ia bekerja dengan telinga maka

perilakunya adalah mendengar, jika dengan hidung maka perilakunya

9
10

adalah mencium, dan sebagainya. Ruhul Tamayiz ini apabila dia

digunakan berfikir disebut akal, apabila berkehendak disebut nafsu,

apabila merasa disebut hati nurani.22

3. B

athin/hati nurani

Hati nurani merupakan bagian dari ruh, yaitu ruh yang digunakan

untuk merasakan. Hukum Allah memang tidak berubah untuk selamanya.

Namun disamping taat kepada hukum-hukum ini, manusia juga perlu

mengusahakan agar hukum-hukum ini mencapai keharmonisan dalam hati

kita. Standar dari organ intern ini disebut "hati nurani". Ada orang melukiskan

suara intern yang samar-samar ini sebagai suara Allah di dalam diri manusia.

Memang hati nurani merupakan bagian yang sangat mistik di dalam diri

manusia. Di dalam hati nurani manusia, yaitu tempat yang sangat tersembunyi

terdapat keberadaan pribadi, karena ini bersifat tersembunyi.23

Jika hati itu baik maka keseluruh tubuh kita baik, namun jika hati itu

buruk maka seluruh tubuh kita buruk. Tempatkanlah hati sebagai pemimpin

dalam diri ini. Namun perlu diketahui hati itu sangat rapuh, hati sangatlah

mudah untuk berubah, Sebenarnya bukan berubah namun hati itu sering

terhijab. Mendegarkan suara hati, merasakan permintaan hati, merasakan


22
http://madkentir.wordpress.com/2008/09/02/beda-ruh-dengan-nyawa/,diakses 15 Agustus 2010
23
Dr.R.C.Sproul,“Hati nurani dan moral”, dalam http://reformed.sabda.org/hati_nurani_dan_moral,
diakses 15 Agustus 2010

10
11

adanya hati itulah yang harus diupayakan, karena hati selalu menunjukkan

kebaikan.

Hati ini hanyalah sebuah petunjuk, hati ini adalah sebuah peta

kebaikan, sedangkan untuk menuju tujuan kebaikan itu kita memerlukan

sebuah pengemudi yaitu akal.

4. A

kal

Seperti yang dijelaskan diatas, yaitu bahwa hati adalah sebuah peta

kebaikan, maka fungsi akal yaitu yang akan membaca peta kebaikan hati dan

akan berjalan menuju tujuan kebaikan. Tanpa akal hati itu hanyalah sebuah

petunjuk yang akan sangat sulit untuk dimanfaatkan dan diaplikasikan. Akal

yang akan memutuskan kita akan lewat jalan yang mana, sesuai dengan

banyaknya jalan kebaikan yang akan ditunjukkan oleh hati. Akal akan

menentukan kita melewati rute-rute mana saja, selama akal itu masih

menggunakan peta hati maka semua jalan yang dipilih oleh akal adalah jalan

kebaikan. Akal hanya milih jalan yang dirasa sangat cocok dengan diri kita.

Dan akal untuk mempercepat jalan yang ditempuh, biasanya menggunakan

sebuah kendaraan yang akan dikemudikan, yakni nafsu.

5. N

afsu

11
12

Nafsu ibarat sebuah kendaraan yang harus dikendalikan untuk

mempercepat perjalanan kita. Namun nafsu ini sungguh adalah sebuah hal

yang bisa menjadi penghambat, dan bisa menimbulkan kecelakaan bagi diri

kita sendiri. Nafsu bisa mengantarkan seseorang bisa cepat mencapai tujuan,

namun juga bisa mengantarkan seseorang cepat menuju keburukan. Meskipun

kita sudah dibekali hati sebagai peta, namun ketika pengemudi akal tak

mampu menggunakan kendaraan nafsu dengan baik, maka niscaya tujuan

kebaikan itu akan berubah menjadi kecelakaan yang menuju jurang

keburukan. Oleh itu sebabnya berkali-kali kita diperintah untuk

mengendalikan nafsu, kapan kita harus menarik gas, kapan kita harus

menginjak pedal rem pada kendaraan. Hal itu hanya akal yang mampu

melakukan.24

Macam-macam nafsu:

a. Nafsu Amarah adalah nafsu yang suka menyuruh kepada kejahatan.

Sesungguhnya nafsu amarah itu senantiasa membawa sesuatu yang buruk

dan menggelincirkan. Nafsu amarah cenderung mendapatkan kesenangan

jasmaniah, sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah. Sebagai contoh

nafsu amarah adalah marah.

b. Nafsu Lawwamah adalah berjuang antara kebaikan dan kejahatan, bila

berbuat kebaikan, menyesal kenapa tidak berbuat lebih banyak, apalagi


24
http://jalanterabas.blogspot.com/2010/04/definisi-dan-peran-hati-akal-dan-nafsu.html , diakses 16
Agustus 2010

12
13

kalau berbuat kejahatan, lebih sangat menyesal. Dalam nafsu lawamah ini

sudah timbul penyesalan, walaupun penyesalan itu datangnya belakangan.

Ketika mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT maka akan

mulai timbul penyesalan atas pelaksanaan tersebut. Pekerjaan yang

dilarang masih sering dikerjakan namun terkadang suatu ketika menyadari

bahwa kegiatan itu dilarangNya.

c. Nafu Musawwilah adalah nafsu yang pandai menipu, sehingga kejahatan

tampak sebagai suatu kebaikan.

d. Nafsu Muthmainnah adalah nafsu yang tenteram, tenang, aman dan damai

dalam mengingat Allah dan menjalankan perintah-Nya.25

Jadi dengan demikian nafsu itupun dapat diarahkan untuk berbuat

kebaikan dan mencegah keburukan, yaitu apabila nafsu itu diberi pelajaran dan

pengajaran yang baik serta dididik dengan keagamaan serta diajak untuk

meneliti berbagai percontohan dan suri teladan yang baik yang ada di

sekitarnya.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa agama.

