Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIVITAS PROGRAM WARGA PEDULI AIDS (WPA) DALAM

PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KOTA SURAKARTA

Norsyifa Hasanah Putri1, Ruslianti Permata Sari2


Program Studi Ilmu Administrasi Publik12
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lambung Mangkurat
Email: hasanahputrinorsyifa@gmail.com

Abstract
In Indonesia in 2017 the number of HIV infections was 48,300 and the number of
AIDS cases was 9,280. five provinces in Indonesia with the largest number of HIV
cases are East Java, DKI Jakarta, West Java, Central Java, and Papua. While the
highest number of AIDS cases is Central Java, West Java, Papua, East Java and
Bali. while the highest number of AIDS cases is Central Java, West Java, Papua,
East Java and Bali. The government made a policy to tackle the HIV / AIDS
problem in Indonesia. The policy was contained in the Regulation of the Minister
of Health of the Republic of Indonesia Number 21 of 2013 concerning HIV / AIDS
Prevention. implementing the policy through the Warga Peduli AIDS program.
According to Article 52 Paragraph 1, Warga Peduli AIDS is a vehicle for
community participation in overcoming HIV / AIDS. The WPA program was
formed by the AIDS Commission at the sub-district / village level, hamlet / village,
neighborhood, neighborhood. in this study will analyze the effectiveness of the
WPA program in the city of Surakarta by using the Edward III policy model,
namely communication, resources, disposition, and bureaucratic structure.
Keywords: Effectiveness, HIV/AIDS, Implementation.
Abstrak
Di Indonesia pada tahun 2017 jumlah infeksi HIV sebanyak 48.300 kasus dan
jumlah kasus AIDS 9.280 kasus. Lima provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus
HIV terbesar adalah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Papua. Sedangkan jumlah kasus AIDS tertinggi adalah Jawa Tengah, Jawa Barat,
Papua, Jawa Timur dan Bali. Sedangkan jumlah kasus AIDS tertinggi adalah Jawa
Tengah, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur dan Bali. Pemerintah mengambil
kebijakan untuk menanggulangi masalah HIV / AIDS di Indonesia. Kebijakan
tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2013 tentang Pencegahan HIV / AIDS. melaksanakan kebijakan tersebut
melalui program Warga Peduli AIDS. Menurut Pasal 52 Ayat 1, Warga Peduli
AIDS merupakan wahana partisipasi masyarakat dalam penanggulangan HIV /
AIDS. Program WPA dibentuk oleh Komisi Penanggulangan AIDS di tingkat
kecamatan / desa, dusun / desa, rukun tetangga, rukun tetangga. Dalam penelitian
ini akan menganalisis efektifitas program WPA di Kota Surakarta dengan
menggunakan model kebijakan Edward III yaitu komunikasi, sumber daya,
disposisi, dan struktur birokrasi.

Kata Kunci: Efektivitas, HIV / AIDS, Implementasi.


(AIDS) disebabkan oleh Human
PENDAHULUAN Immunodeficiency Virus (HIV). Aquired
HIV/AIDS adalah penyakit yang Immunodeficiency Syndrome adalah gejala
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. dan infeksi yang timbul karena rusaknya
Aquired Immune Deficiency Syndrome sistem kekebalan tubuh manusia akibat

JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan


Volume 2 Nomor 2, Juli – Desember 2020
Norsyifa Hasanah Putri, Ruslianti Permata Sari

