Anda di halaman 1dari 11

T

IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

ANALISIS INFORMASI PROGRAM PENANGGULANGAN


HIV/ AIDS DI PUSKESMAS BUNGUS KOTA PADANG
TAHUN 2020
ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF HIV/ AIDS
PROGRAM IN PUSKESMAS BUNGUS KOTA PADANG
TAHUN 2020
Fitri Yanti1*, Yuniar Lestari2, Husna Yetti3
1,2,3
Universitas Andalas Padang
*
Email:Fitri.208fy@gmail.com, 085263754717

Submitted :2020-11-23 , Reviewed :2020-11-23, Accepted :2020-11-25

ABSTRAK
Penyebaran HIV dan AIDS merupakan ancaman serius bagi kehidupan manusia, upaya
penanggulangan dilakukan secara terpadu, efektif, dan efisien. Dari data Dinas Kesehatan
Kota Padang diketahui bahwa kasus AIDS tertinggi ditemui pada usia 20-29 tahun
sebanyak 17 kasus, dan usia 30-39 tahun sebanyak 17 kasus. Puskesmas Bungus merupakan
puskesmas rujukan dengan kunjungan terbanyak dibandingkan puskesmas lainnya. Capaian
tes HIV Puskesmas Bungus adalah yang paling tinggi, yaitu sebesar 215%. Namun,
pencapaian ini berasal dari kunjungan dari luar wilayah kerja puskesmas. Sementara capaian
untuk penjaringan yang dilakukan oleh petugas terhadap kelompok berisiko di wilayah
kerjanya belum mencapai target. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
implementasi program HIV/AIDS di Puskesmas Bungus Kota Padang tahun 2020.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menelaah input, proses, dan output
untuk melihat keberhasilan program. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara mendalam, Focus Group Discussion, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil
penelitian didapatkan bahwa kebijakan HIV/AIDS sudah baik, sumber daya manusia belum
memenuhi standar sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 dan
penempatan Sumber Daya Manusia yang tidak efektif, dana di puskesmas bersumber dari
Global Fund dan Bantuan Operasiona Kesehatan, media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
untuk promosi kesehatan belum cukup. Kegiatan perencanaan belum sesuai dengan standar
yang ada, dan kegiatan promosi kesehatan belum rutin dan terjadwal, serta monitoring dan
evaluasi dilakukan dalam bentuk laporan secara online. Dalam surat keputusan tim pelaksana
program hendaknya melibatkan Sumber Daya Manusia yang terintegrasi dengan program
HIV/AIDS dan merencanakan anggaran untuk kegiatan promosi kesehatan.
Kata Kunci :HIV/AIDS, Puskesmas, Promosi Kesehatan

ABSTRACT
The spread of HIV and AIDS is a serious threat to human life, prevention efforts are carried
out in an integrated, effective and efficient manner. From data from the Padang City Health
Office, it is known that the highest AIDS cases were found at the age of 20-29 years, 17 cases,
and 17 cases aged 30-39 years. Puskesmas Bungus is a referral puskesmas with the most
visits compared to other puskesmas. The achievement of HIV test at the Bungus Health
Center was the highest, at 215%. However, this achievement came from visits from outside
the work area of ​ ​ the puskesmas. Meanwhile, the officers' screening of risk groups in
their working areas have not yet reached the target. The purpose of this study was to analyze

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

the implementation of the HIV / AIDS program at Puskesmas Bungus, Padang City in 2020.
This study used a qualitative method by examining inputs, processes, and outputs to see the
success of the program. The data collection technique was done by means of in-depth
interviews, Focus Group Discussion, observation, and documentation study. The results
showed that the HIV / AIDS policy was good, human resources had not met the standards
according to the Minister of Health Regulation Number 4 of 2019 and the placement of
Human Resources was ineffective, funds in the puskesmas were sourced from the Global
Fund and Health Operational Assistance, Communication media, Information , and
education for health promotion is not enough. Planning activities are not in accordance with
existing standards, and health promotion activities are not routine and scheduled, and
monitoring and evaluation are carried out in the form of online reports. In the decree the
program implementation team should involve Human Resources who are integrated with the
HIV / AIDS program and plan a budget for health promotion activities.
Keywords : HIV/AIDS, Public Health Center, Helath Promotion