1. Faktor intern

a. Faktor herreditas

25
Sirajuddin Syamsul Arifin Noer,“macam-macam nafsu”, dalam
http://sirajuddinsamsularifin.blogspot.com/2008/04/macam-macam-nafsu.html, diakses 15 Agustus
2010

13
14

Faktor herreditas memang bukan secara langsung sebagai faktor

bawaaan yang diwariskan secara turun-temurun, melainkan terbentuk dari

berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan

konatif. Tetapi dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa makanan

dan perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya.

Meskipun belum dilakukan penelitian mengenai hubungan sifat-

sifat kejiwaan anak dengan orang tuanya, namun tampaknya pengaruh

tersebut dapat dilihat dari hubungan emosional keduanya. Selain itu

Rasulullah juga menganjurkan untuk memilih pasangan hidup yang baik

dalam membina rumah tangga, sebab menuru beliau ketirinan

berpengaruh.26

b. Tingkat usia

Dalam bukunya The Development Of Religious on children,

Ernest harms mengungkapkan bahwa perkembagan agama pada anak-anak

ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi

pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan, termasuk

perkembangan berfikir. Ternyata anak yang menginjak usia berfikir kritis,

lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Selanjutnya pada usia

remaja, saat mereka menginjakusia kematangan seksual, pengaruh itupun

menyertai perkembangan jiwa keagamaan mereka.


26
Jalaluddin, Psikologi agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 242

14
15

Jadi hubungan antara tingkat usia dengan perkembangan jiwa

keagamaan barangkali tidak dapat diabaikan begitu saja. Beberapa

penelitian psikologi agama menunjukkan adanya hubungan tersebut,

meskipun tingkat usia ukan satu-satunya factor penentu dalam

perkembangan jiwa keagamaan seseorang, yang jelas kenyataan itu dapat

dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama pada usia yang

berbeda.27

c. Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur,

yaitu unsur herreditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara

herreditas dengan pengaruh lingkungan inilah yang membentuk

kepribadian.

Dari kedua unsur diatas, menimbulkan adanya konsep tipologi

yang menekankan kepada unsur bawaan. Dan karakter yangmenekankan

pada adanya pengaruh lingkungan. Dilihat dari pandangan tipologis,

kepribadian manusia tidak dapat diubah karena sudah terbentuk

berdasarkan komposisi yang terdapat dalam tubuh. Sebaliknya dilihat dari

pendekata karakterologis, kepribadian manusia dapat diubah dan

tergantung dari pengaruh ingkungan masing-masing.

27
Ibid., hal. 244

15
16

Berangkat dari pendekatan tipologis maupun karakterologis, maka

terlihat ada unsur-unsur yang bersifat tetap dan unsure-unsur yang dapat

berubah membentuk struktur kepribadian manusia. Unsur-unsur yang

bersifat tetap berasal dari unsur bawaan, sedangkan yang dapat berubah

adalah karakter. Namun demikian, karakterpun menurut Erich Fromm

relative besifat permanent.

Dalam kaitan ini kepribadia sering disebut sebagai idntitas (jati

diri) seseorang yang sedikit banyaknya menampilka ciri-ciri pembeda dari

individu lain diluar dirinya. Dalam kondisi normal, memang secara

individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian, dan perbedaan

ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek

kejiwaan, termasuk jwa keagamaan.28

d. Kondisi kejiwaan

Kondisi kejiwaan ini terkait dengan kepribadian sebagai factor

intern, adda beberapa model pendekata Jalaluddin yang mengungkapkan

hubungan ini, yaitu:

28
Ibid., hal. 245

16
17

 model psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund freud

menunjukkan gangguan kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang

tertekan dialam ketidaksadaran manusia. Konflik akan menjadi sumber

gejala kejiwaan yang abnormal.

 Model biomedis, fungsi tubuh yang dominant mempengaruhi

kondisi jiwa seseorang. Penyakit atau factor genetic atau kondisi

system syaraf diperkirakan menjadi sumber munculnya pelaku yang

abnormal.

 Pendekatan eksistensi, menekankan pada dominasi pengalaman

kekinian manusia. Dengan demikian, sikap manusia ditentukan oleh

stimulan/ rangsangan lingkungan yang dihadapinya saat itu.

 Pendekatan model gabungan, pola kepribadian dipengaruhi

oleh berbagai factor, bukan hanya factor-faktor tertentu saja.

2. Faktor ekstern

Faktor ekstern dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa

keagamaan. Dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.

17
18

Umumnya lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu: lingkungan

keluarga, institusi, dan masyarakat.

a. lingkungan keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang memegang

tanggung jawab mendidik anak dan mempersiapkannya untuk memasuki

kehidupan bermasyarakat, supaya menjadi insan yang baik dan dapat

memainkan peran positif demi kelangsungan masyarakat tersebut dengan

aktifitas dan kreatifitasnya. Keluarga merupakan tempat pertama yang

berpengaruh dalam mencetak insan masa depan. Karena itulah, Islam

meberikan perhatiannya yang sangat besar terhadapnya dengan

menentukan batas dan hukum-hukumnya demi terciptanya sebuah

keluarga yang harmonis, termasuk di dalamnya yang menyangkut masalah

pendidikan anak, baik sisi pengembangan nalar, emosi maupun

perilakunya.

Islam memerintahkan agar selalu menjaga keutuhan keluarga dan

menjauhi segala hal yang dikhawatirkan dapat mengancam

keselamatannya dan apa-apa yang menciptakan suasana tidak harmonis

dan ketegangan dalam keluarga, karena anaklah yang akan menanggung

dampak negatif dari keretakan sebuah keluarga yang semestinya

melindungi dan mempersiapkannya untuk menjadi insan berguna di masa

18
19

mendatang. Islam mengajarkan bagaimana kiat terbaik untuk menciptakan

suasana harmonis dalam keluarga agar anak dapat melewati masa

pertumbuhan jasmani, pikiran, emosi dan perilakunya dengan baik

sehingga kelak ia menadi manusia yang siap menanggung semua beban

dan kesulitan hidupnya di masa mendatang.29

Sigmund Freud dengan konsep “father Image” (citra kebapakan)

menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak, dipengaruhi oleh

citra anak terhadap bapaknya. Jika seorang bapak menujukkan dan tingkah

laku yang baik, maka anak akan menirukan sikap dan tingkah laku sang

Bapak pada dirinya. Demikian pula sebaliknya, jika bapak menmpilkan

sikap buruk, hal ini juga akanberpengaruh terhadap pembentukan

kepribadian anak.

Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan

anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Oleh karena, hal itu

sebagai bentuk intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan

tersebut kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam

rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orangtua, yaitu mengazankan

pada telinga bayi yang baru lahir, mengakiqah, memberi nama yang baik,

mengajarkan membaca Al-Qur’an, membiasakan shlat, serta bimbingan

29
Markaz al-Risalah, “Pendidikan Anak Menurut Ajaran Islam” dalam
http://www.alhassanain.com/indonesian/book/book/family_and_community_library/family_and_child/
pendidikan_anak/001.html, diakses 28 april 2010

19
20

lainnya yang sejalan dengan perintah agama. Jadi keluarga dinilai sebagai

factor yang paling dominant dalam meletakkan dasar bagi perkembangan

jiwa keagamaan.30

b. Lingkungan Institusional

Lingkungan Institusional yang mempengaruhi jiwa keagamaan

dapat berupa Institusi formal seperti sekolah, ataupun yang non formal

sepertiberbagai perkumpulan dan organisasi.

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi

pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Menurut

Singgih D.Gunarsa pengaruh itu dapat dibagi tiga kelompok, yaitu: 1.

kurikulum dan anak. 2. hubungan guru dan murid. 3. hubungan antar anak.

Dilihat dari kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan,

tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut berpengaruh, sebab pada

prinsipnya perkembangan jiwa keagamaan tak dapat dilepaskan dari upaya

untuk membentuk kepribadian yang luhur. Dalam ketiga kelompok itu

secara umum tersirat unsur-unsur yang menopang pembentukan tersebut

seperti ketekunan, disiplin, kejujuran, simpati, sosiabilitas, toleransi,

keteladanan, sabar dan keadilan. Perlakuan dan pembiasaan bagi

30
Jalaluddin, Psikologi agama…, hal. 248

20
21

pembentukan sifat-sifat seperti itu umumnya menjadi bagian dari program

pendidikan di sekolah.

Melalui kurikulum, yang berisi materi pengajaran, sikap dan

keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman disekolah

dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan

yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya

dengan dengan perkembangan jiwa keagamaan seseorang.31

c. Lingkungan masyarakat

Boleh dikatakan, setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar

waktu seorang anak dihabiskan disekolah dan masyarakat. Berbeda

dengan situasi dirumah dan disekolah, umunya pergaulan dimasyarakat

kurang menekankan pada disiplin atau aturan yang harus dipatuhi secara

ketat.

Meskipun tampaknya longgar, namun kehidupan bermasyarakat

dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya.

Karena itu, setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah

laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Dengan demikian, kehidupan

bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi

bersama.

31
Ibid., hal. 249

21
22

Sepintas lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan

yang mengandung unsure tanggung-jawab, melainkan hanya merupakan

unsure pengaruh belaka. Tetapi norma dan nilai yang ada terkadang lebih

mengikat sifatnya. Bahkan, terkadang pengaruhnya lebih besar dalam

perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk positif maupun

negative. Misalnya: lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi

keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa

keagamaan anak, sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan

nilai maupun institusi keagamaan. Keagamaan seperti ini, bagaimanapun

akan berpengaruh dalam pembentukan keagamaan warganya. Sebaliknya

dalam lingkungan masyarakat yang lebih cair atau bahkan cenderung

sekuler, kondisi seperti itu jarang dijumpai, kehidupan warganya lebih

longgar, sehingga diperkirakan turut mempengaruhi kehidupan keagamaan

warganya.32

D. Upaya Peningkatan Jiwa Agama

1. Orang tua
32
Jalaluddin, Psikologi agama…, hal. 250

22
23

Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak

mereka, karena dari merekalah anak-anak mulai menerima pendidikan.

Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga.

Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan penting dan amat

berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Pertama-tama seorang anak

menerima pendidikan adalah dalam keluarga, maka baik tidaknya situasi

dalam keluarga akan sangat berpengaruh bagi setiap pribadi anak.

Tanggung jawab orang tua sangat besar dalam melaksanakan

pendidikan agama kepada anak-anaknya, dan juga orang tualah yang menjadi

penentu apakah anaknya nanti menjadi orang Islam atau tidak tergantung pada

pendidikan orang tua dalam keluarga. Karena itulah orang tua harus dapat

menciptakan suasana dan kesan yang terbaik sehingga menjadi panutan bagi

anak-anaknya.

Pendidikan agama harus secara dini diberikan kepada anak-anak,

karena dengan pendidikan agama itulah nanti akan menjadikan anak

mempunyai pedoman dan pandangan serta arahan bagi anak-anaknya untuk

masa depan mereka. Juga tidak diragukan lagi bahwa tanggung jawab

pendidikan secara mendasar terpikul kepada orang tua, apakah itu diakuinya

secara sadar atau tidak, diterimanya dengan sepenuh hati atau tidak, hal itu

adalah merupakan “fitrah” yang telah dikodratkan Allah kepada orang tua.

23
24

Mereka tidak bisa mengelakan tanggung jawab itu, karena menjadi amanat

Allah SWT yang dibebankan kepada mereka.33

Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan

anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Oleh karena, hal itu sebagai

bentuk intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua

orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan

yang dianjurkan kepada orangtua, yaitu mengazankan pada telinga bayi yang

baru lahir, mengakiqah, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Al-

Qur’an, membiasakan shlat, serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan

perintah agama. Jadi keluarga dinilai sebagai factor yang paling dominan

dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.34

2. Pendidik

Dalam proses belajar mengajar, pendidik memiliki peran yang sangat

penting dan kompleks. Karena pendidik adalah orang yang bertanggung jawab

memberi bantuan dan bimbingan kepada anak didik dalam perkembangan

jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya. Pendidik juga memikul

beban dan tanggung jawab yang amat besar dalam upaya mengantarkananak

didik kea rah tujuan yang dicita-citakan.