infeksi virus HIV. Menurut Departemen warga, dan rukun tetangga. Untuk
Kesehatan (2014), HIV adalah virus yang pelaksanaan Program Peduli AIDS di Kota
menyerang ssstem kekebalan tubuh manusia Surakarta sudah dilaksanakan sejak tahun
yang kemudian berdampak pada penurunan 2006. Namun implementasi program
system kekebalan tubuh sehingga tersebut belum efektif dalam mengatasi
menibulkan penyakit yang disebut AIDS. permasalahan HIV/AIDS di Kota Surakarta.
Di Indonesia perkembangan Dari perspektif teori kebijakan publik
HIV/AIDS semakin meningkat dan sudah menarik untuk diteliti mengapa program
menyebar ke berbagai wilayah. Menurut tersebut belum efektif mencapai tujuannya.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Perspektif ini akan menjawab sebab-sebab
Kesehatan, Indonesia berada di urutan ke-5 terhambatnya implementasi program itu
paling berisiko HIV/AIDS di Asia mewujudkan tujuannya, sehingga
(Kemenkes, 2013). Di Indonesia pada 2017 temuannya bisa dijadikan landasan evaluasi
jumlah infeksi HIV sebanyak 48.300 dan (think again) perbaikan kebijakan dan
jumlah kasus AIDS sebanyak 9.280. Lima implementasinya di lapangan. Berdasarkan
provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus latar belakang di atas dirumuskan sebuah
HIV terbesar adalah Jawa Timur, DKI masalah penelitian yaitu, Mengapa program
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Warga Peduli AIDS belum efektif dalam
Papua. Sedangkan jumlah kasus AIDS meminimalisir jumlah kasus HIV/AIDS di
terbanyak adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Kota Surakarta?
Papua, Jawa Timur, dan Bali. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Jawa Tengah METODE PENELITIAN
merupakan provinsi dengan jumlah kasus Ruang Lingkup penelitian ini tentang
AIDS terbesar. local indigenous governance yang
Di Kota Surakarta sendiri angka merupakan bagian dari Ilmu Administrasi
pengidap HIV/AIDS cukup tinggi dan perlu Publik, yaitu bagaimana pemerintah dalam
perhatian baik dari pemerintah daerah melaksanakan kebijakan yang telah dibuat
maupun stakeholder terkait. Berdasarkan dapat melakukan evaluasi (think again),
data komisi penanggulangan AIDS Pemkot yang berarti memikirkan kembali apakah
Surakarta tercatat pada 2018 terdapat 2.679 kebijakan yang dilaksanakan untuk
orang pengidap HIV/AIDS di Kota mengatasi kasus tingginya angka pengidap
Surakarta (Fitriani, 2019). Apabila HIV/AIDS di Kota Surakarta sudah efektif
dibandingkan dengan Kota Banjarmasin dalam menangani permasalahan tersebut.
untuk jumlah pengidap HIV/AIDS pada Penelitian ini merupakan penelitian
tahun 2018 sebanyak 647 orang (Trio, kualitatif yang bersifat kepustakaan (library
2018). research), yaitu yang bahan-bahannya
Berdasarkan data diatas, tentunya adalah buku-buku perpustakaan dan sumber-
pemerintah membuat kebijakan untuk sumber lainnya yang kesemuanya berbasis
menanggulangi masalah HIV/AIDS di kepustakaan (Hadi, 1995: 3). Dengan
Indonesia. Kebijakan tersebut dimuat dalam metode penelitian kualitatif, peneliti
Peraturan Menteri Kesehatan Republik melakukan analisis deskriptif. Metode
Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang analitis-deskriptif dilakukan dengan cara
Penanggulangan HIV dan AIDS. memberikan keterangan dan gambaran yang
Pengimplementasian kebijakan tersebut sejelas-jelasnya secara sistematis, objektif,
melalui berbagai macam program, salah kritis dan analitis mengenai konsep model
satunya yaitu Program Warga Peduli AIDS. implementasi kebijakan George Edward III
Menurut Pasal 52 Ayat 1, Warga (1980).
Peduli AIDS merupakan wadah peran serta Pendekatan yang digunakan dalam
masyarakat untuk melakukan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
penanggulangan HIV/AIDS. Program Berdasarkan hal tersebut langkah awal yang
Warga Peduli AIDS ini dibentuk oleh ditempuh adalah mengumpulkan data-data
Komisi Penanggulangan AIDS di tingkat yang dibutuhkan, baru kemudian dilakukan
kecamatan/desa, dusun/kampung, rukun klasifikasi dan deskripsi.

110 JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020
Efektivitas Program Warga Peduli Aids (WPA)

Sebagai penelitian kepustakaan, maka seluruhnya menjawab permasalahan yang


sumber data penelitian ini adalah data-data dimunculkan dalam penelitian, oleh karena
kepustakaan. Data dikumpulkan dengan cara itu perlu dilakukan kembali analisis data
mencari, memilih, menyajikan dan yang sudah diklarifikasikan tersebut.
menganalisis data-data literatur atau sumber- Aktifitas analisis data model ini antara
sumber yang berkaitan dengan lain, reduksi data (data reduction), display
permasalahan. Sumber-sumber tersebut data dan gambaran konklusi atau verifikasi
dapat berupa buku, majalah, jurnal dan (conclusion drawing/ verification).
dokumen yang lainnya. Sumber dari internet a. Reduksi data (data reduction), pada
juga digunakan tapi diusahakan seminimal tahap awal ini melakukan pemilihan,
mungkin serta berasal dari situs internet pemfokusan, pe-nyederhanaan, abstraksi
yang dikelola oleh lembaga pendidikan yang dan pentransformasian data mentah
bertanggung jawab dan otoritatif. dalam catatan-catatan tertulis. Tujuannya
Teknik pengumpulan data, dalam hal adalah untuk melakukan temuan-temuan
ini penulis melakukan identifikasi wacana yang kemudian menjadi fokus dalam
dari buku-buku, makalah atau artikel, penelitian tersebut.
majalah, jurnal, web (internet), ataupun b. Display data, tahap ini data yang sudah
informasi lainnya yang berhubungan dengan direduksi kemudian didisplay hingga
judul penulisan untuk mencari hal-hal atau memberikan pemahaman terhadap data
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, tersebut agar bisa menentukan langkah
surat kabar, majalah dan sebagainya yang selanjutnya yang akan dilakukan oleh
berkaitan dengan kajian tentang model seorang peneliti dalam proses
implementasi kebijakan George Edward III penelitiannya.
(1980). Maka dilakukan langkah-langkah Gambaran kesimpulan, setelah
sebagai berikut: reduksi data terlaksana, maka dilakukan
1. Mengumpulkan data-data yang ada baik konklusi atau penarikan kesimpulan dari
melalui buku-buku, dokumen, majalah data yang telah diteliti, dari kesimpulan
internet (web). tersebut dipaparkan penemuan baru dari
2. Menganalisa data-data tersebut penelitian yang dilakukan. Namun hasil ini
sehingga peneliti bisa menyimpulkan masih bisa diteliti kembali dan kembali
tentang masalah yang dikaji. dilakukan reduksi, display data dan kembali
akan menghasilkan konklusi, begitu
Teknik yang digunakan dalam tesis seterusnya agar mendapatkan hasil yang
ini adalah analisis data model Miles dan maksimal.
Huberman. Dalam model ini aktifitas
analisis kualitatif dilakukan secara interaktif HASIL DAN PEMBAHASAN
dan terus-menerus sampai dirasa cukup. Dalam arti seluas-luasnya
Menurut Kaelan, ada dua tahap dalam teknik implementasi sering dianggap sebagai
analisis data pada penelitian kepustakaan ini. bentuk pengoperasionali-sasian atau
Pertama, analisis pada saat pengumpulan penyelenggaraan aktivitas yang telah
data, ini ditujukan untuk lebih menangkap ditetapkan berdasarkan undang-undang dan
esensi atau inti dari fokus penelitian yang menjadi kesepakatan bersama di antara
akan dilakukan melalui sumber-sumber yang beragam pemangku kepentingan
dikumpulkan dan terkandung dalam (stakeholders), aktor, organisasi (publik atau
rumusan verbal kebahasaan, proses ini privat), prosedur dan teknik secara
dilakukan aspek demi aspek, sesuai dengan sinergistis yang digerakkan untuk bekerja
peta penelitian. sama guna menerapkan kebijakan ke arah
Kedua, setelah dilakukan proses tertentu yang dikehendaki (Wahab 2012:
pengumpulan data itu, selanjutnya 133). Implementasi kebijakan publik tidak
menganalisis kembali setelah data terkumpul terlepas dari unsur-unsur implementasi.
yang berupa data mentah yang harus Unsur-unsur ini membantu suatu kebijakan
ditentukan hubungan satu sama lain. Data dapat terlaksana karena dengan unsur-unsur
yang terkumpul tersebut belum tentu ini suatu kebijakan menjadi jelas maksud

JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020 111
Norsyifa Hasanah Putri, Ruslianti Permata Sari

dan arahnya, jelas siapa pelaksana kebijakan tersebut. Kejelasan, kebijakan yang telah
tersebut, dan jelas siapa kelompok sasaran ditransmisikan pada para pihak terkait
dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Unsur- hendaknya diterima dengan jelas sehingga
unsur penting tersebut menurut Abdullah mereka mengetahui apa yang menjadi
dan Smith (dalam Tachjan 2006: 26) yaitu maksud, tujuan, sasaran serta substansi dari
unsur pelaksana (implementor), adanya kebijakan tersebut. Konsistensi, jika
program yang akan dilaksanakan, dan target menginginkan proses imple-mentasi menjadi
grup. Pihak utama yang mempunyai cepat dan efektif maka diperlukan perintah-
kebijakan untuk melaksanakan kebijakan perintah yang konsis-ten dan jelas sebab
publik adalah unit-unit administratif atau ketidak-konsistenan perintah akan
unit-unit birokratik pada setiap tingkat mendorong para pelaksana kebijakan
pemerintahan. Hal serupa disampaikan oleh mengambil tindakan yang sangat longgar
Smith (dalam Tachjan 2006: 27) bahwa dalam mengimplementasikan kebija-kan.1
birokrasi pemerintahan yang mempunyai Komunikasi mempunyai peranan
tanggung jawab dalam melaksanakan yang sangat penting dalam penyampaian
kebijakan publik. suatu kebijakan, oleh karena itu kebijakan
Seluruh upaya penanggulangan yang akan disampaikan harus di pahami
HIV/AIDS di Kota Surakarta tencantum dengan baik oleh pelaksananya. Dengan
dalam Peraturan Wali Kota Surakarta demikian kebijakan tersebut dapat
Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pencegahan dikomunikasikan dan disebarkan dengan
dan Penanggulangan Human Immuno- jelas, akurat dan konsisten serta tidak
deficiency Virus dan Acquired Immune menimbulkan kontradiksi.2
Deficiency Syndrome. Salah satu progrsm Menurut Ninik Purwaning S (2010),
dalam upaya pencegahan dan Desy Natalia Krisdayanti (2014), Abdullah
penanggulangan HIV/AIDS adalah program Wahid (2014), dan Yuyun Sefri
Warga Peduli AIDS (WPA). WPA Setyaningrum (2016) di dalam penelitiannya
merupakan gerakan partisipasi masyarakat. menyatakan bah-wa keberhasilan
Program Warga Peduli AIDS (WPA) implementasi kebijakan mengharuskan agar
dianalisis dengan teori George Edward III implementor mengetahui apa yang harus
yang terdiri dari empat variabel yaitu dilakukan. Sebagai-mana dikatakan
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan Agustino (2006: 157) bahwa komunikasi
struktur birokrasi. Dari keempat variabel merupakan salah satu variabel penting yang
tersebut dapat dilihat apakah program mempengaruhi implementasi kebijakan
tersebut tersebut berjalan dengan efektif. publik, komunikasi sangat menentukan
Keempat variabel tersebut adalah sebagai keberhasilan pencapaian tujuan dari
berikut : implementasi kebijakan publik.3
Terdapat penilaian buruk terhadap
1. Komunikasi pemerintah sehingga mempersulit kinerja
Komunikasi kebijakan berarti proses pemerintah khususnya KPA Kota Surakarta
penyampaian informasi kebijakan dari
pembuat kebijakan (policy maker) kepada
pelaksana kebijakan (policy implement-tors).
1 Dwi Kartika Ratri, “IMPLEMENTASI
Hal ini sesuai dengan pendapat Edward III PERATURAN WALIKOTA NOMOR 36 TAHUN
2013 TENTANG KEBIJAKAN KOTA LAYAK
(dalam Subarsono 2011 : 90) dimana
ANAk” (2014): hal. 5.
dimensi komunikasi meliputi transmisi 2 Mening Subekti, Muslih Faozanudin, and Ali
(transmission), kejelasan (clarity), dan
Rokhman, “PENGARUH KOMUNIKASI, SUMBER
konsistensi (consistency). Transmisi, DAYA, DISPOSISI DAN STRUKTUR BIROKRASI
menghendaki agar kebijakan publik TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI
disampaikan tidak hanya kepada pelaksana PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL
kebijakan saja namun juga disampaikan SEKOLAH PADA SATUAN PENDIDIKAN
pada kelompok sasaran kebijakan dan pihak SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN
lain yang berkepentingan baik langsung TAMBAK” Vol 3 Nomor 2 (2017): hal. 63.
maupun tidak langsung terhadap kebijakan 3 Ibid., hal.7.