PENDAHULUAN bahwa kasus HIV AIDS telah tersebar di


seluruh provinsi di Indonesia dan dilaporkan
Human Immunodeficiency Virus sebanyak 463 kab/kota (90,07%) dari
(HIV) merupakan suatu virus yang jumlah kab/kota di Indonesia.
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia Perkembangan kasus HIV/AIDS di
dan melemahkan kemampuan tubuh untuk Indonesia pada tiga tahun terakhir adalah
melawan penyakit yang datang. Tertularnya yang terbanyak sejak ditemukannya kasus
seseorang dengan HIV ini akan pada tahun 1987. Pada tahun 2016 terdapat
menyebabkan orang tersebut menderita 41.250 kasus HIV dan 10.488 kasus AIDS,
Acquired Immuno Deficiency Syndrome tahun 2017 sebanyak 48.300 kasus HIV dan
(AIDS). (Kementerian Kesehatan RI, 2016). 10.488 kasus AIDS, dan pada tahun 2018
WHO mencatat sampai dengan akhir tahun sebanyak 46.659 kasus HIV dan 10.190
2018 terdapat 37,9 juta kasus HIV di dunia, kasus AIDS. Persentase kumulatif AIDS
dan sebanyak 8,1 juta diantaranya tidak tertinggi ditemukan pada kelompok umur
mengetahui bahwa dirinya mengidap HIV. 20-29 tahun (32,1%) dengan jenis kelamin
(World Health Organization, 2018). terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak
Indonesia merupakan negara 58%, dan perempuan sebanyak 33%.(Ditjen
tercepat tingkat penyebaran virus P3 Kemenkes RI, 2019). Melihat penderita
HIV/AIDS di Asia. Epidemi HIV/AIDS AIDS terbanyak pada usia 20-29 tahun
terjadi hampir di seluruh provinsi di tersebut dapat diperkirakan penderita mulai
Indonesia, fase epidemiknya berubah sejak terinfeksi pertama kali pada kurun waktu
tahun 2000 dari tingkat low menjadi tahap 5-10 tahun sebelumnya, yaitu pada
concentrated epidemic (prevalensi lebih dari kelompok remaja dan dewasa muda yang
5%) pada sub ppopulasi berisiko tinggi masuk dalam kisaran usia 15-24 tahun.
yaitu pengguna Napza suntik (Penasun), Provinsi Sumatera Barat salah satu
wanita penjaja seks (WPS), pelanggan provinsi yang terus mengalami peningkatan
penjaja seks, lelaki seks dengan lelaki, dan kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun. Pada
waria(Simarmata, 2010). Menurut data dari tahun 2016 ditemukan kasus HIV sebanyak
ditjen Pencegahan dan pengendalian 396 kasus dan AIDS sebanyak 152 kasus ,
penyakit Kemenkes dikatakan bahwa kasus pada tahun 2017 meningkat menjadi 563
HIV di Indonesia terus meningkat setiap kasus HIV dan 267 kasus AIDS, pada tahun
tahunnya. Sampai dengan Juni 2019 2018 terus mengalami peningkatan menjadi
dilaporkan bahwa jumlah kumulatif kasus 624 kasus HIV dan 347 kasus AIDS.
HIV sudah mencapai 349.882 kasus.(Ditjen Sampai dengan kondisi Juni 2019 tercatat
P3 Kemenkes RI, 2019) kumulatif kasus HIV dan AIDS di Sumatera
Pusat Data dan Informasi Barat sebanyak 3.338 kasus HIV dan 2.087
Kementerian Kesehatan RI melaporkan kasus AIDS (Ditjen P3 Kemenkes RI, 2017).

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

Sumatera Barat berada pada peringkat 12 sebanyak 13 kasus. Puskesmas Bungus


nasional untuk provinsi dengan case rate adalah puskesmas dengan capaian target
AIDS tertinggi sampai Juni 2019 yaitu tertinggi untuk tes HIV dibanding
sebesar 34,75/100.000 penduduk. Angka ini Puskesmas lain di Kota Padang. Namun,
meningkat dari sebelumnya yaitu peringkat pencapaian ini bukan berasal dari kegiatan
17 pada Maret 2017 yaitu sebesar penjaringan oleh petugas, melainkan
21,94/100.000 (Ditjen P3 Kemenkes RI, kunjungan dari orang diluar wilayah kerja
2019). puskesmas. Sedangkan untuk capaian tes
Berdasarkan data dari Dinas untuk populasi berisiko masih belum
Kesehatan Kota Padang kasus HIV/AIDS di mencapai target (Dinas Kesehatan Kota
Kota Padang pada tahun 2017 ditemukan Padang, 2019).
sebanyak 370 kasus HIV dan 93 kasus Berdasarkan latar belakang diatas,
AIDS, pada tahun 2018 meningkat menjadi maka peneliti tertarik melakukan penelitian
447 kasus HIV dan 105 kasus AIDS. tentang “Analisis Implementasi Program
Sementara pada tahun 2019 ditemui 287 Penaggulangan HIV/AIDS di Puskesmas
kasus HIV dan 52 kasus AIDS. Kasus Bungus Kota Padang Tahun 2020”.
terbanyak ditemui pada kelompok umur
25-49 tahun yaitu sebanyak 71% dan BAHAN DAN METODE
didominasi oleh jenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 80%. Sementara kelompok Penelitian ini menggunakan studi
berisiko terbanyak ditemui pada kelompok kebijakan dengan metode kualitatif. Teknik
LSL sebanyak 30%, sebanyak 18% pada pengumpulan data menggunakan indepth
penderita TB, dan 10% pada penderita interview (wawancara mendalam), observasi
kandidiasis. Dari data juga diketahui bahwa dan studi dokumentasi. Indepth interview
kasus AIDS tertinggi ditemui pada usia merupakan pengumpulan data melalui
20-29 tahun sebanyak 17 kasus, dan usia wawancara menggunakan pedoman
30-39 tahun sebanyak 17 kasus (Dinas wawancara yang berisi pertanyaan terbuka
Kesehatan Kota Padang, 2019). Tingginya dan sebagian besar berbasis pada interaksi
kasus AIDS pada usia dewasa muda ini antara 1 pewawancara dengan 1 responden.
menunjukkan bahwa pencegahan HIV pada Pada penelitian ini yang diteliti yaitu
remaja belum terlaksana dengan optimal. pelaksanaan program penanggulangan
Puskesmas Bungus merupakan HIV/AIDS di Puskesmas Bungus Kota
Puskesmas LKB yang telah ditetapkan oleh Padang.
Kemenkes sejak tahun 2012 dan merupakan Informan kunci pada penelitian ini
fasiltas kesehatan tingkat pertama (FKTP) adalah Pemegang Program HIV/AIDS di
yang dapat memberikan layanan pengobatan Dinas Kesehatan Kota Padang, kepala
untuk pasien HIV di Kota Padang. Kasus puskesmas, dan pemegang program dan
HIV di Puskesmas Bungus pada tahun 2017 pelaksana program di Buskesmas Bungus.
sebanyak 29 kasus, pada tahun 2018 Analisis data dilakukan dengan membuat
menjadi 26 kasus, dan pada tahun 2019 transkrip data, mereduksi data, penyajian
data, dan menyimpulkan data yang didapat.
HASIL
Wawancara mendalam dilakukan Puskesmas Bungus, Konselor HIV/AIDS
pada delapan orang informan yaitu dengan Puskesmas Bungus, dan empat orang
pemegang program HIV/AIDS Dinas ODHA yang berkunjung ke Puskesmas
Kesehatan Kota Padang, Kepala Puskesmas Bungus. Karakteristik informan dapat
Bungus, pemegang program HIV/AIDS dilihat pada tabel berikut :