33
Hakim, “Usaha Orang Tua dalam Membina Pendidikan Agama Anaknya” dalam
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/tarbiyah/usaha-orang-tua-dalam-pembinaan-pendidikan-
agama-anaknya-pada-sekolah-meneng-0, diakses 4 Mei 2010
34
Jalaluddin, Psikologi agama…, hal. 248

24
25

Oleh karena tugas dan tanggung jawa pendidik semakin berat, maka

pendidik harus memiliki karakteristik sebagai pendidik profesional didalam

bidangnya sehingga mampu membawa peserta didik kea rah tujuan yang

dicita-citakan. Pendidik merupakan salah satu unsur pendidikan yang harus

ada karena proses pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya

pendidik.didalam masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling

maju, pendidik memegang peranan yang sangat penting hamper tanpa kecuali,

karena guru merupakan satu diantara pembentuk-pembentuk utama calon

warga masyarakat.35

a. Pengertian pendidik

Pengertian dari pendidik itu sendiri adalah orang dewasa yang

bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik

dalam perkembangan jasmani dan rohani kea rah kedewasaan, yang pada

akhirnya akan mampu melaksanakan tugasnya sbagaimakhluk Allah,

khalifah dipermukaan bumi, sebagai makhluk social dan sebagai makhluk

individu yang berdiri sendiri.36 Istilah lain yang sering digunakan untuk

pendidik adalah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya, bedanya

adalah pebdidik lebih mengacu pada artian umum.

35
W. James Popham dan Eval Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, (Jakarta: Rineka Cipta,
2001), hal. 1
36
Nur Uhbiati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), hal. 65

25
26

Menurut kerata basa jawa maka guru berasal dari pengertian

“orang yang patut digugu dan ditiru” (orang yang patut dipercaya dan

dijadikan teladan).37 Jadi guru itu harus konsisten dan konsekuen, tidak

hanya didalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar, akan

tetapi juga didalam membina dirinya dalam rangka makna eksisitensinya

sebagai manusia yang baik sebagai makhluk Tuhan yang berbudi maupun

yang berhayat dan bermasyarakat. Guru adalah salah satu komponen

manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam

usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang

pembangunan. Dalam dunia pendidikan, guru atau pendidik harus

berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai

tenaga profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin

berkembang. Dalam artian guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang

melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai pendidik yang

melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai pembimbing yang

memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.38

Profesi guru adalah pekerjaan yang cukup berat karena dipercaya

dan diserahi tanggung-jawab oleh orang tua murid (masyarakat) untuk

mendidik anak anaknya. Oleh karenanya guru sebagai pendidik memiliki

posisi status terhormat dan mulia. Dalam kitabnya “Ihya’ Ulumuddin” Al


37
Ki Muhammad Said Rekso Hadi Projo, Masalah Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV Haji Masagung,
1989), hal.25
38
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 125

26
27

Ghazali menyebutkan : “Apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam

segala hal maka mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu, dan

mengajarkan adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu. 39 Jadi

mengajar dan mendidik adalah pekerjaan yang sangat mulia karena secara

naluri orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang, dan

ilmu itu adalah mulia maka mengajarkannya adalah memberikan

kemuliaan.

Dalam artian yang lain, secara umum pendidik adalah orang yang

memiliki tanggung-jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus,

dalam perspektif Islam pendidik adalah orang orang yang bertanggung

jawab terhadap perkembangan peserta didik baik potensi kognitif, affektif,

dan psikomotorik sesuai dangan nilai-nilai ajaran Islam. Berdasarkan

pengertian ini dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif islam

adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan

jasmani dan rohani peserta didikagar mencapai tingkat kedewasaan

sehingga ia mampu menunaikan tugas kemanusiaannya sesuai dengan

nilai-nilai ajaran islam. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini bukan

hanya orang-orang yang bertugas disekolah, tetapi semua orang yang

terlibat dalam proses pendidikan anak dari kandungan sehingga dewasa,

bahkan sampai meninggal dunia.40

39
Zainudin, dkk. Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 50
40
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers), hal. 41

27
28

Menurut Ki Hajar Dewantara proses terjadinya pendidikan dapat

berlangsung dilingkungan keluarga, disekolah, dan dimasyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut, penduidik dapat dibedakan menjadi tiga

macam, yaitu : orang tua sebagai pendidik dirumah, guru sebagai pendidik

disekolah, tokoh masyarakat sebagai pendidik di masyarakat.41

Diantara ketiganya itu harus kerjasama, tenggang menenggang, isi

mengisi, dan tidak boleh bertentangan sehingga pendidikan integraldapat

dicapai dengan harmonis.

b. Tugas pendidik

Seorang pendidik harus peka terhadap perubahan dan

pembaharuan serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus

berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan

perkembangan zaman. Disinilah tugas pendidik untuk senantiasa

meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas

pendidikan sehingga apa yang akan diberikan kepada anak didiknya tidak

terlalu ketinggalan dengan perkembangan zaman. Hal ini

disebabkanpendidikan merupakan cultural transition yang bersifat dinamis

kearah suatu perubahan secara kontinu, sebagai sarana vital bagi

membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.42


41
Madya Eko Susilo dan R.B. Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar
Publishing,1999), hal.52
42
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, hal.41

28
29

Pendidik adalah arsitektur yang membentuk jiwa dan watak anak

didik, mempunyai kekuasaan membentuk dan membangun kepribadian

anak didik, mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik yang pada

titik akhir akan menghasilkan manusia yang berguna bagi agama, nusa,

dan bangsa. Oleh karena itu pendidik harus senantiasa berusaha untuk

meningkatka profesionalitas diri ssuai perkembangan ilmu dan teknologi

demi tugas dan kewajibannya. Dalam perspektif islam, tugas seorang

pendidik dipandang sebagai suatu yang sangat mulua. Posisi ini

menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang yang beriman

dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya disbanding dengan

manusia lainnya.43

Secara umum tugas dari pendidik adalah mendidik. Dalam

operasionalnya mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberi

dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain

sebagainya. Disamping itu pendidik juga bertugas sebagai motivator dan

fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta

didik dapat diakulturasi secara baik dan dinamis.44

D. Marimba mengemukakan bahwa :

Tugas pendidik dalam pendidikan islam adalah membmbing dan


mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik menciptakan situasi
43
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Semarang: As-syifa’, 1992), hal. 910
44
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, hal. 41

29
30

yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan


mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna mentransformasikan
kepada peserta didik, serta senantiasa membuka diri terhadap kelemahan
dan kekurangannya.45

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas pendidik

adalah membimbing si terdidik mencari pengenalan terhadapnya

mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat, dan lain sebagainya.