112 JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020
Efektivitas Program Warga Peduli Aids (WPA)

dalam melakukan penanggu-langan secara cermat, jelas dan konsisten, apabila


HIV/AIDS. Masyarakat cenderung kurang memiliki kekurangan sumber-sumber yang
percaya terhadap pemerintah sehingg sulit diperlukan oleh pelaksana untuk
bagi KPA Kota Surakarta untuk menjangkau menjalankan kebijakan. Tanpa SDM yang
masyarakat yang beresiko terkena handal implementasi kebijakan hanya akan
HIV/AIDS. Adanya asumsi masyarakat menemui kegagalan.
bahwa pemerintah Kota Surakarta lamban Sebagaimana penelitian dari Ninik
dan kurang mampu dalam melakukan Purwaning S (2010), Desy Natalia
penanggulangan HIV/AIDS. Krisdayanti (2014), Abdullah Wahid (2014),
Implementasi program Warga Peduli dan Yuyun Sefri Setyaningrum (2016)
AIDS tidak luput dari proses transmisi yaitu menjelaskan bahwa titik sentral dari jalan
sosialisasi. Sosialisasi ini dimulai pada tahun tidaknya implementasi kebijakan terletak
2012. Sosialisasi disampaikan secara pada sumber daya. Meskipun isi kebijakan
langsung oleh WPA kepada forum-forum di sudah dikomunikasi-kan secara jelas dan
RT, RW, PKK, Karangtaruna, hingga konsisten, tetapi apabila impelementor
kelompok Budayawan melalui sukarelaw-an kekurangan sumber daya untuk
di setiap kelurahan. Walaupun sosialisasi melaksanakan, implementasi tidak akan
sudah digencarkan di Kota Surakarta melalui berjalan efektif. Disamping itu, sesuai
program Warga Peduli AIDS namun belum dengan pendapat Edward III (dalam
dapat menurunkan tingkat penderita HIV Subarsono 2011 : 90) bahwa sumber-sumber
karena minimnya kesadaran masyarakat penting dalam mendukung pelaksanaan
untuk melakukan tes kesehatan apalagi jika implementasi kebijakan pemerintah antara
dikaitkan dengan virus mematikan dan juga lain staf atau SDM, anggaran, fasilitas dan
masyarakat belum memahami bagaimana wewenang. Hal tersebut menjadi bukti
penularan virus HIV/AIDS. nyata, bahwa sumber daya manusia,
Dalam melakukan transmisi harus anggaran maupun sarana dan prasarana
diiringi dengan kejelasan informasi agar dapat mempengaruhi efektivitas
kebijakan dapat diterima sehingga para implementasi kebijakan.
implementor dan sasaran dari program Menurut pengurus KPA
mengetahui maksud, tujuan, dan sasaran dari (Solopos.com, 25/1/2018) implementasi
program. Sampai saat ini proses program Warga Peduli AIDS di tingkat
penyampaian informasi sudah cukup jelas kelurahan masih kurang efektif karena masih
kepada para pelaksana kebijakan dan banyak WPA kelurahan yang belum aktif
masyarakat juga telah mengetahui tentang melaksanakan program penang-gulangan
adanya Program Warga Peduli AIDS karena HIV/AIDS. Hal ini disebabkan karena:
program ini telah diterapkan di 25 kelurahan Pertama, terbentuknya WPA di seluruh
di Kota Surakarta. Kejelasan dari program keluarahan Kota Surakarta berdasarkan
yang dilaksanakan oleh KPA juga harus inisiasi dari pihak stakeholder yaitu Komisi
disampaikan kepada sasaran program Warga Penanggulangan AIDS Kota Surakarta,
Peduli AIDS seperti sukarelawan disetiap bukan karena sebuah kebutuhan yang
kelurahan dan masyarakat karena asumsi diinginkan langsung oleh masyarakat Kota
masyarakat yang buruk terhadap HIV/AIDS. Surakarta terkait angka kasus HIV/AIDS
Masyarakat takut untuk melakukan tes yang ada di Kota Surakarta. Kedua,
kesehatan. Pemahaman yang dimiliki oleh masyarakat Kota Surakarta masih
masyarakat tentang HIV/AIDS juga masih bergantung dengan alokasi dana dalam
sangat rendah. Program Warga Peduli AIDS pelaksanaan setiap kegiatan yang terkait
(WPA) bertanggung jawab untuk dengan pencegahan dan penanggulang-an
memastikan seluruh masyarakat Kota HIV/AIDS di Kota Surakarta sehingga
Surakarta sudah tersosialisasi HIV/AIDS belum terjadi kegiatan yang bersifat
dengan baik. berkelanjutan di dalam masyarakat Kota
2. Sumber Daya Surakarta. Ketiga, belum terjadinya
Meskipun perintah-perintah kesadaran yang mneyeluruh terhadap kasus
implementasi diteruskan (di-transmisikan) HIV di masyarakat Kota Surakarta sehingga

JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020 113
Norsyifa Hasanah Putri, Ruslianti Permata Sari

masih muncul stigma maupun diskriminasi ikut serta dalam menyampaikan informasi
terhadap orang dengan HIV/AIDS di dalam HIV AIDS pada masyarakat serta
lingkungan masyarakat Kota Surakarta. melakukan pendataan masyarakat yang
Sesuai dengan Surat Keputusan yang berpotensi beresiko dengan metode
telah di tetapkan oleh masing-masing mapping. Sedangkan fasilitator yang belum
Kepala Desa yang ada di Kota Surakarta bekerja sesuai dengan tugasnya, menjadikan
tentang Pengurus Warga Peduli AIDS, masih adanya stigma dan diskriminasi
menyata-kan bahwa pengurus Warga Peduli terhadap kasus HIV/AIDS di masyarakat,
AIDS merupakan penanggung jawab sehingga belum menjadi optimal berjalannya
kegiatan-kegiatan pencegahan dan program Warga Peduli AIDS di wilayah
penanggulangan HIV AIDS yang ada di tersebut.
masyarakat Kota Surakarta. Tidak terdapat Sumber daya manusia merupakan
petugas khusus dalam Program Warga potensi yang terkandung dalam diri manusia
Peduli AIDS sehingga dalam untuk mewujudkan perannya sebagai
pelaksanaannya, kom-ponen masyarakat makhluk sosial yang adaptif dan
yang berupa organisasi-organiasai kemasya- transformatif yang mampu mengelola
rakatan seperti PKK, Dasa Wisma, maupun dirinya sendiri serta seluruh potensi yang
Karang Taruna juga menjadi penanggung terkandung di alam menuju tercapainya
jawab dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan kesejahtera-an kehidupan dalam tatanan
dalam Program Warga Peduli AIDS. yang seimbang dan berkelanjut-an.
Dalam membentuk Warga Peduli Pengurus WPA belum sepenuhnya
AIDS dibutuhkan beberapa komponen mengetahui infor-masi mengenai HIV/AIDS
dalam aspek Sumber Daya Manusia, secara menyeluruh dikarenakan masyarakat
diantaranya adalah Fasilitator belum bisa mengakses informasi secara
Desa/Kelurahan, yaitu seorang penggerak lengkap tentang HIV/AIDS baik yang
yang akan berfungsi untuk berasal dari fasilitator pada masing-masing
mengkoordinasikan semua aktifitas yang ada wilayah maupun dari media yang dibagikan
di desa dan kelurahan. Jika terjadi satu kepada masyarakat.
masalah, fasilitator yang menjadi Sumber anggaran kegiatan dalam
penghubung antara masyarakat dengan Program Warga Peduli AIDS yang
pelayanan kesehatan, rumah sakit, instansi dilaksanakan oleh KPA berasal dari APBD
kesehatan, wartawan dan lembaga terkait dan sumber biaya lain yang sah dianggarkan
lainnya. Secara formal fasilitator berfungsi pada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
sebagai penggalang solidaritas di (SKPD) yang terkait dengan
masyakarat masing-masisng. Namun pada penanggulangan HIV/AIDS sesuai
saat yang sama fasilitator juga berperan kebutuhan dan kemampuan keuangan
mendorong masyarkat untuk berani daerah. Pengelolaan dan pertanggung-
melakukan advokasi terhadap berbagai jawaban keuangan sebagaimana dimaksud
kebijakan publik apabila kebijakan tersebut dalam Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun
tidak berpihak kepada masyarkat. Selain itu, 2014 Pasal 48 ayat 1.
fasilitator juga mengajak pihak Lurah/ Dari pendapat yang di-kemukakan
Kepala Desa/Ketua RT/ Ketua RW dalam oleh Edward III terungkap bahwa
mengindentifikasi potensi masalah yang ada kompetensi implementor kebijakan menjadi
dilingkungannya masing-masing yang sangat penting untuk meng-efektifkan
tergolong berperilaku beresiko terinfeksi implementasi kebija-kan. Sumber daya bisa
HIV. Oleh sebab tugasnya yang cukup berat, menjadi suatu faktor kritis dalam
maka fasilitator harus dipilih dengan teliti implementasi kebijakan publik, terutama
dan memenuhi syarat yang sudah sumber daya staf dengan jumlah yang cukup
ditentukan. dan dengan keterampilan yang tepat untuk
Fasilitator yang sudah bekerja secara melakukan tugasnya serta informasinya,
baik, maka akan mendapatkan kondisi otoritas, dan fasilitas yang diperlukan.
masyara-kat yang berpartisipasi aktif dalam 3. Disposisi
program Warga Peduli AIDS yaitu berupa