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

Tabel 1. Karakteristik Informan Wawancara Mendalam


No. Kode Pendidikan Jabatan
Informan terakhir
1 Inf – 1
Pemegang program HIV/AIDS Dinas Kesehatan Sarjana
Kota Padang Kesehatan
Masyarakat
2 Inf – 2 Kepala Puskesmas Bungus Dokter Umum
3 Inf – 3 Pemegang Program HIV/AIDS Puskesmas Sarjana
Bungus Kesehatan
Masyarakat
4 Inf – 4 Konselor Program HIV/AIDS Puskesmas Perawat
Bungus
5 Inf – 5 ODHA 1 SMA
6 Inf – 6 ODHA 2 SMK
7 Inf – 7 ODHA 3 SMA
8 Inf – 8 ODHA 4 SMP
Keterangan : Inf = Informan

Focus Group Discussion (FGD) program penanggulangan HIV/AIDS.


dilakukan terhadap remaja sebagai orang Adapun karakteristik informan dapat dilihat
yang merasakan output pelaksanaan pada tabel berikut

Tabel 2 Karakteristik Responden Focus Group Discussion (FGD) Remaja


No. Kode Informan Jenis Kelamin Umur
Responden
1 R–1 Remaja Perempuan 16 Tahun
2 R–2 Remaja Perempuan 16 Tahun
3 R–3 Remaja Perempuan 18 Tahun
4 R–4 Remaja Perempuan 14 Tahun
5 R–5 Remaja Perempuan 15 Tahun
6 R–6 Remaja Perempuan 17 Tahun
Keterangan : R = Remaja

FGD dalam penelitian ini baik pelatihan yang diadakan di tingkat


memanfaatkan 6 orang remaja yang ada di daerah, dinas provinsi, maupun dari pusat.
wilayah kerja Puskesmas Bungus. Mengenai hambatan dari Sumber Daya
Hasil wawancara mendalam Manusia, pemegang program HIV/AIDS di
mengenai implementasi program Puskesmas Bungus terkendala dengan
penanggulangan HIV/AIDS di Pukesmas adanya penempatan SDM yang dinilai tidak
Kota Padang tahun 2020 mengenai efektif dalam menjalankan tugasnya.
komponen kebijakan diketahui bahwa Berikut pernyataan pemegang program
kebijakan telah disosialisasikan ke tingkat HIV/AIDS di puskesmas :
puskesmas dalam bentuk rapat atau “Kendalanya disini konselornya itu
pertemuan. Sumber Daya Manusia yang cewek ya, sementara pasien kita
terlibat dalam penanggulangan HIV/AIDS yang banyak itu adalah LSL, jadi
di Puskesmas Bungus berbentuk tim yang tiap pasien yang datang tu maunya
berjumlah 6 orang masing-masing sama abang aja, disuruh sama
puskesmas. Tim ini terdiri dari penanggung konselor yang cewek gak mau, dan
jawab program, dokter, perawat, konselor, seandainya abang tidak di tempat
admin (SIHA), dan tenaga labor. Semua itu biasanya pasien ga mau untuk
anggota tim ini telah mendapatkan pelatihan, konsul. Kan susah jadinya..” (Inf.3)

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

Dana dalam penanggulangan kutipan wawancara dengan Kepala


HIV/AIDS di Puskesmas Bungus bersumber Puskesmas Bungus :
dari Global Fund dan BOK. Berdasarkan
wawancara, ketersediaan dana untuk Kegiatan kita yang dalam gedung
program HIV/AIDS ini sudah cukup. itu ada pelayanan seperti skrining,
Berdasarkan telaah dokumen diketahui jika konseling, dan pengobatan.kalau
dalam anggaran BOK Puskesmas sudah ada diluar gedung itu ada mobile VCT
penganggaran untuk program HIV/AIDS, ke populasi berisiko . Seperti
anggaran yang tersedia sudah mencukupi terminal, pelabuhan,dan
namun untuk pengalokasiannya tidak tempat-tempat karoke ya.. Tapi
memuat anggaran biaya untuk kegiatan sejak pandemi ini memang untuk
promosi kesehatan. Hal ini dikarenakan kunjungan lapangan belum bisa kita
kegiatan promosi kesehatan dilakukan lakukan ya, hanya sebatas
dengan mengintegrasikan dengan kegiatan pelayanan dalam gedung saja.
program lain. (inf-2)