Menciptakan situasi yang harmonis, yaitu suatu keadan dimana tindakan-

tindakan pendidikan berlangsung dengan baik dan memuaskan. Selain itu,

sebagai transformator pendidik harus mempunyai kemampuan-

kemampuan yang diperlukan dan selalu mengembangkannya, selain itu

tugas pendidik adalah introspeksi diri, menyadari sepenuhnya sebagai

manisia biasa dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna.

Lain dari pada itu, mengeni tugas pendidik telah diatur dalam

Undang-undang RI tentang situasi pendidikan Nasional sebagai berikut:

 Tenaga kependidikan bertugas melaknakan administrasi,

pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk

menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

 Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

45
Ibid., hal. 42

30
31

pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan

tinggi.46

Dari berbagai penjelasan diatas mengenai tugas-tugas pendidik

dapat dijabarkan kedalam beberapa pokok fikiran sebagai berikut:

 Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan

program pengajaran, melaksanakannya dan mengadakan evaluasi pada

akhir pelaksanaan program.

 Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan peserta didik

pada tingkat kedewasaan kepribadian yang sempurna (insane kamil)

seiring dengan tujuan penciptaannya.

 Sebagai pemimpin (managerial) yang memimipin,

mengendalikan, upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian,

pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan.

3. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren

Dalam meningkatkan jiwa agama seorang anak, Sebagai lembaga

pendidikan, Pondok Pesantren walaupun dikategorikan sebagai lembaga

pendidikan tradisional mempunyai sitem pengajaran tersendiri, dan itu

46
Undang-Undang Republik Indonesia, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Cemerlang, 2003), hal.
29

31
32

menjadi ciri khas sistem pengajaran /metodik-didaktik yang membedakan dari

system system pengajaran yang dilakukan dilembaga pendidikan formal. 47

a. Unsur-unsur sebuah pesantren.

Untuk memberi definisi sebuah pondok pesantren, harus kita

melihat makna perkataannya. Kata pondok berarti tempat yang dipakai

untuk makan dan istirahat. Istilah pondok dalam konteks dunia pesantren

berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para santri. Perkataan

pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan
48
akhiran an berarti tempat tinggal para santri . Maka pondok pesantren

adalah asrama tempat tinggal para santri. Pondok pesantren mirip dengan

akademi militer atau biara (monestory, convent) dalam arti bahwa mereka

yang berada di sana mengalami suatu kondisi totalitas.”49

Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga pendidikan Islam

terletak diseluruh nusantara dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di

Aceh, surau di Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa.50 Pondok

pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis. Perbedaan

47
Muhammad Khafifi, “Pola Pendidikan Santri pada Pondok Pesantren” dalam
http://khofif.wordpress.com/2009/01/17/pola-pendidikan-santri-pada-pondok-pesantren, diakses 03
Mei 2010
48
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,( Jakarta:
LP3ES,1985), hal.18
49
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren,(Yogyakarta:LkiS,2001), hal.171
50
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
(Jakarta:Penerbit Kalimah, 2001), hal.70

32
33

jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang

diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau perkembangan ilmu

teknologi.

Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren yang harus

dimiliki setiap pondok pesantren. Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu

kyai. masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik (atau kitab kuning),

adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren

dengan lembaga pendidikan lainnya.

 Kyai

Peran penting kyai dalam pendirian, pertumbuhan,

perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia

merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren,

watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian

dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai.

Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah

tokoh sentral dalam pesantren.51

Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari

bahasa Jawa.52 Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga

jenis gelar yang berbeda, yaitu: 1.sebagai gelar kehormatan bagi

barang-barang yang dianggap keramat; contohnya, “kyai garuda


51
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,1999), hal.144
52
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta:LP3ES,1986), hal.130

33
34

kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton

Yogyakarta; 2. gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya;

3. gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama

Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar

kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.53

 Masjid

Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan

erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin

selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai

tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan

rohani,sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan

aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat.

Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling

tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang

lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-

kitab Islam klasik.”54 Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh

seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren adalah

masjid. Masjid itu terletak dekat atau di belakang rumah kyai.

 Santri

53
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren..., hal.55
54
Ibid., hal. 49

34
35

Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam

perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-

tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang

datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu sudah menetap

di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan

mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.

Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong

dan santri mukim. Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak

menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing

sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong

biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak

keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera

atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya

berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan

menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu

keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita, memiliki

keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang

akan dialaminya di pesantren.55

 Pondok

55
Ibid., hal. 52

35
36

Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang

merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya.56 Di Jawa,

besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok

yang sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai

pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari

tiga ribu. Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri, asrama santri

wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.

Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain

dari asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung

madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian

dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan pondok

didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa

yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.

Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai

tempat asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri

untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap

hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri

harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas

seperti memelihara lingkungan pondok.

Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang

membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan

56
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia…, hal. 142

36
37

Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang

disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan.57

 Kitab-Kitab Islam Klasik

Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan

termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam

Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam

klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi

kitab kebanyakan berwarna kuning.

Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik,

merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam

lingkungan pesantren.58 Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah

mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang

juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-

kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi. Pada umumnya,

pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian

dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan

suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.59

Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam

kitab-kitab Islam klasik, diantaranya: nahwu dan saraf (morfologi),

57
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren..., hal.45
58
Ibid., hal. 50
59
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia…, hal. 144

37
38

fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawwuf dan etika, cabang-

cabang lain seperti tarikh dan balaghah.

Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok

menurut tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan

lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya

sama.60

b. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia.

Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam

merupakan kepentingan tinggi bagi kaum muslimin. Tetapi hanya sedikit

sekali yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu,

terutama sebelum Indonesia dijajah Belanda, karena dokumentasi sejarah

sangat kurang. Bukti yang dapat kita pastikan menunjukkan bahwa

pemerintah penjajahan Belanda memang membawa kemajuan teknologi ke

Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan baru. Namun,

pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang mendorong

sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem pendidikan

Islam. Malah pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan dan

peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam. Ini bisa kita lihat

dari kebijaksanaan berikut.

60
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren..., hal. 51

38
39

Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden

(Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan

pendidikan pesantren. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi

tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar

harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat

lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan

pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang

dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada

izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah.61

Peraturan-peraturan tersebut membuktikan kekurangadilan

kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di

Indonesia. Namun demikian, pendidikan pondok pesantren juga menghadapi

tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan

pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan

sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan

dalam administrasi modern bagi bangsa Indonesia yang terdidik dalam

sekolah-sekolah umum tersebut.. Dampak kebijaksanaan tersebut adalah

bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia

menurun. Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu tertarik kepada

pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak muda yang

ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas.


61
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,1997), hal. 149

39
40

Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya

kurang cukup banyak.62

Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan

pemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah

RI, memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan dan

pertumbuhan sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem pesantren, cukup

pelan karena ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang dapat disaksikan

dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yang kuatnya dan

pesatnya luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini (1997:150, ternyata

“jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di Indonesia.63

c. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Dahulu yang menjadi pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid

atau rumah sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang

guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu

malam hari biar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Tempat-

tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio

terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.”64

Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu

pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren

tradisional sering disebut sistem salafi. Pada pesantren salafi yaitu tetap

62
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren..., hal. 41
63
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam…, hal.150
64
Ibid., hal.212

40
41

mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan

di pesantren. Sedangkan pada pesantren modern merupakan sistem pendidikan

yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem

sekolah formal (seperti madrasah).

Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk

menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir

ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam

rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-

perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab

dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar

dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan

luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.65

Ada beberapa metode pengajaran yang diberlakukan di Pesantren-

pesantren, diantaranya adalah : Sorogan, weton/bandungan, halaqoh, hafalan,

hiwar, bahtsul Masa’il, fathul Kutub, muqoronah.

Metode-metode pembelajaran tersebut tentunya belum mawakili

keseluruhan dari metode-metode pembelajaran yang ada di pondok pesantren,

tetapi setidaknya paling banyak diterapkan dilembaga pendididkan pondok

pesantren. Berikut ini adalah gambaran singkat bagaimana penerapan metode

tersebut dalam sistem pembelajaran santri. 66


65
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia…, hal. 155
66
Muhammad Khafifi, “Pola Pendidikan Santri pada Pondok Pesantren” dalam
http://khofif.wordpress.com/2009/01/17/pola-pendidikan-santri-pada-pondok-pesantren, diakses 03

41
42

 Sorogan

Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa jawa) yang berarti

menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai

atau ustad. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana

seorang santri berhadapan seorang guru, dan terjadi interaksi saling

mengenal diantara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif

sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita sebagai orang

alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan

membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam

menguasai bahasa arab. Dalam metode sorogan, murid membaca kitab

kuning dan memberi makna, sementara guru mendengarkan sambil

memberi catatan,komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Akan tetapi

dalam metode ini, dialog antara guru dengan murid belum atau tidak

terjadi. Metode ini tepat bila diberikan kepada murid-murid seusai tingkat

dasar (Ibtidaiyah) dan tingkat menengah (tsanawiyah) yang segala

sesuatunya perlu diberi atau dibekali.

Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid mendapat

kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau pembantu kyai.

Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang

telah menguasai pembacaan Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang


Mei 2010

42
43

paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan

disiplin pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat

sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di

pesantren.67

 Wetonan atau bandongan

istilah weton ini berasal dari kata wektu (bhs.Jawa) yang berarti

waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu

tertentu,sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode

weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti

pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran

secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan

padanya. Dan metode bandungan ini cara penyampainnya dimana seorang

guru, kyai, atau ustadz membacakan serta menjelaskan isi kandungan

kitab kuning, sementara santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberi

makna,dan menerima. Jadi guru berperan aktif sementaramurid bersifat

pasif. Dan metode bandungan ini dapat bermanfaat ketika julah muridnya

cukup besar dan waktu yang tersedia relatif sedikit, sementara materi yang

harus disampaikan cukup banyak.68

67
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren..., hal. 28
68
Muhammad Khafifi, “Pola Pendidikan Santri pada Pondok Pesantren” dalam
http://khofif.wordpress.com/2009/01/17/pola-pendidikan-santri-pada-pondok-pesantren, diakses 03
Mei 2010

43
44

 Halaqoh

Metode Halaqoh, dikenal juga dengan istilah munazaharah system

ini merupakan kelompok kelas dari system bandongan. Halaqoh yang

berarti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar

dibawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam satu tempat.

Sistem ini merupakandiskusi untuk memahami isi kitab , bukan untuk

mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang

diajarkanoleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan

oeh kitab. Bila dipandang dari sudut pengembangan intelektual, menurut

Muhammad yunus system ini hanya bermanfaat bagi santri yang cerdas,

rajin dan mampu serta bersedia mengorbankan waktu yang besar untuk

stadi ini. Metode ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran

dengan cara murid atau santri membahasnya bersama-sama melalui tukar

pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab

kuning, sedangkan guru bertindak sebagai “moderator”. Metode

berdiskusi bertujuan agar murid atau santri aktif dalam belajar, sehingga

akan tumbuh dan berkembang pemikiranpemikiran kritis, analitis, dan

logis.

 Hafalan atau tahfizh

44
45

Hafalan, metode yang diterapkan di pesantren-pesantren,

umumnya dipakai untuk menghafalkan kitab-kitab tertentu, semisal

Alfiyah ibnu Malik atau juga sering juga dipakai untuk menghafalkan Al-

Qur’an, baik surat-surat pendek maupun secara keseluruhan. Dalam

metode hafalan para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan

tertentu dalam jangka aktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini

kemudian di “setorkan” dihadapan kyai atau ustadznya secara priodik atau

insidental tergantung kepada petunjuk sebelumnya. Dengan demikian, titik

tekan pada pembelajaran ini adalah santri mampu mengucapkan atau

melafalkan sekumpulan materi pembelajaran secara lancar dengan tanpa

melihat atau membaca teks.

 Hiwar atau musyawarah

Metode hiwar atau musyawarah,hamper sama dengan metode

diskusi yang umum kita kenal selama ini. Bedanya metode hiwar ini

dilaksanakan dalam rang pendalaman atau pengayaan materi yang sudah

ada di santri. Yang menjadi ciri khas dari hiwar ini, santri dan guru

biasanya terlibat dalam sebuah forum perdebatan untuk memecahkan

masalah yang ada dalam kitab-kitab yang sedang di santri.

 Bahtsul Masa’il (Mudzakaroh)

45
46

Metode Mudakarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il

merupakan pertemuan ilmiah, yang membahas masalah diniyah, seperti

ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Metode ini tidak jauh

beda dengan metode musyawarah. Hanya saja bedanya, pada metode

mudzakarah persyaratannya adalah para kyai atau para santri tingkat

tinggi.

 Fathul Kutub

Metode Fathul Kutub biasanya dilaksanakan untuk santri-santri

yang sudah senior yang akan menyelesaikan pendidikan di Pondok

Pesantren. Dan ini merupakan latihan membaca kitab (terutama kitab

klasik), sebagai wahana menguji kemampuan mereka setelah mensantri.

 Mukoronah

Metode mokoronah adalah sebuah metode yang terfokus pada

kegiatan perbandingan, baik perbandingan materi, paham, metode maupun

perbandingan kitab. Metode ini akhirnya berkembang pada perbandingan

ajaran-ajaran agama. Untuk perbandingan materi keagamaan yang

biasanya berkembang di bangku Perguruan Tinggi Pondok Pesantren

(Ma’had Ali) dikenal istilah Muqoronatul Adyan. Sedangkan

perbandingan paham atau aliran dikenal dengan istilah Mukoronatul

madzahib.(perbandingan mazhab).

46
47

 Muhawarah atau Muhadatsah

Muhawarah adalah merupakan latihan bercakap-cakap dengan

menggunakan bahasa arab. Aktivitas ini biasanya diwajibkan oleh Pondok

Pesantren kepada para santrinya selama mereka tinggal di Pondok

Pesantren. Percakapan ini baik antra sesame santri atau santri dengan

ustadznya, kyainya pada waktu-waktu tertentu. Kepada mereka diberi

perbendaharaan kata-kata bahasa Arab atau Inggris untuk dihafalkan

sedikit demi sedikit, setelah santri banyak menguasai kosa kata, kepada

mereka diwajibkan untuk menggunakan dalam percakapan sehari-hari.

Dan banyak juga di Pondok-Pondok Pesantren metode muhawarah ini

yang tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali

dalam satu minggu atau dalam waktu-waktu tertentu saja.69

E. Santri/ Pelajar yang bermutu

1. Kematangan intelektual

Berpikir adalah aktualisasi otak sebagai sumber penggerak yang tidak

terbatas dengan menggambarkan dan membayangkan sesuatu dalam pikiran.

Setiap hari dalam kehidupan anda akan berpikir, sudah tentu bila anda

menghadapi suatu masalah, maka anda akan berpikir dalam kategori yang

69
Muhammad Khafifi, “Pola Pendidikan Santri pada Pondok Pesantren” dalam
http://khofif.wordpress.com/2009/01/17/pola-pendidikan-santri-pada-pondok-pesantren, diakses 03
Mei 2010

47
48

bersungguh-sungguh berarti menjalankan pikiran, memperkembangkan alat

berpikir agar mampu menghadapi persolan dan memecahkannya.

Manusia dalam kehidupan kesehariannya tidak pernah melepaskan diri

dari berpikir dan karenanya, kita harus memahami alat berpikir yang kita

sebut dengan “kesadaran, kecerdasan dan akal”. Ketiga alat berpikir itu

bergerak sesuai dengan dorongan dari berpikir untuk mengetahui dari sesuatu

yang tidak ketahui menjadi suatu kebenaran.

Oleh karena itu diperlukan pula pemahamam makna berpikir, yang

menurut J.Kafie mengungkapkan lima pengertian berpikir sbb. :

a) Berpikir Biasa yaitu bergaul dengan pengalaman-pengalaman

inderawiah untuk membentuk ketahuan-ketahuan kita.

b) Berpikir Logis yaitu suatu teknik penalaran untuk dapat

menarik kesimpulan yang korek (sah).

c) Berpikir Ilimiah yaitu berpikir secara sistematis, metodis, dan

objektif, dalam rangka mencapai kebenaran dalam ilmu pengetahuan.

d) Berpikir Filsafat yaitu berpikir dialektis yang terarah untuk

mendapatkan kebenaran yang hakiki, integral dan universal.

48
49

e) Berpikir Theologis yaitu corak berpikir Qur’ani yang bertujuan

untuk mencapai suatu keyakinan bahwa Allah SWT adalah wujud Al-

Haq.70

Biasanya ketika individu telah mencapai tingkat penguasaan ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang matang, maka dengan modal itu membuat

seorang individu akan siap untuk menerapkan keahlian tersebut ke dalam

dunia pekerjaan, atau dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian,

individu akan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan mampu

mengembangkan daya inisiatif-kreatifya sehingga ia akan memperoleh

pengalaman-pengalaman baru. Dengan pengalaman-pengalaman tersebut,

akan semakin mematangkan kualitas intelektualnya.

Terkait dengan intelektual itu sendiri, terdapat tipe-tipe tertentu. Adapun tipe-

tipe tersebut adalah:

a. Inteligensi kristal adalah fungsi keterampilan mental yang dapat

dipergunakan individu itu, dipengaruhi berbagai pengalaman yang

diperoleh melalui proses belajar dalam dunia pendidikan. Misalnya,

keterampilan pemahaman bahasa (komprehensif verbal/verbal

70
http://sdmatr.wordpress.com/2007/11/01/membangun-kemampuan-berpikir-dan-memahami-
kata-kata-kunci/, diakses 5 Me1 2010

49
50

comprehensive), penalaran berhitung angka (numerical skills), dan

penalaran induktif (inductive reasoning). Jadi, keterampilan kognitif

merupakan akumulasi dari pengalaman individu alcibat mengikuti ke-

giatan pendidikan formal ataupun nonformal. Dengan demikian, pola-pola

pemikiran intelektualnya cenderung bersifat teoretis-praktis (text book

thinking).

b. Fleksibilitas kognitif adalah kemampuan individu memasuki dan

menyesuaikan diri dari pemikiran yang satu ke pemikiran yang lain.

Misalnya, kemampuan memahami melakukan tugas reproduksi, yaitu

mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan

memenuhi persyaratan yang sah (perkawinan resmi). Untuk sementara

waktu, dorongan biologis tersebut, mungkin akan ditahan terlebih dahulu.

Mereka akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk

dijadikan pasangan dalam perkawinan ataupun untuk membentuk

kehidupan rumah tangga berikutnya. Mereka akan menentukan kriteria

usia, pendidikan, pekerjaan, atau suku bangsa tertentu, sebagai prasyarat

pasangan hidupnya. Setiap orang mempunyai kriteria yang berbeda-beda.

c. Fleksibilitas Visuamotor adalah kemampuan untuk menghadapi suatu

masalah dari yang mudah ke hal yang lebih sulit,yang memerlukan aspek

kemampuan visual/motorik(penglihatan,pengamatan,dan keterampilan

tangan).

50
51

d. Visualisasi, yaitu kemampuan individu untuk melakukan proses visual.

Misalnya, bagaimana individu memahami gambar-gambar yang sederhana

sampai yang lebih kompleks.71

2. Kematangan Kepribadian

Keperibadian, adalah suatu kesan menyeluruh tentang diri seseorang,

yang dilihat orang lain. Kesan itu merupakan bauran yang unik dari ciri-ciri

fisik dan mental yang ada dalam diri seseorang. Kesan yang ditarik oleh orang

lain menjadi positif tentang kepribadian orang, bila yang bersangkutan

menunjukkan semua kemampuan, perbuatan, dan kebiasaan seseorang baik

jasmani, mental, rohani, emosional maupun sosial dapat dijadikan panutan

bagi orang lain, kecuali keadaan penampilan yang sebaliknya.

Kepribadian yang sehat akan sangat ditentukan oleh kemampuan

seseorang untuk terus meningkatkan kedewasaannya dalam

mengaktualisasikan sikap dan perilaku yang dapat diterima oleh orang lain

dilihat dari sisi rohaniah, sosial, emosional dan intelektual yang bersumber

dari kepercayaan diri karena kemampuan untuk menyalurkan segala yang kita

ketahui dan segala yang kita kerjakan.72

71
Azee,“Manusia Dewasa Fisik, Intelektual, Emosional, dan spiritual”, dalam
http://azee.student.umm.ac.id/2010/02/04/manusia-dewasa-fisik-intelektual-emosional-spiritual/,
diakses 5 Mei 2010

72
http://sdmatr.wordpress.com/2007/11/01/membangun-kemampuan-berpikir-dan-memahami-kata-
kata-kunci/, diakses 5 Mei 2010

51
52

Ciri-ciri orang yang berkepribadian diantaranya:

a. Berani jadi diri sendiri (Be my self), hal ini merupakan dasar

kepribadian yang kuat yaitu ketika ia berkata, bertindak, dan bersikap

sesuai kata hati nurani. Atau dengan kata lain menjadi diri sendiri

karena hati nurani itu hal terjujur yang ada di diri manusia.

b. Bisa manghargai diri apa adanya, setiap manusia pasti punya

kelemahan di samping kelebihan yang Allah ciptakan yamg ada dalam

diri kita. Tidak sombong dengan kelebihan dan tidak pula minder

dengan kekurangan.

c. Mempunyai konsep diri yang tepat, Konsep diri ialah suatu cara

seseorang yang mana bisa membuat rumusan yang tepat untuk dirinya

sendiri. Konsep diri itu bisa diperoleh setelah seseorang itu bisa

memahami dirinya dengan baik dan mendalam. Sehingga yang

mengetahuinya hanya dirinya sendiri. Diantara konsep diri yaitu

mengetahui potensi apa yang dimiliki, mengetahui kekurangan diri,

motivasi dalam kehidupan, dan sebagainya. 73

3. Kematangan Tingkah laku

Tingkah laku adalah segala tindakan yang dilakukan oleh suatu

organisme, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati (seperti

73
Remaja Kontemporer, “Cara Berkepribadian Kuat” dalam
http://remajakontemporer.blogspot.com/2010/04/cara-berkepribadian-kuat.html, diakses 6 Mei 2010

52
53

pikiran dan perasaan), dengan kata lain tingkah laku adalah “gaya”. Jadi setiap

manusia akan mengaktualisasikan diri kedalam tiga gaya tingkah laku, yaitu:

a. Perilaku asertif yaitu bersifat aktif, langsung dan

jujur berarti perilaku ini mengkomunikasikan kesan respek kepada diri

sendiri dan kepada orang lain, sehingga memandang keinginan, kebutuhan

dan hak satu sama lain adalah sama. Jadi ada kemampuan untuk

mempengaruhi, mendengarkan dan bernegosiasi sehingga orang lain

bersedia untuk be-kerjasama dengan secara suka rela.

b. Perilaku non asertif bersifat pasif dan tidak

langsung. Merupakan kebalikan dari asertif karena ia membiarkan

keinginan, kebutuhan dan hak orang lain menjadi lebih penting dari milik

kita, ini berarti menciptakan situasi ”menang-kalah”.

c. Perilaku agresif bersifat lebih komplek karena dapat

aktif atau pasif, jujur atau tidak jujur, langsung atau tidak langsung, tetapi

pada dasarnya mengkomunikasikan suatu kesan superioritas dan tidak

adanya respek, jadi kita menempatkan keinginan, kebutuhan dan hak kita

diatas orang lain.74

74
http://sdmatr.wordpress.com/2007/11/01/membangun-kemampuan-berpikir-dan-memahami-
kata-kata-kunci/, diakses 5 Mei 2010

53
54

54

Anda mungkin juga menyukai