114 JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020
Efektivitas Program Warga Peduli Aids (WPA)

Disposisi atau sikap pelaksana akan kebijakan akan berjalan dengan baik
menimbulkan hambatan-hambatan yang seperti yang diinginkan oleh pembuat
nyata terhadap implementasi kebijak-an bila kebijakan. Ketika implementor me-
personel yang ada tidak melaksanakan miliki sikap atau perspektif yang
kebijakan yang diinginkan. Karena itu, berbeda dengan pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan haruslah orang-orang maka proses implementasi ke-bijakan
yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang juga menjadi tidak efektif.
telah ditetapkan.
Faktor-faktor yang menjadi perhatian Respon atau sikap pengurus WPA
Edward III dalam Agustinus (2006:159-160) Kota Surakarta terhadap program Warga
mengenai disposisi dalam implementasi Peduli AIDS sudah baik yang ditunjukkan
kebijakan terdiri dari: oleh antusias masyarakat Kota Surakarta
1) Pengangkatan birokrasi. Disposisi yang hadir saat kegiatan informasi tentang
atau sikap pelaksana akan menimbul- HIV/AIDS dan seluruh wilayah keluarahan
kan hambatan-hambatan yang nyata yang ada di Kota Surakarta membentuk ke-
terhadap implementasi kebijakan bila pengurusan Warga Peduli AIDS yang
personel yang ada tidak melaksanakan disahkan oleh Surat Keputusan Walikota
kebijakan yang diinginkan oleh Surakarta. Hal ini merupakan faktor yang
pejabat-pejabat yang lebih atas. mendukung terjadinya par-tisipasi
Karena itu, pengang-katan dan masyarakat terhadap program yang
pemilihan personel pelaksana kebijak- dilaksanakan di masyarakat.
an haruslah orang-orang yang Menurut Edward III dalam Purnaweni
memiliki dedikasi pada kebijakan (1991) sikap merupakan faktor penting
yang telah ditetapkan, lebih khusus dalam menyukseskan implement-asi
lagi pada kepentingan warga kebijakan. Jika pelaksanaan berpandangan
masyarakat. positif terhadap kebijakan atau program,
2) Insentif merupakan salah satu teknik maka kemungkinan mereka akan
yang disarankan untuk mengatasi melaksanakan apa yang di-kehendaki oleh
masalah sikap para pelaksana pembuat kebijakan. Tetapi apabila sikap
kebijakan dengan me-manipulasi atau perspektifnya berbeda maka proses
insentif. Pada dasarnya orang implementasinya menjadi terancam
bergerak berdasarkan kepentingan kesuksesan-nya.
dirinya sendiri, maka memanipulasi Bentuk dan tanggung jawab
insentif oleh para pembuat kebijakan masyarakat terkait HIV AIDS diantaranya,
mempengaruhi tindakan para masyarakat diajak ikut serta dalam
pelaksana kebijakan. Dengan cara penyampaian informasi yang benar terkait
menambah keuntungan atau biaya HIV/ AIDS didalam masyarkat sehingga
tertentu mungkin akan menjadi faktor tidak ada stigma bagi orang dengan
pendorong yang membuat para HIV/AIDS, kemudian masyarakat
pelaksana menjalankan perintah berpartisipasi aktif dalam melakukan
dengan baik. Hal ini dilakukan sosialisasi, penyuluhan, maupun kegiatan
sebagai upaya memenuhi kepentingan yang berkaitan dengan HIV/AIDS yang
pribadi atau organisasi. salah satunya adalah teknik pemetaan yang
3) Hasil penelitian dari Ninik Purwaning dilakukan kelompok warga peduli AIDS
S (2010), Desy Natalia Krisdayanti Kota Surakarta dengan cara membuat denah
(2014), Abdullah Wahid (2014), dan atau peta desa di masing-masing RW,
Yuyun Sefri Setyaningrum (2016) kemudian diberikan tanda jikalau ada dari
yang menjelaskan bahwa disposisi salah satu anggota keluarga dalam satu
adalah watak dan karakteristik yang rumah beresiko terinfeksi HIV baik itu dari
dimiliki oleh implementor, seperti faktor perilaku ataupun pekerjaan.
komitmen, kejujuran, sifat Ada beberapa alasan bagaimana
demokratis. Apabila imple-mentor masyarakat dapat berkomitmen dalam
memiliki disposisi yang baik, maka program Warga Peduli AIDS, diantaranya

JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020 115
Norsyifa Hasanah Putri, Ruslianti Permata Sari

adalah satu, masyarakat menyadari bahwa procedure (SOP) merupakan perkembangan


yang terinfeksi HIV adalah warga dari tuntutan internal akan kepastian waktu,
masyarakat itu sendiri dan jika ada yang sumber daya serta kebutuhan penyeragaman
sakit dan menularkan di dalam masyarkat dalam organisasi kerja yang kompleks dan
maka masyarakat pula yang akan luas”. Edward III dalam Widodo (2010:107)
menanggung biaya perawatan dan biaya- menyatakan bahwa “demikian pula dengan
biaya lainnya. Dua, hal yang efektif dalam jelas tidaknya standar operasi, baik
pencegahan adalah bila masyarkat saling menyangkut mekanisme, sistem dan
mengingatkan, saling memampukan prosedur pelaksanaan kebijakan, pembagian
sehingga terhindar dari perilaku yang tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan
beresiko HIV. Tiga, masyarakat yang tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak
bersatu untuk melawan peredaran narkotika harmonisnya hubungan di antara organisasi
di lingkungannya ternyata sangat ampuh pelaksana satu dengan yang lainnya ikut
mencegah pengguna napza/narkoba bagi pula menentukan keberhasilan
anak muda di wilayah tersebut. Empat, implementtasi kebjakan”.
apabila ada masyarakat yang sudah Namun, berdasarkan hasil penelitian
terinfeksi HIV maka perawatan berbasis Edward III dalam Winarno (2005:152)
masyarakat merupakan cara efektif untuk menjelaskan bahwa SOP sangat mungkin
menghilangkan stigma dan diskriminasi, dapat menjadi kendala bagi imple-mentasi
masyarakat ternyata sangat efektif kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara
memulihkan kesehatan seorang pecandu. kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk
Komitmen masyarakat Kota Surakarta melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan
dalam hal penerapan Program Warga Peduli begitu, semakin besar kebijakan
AIDS sudah baik, hal ini ditunjukkan membutuhkan perubahan dalam cara-cara
dengan diterapkannya identifikasi potensi yang lazim dalam suatu organisasi, semakin
masalah yang berkaitan dengan perilaku besar pula probabilitas SOP menghambat
beresiko atau berpotensi terinfeksi HIV, implementasi.
seperti meng-identifikasi penggunaan Edward III dalam Winarno
narkoba, profesi sebagai pekerja seks, warga (2005:155) menjelaskan bahwa ”fragmentasi
yang bekerja atau berprofesi yang sering merupakan penyebaran tanggung jawab
pergi lama dan memiliki jarak yang jauh suatu kebijakan kepada beberapa badan yang
meninggalkan keluarga serta warga yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi”
bekerja di industri hiburan malam. Edward III dalam Widodo (2010:106),
Namun insentif yang dibeikan kepada mengatakan bahwa struktur birokrasi yang
pengurus Warga Peduli AIDS masih rendah terfragmentasi (terpecah-pecah atau
yang mengakibatkan rendahnya tingkat tersebar) dapat meningkatkan gagalnya
partisipasi dan kinerja pengurus dalam komunikasi, karena kesempatan untuk
melaksanakan program Warga Peduli AIDS instruksinya terdistorsi sangat besar.
di kota Surakarta. Insentif ini sangat Semakin terdistorsi dalam pelaksanaan
dibutuhkan karena dapat menjadi faktor kebijakan, semakin membutuhkan
pendorong yang membuat para pengurus koordinasi yang intensif”.
WPA menjalankan perintah dengan baik. Struktur birokrasi turut memberikan
Insentif ini digunakan untuk memenuhi andil terhadap implementasi kebijakan.
kebutuhan pribadi maupun organisasi. Dalam program Warga Peduli AIDS (WPA)
4. Struktur Birokrasi yang dilaksanakn oleh Komisi
Struktur birokrasi merupakan salah Penanggulangan AIDS (KPA), KPA secara
satu faktor yang berpengaruh terhadap berjenjang merinci dan membagi secara jelas
efektivitas implementasi. Menurut Edwards kegiatan penanggulangan HIV/ AIDS yang
III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua dilakukan aparat, jajaran kesehatan, serta
karakteristik utama dari birokrasi yakni: mayarakat. KPA secara berjenjang dan
”Standard Operational Procedure (SOP) berkesinambungan melakukan sosialisasi
dan fragmentasi”. Menurut Winarno kepada seluruh aparat pemerintah daerah,
(2005:150), ”Standard operational lembaga pendidikan, lembaga swasta,