Sarana dan prasarana yang dimiliki Berdasarkan wawancara mendalam


puskemas Puskesmas Bungus terkait dengan ODHA diketahui bahwa pelayanan
program HIV/AIDS sudah sesuai dengan yang didapatkan dari puskesmas sudah
standar. Berdasarkan wawancara mendalam sesuai dengan kebutuhan. Kendala yang
dengan informan diketahui jika Puskesma dihadapi yaitu jauhnya lokasi puskesmas
Bungus sudah mempunyai ruangan khusus dari tempat tinggal ODHA, karena rata-rata
Layanan Komprehensif Berkesinambungan ODHA yang berobat ke puskesmas rujukan
(LKB) dan laboratorium. Selain ruangan, ini berasal dari luar daerah. Sedangkan hasil
pada dua puskesmas ini juga sudah tersedia FGD dengan remaja mengenai pelaksanaan
sarana untuk pemeriksaan HIV/AIDS, ARV, kegiatan promosi kesehatan diketahui
kondom, alat medis sekali pakai, dan media bahwa kegiatan ini sudah dilakukan, namun
promosi. Berdasarkan observasi, dinilai belum berjalan maksimal. Berikut
ketersediaan media promosi seperti brosur hasil FGD mengenai peningkatan
dan leaflet yang digunakan sebagai media pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS:
promosi pada remaja dan populasi berisiko
Iya.. pernah ada saat MOS dulu..
lainnya masih kurang.
karena udah lama, jadi kalau
Komunikasi yang telah dijalankan materinya udah ga ingat kak.
di puskesmas belum dilakukan secara Medianya cuma slide aja kak, ga
keseluruhan terhadap petugas yang terlibat ada brosur, leaflet, atau buku saku
dalam penanggulangan HIV/AIDS. (IR-3).
Puskesmas sudah memiliki SOP dan
Monitoring yang dilakukan terhadap
struktur organisasi dalam menjalankan
program penanggulangan HIV/AIDS pada
tugasnya. Namun, dalam strukturnya
tingkat Dinas Kesehatan dilakukan dengan
Kepala Puskesmas belum melibatkan
melihat laporan yang dikirimkan pemegang
pemegang program yang terintegrasi dalam
program setiap bulannya secara online.
program PITC dalam struktur pelaksana
Setiap 3 bulan sekali dilakukan evaluasi di
tugas program HIV/AIDS di Puskesmas.
tingkat Dinas Kesehatan untuk melihat
Pelaksanaan kegiatan dilakukan sesuai target capaian program. Monev di tingkat
dengan SOP yang ada di Puskesmas. puskesmas dilakukan Kepala Puskesmas
Namun, selama pandemi kegiatan dengan melihat laporan bulanan dari
kunjungan lapangan belum terlaksana sesuai pemegang program dan laporan saat lokmin
dengan perencanaan karena adanya bulanan.
pembatasan sosial yang menyebabkan
Output dari program
kegiatan harus ditunda sementara. Berikut
penanggulangan HIV/AIDS di puskesmas

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

sudah terlaksananya semua kegiatan sesuai mencapai target yang jauh lebih tinggi
perencanaan,dan terpenuhinya capaian untuk tes HIV pada populasi kunci
target pelayanan oleh puskesmas Bungus sedangkan kegiatan penjaringan HIV pada
sebesar 215%. Dari telaah dokumen pasien TB belum mencapai target yaitu
diketahui bahwa Puskesmas Bungus sebesar 54% dari target 100%.

PEMBAHASAN Puskesmas Bungus yang mayoritas adalah


LSL, disebabkan karena kecendrungan LSL
Komponen Input yang lebih tertarik dan terbuka terhadap
Kebijakan yang mengatur petugas laki-laki. Penelitian Dewi dkk
penanggulangan HIV/AIDS di Kota Padang (2019) menyatakan bahwa seorang konselor
yaitu Peraturan Walikota Padang No 23 harus menciptakan konseling yang nyaman,
Tahun 2018 tentang pedoman empati dan menerima untuk memberikan
penanggulangan HIV/AIDS di Kota Padang. kesempatan pada klien mendiskusikan
Dilihat dari hasil wawancara mendalam perasaan dan pikiran mereka. Penerimaan
dengan pemegang program HIV/AIDS diri dan dukungan yang tersedia bagi klien
Dinas Kesehatan Kota Padang, Kepala merupakan sesuatu yang penting dipelajari
Puskesmas Bungus, dan pemegang program oleh konselor. Diharapkan manajemen di
HIV/AIDS Puskesmas Bungus, diketahui Puskesmas Bungus tetap memaksimalkan
bahwasanya kebijakan mengenai peran dari konselor perempuan dengan
penanggulangan HIV/AIDS telah meningkatkan pengetahuan konselor
disosialisasikan oleh Pemerintah Kota melalui pengalaman dalam melakukan
Padang dalam bentuk pertemuan. Oleh konseling dan mengikuti pelatihan atau
karena itu, dapat dikatakan bahwa kebijakan seminar yang berkaitan dengan kemampuan
HIV/AIDS di Kota Padang sudah baik pendekatan terhadap LSL. Selain itu,
dengan adanya perda khusus yang mengatur metode pendekatan ini juga bisa
tentang HIV/AIDS di Kota Padang dan didiskusikan dengan sesama konselor yang
telah disosialisasikan kepada instansi terkait. ada di Puskesmas Bungus. (Dewi, Dewa
Hal ini sejalan dengan penelitian yang Ayu Puspa, Nyandra, Made , Suarjana,
dilakukan oleh Purnomo (Purnomo, 2014) 2019)
dengan hasil kebijakan penanggulangan Berdasarkan telaah dokumen, dalam
HIV dan AIDS di Kabupaten Malang sudah anggaran dana BOK puskesmas telah
dijalankan sesuai tujuan dari pembuatan memuat anggaran untuk program
kebijakan yang tercantum dalam Peraturan penanggulangan HIV/AIDS yang terdiri
Daerah. dari kegiatan VCT dan pertemuan. Namun,
Kendala SDM yang ditemui di dalam anggaran ini belum terlihat anggaran
Puskesmas Bungus yaitu penetapan khusus untuk kegiatan promosi kepada
konselor yang berjenis kelamin perempuan populasi berisiko seperti ibu hamil, LSL,
dinilai kurang efektif oleh pemegang remaja, WPS, WBP, pasien TB, gay dan
program karena kebanyakan pasien yang waria dan remaja. Kegiatan ini tidak
datang adalah LSL, dan mereka hanya dimasukkan ke dalam anggaran karena
mau konsul dengan petugas laki-laki. Hal dalam pelaksanaannya diintegrasikan
ini menyebabkan pemegang program di dengan kegiatan lain. Harper (2013)
Puskesmas Bungus juga merangkap menjadi mengemukakan bahwa harus ada
konselor dan menjadikan beban kerjanya peningkatan dramatis dalam pendanaan
lebih banyak dibandingkan petugas lain. untuk pengembangan dan implementasi
Berdasarkan penelitian Desi dkk (Desi, program pencegahan HIV yang secara
Pratiwi, Suarni, & Wmp, 2014) menyatakan khusus menargetkan remaja. Menurutnya
bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi pria gay/biseksual baik remaja maupun
dari siswa di Singaraja terhadap peran dewasa muda terjerumus kepada perilaku
gender calon konselor. Ketidaknyamanan tersebut karena kurangnya perhatian
proses konseling pasien yang datang ke pemerintah terhadap program promosi

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

kesehatan pada remaja (Harper, Gary W, seperti PKBI yang ada di Kota Padang
2013). (Siregar, Yafrinal, Kintoko Rochadi, 2019).
Sarana dan prasarana yang dimiliki
puskemas Puskesmas Bungus terkait Komunikasi dan Struktur Birokrasi
program HIV/AIDS sudah sesuai dengan
standar. Berdasarkan wawancara mendalam Dari hasil wawancara yang
dengan informan dan hasil observasi, dilakukan dengan kepala puskesmas,
diketahui jika Puskesma Bungus sudah komunikasi yang dilakukan di puskesmas
mempunyai ruangan khusus Layanan yaitu pimpinan puskesmas menyampaikan
Komprehensif Berkesinambungan (LKB) informasi atau kebijakan baru kepada
dan laboratorium. Sarana dan prasarana pemegang program, dengan harapan
penunjang pelayanan berupa obat-obatan, nantinya pemegang program yang akan
reagen, bahan medis sekali pakai, kondom, meneruskan kepada seluruh tim pelaksana
dan alat tulis sudah tersedia sesuai dan pemegang program lainnya yang terkait.
kebutuhan. Namun, untuk media KIE hanya Sedangkan dari wawancara dengan
ada banner dan poster yang dipajang di pemegang program HIV/AIDS di
ruangan LKB. Berdasarkan hasil wawancara puskesmas diketahui bahwa komunikasi
dengan pemegang program HIV di dari pemegang program dengan semua tim
Puskesmas, diketahui bahwa ketersediaan pelaksana dan pemegang program yang
media penyuluhan seperti brosur,leaflet tergabung dalam PITC belum dilakukan
yang digunakan sebagai media promosi sebagaimana mestinya. Pemegang program
pada remaja sudah tersedia dari pusat dan beranggapan bahwa itu adalah kewenangan
telah mencukupi kebutuhan pada dari kepala puskesmas sebagai pimpinan.
penanggulangan HIV/AIDS di Puskesmas Diharapkan ke depannya kepala puskesmas
Bungus. Namun, kenyataan berbeda ditemui secara konsisten melakukan komunikasi
pada hasil wawancara dengan ODHA dan dengan seluruh petugas yang terlibat dengan
remaja, bahwa mereka tidak pernah program HIV/AIDS termasuk pemegang
mendapatkan media baik brosur, leaflet, program yang terintegrasi dengan program
maupun buku saku saat penyuluhan. HIV/AIDS. Komunikasi diperlukan agar
Kegiatan penyuluhan remaja hanya para pembuat keputusan dan implementator
dilakukan melalui media infokus, sedangkan semakin konsisten dalam melaksanakan
untuk ODHA semua informasi diterima kebijakan yang akan diterapkan dalam
langsung dari petugas. Hasil penelitian masyarakat.
Siregar dkk (2019) menunjukkan bahwa Berdasarkan telaah dokumen
terdapat pengaruh yang signifikan media ditemukan adanya dokumen SOP kegiatan
leaflet dan audio visual (p <0,05) terhadap VCT di Puskesmas Bungus. Bukti dokumen
pengetahuan dan sikap remaja pasca struktur organisasi ditemukan dalam bentuk
intervensi. Kesimpulannya adalah media SK tim pelaksana tugas penanggulangan
leaflet dan audio visual lebih efektif dalam HIV/AIDS di Puskesmas Bungus.
meningkatkan pengetahuan dan sikap Diharapkan ke depannya puskesmas
remaja terhadap bahaya HIV / AIDS. membuat struktur organisasi yang
Diharapkan puskesmas sebagai fasilitas melibatkan seluruh SDM yang terintegrasi
pelayanan dasar agar lebih proaktif dalam dengan program HIV/AIDS agar seluruh
menyediakan media untuk promosi SDM yang terlibat lebih berkomitmen
kesehatan berupa brosur, leaflet, dan buku dalam menjalankan tugasnya.
saku untuk kebutuhan promosi kesehatan Implementator kebijakan mungkin sudah
kepada remaja dan populasi berisiko mengetahui apa yang harus dilakukan dan
lainnya. Selain kepada Dinas Kesehatan dan mempunyai keinginan yang mencukupi
KPA, untuk ketersediaan media juga bisa serta sumber daya yang memadai, tetapi
diperoleh dengan bekerja sama dengan LSM mungkin pada saat implementasi masih
yang fokus pada program HIV/AIDS, dihadang oleh struktur organisasi, tempat
implementator bekerja. Penelitian Kawonga

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

(2012) menunjukkan bahwa masalah kebutuhan kondom di Kota Padang belum


komunikasi HIV di pelayanan kesehatan sesuai dengan semestinya tidak adanya
Afrika Selatan yang bersifat top-down perhitungan jumlah kondom yang
menyebabkan pelaksana program hanya seharusnya dilakukan dan belum dilakukan
membuat laporan berdasarkan capaian sekali dalam 3 bulan. Sehingga dalam
layanan. Menurutnya, data capaian layanan pelaksanaannya semua instansi, outlet, LSM
saja tidak cukup untuk memantau kinerja yang membutuhkan kondom hanya meminta
dari pelaksana program. Komunikasi yang seberapa diinginkan dan mengisi form
baik seharusnya melibatkan seluruh elemen kebutuhannya (Handayani, 2016).
yang terlibat dalam program untuk Pelaksanaan kegiatan PITC di
memantau kinerja program (Kawonga, Puskesmas Bungus telah terintegrasi dengan
Blaauw, & Fonn, 2012). poli TB, KIA, dan PKPR. Setiap pasien TB
dan ibu hamil akan ditawarkan untuk tes
Komponen Proses HIV dan remaja yang berisiko, serta orang
Perencanaan program dengan penyakit lain yang berhubungan
penanggulangan HIV/AIDS di Puskesmas dengan HIV akan ditawarkan untuk tes
Bungus belum sesuai dengan HIV oleh petugas di poli yang terlibat dan
tahapan-tahapan atau langkah-langkah dirujuk ke klinik LKB. Sejauh ini,
dalam proses perencanaan berdasarkan pelaksanaannya sudah dilakukan, namun
pedoman Kementrian Kesehatan. Kegiatan pada output nya terlihat bahwa hasilnya
dalam fungsi perencanaan yang dibuat belum mencapai target. Pada
puskesmas hanya sebatas membuat rencana pelaksanaannya, setiap ibu hamil dan pasien
kerja yang mengacu pada RKT (Rencana TB yang datang ke poli belum mendapatkan
Kerja Tahunan) Dinas Kesehatan Kota dan informasi/KIE yang cukup dari petugas,
kebutuhan sarana prasarana tidak sehingga masih banyak pasien TB dan ibu
berdasarkan perhitungan yang seharusnya. hamil yang belum bersedia untuk dilakukan
Tahapan ataupun langkah yang harus tes HIV. Menurut Sudrani (2014) pelayanan
dilakukan puskesmas dalam program PITC hendaknya didukung dengan
penanggulangan HIV/AIDS dimulai dengan pemberian informasi (KIE) yang cukup
melakukan analisa situasi terlebih dahulu, kepada pasien, jika pasien menolak untuk
menyusun prioritas masalah, menentukan melakukan tes maka akan ditawarkan lagi
tujuan program dan kriteria keberhasilan, pada kunjungan berikutnya (Sudrani, 2014).
menetukan rincian kegiatan program, Pelaksanaan promosi kesehatan
penentuan target cakupan, penentuan lokasi kepada remaja hanya dilakukan satu kali
dan jadwal kegiatan, serta menentukan dalam satu tahun saat tahun ajaran baru.
jadwal dilakukannya evaluasi dan Setiap tahun hanya ada satu sekolah yang
monitoring. Perencanaan puskesmas akan dikunjungi, sehingga tidak semua
mestinya juga membuat rencana koordinasi sekolah mendapat giliran kunjungan setiap
lintas program dan lintas sektor terkait tahunnya. Penelitian ini sejalan dengan
program PITC yang terintegrasi dengan penelitian Handayani (2016) bahwa pada
program lain seperti KIA dan Poli TB. program peningkatan pengetahuan remaja
Hambatan puskesmas dalam dilakukan belum terjadwal. Kurangnya
melakukan perencanaan sesuai pedoman promosi akan berdampak pada kurangnya
disebabkan karena sebagian besar pemahaman dari remaja mengenai
pengunjung LKB ini berasal dari luar HIV/AIDS yang mengakibatkan banyaknya
wilayah kerja puskesmas. Pemegang remaja yang terjerumus pada perilaku seks
program beranggapan bahwa kebutuhan menyimpang seperti LSL. Hal ini terbukti
sarana dan prasarana seperti obat-obatan dengan tingginya angka kasus HIVAIDS
atau kondom tidak bisa diprediksi dengan pada LSL di Kota Padang yaitu sebesar 30%
kondisi pasien yang tak terduga. Hal ini dari total kasus yang ada.
sejalan dengan penelitian oleh Hndayani Dalam penanggulangan HIV/AIDS
(2016) bahwa pelaksanaan perencanaan di Puskesmas Bungus, pelaksanaan

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

monitoring evaluasi telah dilakukan dalam terintegrasi dengan HIV dalam struktur
bentuk laporan secara online dan sudah organisasi pelaksana tugas program
sesuai dengan ketentuan. Kegiatan monev HIV/AIDS di puskesmas. Dengan
oleh Dinas Kesehatan juga telah dilakukan peningkatan kinerja petugas pada program
dalam bentuk pertemuan tiga bulan sekali. yang terintegrasi dalam PITC ini diharapkan
Namun, monitoring oleh kepala puskesmas dapat lebih efektif dalam mencegah
secara langsung dengan seluruh tim yang penularan HIV. Menurut Sudrani (2018)
terlibat belum dilaksanakan dengan program PITC telah terbukti dalam
maksimal. Monev hanya dilakukan dalam peningkatan jumlah ibu hamil, pasien IMS,
lokmin, namun pada saat lokmin tidak TB, diare, hepatitis dan beberapa penyakit
selalu membahas mengenai program lain yang dites HIV di Kota Kendari.
HIV/AIDS. Menurut Kawonga (2012)
selama ini laporan HIV hanya sebatas Penambahan puskesmas rujukan
jumlah sasaran yang mendapatkan untuk pengobatan HIV/AIDS juga sangat
pelayanan. Hal ini dinilai tidak cukup untuk dibutuhkan agar pelayanan ARV dapat
memaantau kinerja dari pelaksanaan terjangkau oleh seluruh populasi berisiko,
program. Diharapkan kepala puskesmas terutama bagi ODHA yang dalam masa
dapat melakukan monitoring kegiatan pengobatan. Berdasarkan hasil penelitian
penanggulangan HIV/AIDS baik melalui Yu et all (2008) diketahui bahwa evaluasi
lokmin di puskesmas, maupun secara historis program HIV/AIDS di Brasil
langsung memantau kegiatan program menunjukkan bahwa program ARV pada
penanggulangan HIV/AIDS pada LKB pelayanan kesehatan dasar di negara
maupun program yang terintegrasi dengan tersebut menyebabkan penurunan mortalitas
penanggulangan HIV/AIDS. 40 hingga 70 persen, penurunan morbiditas
60 hingga 80 persen, dan penurunan angka
Keluaran (Output) kesakitan 85 persen (Yu, Dongbao, Yves
Keluaran (Output) adalah Souteyrand, Mazuwa A Banda, 2008).
terlaksananya program penanggulangan
HIV/AIDS di Puskesmas Bungus Kota KESIMPULAN DAN SARAN
Padang. Berdasarkan hasil wawancara Simpulan dari penelitian ini adalah
dengan informan didapatkan informasi kebijakan HIV/AIDS di Kota Padang sudah
bahwa program pengendalian HIV/AIDS di baik dengan adanya perda khusus yang
Puskesmas Bungus telah terlaksana dengan mengatur tentang HIV/AIDS di Kota
baik dan melebihi target yaitu sebesar 215%. Padang. Sumber Daya Manusia yang
Tingginya angka penjaringan HIV terintegrasi dalam program HIV/AIDS
disebabkan pencapaian melebihi pada belum dilibatkan dalam struktur organisasi
populasi kunci yang berasal dari luar program HIV/AIDS. Adanya penempatan
wilayah kerja puskesmas, karena puskesmas SDM untuk konselor yang tidak efektif, dan
ini merupakan puskesmas rujukan yang tidak dapat menjalankan tugas dengan baik.
sudah familiar di kalangan populasi kunci Dana dalam penanggulangan HIV/AIDS di
karena sudah ditetapkan sebagai puskesmas puskesmas bersumber dari Global Fund dan
rujukan LKB sejak tahun 2012. Pencapaian BOK puskesmas. Pada penganggaran dana
pada populasi berisiko seperti pasien TB belum dialokasikan untuk program promosi
belum mencapai target Hal ini menunjukkan kesehatan. Semua sarana dan prasarana
masih kurangnya pelaksanaan penjaringan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
populasi berisiko yang terintegrasi dalam program tersedia baik, kecuali media KIE.
PITC. Peningkatan peran tenaga kesehatan Dalam proses perencanaan kebutuhan
yang terlibat dalam program PITC dapat sarana belum dilakukan dengan perhitungan
membuat program penanggulangan populasi berisiko dan orang berisiko di
HIV/AIDS ini lebih efektif. Manajemen wilayah kerja puskesmas, karena banyaknya
puskesmas diharapkan untuk dapat kunjungan dari pasien yang berasal dari luar
melibatkan petugas pada poli yang

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

wilayah kerja puskesmas. Pelaksanaan PIMS Triwulan II Tahun 2019.


kegiatan tes HIV dan pengobatan yang Jakarta.
dilakukan di puskesmas berjalan Handayani, S. (2016). Analisis
sebagaiamana mestinya. Namun kegiatan Implementasi Tugas Komisi
promosi kesehatan belum rutin dan Pennaggulangan AIDS Kota Padang
terjadwal. Pada masa pandemi, kunjungan dalam Menanggulangi HIV/AIDS
lapangan belum terlaksana sesuai Tahun 2016. Universitas Andalas.
perencanaan. Monitoring dan evaluasi Harper, Gary W, A. J. R. (2013). HIV
dilakukan dalam bentuk laporan secara Prevention Interventions for
online oleh admin di puskesmas. Evaluasi Adolescents and Young Adults.
dalam bentuk pertemuan dengan kepala Springer Nature, 17, 1082–1095.
puskesmas belum maksimal. Program https://doi.org/Https://link.springer.co
penanggulangan HIV/AIDS di Puskesmas m/article/10.1007/s10461-012-0178-1
Bungus cukup berhasil, namun tinngginya Kawonga, M., Blaauw, D., & Fonn, S.
output yang diperoleh hanya pada kelompok (2012). . Aligning vertical
populasi kunci yang berasal dari luar interventions to health systems: a case
wilayah kerja puskesmas. Diharapkan study of the HIV monitoring and
manajemen puskesmas melakukan kegiatan evaluation system in South
promosi kesehatan yang terintegrasi dengan AfricaAligning vertical interventions
kurikulum yang ada di sekolah selama masa to health systems: a case study of the
pandemi melalui media zoom atau media HIV monitoring and evaluation system
online lainnya. Selain itu, diharapkan in South Africa. Health Research
Kepala Puskesmas melakukan komunikasi Policy and Systems, 10(1).
secara menyeluruh terhadap petugas yang https://doi.org/10.1186/1478-4505-10-
terintegrasi dengan program 2
penanggulangan HIV/AIDS baik secara Kementerian Kesehatan RI. (2016).
langsung maupun melalui lokmin Infodatin Pusat Data dan Informasi
puskesmas. Kemenkes RI Situasi dan Analisis
HIVAIDS Tahun 2016. Jakarta.
Purnomo, D. (2014). Analisis Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA Penanggulangan HIV Dan AIDS Di
Desi, P., Pratiwi, W., Suarni, N. K., & Wmp, Kabupaten Malang (Studi Pelaksanaan
D. A. (2014). Persepsi Terhadap Peran Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun
Gender Calon Konselor Dalam 2008 Kabupaten Malang). Jurnal
Layanan Konseling Individual Pada Administrasi Publik Mahasiswa
Siswa Sma / Smk Di Kota Singaraja Universitas Brawijaya, 3(1), 42–48.
Universitas Pendidikan Ganesha. Simarmata, O. . (2010). Ancaman HIV Pada
Dewi, Dewa Ayu Puspa, Nyandra, Made , Remaja di Tanah Papua. Ekologi
Suarjana, I. N. (2019). Peranan Kesehatan, 9, 1274–1281.
Konselor dalam Melakukan Konseling Siregar, Yafrinal, Kintoko Rochadi, N. L.
Pasca Tes HIV/AIDS pada Pasien (2019). The Effect Of Health
Laki-Laki Seks dengan Laki-Laki Promotion Using Leaflets and
(LSL) di Kota Denpasar. Sintesa Audio-Visual On Improving
Prosiding. Knowledge And Attitude Toward The
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.360 Danger Of Hiv/Aids Among
02/snts.v0i0.834 Adolescents. International Journal of
Dinas Kesehatan Kota Padang. (2019). Nursing and Health Services, 2.
Laporan Tahunan Dinas Kesehatan https://doi.org/https://doi.org/10.35654
Kota PadangTahun 2019. Padang. /ijnhs.v2i3.213
Ditjen P3 Kemenkes RI. (2019). Laporan Sudrani, S. (2014). Provider Initiative Test
Situasi Perkembangan HIV-AIDS & and Counseling (PITC)sebagai upaya
perluasan tes HIVpada populasi

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2
T
IN
GG
I ILM
U
K
E

Jurnal Kesehatan Medika Saintika e-ISSN : 2540-961


p-ISSN : 2087-8508

S
EH
A
S EK O L

AT A N
Volume 11 nomor 2 (Desember 2020) | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i1.847

khusus (studi kasus di Kota Kendari, Banda, J. K. & J. H. P. (2008).


Sultra). Berita Kedokteran Masyarakat, Investment in HIV/AIDS programs:
34. Does it help strengthen health systems
https://doi.org/https://jurnal.ugm.ac.id/ in developing countries?
bkm/article/view/37615 Globalizationand Health,
World Health Organization. (2018). Fact 4.https://doi.org/https://globalizationan
Sheet HIV/AIDS. Retrieved from dhealth.biomedcentral.com/articles/10.
http://www.who.int/mediacentre/factsh 1186/1744-8603-4-8
eets/fs360/en/
Yu, Dongbao, Yves Souteyrand, Mazuwa A

Jurnal Kesehatan Medika Saintika


Desember 2020 |Vol 11 Nomor 2

Anda mungkin juga menyukai