116 JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020
Efektivitas Program Warga Peduli Aids (WPA)

lembaga kemasyarakatan, yang dibentuk Permasalahan yang terjadi pada segi


oleh masyarakat termasuk lembaga adat, komunikasi yaitu terdapat penilaian buruk
lembaga keagamaan, tokoh adat, tokoh agma terhadap pemerintah sehingga mempersulit
dan masyarakat. kinerja pemerintah khususnya KPA Kota
Prosedur-prosedur kerja ukuran- Surakarta dalam melakukan penanggulangan
ukuran dasar (SOP) untuk kebijakan HIV/AIDS. Masyarakat cenderung kurang
penanggulangan HIV/ AIDS beracuan pada percaya terhadap pemerintah sehingg sulit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik bagi KPA Kota Surakarta untuk menjangkau
Indoensia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang masyarakat yang beresiko terkena
Penanggulangan HIV/ AIDS. Namun belum HIV/AIDS. Adanya asumsi masyarakat
ada SOP secara khusus yang disediakan oleh bahwa pemerintah Kota Surakarta lamban
pemerintah Kota Surakarta untuk dan kurang mampu dalam melakukan
pelaksanaan program Warga Peduli AIDS di penanggulangan HIV/AIDS. Selain itu,
Kota Surakarta. walaupun sosialisasi sudah digencarkan di
Dalam pelaksanaan kebijak-an, Kota Surakarta melalui program Warga
strategi dan langkah-langkah Peduli AIDS namun belum dapat
penanggulangan HIV/AIDS, bupati/walikota menurunkan tingkat penderita HIV karena
menugaskan camat memimpin, minimnya kesadaran masyarakat untuk
mengkoordinasakan pelaksanaan dan melakukan tes kesehatan apalagi jika
mobilisasi sumberdaya yang ada di kecamat- dikaitkan dengan virus mematikan dan juga
an. Kepala desa/kelurahan melaku-kan masyarakat belum memahami bagaimana
upaya penanggulangan HIV/ AIDS di desa. penularan virus HIV/AIDS.
Pelaksanaan upaya penanggulangan Sedangkan pada segi Sumber Daya,
HIV/AIDS di-bantu oleh lembaga implementasi program Warga Peduli AIDS
pendidikan, lembaga swasta, lembaga di tingkat kelurahan masih kurang efektif
kemasyarakatan, tokoh adat, tokoh agama, karena masih banyak WPA kelurahan yang
dan tokoh masyarakat. keadaan Warga belum aktif melaksanakan program penang-
Peduli AIDS sebagai ujung tombak pem- gulangan HIV/AIDS. Hal ini disebabkan
berdayaan masyarakat akan kepedulian dan karena : Pertama, terbentuknya WPA di
pemahaman tentang HIV/AIDS dan penang- seluruh keluarahan Kota Surakarta
gulangannya masih belum memiliki konsep berdasarkan inisiasi dari pihak stakeholder
yang terstruktur sehingga program kurang yaitu Komisi Penanggulangan AIDS Kota
spresifik. Surakarta, bukan karena sebuh kebutuhan
Belum semua anggota KPA yang diinginkan langsung oleh masyarakat
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Kota Surakarta terkait angka kasus
anggota KPA. Dalam pelaksanaan rapat HIV/AIDS yang ada di Kota Surakarta.
koordinasi anggota KPA, yang hadir selalu Kedua, masyarakat Kota Surakarta masih
berganti orang sehingga tidak memahami bergantung dengan alokasi dana dalam
dan tidak berkelanjutan terkait dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang terkait
program yang telah direncanakan dengan pencegahan dan penanggulangan
sebelumnya. HIV/AIDS di Kota Surakarta sehingga
belum terjadi kegiatan yang bersifat
KESIMPULAN berkelanjutan di dalam masyarakat Kota
Implementasi Program Warga Peduli Surakarta. Ketiga, belum terjadinya
AIDS (WPA) di Kota Surakarta belum kesadaran yang menyeluruh terhadap kasus
berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan HIV di masyarakat Kota Surakarta sehingga
dari pembentukan program tersebut. Hal ini masih muncul stigma maupun diskriminasi
dikarenakan dalam implementasi program terhadap orang dengan HIV/AIDS di dalam
masih ditemukan masalah-masalah. Dari lingkungan masyarakat Kota Surakarta.
keempat variabel George Edward III,
masalah-masalah tersebut terdapat pada segi DAFTAR PUSTAKA
komunikasi dan sumber daya. Ditjen PPM & PL Depkes Rl. (2014).
Statistik Kasus HIV/AIDS di

JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020 117
Norsyifa Hasanah Putri, Ruslianti Permata Sari

Indonesia Dilapor s/d


September 2014. Diakses pada 09
Oktober 2019, dari
http://www.spiritia.or.id
Djorban, Z. (1999). Membidik AIDS
Ikhtiar Memahami HIV dan
ODHA. Yogyakarta : Galang
Press.
Harahap, N. (2014). Penelitian
Kepustakaan. Iqra', 68-73.
Irwan. (2017). Kearifan Lokal dalam
Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja.
Gorontalo: Ideas Publishing.
Keputusan Walikota Surakarta No.
443.2.05/10/2009 tentang Pem-
bentukan Komisi, Kelompok Kerja,
dan sekretariat penanggulangan
HIV/AIDS Kota Surakarta.
Nugroho, R. (2009). Public Policy. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Purwanto, E. (2012). Implementasi
Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gava
Media
Safitri, D. (2013). Efektivitas Pelaksanaan
Gerakan Warga Peduli AIDS (WPA)
di Kota Surakarta. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret.
Trio, D. (2018). Bom Waktu HIV/AIDS.
Banjarmasin: Banjarmasin Post.
Zed, M. (2014). Metode Penelitian
Kepustakaan. Jakarta : Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

118 JPP: Jurnal Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.2, Juli-Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai