Anda di halaman 1dari 84

MATERI PEMBEKALAN P3K GURU PAI PERSIAPAN TES P3K TAHAP II & III

DPW AGPAII SUMBAR

PENTING UNTUK DIKETAHUI :


1. Formasi P3K untuk GPAI awalnya tidak ada, kemudian disuarakan oleh AGPAII dengan berbagai cara, diantaranya petisi #darurat PAI,
audiensi dg berbagai pihak seperti Komisi X, VIII DPRI, Kemendikbud, Kemenag dll. Alhasil akhirnya ada. (lihat jejak digitalnya)
2. Setelah ada, namun tidak merata, sebab tidak semua Pemda (Kab/Kota/Provinsi) mengusulkan formasi.
3. Pada tahun 2022 hendaknya formasi untuk Guru PAI dari semua Kab/Kota dan Provinsi hendaknya merata dan maksimal. Maka perlu
pengurus DPD dan DPW AGPAII mengawal dan mengusulkan formasi by name by addres melalui disdik/pemda masing-masing. Dan
pengusulan tsb dari tahun 2021 ini.
4. Syarat utama P3K adalah aktif di DAPODIK
5. Dalam proses persiapan test.GPAI tidak dibekali modul, try out resmi dari pemerintah, namun AGPAII tidak tinggal diam, AGPAII melalui
platform KTA AGPAII DIGITAL meluncurkan try out online dan begitu juga di beberapa dpw dan dpd melakukan pembekalan dan tryout
untuk anggota.
6. Teman2 yang lulus adalah mereka yang intens berlatih

N ASPEK POIN-POIN MATERI MATERI SOAL CONTOH SOAL KET


O
YANG SOAL PADA TES
TAHAP I

1 ULUMUL 1. Qouli, Fi'li, Taqriri Hadist Qauli : SOAL-SOAL NANTI LINK GROUP
HADITS MENYUSUL, SEMENTARA TELEGRAM UNTUK
2. Fungsi Hadits Hadsit qauli adalah segala bentuk BISA LATIHAN DI GROUP LATIHAN HARIAN
perkataan atau ucapan yang disandarkan TELEGRAM
3. Hadits tentang Kebaikan kepada Nabi s.a.w. maksudnya adalah
4. Sanad, Matan & Rawi. hadist ini berupa perkataan Nabi s.a.w.,
yang berisi berbagai macan tuntutan, https://t.me/joinchat/
5. Riwayat Hadits petunjuk syari’at, peristiwa atau kisah, a_p23U59NW04N2M1
baik berkaitan dengan akidah, syari’at
6. Hadits pada Materi PAI maupun akhlaq.
Kls X XI XII

7. Hadis bayan....
Hadist Fi’li :
8. Syarat Hadits Shahih Hadis fi’li ialah segala perbuatan yang
disandarkan kepada Nabi s.a.w., dalam
9. Syarat Perawi artian hadist ini berisi tentang perbuatan
10. Menerjemahkan Isi Nabi s.a.w., yang diikuti oleh para
Hadits sahabat dan semua ummat Islam.

11. Ilmu Bayan

12. Model2 Pemahaman Hadist Taqriri :


Hadits Hadis taqrir merupakan hadist yang
13. Rijalul Hadits berisi ketetapan Nabi s.a.w., terhadap
perkara yang datang atau dilakukan oleh
14. Hadits ; menjelaskan para sahabatnya. Nabi s.a.w.,
Alqur'an mendiamkan atau membiarkan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh para
15. Menentukan Hadits sahabatnya, tanpa memberikan
penegasan, apakah beliau membenarkan
16. Hadits tentang Niat
atau mempemasalahkanya. Oleh karena
termasuk qauli kah?
itu sikap Nabi s.a.w., yang seperti ini oleh
17. Hadits, Khabar & Atsar para sahabat dijadikan hujjah (dalil) atau
memiliki kekuatan hukum untuk
18. Pembagian Hadits menetapkan suatu kepastian Syara’.

Contoh dari hadis taqriri ialah sikap


Rasulullah s.a.w, yang membiarkan para
sahabat dalam menafsirkan sabdahnya
tentang salat pada suatu peperangan

"Artinya: Janganlah sorang pun


melakukan shalat Ashar, kecuali nanti di
Bani quraidhoh. (H.R Al-Bukhori)"

FUNGSI HADITS :
1. Menguatkan dan mengaskan hukum-
hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an

Atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir.


Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti
mengulangi apa-apa yang tersebut
dalam Al-Qur’an. Umpanya Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya
:

“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah


zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda
Nabi yang artinya :

“Islam itu didirikan dengan lima pondasi :


kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat.

2. Menjelaskan / Bayan :

a. Memberikan penjelasan terhadap apa


yang dimaksud dalam Al-Qur’an

dalam hal : Menjelaskan arti yang masih


samar dalam Al-Qur’an

b. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an


disebutkan secari garis besar.
c. Membatasi apa-apa yang dalam Al-
Qur’an disebutkan secara umum

d. Memperluas maksud dari sesuatu


yang tersebut dalam Al-Qur’an.

3. Menetapkan suatu hukum dalam


hadits yang secara jelas tidak terdapat
dalam Al-Qur’an.

SANAD, MATAN & RAWI

1. Sanad

Dari segi bahasa, sanad artinya yang


menjadi sandaran, tempat bersandar,
arti yang lain sesuatu yang dapat
dipegangi atau dipercaya. Dalam istilah
ilmu hadis sanad ialah rangkaian urutan
orang-orang yang menjadi sandaran atau
jalan yang menghubungkan satu hadis
atau sunnah sampai pada Nabi Saw.

Atau, Jalan yang menyampaikan kepada


matan hadis.”

Atau dalam istilah lain “Mata rantai para


periwayat hadis yang menghubungkan
sampai ke matan hadis.”

Menerangkan rangkaian urutan sanad


suatu hadis disebut isnad. Orang yang
menerangkan sanad suatu hadis disebut
musnid. Sedangkan hadis yang
diterangkan dengan menyebutkan
sanadnya sehingga sampai kepada Nabi
Saw. disebut musnad.

2. Matan

Pengertian Matan Hadits. Dari segi


bahasa, matan berarti Punggung jalan,
Tanah gersang atau tandus, membelah,
mengeluarkan, mengikat. Matan
menurut istilah ilmu hadis yaitu:
"Perkataan yang disebut pada akhir
sanad, yakni sabda Nabi Saw. yang
disebut sesudah habis disebutkan
sanadnya."

3. Rawi

Rawi yaitu orang yang memindahkan


hadis dari seorang guru kepada orang
lain atau membukukannya ke dalam
suatu kitab hadis. Rawi pertama adalah
para sahabat dan rawi terakhir adalah
orang yang membukukannya, seperti
Imam Bukhari , Imam Muslim, Imam
Ahmad dan lain-lain.

PENGERTIAN HADITS, KHABAR & ATSAR

https://shaftasby.sch.id/berita-1799-
pengertian-hadits-sunnah-khabar-atsar-
dan-hadits-qudsi.html
PEMBAGIAN HADITS

Para ulama hadits membagi hadits


berdasarkan kualitasnya dalam tiga
kategori, yaitu :

1. hadits shahih

Hadits hasan, hadits dhaif. Urainnya


sebagai berikut: Hadits Shahih Hadits
shahih ialah hadits yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh perawi
yang berkualitas dan tidak lemah
hafalannya, di dalam sanad dan
matannya tidak ada syadz dan illat.

2. Hadits Hasan

Hadits Hasan Hadits hasan hampir sama


dengan hadits shahih, yaitu hadits yang
rangkaian sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan
dhabit, tidak terdapat syadz dan ‘illah.
Namun perbedaannya adalah kualitas
hafalan perawi hadits hasan tidak sekuat
hadits shahih.

Ulama hadits sebenarnya berbeda-beda


dalam mendefenisikan hadits hasan.
Menurut Mahmud Thahhan, defenisi
yang mendekati kebenaran adalah
defenisi yang dibuat Ibnu Hajar. Menurut
beliau hadits hasan ialah:
‫هومااتصلسندهبنقاللعداللذيخفضبطهعنمثلهإلىمنتهاهمنغ‬
‫يرشذوذوالعلة‬

Hadits yang sanadnya bersambung,


diriwayatkan oleh perawi adil, namun
kualitas hafalannya tidak seperti hadits
shahih, tidak terdapat syadz dan ‘illah.”

3. Hadits Dha'if

Hadits Dhaif Hadits dhaif ialah hadits


yang tidak memenuhi persyaratan hadits
shahih dan hadits hasan. Dalam
Mandzumah Bayquni disebutkan hadits
hasan adalah:  #  ‫وكلماعنرتبةالحسنقصر‬
‫ فهوالضعيفوهواقسامكثر‬Artinya, “Setiap hadits
yang kualitasnya lebih rendah dari hadits
hasan adalah dhaif dan hadits dhaif
memiliki banyak ragam.”

[14.48, 27/9/2021] Enginer: PEMBAGIAN


HADITS

Para ulama hadits membagi hadits


berdasarkan kualitasnya dalam tiga
kategori, yaitu :

1. hadits shahih

Hadits hasan, hadits dhaif. Urainnya


sebagai berikut: Hadits Shahih Hadits
shahih ialah hadits yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh perawi
yang berkualitas dan tidak lemah
hafalannya, di dalam sanad dan
matannya tidak ada syadz dan illat.

2. Hadits Hasan

Hadits Hasan Hadits hasan hampir sama


dengan hadits shahih, yaitu hadits yang
rangkaian sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan
dhabit, tidak terdapat syadz dan ‘illah.
Namun perbedaannya adalah kualitas
hafalan perawi hadits hasan tidak sekuat
hadits shahih.

Ulama hadits sebenarnya berbeda-beda


dalam mendefenisikan hadits hasan.
Menurut Mahmud Thahhan, defenisi
yang mendekati kebenaran adalah
defenisi yang dibuat Ibnu Hajar. Menurut
beliau hadits hasan ialah:
‫هومااتصلسندهبنقاللعداللذيخفضبطهعنمثلهإلىمنتهاهمنغ‬
‫يرشذوذوالعلة‬

Hadits yang sanadnya bersambung,


diriwayatkan oleh perawi adil, namun
kualitas hafalannya tidak seperti hadits
shahih, tidak terdapat syadz dan ‘illah.”
3. Hadits Dha'if

Hadits Dhaif Hadits dhaif ialah hadits


yang tidak memenuhi persyaratan hadits
shahih dan hadits hasan. Dalam
Mandzumah Bayquni disebutkan hadits
hasan adalah:  #  ‫وكلماعنرتبةالحسنقصر‬
‫ فهوالضعيفوهواقسامكثر‬Artinya, “Setiap hadits
yang kualitasnya lebih rendah dari hadits
hasan adalah dhaif dan hadits dhaif
memiliki banyak ragam.”

[14.50, 27/9/2021] Enginer: SYARAT2


HADITS SHAHIH

[14.53, 27/9/2021] Enginer: SYARAT2


PERAWI HADITS :

Syarat-syarat yang harus dimiliki seorang


perawi hadis, diantaranya yaitu:

1.      Muslim.

Mengenai syarat ke-Islaman, itu sudah


jelas. Seorang rawi harus meyakini dan
mengerti akidah Islam, karena dia
meriwayatkan hadis atau khabar yang
berkaitan dengan hukum-hukum, urusan
dan tasyri’ agama Islam. Jadi dia
mengemban tanggung jawab untuk
urusan memberi pemahaman tentang
semuanya kepada manusia. Namun
syarat Islam sendiri hanya berlaku ketika
seseorang menyampaikan hadis, bukan
ketika membawa atau menanggungnya.

Ada sahabat yang mendengar hadis


ketika mereka masih belum memeluk
Islam. Ketika mereka sudah masuk Islam,
mereka meriwayatkan hadis yang
diterima atau didengarnya ketika masih
belum Islam. Contohnya sebagaimana
yang telah berlaku kepada Jubair bin
Matam. Beliau telah meriwayatkan hadis
yang didengarnya ketika masih belum
memeluk Islam. Hadisnya ialah
berkenaan perbuatan Nabi SAW yang
membaca surah al-Thur ketika sholat
maghrib.

2.      Berakal

Menurut para ahli hadis, berakal berarti


identik dengan kemampuan seseorang
untuk  membedakan. Jadi untuk mampu
menanggung dan menyampaikan suatu
hadis, seseorang harus telah memasuki
usia akil baligh. Sahabat yang paling
banyak menerima riwayat, yang  mereka
dengar pada masa kecilnya, ialah Anas
bin Malik, Abdullah bin Abbas, dan Abu
Sa’id al-Khudri. Mahmud bin rabi’ masih
ingat Rasulullah menghukumnya pada
waktu ia membuat kesalahan dan beliau
wafat ketika Mahmud berusia 5 tahun.

3.      Al-dhabtu (dhabit).

Dimaksudkan di sini adalah teliti dan


cermat, baik ketika menerima pelajaran
hadis maupun menyampaikannya. Sudah
barang tentu, orang seperti ini
mempunyai hafalan yang kuat, pintar,
dan tidak pelupa. Kecermatan perawi
bisa dikenali dari hadis yang dia
riwayatkan ternyata cocok dengan yang
diriwayatkan oleh orang yang dikenal
cermat, telilti dan terpercaya. tetapi itu
tidak harus mengenai keseluruhan.
Perbedaan yang tidak sedikit tentang
hadis yang mereka riwayatkan masih
dapat didamaikan. Tapi jika perbedaan
terlampau jauh dan tidak sesuai dengan
hadis yang mereka riwayatkan, maka
kecermatanya masih diragukan.

Allah akan menghargai orang yang


bersikap cermat dalam periwayatan
hadis, merekalah orang yang pandai dan
bijaksana, mereka hanya mau mengutip
hadis shahih saja. Hadis shahih diketahui
bukan hanya dari riwayatnya saja tapi
juga melalui pemahaman dan penghafal
dan banyak mendengar.

4.      Adil

Perawi yang adil ialah yang bersikap


konsisten dan berkomitmen tinggi pada
urusan agama, yang bebas dari setiap
kefasikan dan dari hal-hal yang merusak
kepribadian, Al-khatib al-Baghdadi
memberikan definisi adil sebagai
berikut: ”yang tahu melaksanakan
kewajibannya dan segala yang
diperintahkan kepadanya- dapat
menjaga diri dari larangan-larangan,
menjauhi dari kejahatan, mengutamakan
kebenaran dan kewajiban dalam segala
tindakan dan pergaulannya, serta
menjaga perkataan yang bisa merugikan
agama dan merusak kepribadian. Barang
siapa dapat menjaga dan
mempertahankan sifat-sifat tersebut
maka ia dapat disebut bersikap adil bagi
agamanya dan hadisnya diakui
kejujurannya”.

Para ulama membedakan adilnya


seorang rawi dan bersihnya seorang
saksi. Jika masalah kebersihan, baru
dapat diterima dengan penyaksian dua
saksi. Saksi ini baik laki laki maupun saksi
perempuan, orang merdeka atau
berstatus budak, dengan persyaratan
dapat adil terhadap dirinya sendiri.

HADITS MUQAYYADH & MASYHUR

Menurut bahasa, istilah masyhur tentu


sudah sering terdengar di telinga kita,
yang berarti adalah terkenal atau
populer.

Adapun menurut istilah sebagaimana


dalam Kitab Minhatul Mughits, Hadits
Masyhur adalah :

ِ ‫ْال َح ِد ْيثُ ْال َم ْشهُوْ ُره َُو َما َر َواهُثَاَل ثَةٌفَا َ ْكثَ َر َولَوْ فِ ْيطَبَقَ ٍة َو‬
َ‫اح َد ٍة َولَ ْمي‬
"Hadits Masyhur adalah hadits yang
diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau
lebih meskipun di dalam satu thabaqah
(tingkatan) dan belum mencapai derajat
mutawatir".

Pembagian dan Contoh Hadits Masyhur

Nah, adapun Hadits Masyhur sendiri,


maka di dalamnya terbagi menjadi 2
macam, yang di antaranya bisa dilihat
seperti berikut :

1. Masyhur Mutlaq

Hadits Masyhur Mutlaq adalah hadits


yang sudah terkenal di kalangan ulama'
ahli hadits dan orang-orang umum.
Mengenai contohnya, tentu sangat
banyak sekali, salah satunya adalah
hadits berikut :

ِ ‫اِنَّ َماااْل َ ْع َمالُبِالنِّيَّا‬


‫ت‬

"Sesungguhnya sempurnanya amal


tergantung pada niatnya".

Hadits mengenai niat di atas adalah


hadits yang jelas diketahui oleh ulama'
ahli hadits, tak hanya itu, bahkan orang-
orang awam seperti kita pun sering
mendengar hadits niat tersebut dari
berbagai forum pengajian.

Artinya hadits niat itu secara mutlaq


dikenal luas, tak hanya oleh ulama'
hadits saja, tetapi juga orang-orang
secara umum. Demikian, hadits niat
tersebut termasuk golongan Hadits
Masyhur Mutlaq jika dilihat dari segi
jumlah rawinya.

2. Masyhur Muqayyad

Muqayyad berasal dari kata qayyada "َ‫" قَيَّد‬


yang berarti mengikat atau menguatkan,
muqayyad berarti sesuatu yang diikat.

Sedangkan Hadits Masyhur Muqayyad


berarti hadits yang terkenal di kalangan
ulama' ahli hadits saja. Adapun
contohnya pun sangatlah banyak, salah
satunya adalah hadits yang
menerangkan tentang masalah qunut
yang diriwayatkan dari Sahabat Anas bin
Malik ra berikut ini :
ٰ َّ‫اَنَّرسُوْ اَل ٰللّهصل‬
‫ىاللّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمقَنَتَ َش ْهرًابَ ْعدَالرُّ ُكوْ ِعيَ ْد ُعوْ َعلَى‬ َ ِ َ
‫و‬ ْ
‫ك‬ َ
‫ذ‬
َ‫ِ ٍ َ َ ان‬ ‫و‬ ‫ل‬ ْ
‫ع‬ ‫ر‬

"Sesungguhnya Rosulullah SAW


melakukan qunut sebulan setelah ruku'
(bukan qunut sholat subuh) untuk
mendoakan keluarga Ri'lin dan keluarga
Dzakwan".

Hadits tentang qunut di atas adalah


hadits yang jarang dikenal oleh
masyarakat umum, namun hadits
tersebut tetap dikenal di antara ulama'
hadits, bahkan menjadi perselisihan
pendapat oleh beberapa ulama' ahli fiqih
mengenai pelaksanan qunut sholat
subuh, ada mengatakan sunnah
melakukan qunut dan ada pula yang
mengatakan tidak perlu qunut.
Dalam sebuat riwayat dikatakan bahwa
Hadits Masyhur memiliki persamaan
makna (sinonim) dengan Hadits
Mustafidl. Namun dalam riwayat yang
lain dijelaskan pula bahwa Hadits
Mustafidl adalah hadits yang
diriwayatkan oleh 3 rawi atau lebih
dalam semua thabaqah (tingkatan).

2 TAUHID / 1. Iman, Islam & Ihsan PENGERTIAN IMAN, ISLAM & IHSAN
AKIDAH
2. Sifat Wajib bagi Allah

3. Implementasi Iman IMAN


kepada Qadha & Qadar
Pengertian Iman dari bahasa Arab yang
4. Rukun Iman artinya percaya. Selain itu menurut
istilah pengertian iman adalah
5. Hikmah Iman kpd Qadha membenarkan dengan hati, diucapkan
& Qadar dalam kehidupan dengan lisan, dan di amalkan dengan
sehari2. tindakan (perbuatan).
6. Sifat Mustahil bagi Allah Dengan demikian, pengertian iman
7. Tauhid Rububiyah kepada Allah adalah membenarkan
dengan hati bahwa Allah itu benar-benar
8. Tauhid Uluhiyah ada dengan segala sifat keagungan dan
kesempurnaannya, kemudian pengakuan
9. Sifat Ma'ani itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dngan amal perbuatan secara
10. Malaikat Allah
nyata.
11. Asmaul Husna

12. Hikmah Iman kepada


Allah
Jadi, ketika seseorang dapat di katakan
13. Hikmah Iman kepada
sebagai seorang mukmin (orang yang
Malaikat
beriman) yang sempurna apabila
memenuhi ketiga unsur keimanan di
14. Kitab2 Suci Allah atas. Dan apabila seseorang mengakui
dalam hatinya tentang keberadaan Allah,
15. Allah pencipta alam kemudian di ikrarkan dengan lisan dan
semesta, tapi banyak yg dibuktikan dengan amal perbuatan.
tidak percaya, sufat
mustahil bagi Allah ... Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan
16. Sifat Nafsiyah tudak dapat dipisahkan.
17. Arti liya'buduni Firman Allah
18. Cerminan Tauhid Beriman kepada Allah adalah suatu
19. Iman kepada Rasul kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seseorang. Karena Allah memerintahkan
20. Syirik Khafy dan Syirik agar umat manusia beriman kepada-Nya,
Jali sebagaimana firman Allah yang artinya:

21. Hikmah rukun iman “Wahai orang-orang yang beriman.


Tetaplah beriman kepada Allah dan
22. Contoh Ihsan RosulNya (Muhammad) dan kepada
Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada
RosulNya, serta kitab yang diturunkan
sebelumnya. Dan barang siapa ingkar
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, Rosul-rosulNya, dan hari
kemudian, maka sungguh orang itu telah
tersesat sangat jauh.”(Q.S.An Nisa : 136)

Dari ayat di atas, kita bisa simpulkan


bahwa bila kita ingkar kepada Allah maka
akan mengalami kesesatan yang nyata.
Dan orang yang tersesat tidak akan bisa
merasakan kebahagiaan dalam hidup.
Oleh karenanya, beriman kepada Allah
sesungguhnya adalah untuk kebaikan
manusia.
ISLAM

Pengertian Islam secara etimologi atau


secara bahasa berarti tunduk, patuh,
atau berserah diri. Adapun menurut
syariat (terminologi), apabila di mutlakan
berada pada dua pengertian yaitu:

Yang pertama: apabila disebutkan sendiri


tanpa diiringi dengan kata iman, maka
pengertian islam mencakup seluruh
agama, baik ushul (pokok) maupun furu’
(cabang), juga seluruh masalah aqidah,
ibadah, perkataan dan perbuatan.

Kedua, apabila kata islam di sebutkan


bersamaan dengan kata iman, maka
yang di maksud islam adalah perkataan
dan amal-amal lahiriyah yang dengannya
terjaga diri dan hartanya, baik dia
meyakini islam atau tidak. Sedangkan
kata iman berkaitan dengan amal hati.

IHSAN

Kataa Ihsan berasal dari bahasa Arab


yaitu ahsan-yuhsinu-ihsanan yang artinya
kebaikan atau berbuat baik. Dan
pelakunya disebut muhsin.

Sedangkan menurut istilah ihsan adalah


perbuatan baik yang dilakukan oleh
seseorang dengan niat hati beribadah
kepada Allah swt.

Ihsan atau kebaikan tertinggi adalah


seperti yang di sabdakan Rasulullah Saw.
“Ihsan hendaknya kamu beribadah
kepada Allah swt seolah-olah kamu
melihatnya, dan jika kamu tidak dapat
melihatnya, sesungguhnya dia melihat
kamu.” (HR. Bukhari).

Penggolongan Ihsan oleh Para Ulama

Para ulama menggolongkan ihsan


menjadi 4 bagian yaitu:

Ihsan kepada Allah

Kepada diri sendiri

Sesama manusia

Bagi sesama mahluk

Al-Ghazali memberikan pendapat bahwa


orang yang mau berhubungan langsung
dengan Allah maka harus terlebih dahulu
memperbaiki hubungannya dengan
sesama manusia.

Untuk mengenal Allah swt maka


sebelumnya perlu mengenal diri sendiri,
karena pada diri sendri setiap manusia
ada unsur ketuhanan. Sedangkan cara
untuk mengenal diri adalah dengan
mengetahui proses kejadian manusia itu
sendiri.

Kaitan Iman, Islam dan Ihsan

Barang siapa yang telah bersifat islam,


maka ia dinamakan muslim, dan siapa
yang bersifat iman, maka ia dinamai
orang mukmin. Dan sungguh islam dan
iman itu tidak dapat dipisahkan.

Dengan demikian, apabila seorang islam


tetapi tidak iman, maka ia tidak
mendapat faedah di akhirat, walaupun
dilahirkan islam. Karena inilah yang
disebut dengan kafir zindiq dan akan
berada di dalam siksa neraka selama-
lamanya.

[16.46, 30/9/2021] Enginer: TAUHID


ULUHIYAH & RUBUBIYAH

Dalam Islam, ilmu tauhid adalah ilmu


yang wajib dipelajari oleh setiap muslim.
Ilmu tauhid sendiri terbagi lagi dalam
beberapa jenis sebagaimana telah kita
bahas pada artikel sebelumnya. Begitu
pula sebagaimana yang dijelaskan Allah
dalam Al Quran,

‫ض َو َمابَ ْينَهُ َمافَا ْعبُ ْدهُ َواصْ طَبِرْ لِ ِعبَا َدتِ ِههَ ْلتَ ْع‬
ِ ْ‫َربُّال َّس َما َواتِ َواأْل َر‬
ً ‫لَ ُملَهُ َس ِميّا‬

“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi


dan segala sesuatu yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan
berteguh hatilah dalam beribadah
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui
ada seorang yang sama dengan Dia (yang
patut disembah)?” (Maryam: 65).

Namun pada artikel kali ini, kita akan


mengenal lebih jauh mengenai
pengertian tauhid uluhiyah dan tauhid
rububiyah.

Tauh…

[16.46, 30/9/2021] Enginer: PEMBAGIAN


SIFAT-SIFAT ALLAH

PEMBAGIAN SIFAT SIFAT ALLAH

Sifat Wajib dibagi 4 bagian:

I – Sifat Nafsiyyah

II – Sifat Salbiyah
III – Sifat Ma’ani

IV – Sifat Ma’nawiyah

I – SIFAT NAFSIYYAH(SIFAT
KEPERIBADIAN)

Maksudnya sesuatu yang tidak bisa


diterima oleh akal jika Allah tidak
disifatkan dengan sifat ini. Atau bisa juga
dikatakan sifat untuk menentukan
adanya Allah, di mana Allah menjadi
tidak mungkin ada tanpa adanya sifat
tersebut. adapun yang tergolong sifat ini
hanya satu yaitu sifat wujud. 

1-         Sifat Wajib: Wujud

Artinya: Ada

Sifat Mustahil: ’Adam

Aritnya : Tidak Ada

Allah Taala itu ada. Mustahil Allah itu


tiada.

II – SIFAT SALBIYAH

Maksudnya sifat yang menolak apa yang


tidak layak bagi Allah. Atau dikatakan
juga sifat yang digunakan untuk
meniadakan sesuatu yang tidak layak
bagi Allah. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat
yakni, 2- Qidam, 3-  Baqo’, 4-
Mukhalafatu lil hawaditsi, 5- Qiyamuhu
binafsihi, 6- Wahdaniyyah.

2-         Sifat Wajib: Qidam

Artinya: Sedia/terdahulu/tidak ada


permulaanya

Sifat Mustahil: Huduts

Artinya: Baru

Allah Taala itu sedia/terdahulu, tidak ada


permulaanya. Mustahil Allah itu
didahului oleh ‘Adam (ada permulaanya).

3-         Sifat Wajib: Baqa’

Artinya: Kekal

Sifat Mustahil: Fana’

Artinya: Binasa

Allah itu bersifat kekal. Mustahil Ia


dikatakan fana (binasa)

4-         Sifat Wajib: Mukhalafah


Lilhawaditsi

Artinya: Tidak sama dengan yang baru

Sifat Mustahil: Mumatsalah Lilhawaditsi

Artinya: Sama dengan yang baru

Allah itu tidak mempunyai sifat-sifat


yang baru yakni dijadikan dan
dihancurkan. Mustahil bersamaan
dengan yang baru.

5-         Sifat Wajib: Qiyam Binafsihi


Artinya: Berdiri dengan dirinya sendiri

Sifat Mustahil: Ihtiyaj Ila Mahal Wa


Mukhashshash

Allah Taala itu berdiri sendiri. Mustahil


tidak berdiri dengan dirinya sendiri atau
berdiri pada lainnya dan berdirinya tidak
memerlukan tempat tertentu

6-         Sifat Wajib: Wahdaniyah

Artinya: Esa

Sifat Mustahil: Ta’addud

Allah itu Maha Esa Dzat-Nya, Esa sifat-


Nya dan esa juga perangai-Nya. Mustahil
ia mempunyai Dzat, sifat dan perangai
yang berbilang-bilang.

III – SIFAT MA’ANI

Maksudnya sifat yang diwajibkan bagi zat


Allah suatu hukum atau sifat yang pasti
ada pada Dzat Allah. Sifat ini terdiri dari
tujuh sifat, 7- Qudrat, 8- Iradah, 9- Ilmu,
10- Hayat, 11- Sama’, 12- Bashar dan 13-
Kalam.

7-         Sifat Wajib: Qudrah

Artinya: Kuasa

Sifat Mustahil: ’Ajez

Artinya: Lemah

Alah Taala itu Maha Berkuasa, apapun


bisa dilakukannya. Mustahil Allah itu
lemah atau tidak berkuasa.

8-         Sifat Wajib: Iradah

Artinya: Menentukan

Sifat Mustahil: Karahah

Artinya: Terpaksa

Allah itu Menentukan segala-galanya,


semua terjadi dengan ketentuan Allah,
Mustahil Allah Taala itu terpaksa dan
dipaksa menentukan segala galanya

9-         Sifat Wajib: ’Ilim

Artinya: Mengetahui

Sifat Mustahil: Jahil

Artinya: Bodoh

Allah Taala itu amat mengetahui segala-


galanya. Mustahil Allah tidak mengetahu
atau bodoh.

10-       Sifat Wajib: Hayah

Artinya: Hidup

Sifat Mustahil: Maut

Artinya: Mati

Allah Taala itu sentiasa hidup yakni


sentiasa ada. Mustahil Allah Taala itu
bisa mati, dianiyaya atau dibunuh.

11-       Sifat Wajib: Sama’


Artinya: Mendengar

Sifat Mustahil: Shamam

Artinya: Tuli

Allah Taala itu mendengar. Mustahil


Allah tuli atau tidak mendengar.

12-       Sifat Wajib: Bashar

Artinya: Melihat

Sifat Mustahil: ’Ama

Artinya: Buta

Allah Taala itu sentiasa melihat. Mustahil


Allah Taala itu buta.

13-       Sifat Wajib: Kalam

Artinya: Berkata-kata

Sifat Mustahil: Bakam

Artinya: Bisu

Allah Taala itu berkata-kata atau


berbicara. Mustahil Allah Taala itu tidak
berbicara atau bisu.

IV – SIFAT MA’NAWIYAH

Maksudnya sifat Allah yang dilazimkan


atau tidak bisa dipisahkan dengan Sifat
Ma’ani. Sifat Ma’nawiyah adalah sifat
yang mulazimah atau menjadi akibat dari
sifat ma’ani. Sifat ini terdiri dari tujuh
sifat, yakni 14- Kaunuhu Qadiran, 15-
Kaunuhu Muridan, 16- Kaunuhu Aliman,
17- Kaunuhu Hayyan, 18- Kaunuhu
Sami’an, 19- Kaunuhu Bashiran, 20-
Kaunuhu Mutakalliman.

14-       Sifat Wajib: Kaunuhu Qodiran

Artinya: Keberadaan Allah Maha Kuasa

Sifat Mustahil: Kaunuhu ’Ajizan

Artinya: Keberadaan Allah lemah (tidak


berkuasa)

Allah Taala keberadaanya amat berkuasa


sifatnya. Mustahil bagi Allah memiliki
sifat lemah atau tidak berkuasa.

15-       Sifat Wajib: Kaunuhu Muridan

Artinya: Menentukan

Sifat Mustahil: Kaunuhu Mukrahan

Artinya: Terpaksa

Allah Taala itu berkuasa menentukan apa


yang dikehendakinya. Mustahil sifatnya
terpaksa atau dipaksa

16-       Sifat Wajib: Kaunuhu ‘Aliman

Artinya: Maha Mengetahui

Sifat Mustahil:Kaunuhu Jahilan

Artinya: Bodoh

Allah Taala itu maha mengetahui.


Mustahil Allah Taala itu jahil/bodoh atau
tidak mengetahui.

17-       Sifat Wajib: Kaunuhu Hayyan

Artinya: Hidup

Sifat Mustahil: Kaunuhu Mayyitan

Allah Taala itu Maha Hidup dan


menghidupkan alam ini. Mustahil Allah
itu bisa mati atau dibunuh.

18-       Sifat Wajib: Kaunuhu Sami’an

Artinya: Mendengar

Sifat Mustahil: Kaunuhu Ashamma

Artinya: Tuli

Allah Taala itu maha mendengar.


Mustahil jika Allah Taala tidak
mendengar atau tuli.

19-       Sifat Wajib: Kaunuhu Bashiran

Artinya: Melihat

Sifat Mustahil: Kaunuhu A’ma

Artinya: Buta

Allah Taala itu melihat semua kejadian di


muka bumi. Mustahil jika sifat Allah itu
tidak melihat atau buta.

20-       Sifat Wajib: Kaunuhu


Mutakalliman

Artinya: Maha Berkata-kata


Sifat Mustahil: Kaunuhu Abkama

Artinya: Bisu

Allah Taala itu berkata-kata. Mustahil jika


Allah Ta’ala bisu atau tidak bisa berkata-
kata.

SYIRIK KHAFY & SYIRIK JALY

SYIRIK berasal dari Kata bahasa arab

ُ ‫ يَ ْش َر‬ - ‫ك‬
( ‫ ِشرْ ك‬- ‫ك‬ َ ‫) َش ِر‬

yang berarti sekutu/menyamai. Atau


bahasa lainnya, menyekutukan Allah
atau menyamakan Allah dengan selain-
Nya.

Para ulama membagi syirik dalam dua


kategori, pertama syirik Jali dan yang ke
dua syirik Khofi. yang nyata (JALI) dan
yang tersembunyi (KHAFI).

SYIRIK JALI (Syirik yang nyata) adalah.


Syirik yang tampak lahiriahnya seperti
menyekutukan Allah, menyembah
berhala, dan lain-lain seumpanya.

adapun SYIRIK KHAFI (Syirik yang


tersembunyi). Amalan-amalan hati yang
berkaitan dengan amalan-amalan
lahiriah. yang meliputi perkataan
ataupun perbuatan,sehingga
mempengaruhi i'tiqad dan haqikat yang
ada didalam hati, bukan lagi karena
ALLAH subhanahu wata'ala..
Hampir mustahil bagi kita, terlepas dari
melakukan kesalahan-kesalahan SYIRIK
KHAFI (syirik yang tersembunyi).hal ini
dikarnakan  tersembunyi di dalam hati
pelakunya. Melakukan SYIRIK KHAFI
adalah dosa kecil, namun jika terus-
menerus maka menjadi dosa besar. Jadi
SYIRIK KHAFI yang berterusan lama-
kelamaan tarafnya sama dengan SYIRIK
JALI yaitu dosa besar. NA'UZUBILLAAHI
MINZAALIK..

Bisa dikatakan hampir Tidak ada celah


bagi manusia untuk terlepas diri dari
kesalahan dan dosa,salah satunya yang
berbentuk SYIRIK KHAFI ini. namun tidak
ada kata terlambat untuk kita
mengetahui dan mempelajarinya lebih
dalam, agar kita terhindar dari perbuatan
tersebut, untuk dimasa sekarang dan
akan datang.

Contoh-contoh amalan, fikiran dan


perasaan yang boleh jatuh kedalam
SYIRIK KHAFI:

-Setelah melakukan ibadah merasakan


ibadahnya sempurna.

-Bila berjuang merasa berbuat, merasa


diri memiliki kekuasaan dengan usaha
dan kerja kerasnya

-Di dalam hati merasa, “Kalau aku tak


berjuang kamu tak dapat menikmati hasil
perjuangan tersebut.”

-Usaha dan kerja kerasnya dirasakan


semua datang semata-mata daripada
dirinya.

-Perasaan yang selalu bermain didlam


hati pelakunya, dan tidak diketahui oleh
manusia, dan hanya Allah yang
mengetahuinya.

Contoh dalam perkataan yang dapat


menjatuhkan kepada syirik khofi :

"kamu tidak akan selamat jika tidak


karna aku", "Kamu tidak akan sukses
tanpa perjuanganku", "kamu tidak akan
bahagia bila tidak ada aku", "merokok
membunuhmu". dan lain-lain
seumpamanya.

Perkataan tersebut sangatlah dilarang


didalam islam, hal ini dikhawatirkan
dapat merusak fikiran dan perasaan
pelakunya hingga jatuh kedalam SYIRIK
KHAFI.karna pada haqikatnya
keselamatan, kesuksesan,kebahagiaan
dll.semata-mata hanyalah Allah yang
menjadikannya, sedangkan manusia
tidak lebih menjadi sebab atau perantara
dan pada haqikatnya sebab itu sendiri
dijadikan ALLAH, yang melatar
belakanginya. untuk menghindari dari
kata-kata yang dapat menjatuhkan
kedalam SYIRIK KHAFI tersebut,
hendaklah kita selalu menyandarkan
kata-kata ("SEBAB MUSABBAB" atau
"PERANTARA" "ASBAABUL 'AADI")
didalam setiap ucapan diatas, hal ini
diharapkan agar kita selalu ingat kepada
ALLAH dalam setiap i'tiqad perkara,
sebagai pencipta dan yang menjadikan
seluruh perkara tersebut tanpa
terkecuali.

"kamu tidak akan selamat jika tidak


lantaran aku "

"Kamu tidak akan sukses tanpa


perjuanganku yang menjadi
penyebabnya"

"Pada adatnya kamu tidak akan bahagia


bila tidak ada aku" "lantaran merokok
bisa membunuhmu"..dll..

Adapun dosa syirik tidak dapat diampuni,


terkecuali bila ia meninggalkan sikap-
sikap atau segala tindakan yang
mengandung kesyirikan dalam
kehidupan sehari-harinya, serta
bertaubat, meninggalkan perbuatan
syiriknya lantaran ia sebelumnya tidak
mengerti apa-apa sehingga terjerumus
ke lembah kesyirikan.

Allah SWT berfirman :

“Hanya taubat yang diterima di sisi Allah


ialah mereka yang mengerjakan
perbuatan itu karena kejahilan
(kebodohan / tidak mengetahui)
kemudian mereka bertaubat dengan
segera, maka Allah memerima taubat
mereka. Sungguh Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

(QS. An Nisaa : 17).


Sabda Nabi Muhammad SAW.

“Adakah kamu mahu aku memberitahu


kamu tentang satu perkara yang aku
takuti ke atas kamu lebih daripada
dajjal? Mereka menjawab: Sudah tentu
wahai Rasulullah! Baginda nabi
bersabda: “Syirik Khafi, yaitu seorang
lelaki bangun sholat lalu dia
memperelokkan sholatnya kerana ada
orang memerhatikannya (bukan kerana
Allah).”

Riwayat Ibnu Majah.

Demikian halnya orang-orang sholeh


didalam setiap ibadah,baik perkataan
dan perbuatannya,.selalu merasa sedih
dan risau akan rusaknya ibadah tersebut
dikarena SYIRIK KHAFI ini. Merasa takut
dan khawatir disetiap ibadahnya ada
perasaan yang selalu bermain didalam
hati, rupa-rupanya terlintas bukan
karena ALLAH, akan tetapi karena
selainnya.

Semoga kita bisa mencontoh dan


meneladani orang-orang sholeh dalam
setiap ibadah perbuatan,sehingga kita
bisa terhindar dari perkara yg bisa
merusak haqikat dan i'tiqad yang ada
didalam hati kita. Aamiin..

"WALLAHU A'LAM BISSHOWAB"


3 SKI 1. Piagama Madinah ISI PIAGAM MADINAH

2. Dakwah melalui Diskusi ISI PIAGAM MADINAH

3. Keteladanan Nabi Ibrahim

4. Dakwah Wali Songo

5. Masa Nabi di Madinah Berita Hari Ini

6. Walisongo : Mendirikan
Pesantren, Dakwah melalui
Pendidikan NEWS

7. Walisongo : Mendirikan
Masjid Dakwah melalui .. ·
8. Peradaban Islam : Faktor
Kemajuan Islam / Intern
24 September 2020 7:31
9. Dakwah Walisongo :
Budaya

10. Ukhuwah Islamiyah Isi Piagam Madinah yang Dipelopori Nabi


Muhammad SAW
11. Ukhuwah Wathoniyah

12. Ukhuwah Insaniyah


Konten ini diproduksi oleh Berita Hari Ini
13.DLL



Ilustrasi Piagam Madinah. Foto:


imamasonline

Proses hijrah umat Muslim bersama Nabi


Muhammad SAW ke Madinah setelah
mengalami perundungan di Mekah
merupakan salah satu sejarah penting
dalam perkembangan agama Islam.
Penduduk asli Madinah yakni kaum
Ansar menyambut kedatangan
Rasulullah dengan baik, menjadikan
Islam tidak lagi terpinggirkan.

ADVERTISEMENT

Masyarakat Madinah merupakan


masyarakat yang majemuk. Begitu pula
kaum mukmin. Masyarakat yang ada di
Madinah setidaknya berasal dari 3
kelompok yang berbeda, yakni muslim
dari kalangan Muhajirin dan Anshar
sebagai kelompok mayoritas, non-
muslim dari suku Aus dan Khazraj yang
belum masuk Islam sebagai kelompok
minoritas, serta kelompok Yahudi.

Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW


memperkenalkan sebuah kesepakatan
damai yang mengatur berbagai sektor
kehidupan masyarakat Madinah yang
majemuk tersebut. Perjanjian ini
kemudian dikenal sebagai Piagam
Madinah.

Piagam Madinah yang lengkap terdiri


dari 47 pasal. Berikut adalah beberapa
poin penting dari naskah perjanjian
tersebut yang dikutip dari dari buku Fiqh
Sirah karya Al-Buthi:
Isi Piagam Madinah

Kaum Muslimin dari kalangan Quraisy


dan Yatsrib (Madinah), juga siapa pun
yang mengikuti dan berjihad bersama
mereka adalah satu umat.

Semua muslim, meskipun berbeda suku,


sama-sama harus membayar ‘aql (uang
tebusan yang harus dibayarkan karena
telah melakukan pembunuhan atau
melukai orang lain) dan menebus para
tawanan mereka dengan cara yang
makruf dan adil di antara kalangan
orang-orang mukmin.

Sesungguhnya orang-orang mukmin


tidak meninggalkan seseorang yang
menanggung utang di antara mereka
untuk memberinya uang tebusan
atau ’aql.

Sesungguhnya orang-orang mukmin yang


bertakwa harus melawan orang-orang
yang melampaui batas atau melakukan
kejahatan besar berupa kezaliman, dosa,
permusuhan, atau kerusakan di antara
kaum mukminin sendiri, walaupun ia
adalah anak dari salah seorang di antara
mereka.

Seorang mukmin tidak boleh membunuh


mukmin yang lain demi membela orang
kafir. Dan, seorang mukmin tidak boleh
membantu orang kafir untuk menyerang
sesama mukmin.

Sesungguhnya kata damai bagi kaum


mukminin adalah satu. Seorang mukmin
tidak boleh berdamai tanpa orang
mukmin yang lain dalam berperang di
jalan Allah, kecuali jika dilakukan atas
kesetaraan dan keadilan antar mereka.

Dzimmah Allah adalah satu. Dia


melindungi mukmin yang lemah. Dan
orang mukmin adalah wali bagi mukmin
yang lain di hadapan seluruh umat
manusia.

Seorang mukmin yang telah


mengikrarkan isi piagam ini, juga
beriman kepada Allah dan hari akhir,
tidak dihalalkan membantu atau
melindungi seorang pendosa.
Barangsiapa membantu atau melindungi
seorang pendosa, maka di hari kiamat ia
dilaknat dan dimurkai Allah Swt. Tak ada
tebusan yang dapat membebaskannya
dari laknat dan murka-Nya.

Orang-orang Yahudi harus mengeluarkan


belanja bersama orang-orang mukmin
selama mereka masih dalam kondisi
perang.

Orang-orang Yahudi Bani Auf adalah satu


umat dengan orang-orang mukmin. Bagi
kaum Yahudi agama mereka, dan bagi
kaum muslimin agama mereka. Kecuali
orang yang melakukan perbuatan aniaya
dan durhaka. Orang semacam ini hanya
menghancurkan diri dan keluarganya
sendiri.

Orang-orang Yahudi berkewajiban


menanggung nafkah mereka sendiri, dan
kaum Muslimin pun berkewajiban
menanggung nafkah mereka sendiri pula.
Antara mereka harus ada tolong
menolong dalam menyikapi siapa pun
yang hendak menyerang pihak yang
mengadakan perjanjian ini.

Jika di antara orang-orang yang


mengakui perjanjian ini terjadi
perselisihan yang dikhawatirkan
menimbulkan kerusakan, maka perkara
itu dikembalikan kepada Allah dan
kepada Muhammad Rasulullah SAW.

Barangsiapa tinggal di dalam kota


Madinah ini, keselamatannya tetap
terjamin, kecuali yang berbuat kezaliman
dan melakukan kejahatan.

Sesungguhnya Allah melindungi apa yang


tercantum di dalam piagam ini.
Sesungguhnya Allah melindungi siapapun
yang berbuat kebaikan dan bertakwa.

[22.35, 2/10/2021] Enginer: #SKI :


Khalifah yang membentuk Armada Laut
Pertama pada masanya adalah KHALIFAH
UTSMAN BIN AFFAN

[22.40, 2/10/2021] Enginer: #SKI :


KEBIJAKAN KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
SAAT MULA MENJADI KHALIFAH

1. MENGGANTI PEJABAT LAMA DENGAN


PEJABAT YANG BARU

2. MENARIK KEMBALI TANAH HADIAH

3. MENGHADAPI PARA PEMBERONTAK

Kebijakan Dan Strategi Kekhalifahan Ali


Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib menjadi khalifah
menggantikan Utsman Bin Affan yang
terbunuh pada saat timbulnya
pemberontakan. Ali menjabat sebagai
khalifah selama 6 tahun (35 H/655 M-40
H/660 M). Selama pemerintahannya Ali
dihadapkan pada berbagai pergolakan
yang telah ada pada masa Utsman Bin
Affan. Oleh karena itu, kebijakan Ali Bin
Abi Thalib lebih terfokus untuk
mempertahankan stabilitas negara.
Berikut ini kebijakan dan strategi
kekhaliahan Ali Bin Abi Thalib:

1. Pergantian Pejabat Lama dengan yang


Baru

Ali Bin Abi Thalib sad…

[22.47, 2/10/2021] Enginer: #SKI :


METODE DAKWAH KHALIFAH ABU
BAKAR

1. Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu


Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan
Metode Dakwah)

2. Metode Dakwah Bit-Tadwin


(Pengumpulan al-Quran)

3. Metode Dakwah Bil Yad (Dengan


Tangan)
4. Metode Dakwah Bil Hal
(Kelembagaan)

5. Metode Dakwah Uswatun Hasanah


(Keteladanan)

[22.59, 2/10/2021] Enginer: #SKI : Fase


Kemajuan Dinasti Umayyah I di bidang
PERLUASAN WILAYAH KEKUASAN yaitu
terjadi pada masa KHALIFAH WALID BIN
ABDUL MALIK

[22.59, 2/10/2021] Enginer: #SKI :


Perkembangan gerakan ilmu
pengetahuan dan budaya pada dinasti
umayyah fokus pada 3 gerakan besar :

1. ILMU AGAMA

2. ILMU FILSAFAT

3. ILMU SEJARAH

[23.00, 2/10/2021] Enginer: SKI : Khalifah


dengan julukan Dzun Nurain adalah
KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN

4 AKHLAK MATERI AKHLAK 1. AKHLAK MENURUT IMAM AL-GHAZALI

1. Akhlak menurut Imam Pendidikan akhlak menurut al-


Alghazali Ghazali adalah suatu usaha untuk

2. Ukhuwah Insaniyah menghilangkan semua kebiasaan-

3. Ukhuwah Islamiyah kebiasaan jelek yang telah dijelaskan


oleh syariat secara erperinci, hal-hal
4. Ukhuwah Wathoniyah
yang harus dijauhi oleh manusia,
5. Akhlak menurut Ibnu
Maskawi sehingga akan terbiasa dengan akhlak-
akhlak yang mulia. Pendidikan akhlak
6. Keteladanan Nabi Ibrahim
menurutnya memiliki muara kepada tiga
7. Toleransi
dimensi, yakni (1) dimensi diri, yakni
Dll
orang dengan dirinya dan tuhan, (2)
dimensi sosial, yakni masyarakat,
pemerintah dan pergaulan dengan
sesamanya, dan (3) dimensi metafisik,
yakni akidah dan pegangan dasar.
Selanjutnya, dalam upaya
penyempurnaan akhlak dan pengobatan
jiwa, al-Ghazali memiliki konsep tazkiyat
an-nafs. Tazkiyat an-nafs yang
dikonsepsikan al-Ghazali erat kaitan
dengan upaya peningkatan akhlak dan
pengobatan jiwa. Hal tersebut dilakukan
dengan cara Takhliyat An-Nafs dan
Tahliyat An-Nafs dalam arti
mengosongkan jiwa dari akhlak tercela
dan menghiasinya dengan akhlak yang
terpuji. Demikian konsep pendidikan
akhlak menurut al-Ghazali konsep
tersebut merupakan upaya yang
dilakukan al-Ghazali guna mem berikan
tawaran dalam memperbaiki atau
meningkatkan akhlak seseorang. Dan
jikalau telah tertanam kesempurnaan
dan keutamaan didunia akan dicapai.
Kesempurnaan dan keutamaan yang
dimaksud adalah kesempurnaan dan
keutamaan bidang di dunia dan
mencapai kehidupan akherat.

2. UKHUWAH

ISLAMIYAH,WATHANIYAH, DAN

INSANIYAH DALAM ISLAM

Islam mengenal konsep


persaudaraan yang dikenal dengan
ukhuwah. Secara bahasa, ukhuwah
berasal dari kata akha yang makna
dasarnya berarti “memberi perhatian”.
Arti akha kemudian berkembang
menjadi saudara atau kawan. Karena
adanya arti dasar "memperhatikan",
maka ukhuwah dapat dimaknai sebagai
konsep yang mengajarkan bahwa setiap
orang yang bersaudara mengharuskan
ada perhatian di antara mereka. Secara
umum, ukhuwah dibedakan menjadi
tiga, yakni Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah
Insaniyah, dan Ukhuwah Wathaniyah.

Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwwah islâmiyyah mengandung arti


persaudaraan yang bersifat keislaman
atau persaudaraan antar sesama
pemeluk Islam. Konsep ini mengajarkan
bahwa setiap muslim merupakan
saudara bagi muslim lainnya.

Seorang muslim harus menganggap


muslim lainnya sebagai saudaranya
tanpa memandang latar belakang
keturunan, kebangsaan, atau
pertimbangan-pertimbangan lainnya.

Ukhwah Wathaniyah
Wathan artinya tanah air, tempat
kelahiran, tanah tumpah darah, atau
kampung halaman. Sehingga ukhuwah
wathaniyah yakni saudara dalam arti
sebangsa walaupun tidak seagama atau
satu suku.

Menurut M. Quraish Shihab dalam


Wawasan Al-Quran, untuk
memantapkan ukhuwah kebangsaan, Al-
Quran menggarisbawahi bahwa
perbedaan merupakaan keniscayaan.
Seperti yang tercantum dalam Surat Al-
Maidah ayat 48.

“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya


kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan".

Adanya Piagam Madinah juga menjadi


cerminan ukhuwah wathaniyah
Ukhuwah Insaniyah

Insan berarti manusia. Maka, ukhuwah


insâniyah merupakan persaudaraan yang
cakupannya lebih luas, yaitu
antarsesama umat manusia di seluruh
dunia.

Salah satu ayat yang menjadi dasar


ukhuwah insaniyah adalah surat al-
Hujurat ayat 11. Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman


janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olok) dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-
olok) wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-
olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri dan janganlah
kamu panggil memanggil dengan gelar-
gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang
tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim”.

Ayat ini menekankan bahwa setiap


manusia hendaknya tidak saling
berburuk sangka dan membenci untuk
memantapkan solidaritas kemanusiaan.

3. AHKLAK MENURUT IBNU


MISKAWAIH
Ibnu Miskawaih adalah abu Ali
Ahmad bin Muhammad bin Ya’qub bin
Miskawaih. Lahir di Rayy (Teheran, ibu
kota Republik Islam Iran sekarang) pada
tahun 320 H/ 932 M dan  wafat pada usia
lanjut di Isfahan pada tanggal 9 Shafar
421 H/16 Februari 1030 M. Ibnu
Miskawaih hidup pada masa
pemerintahan  dinasti Buwaihi di
Baghdad (320-450 H/ 932-1062 M) yang
sebagian besar permukaannya
bermazhab Syi’ah. Ibnu Miskawaih
adalah bendaharawan, sekertaris,
pustakawan, dan pendidik anak para
pemuka dinasti Buwahi.

Ibnu Miskawaih juga digelari


sebagai guru yang ketiga sesudah
Aristoteles sebagai guru pertama dan Al-
Farabi sebagai guru yang kedua. Ibnu
Maskawaih dianggap sebagai guru etika
salah satunya adalah karangan beliau
yang berjudul Tahzibul Akhlak
(Pendidikan Budi). Menurut Ibnu
Miskawaih, akhlak itu merupakan
bentuk jamak dari khuluq. keadaan
jiwa yang mengajak atau mendorong
seseorang untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa difikirkan dan
diperhitungkan sebelum-nya.Dengan
kata lain akhlak adalah keadaan jiwa
yang mendorong timbulnya perbuatan-
perbuatan secara spontan. Sikap jiwa
atau keadaan jiwa seperti ini terbagi
menjadi dua; ada yang berasal dari
watak (bawaan) atau fitrah sejak kecil
dan ada pula yang berasal dari
kebiasaan latihan

Ibnu Miskawaih menyebutkan


adanya tiga macam kekuatan jiwa,
yaitu bahimiyah dan syahwiyah (kebinat
angan atau nafsu syahwat) yang
mengejar kelezatan-kelezatan
jasmani, sabu’iyah (binatang buas) yang
bertumpu pada lemarahan dan
keberanian, dan nathiqah yang selalu
berpikir tentang hakikat segala sesuatu.
Ibnu Miskawaih membedakan antara al-
khair (kebaikan) dengan al-sa’adah
(kebahagiaan). Dimana kebaikan menjadi
tujuan semua orang: kebaikan umum
bagi seluruh manusia dalam kedudukan
sebagai manusia. Sedangkan
kebahagiaan adalah kebaikan bagi
seseorang, tidak bersifat umum, tetapi
relatif tergantung kepada orang per
orang.

Ibnu Miskawaih memberikan


perhatian khusus kepada cinta sebagai
salah satu unsur dari etika. Menurutnya
cinta ada dua macam; cinta kepada
Allah, dan cinta kepada manusia,
terutama cinta seorang murid pada
gurunya. Cinta yang tinggi nilainya
adalah cinta kepada Allah. Apabila sifat
hikmah, berani, dan murah yang apabila
ketiga sifat utama ini selaras, maka sifat
keempat akan timbul darinya, yakni
keadilan. Sedangkan apabila sifat bodoh,
rakus, penakut maka akan timbul
kedzaliman. Ibnu Miskawaih
berpendapat setiap ilmu membawa misi
akhlak yang mulia dan bukan semata-
mata ilmu. Semakin banyak dan tinggi
ilmu seseorang maka akan semakin
tinggi pula akhlaknya.

4. KETELADANAN NABI IBRAHIM

Perjalanan hidup manusia termulia


setelah Nabi Muhammad SAW ini adalah
sebuah perjalanan peneguhan tauhid.
Ketaatan dan keimanan luar biasa yang
dihadirkan oleh ayah dari dua nabi
dengan dua ibu yang berbeda, yaitu Nabi
Ismail (dari bunda Hajar) dan Nabi Ishaq
(dari bunda Sarah) Alahimus Salam, ini
adalah sesuatu yang berat ditunaikan
oleh manusia pada umumnya. Sebuah
keteladanan yang mesti kita serap dalam
kehidupan kita.
Nabi Ibrahim selalu berpijak di atas
kebenaran dan tak pernah berpaling
meninggalkannya. Posisinya dalam
agama sangat tinggi (seorang imam) dan
selalu total dalam mengabdi. Beliau pun
tak pernah lupa mensyukuri segala
nikmat-Nya (QS an-Nahl: 120-121).
Nabi Ibrahim merupakan sosok
pembawa panji-panji tauhid. Perjalanan
hidupnya sarat dengan dakwah kepada
tauhid dan segala liku-likunya (QS al-
Mumtahanah: 4-5). Beliau selalu
mengajak umatnya kepada jalan Allah
serta mencegah mereka dari sikap taklid
buta terhadap ajaran sesat nenek
moyangnya (QS al-Anbiya: 52-58).

Allah SWT memilihnya dan


menunjukinya ke jalan lurus serta
mengaruniakannya segala kebaikan
dunia dan akhirat (QS an-Nahl: 121-122).
Bahkan, Allah SWT mengangkatnya
sebagai khalil (kekasih). (QS an-Nisa:
125). Perjalanannya merupakan cermin
pendidikan keagamaan yang
disampaikan orang tua terhadap anak
cucunya (QS al-Baqarah: 132). Bahkan,
Nabi Ibrahim AS senantiasa berdoa dan
memohon kepada Allah SWT untuk
kesalehan anak cucunya (QS Ibrahim: 35
dan 40). Perjalanan hidupnya juga
mengandung pelajaran berharga bagi
para anak, karena beliau adalah seorang
anak yang amat berbakti kepada kedua
orang tuanya dan selalu menyampaikan
kebenaran kepada mereka dengan cara
yang terbaik (QS Maryam: 42-45). Ketika
sang bapak, Azar, sang pembuat patung
Tuhan, menyikapinya dengan keras, Nabi
Ibrahim tetap santun dan berdoa untuk
kebaikan ayahnya (QS Maryam: 47).
5 MUNAKAHAT Nikah, talaq,ruju` MUNAKAHAT/PERNIKAHAN

     1.     Pengertian

              Munakahat berarti pernikahan
atau perkawinan. Menurut bahasa
Indonesia, kata nikah berarti berkumpul
atau bersatu. Dalam istilah syariat, nikah
itu berarti melakukan suatu akad atau
perjanjian untuk mengikatkan diri antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan
serta menghasilkan hubungan kelamin
antara keduanya dengan suka rela dan
persetujuan bersama, demi terwujudnya
keluarga (rumah tangga) bahagia, yang di
ridai oleh Allah SWT.

   

     2. Hukum Nikah

             Menurut sebagian besar ulama,


hukum nikah pada dasarnya adalah
mubah, boleh dikerjakan dan boleh
ditinggalkan. Hukum nikah dapat berubah
menjadi sunah, wajib, makruh, atau
haram. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:

      1.  Sunah

            Bagi orang yang ingin menikah,


mampu menikah, dan mampu pula
mengendalikan diri dari perzinaan,
walaupun tidak segera menikah, maka
hukum nikah adalah sunah.
      2. Wajib

            Bagi orang yang ingin menikah,


mampu menikah, dan ia khawatir berbuat
zina jika tidak segera menikah, maka
hukum nikah adalah wajib.

      3.  Makruh

             Bagi orang yang ingin menikah,


tetapi belum mampu member nafkah
terhadap istri dan anak-anaknya, maka
hukum nikah adalah makruh.

      4.  Haram

             Bagi orang yang bermaksud


menyakiti wanita yang akan ia nikahi,
maka hukum nikah adalah haram.

    3. Tujuan Pernikahan

            Secara umum, tujuan pernikahan


menurut Islam adalah untuk memenuhi
hajat manusia (pria terhadap wanita atau
sebaliknya) dalam rangka mewujudkan
rumah tangga yang bahagia, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan agama
Islam. Apabila tujuan pernikahan yang
bersifat umum itu diuraikan secara
terperinci tujuan pernikahan yang islami
dapat dikemukakan sebagai berikut:

 Untuk memperoleh rasa cinta dan


kasih sayang. Allah SWT
berfirman: ”Dan jadikan-Nya di antara
kamu rasa kasih dan sayang…” (Q.S.
Ar-Rum, 30: 21)
 Untuk memperoleh ketenangan hidup
(sakinah). Allah SWT berfirman: “Dan
di antara tanda-tanda kebiasaan-Nya
ialah Dia menciptakan istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram
kepadanya…” (Q.S. Ar-Rum, 30:21
 Untuk mewujudkan keluarga bahagia
di dunia dan akhirat.
    

    4. Rukun Nikah

              Rukun nikah ada lima macam


yakni sebagai berikut:

        1) Ada calon suami, dengan syarat:


laki-laki yang sudah berusia dewasa (19
tahun), beragama Islam, tidak
dipaksa/terpaksa, tidak ssedang dalam
ihram haji atau umrah, dan bukan
mahram calon istrinya.

        2)  Ada calon istri, dengan syarat:


wanita yang sudah cukup umur (16
tahun): bukan perempuan musyrik, tidak
dalam ikatan perkawinan dengan orang
lain, bukan mahram bagi calon suami dan
tidak dalam keadaan ihram haji atau
umrah.

        3)  Ada wali nikah, yaitu orang yang


menikahkan mempelai laki-laki dengan
mempelai wanita atau mengizinkan
pernikahannya.

             a)  Wali Nasab, yaitu wali yang


mempunyai pertalian darah dengan
mempelai wanita yang akan dinikahkan.

             b)  Wakil Hakim, yaitu kepala


negara yang beragama Islam.

        Syarat-syarat yang harus dipenuhi


oleh seorang wali nikah adalah sebagai
berikut:

                  a)      Beragama Islam.

                  b)      Laki-laki.

                  c)      Balig dan berakal.

                  d)      Merdeka dan bukan


hamba sahaya.

                  e)      Bersifat adil.

                  f)       Tidak sedang ihram haji


atau umrah.

         4)  Ada dua orang saksi.

         5)  Ada akad nikah yakni ucapan ijab


kabul. Ijab adalah  ucapan wali (dari pihak
mempelai wanita), sebagai penyerahan
kepada mempelai laki-laki. Qabal adalah
ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda
penerimaan. Suami wajib memberikan
mas kawin (mahar) kepada istrinya, tetapi
mengucapkannya dalam akad nikah
hukumnya sunnah. Suruhan untuk
memberikan mas kawin terdapat dalam
Al-Qur’an yang artinya: “Berikanlah mas
kawin (mahar) kepada wanita (yang
kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan…” (Q.S. An-Nisa’, 4: 4)

  

    5.  Muhrim

           Menurut pengertian bahasa,


muhrim berarti yang diharamkan. Dalam
ilmu fikih, muhrim adalah wanita yang
haram dinikahi. Adapun penyebab
seorang wanita haram dinikahi ada empat
macam, yaitu sebagai berikut: 

 Wanita yang haram dinikahi karena


keturunan:
a. Ibu kandung dan seterusnya ke atas
(nenek dari ibu dan nenek dari
ayah).
b. Anak perempuan kandung dan
seterusnya ke bawah (cucu dan
seterusnya). 
c. Saudara perempuan (sekandung,
sebapak atau seibu).
d. Saudara perempuan dari bapak
e. Saudara perempuan dari ibu.
f. Anak perempuan dari saudara laki-
laki dan seterusnya ke bawah.
g. Anak perempuan dari saudara
perempuan dan seterusnya ke
bawah.
 Wanita yang haram dinikahi karena
hubungan sesusuan:
              a. Ibu yang menyusui.

              b. Saudara perempuan sesusuan. 

 Wanita yang haram dinikahi karena


perkawinan:
a. Ibu dari istri (mertua).
b. Anak tiri (anak dari istri dengan suami
lain), apabila suami telah berkumpul
dengan ibunya.
c. Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah
dicerai atau belum. Allah SWT
berfirman yang artinya, “Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita
yang pernah dikawini oleh
ayahmu.” (Q.S. An-Nisa’, 4: 22)
d. Menantu (istri dari anak laki-laki), baik
sudah dicerai maupun belum.
 Wanita yang haram dinikahi karena
pertalian muhrim dengan istri.
Misalnya, haram melakukan poligami
(memperistri sekaligus) terhadap dua
orang bersaudara, terhadap seorang
perempuan dengan bibinya, terhadap
seorang perempuan dengan
kemenakannya.

    6.     Kewajiban Suami dan Istri

                Secara umum kewajiban suami-


istri adalah sebagai berikut:

 Kewajiban Suami
a. Memberi nafkah, sandang, pangan,
dan tempat tinggal kepada istri dan
anak-anaknya, sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan
secara maksimal.
b. Memimpin serta membimbing istri
dan anak-anak, agar menjadi orang
yang berguna, keluarga, agama,
masyarakat, serta bangsa dan
negaranya.
c. Bergaul dengan istri dan anak-anak
dengan baik (makruf).
d. Membantu istri dalam tugas sehari-
hari, terutama dalam mengasuh dan
mendidik anak-anak agar menjadi
anak saleh.

 Kewajiban Istri
a. Taat kepada suami dalam batas-batas
yang sesuai dengan ajaran Islam.
b. Memelihara diri serta kehormatan dan
harta benda suami, baik di hadapan
atau di belakangnya.
c. Membantu suami dalam memimpin
kesejahteraan dan keselamatan
keluarga.
d. Menerima dan menghormati
pemberian suami walaupun sedikit,
serta mencukupkan nafkah yang
diberikan suami, sesuai dengan
kekuatan dan kemampuannya, hemat,
cermat, dan bijaksana.
e. hormat dan sopan kepada suami dan
keluarganya
f. Memelihara, mengasuh, dan mendidik
anak agar menjadi anak yang saleh. 
    

    7.     Perceraian

Perceraian berarti pemutusan ikatan


perkawinan antara suami dan istri. Sebab
terjadi perceraian adalah perselisihan
atau pertengkaran suami-istri yang sudah
tidak dapat didamaikan lagi, walaupun
sudah didatangkan hakim (juru damai)
dari pihak suami dan pihak istri. Rasulullah
SAW bersabda: “Setiap wanita (istri) yang
meminta cerai kepada suaminya tanpa
alasan, haramlah baginya wangi-wangi
surga.” (H.R. Ashabus Sunan kecuali An-
Nasa’i)

                 Hal-hal yang dapat memutuskan


ikatan perkawinan adalah meninggalnya
salah satu pihak suami atau istri, talak,
fasakh, khulu’, li’an, ila’, dan zihar.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Talak
          Talak berarti melepaskan ikatan
perkawinan dengan mengucapkan secara
suka rela ucapan talak dari pihak suami
kepada istrinya. Talak dibagi menjadi dua
macam, yaitu:

1) Talak Raj’i, yaitu talak yang


dijatuhkan suami kepada istrinya
untuk pertama kalinya, dan suami
boleh rujuk (kembali) kepada istri
yang telah ditalaknya selama
masih dalam masa ‘iddah.
2) Talak Ba’i n, yaitu talak yang
suami tidak boleh rujuk (kembali)
kepada istri yang ditalaknya itu,
melainkan mesti dengan akad
nikah baru.
     Selesai akad nikah biasanya
mengucapkan ta’lik talak, yaitu talak yang
digantungkan dengan sesuatu (syarat atau
perjanjian). Misalnya, suami berkata
kepada istrinya, “bila selama 3 bulan
berturut-turut saya tidak memberi nafkah
kepada engkau, berarti saya telah
mentalak engkau.” Ta’lik talak hukumnya
sah dan dibenarkan syara’.

      b.      Fasakh

          Fasakh adalah pembatalan


pernikahan antara suami-istri karena
sebab-sebab tertentu. Fasakh dilakukan
oleh hakim agama, karena adanya
pengaduan dari istri atau suami dengan
alasan yang dapat dibenarkan.

          Akibat perceraian dengan fasakh,


suami tidak boleh rujuk kepada bekas
istrinya. Berbeda dengan khulu’,
fasakh tidak memengaruhi bilangan talak.
Artinya, walaupun fasakh dilakukan lebih
dari tiga kali, bekas suami-istri itu boleh
menikah kembali, tanpa bekas istrinya
harus menikah dulu dengan laki-laki lain.

      c.       Khulu’

          Menurut istilah
bahasa, khulu’ berarti tanggal. Dalam ilmu
fikih, khulu’ adalah talak yang dijatuhkan
suami kepada istrinya, dengan jalan
tebusan dari pihak istri, baik dengan jalan
mengembalikan mas kawin kepada
suaminya, atau dengan memberikan
sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh
mereka berdua.

          Khulu’ diperkenankan dalam Islam,


dengan maksud untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang dihadapi istri.
Allah SWT berfirman yang artinya, “Jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami-
istri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya.” (Q.S. Al-Baqarah, 2: 229)

          Akibat perceraian dengan


cara khulu’, suami tidak dapat rujuk,
walaupun bekas istrinya masih dalam
masa ‘iddah. Berbeda
dengan fasakh, khulu’ dapat
memengaruhi bilangan talak. Artinya,
kalau sudah tiga kali dianggap tiga kali
talak (talak ba’in kubra), sehingga suami
tidak boleh menikah lagi dengan bekas
istrinya, sebelum bekas istrinya itu
menikah dulu dengan laki-laki lain,
bercerai, dan habis masa ‘iddah-nya.

      d.  Li’an

          Li’an adalah sumpah suami yang


menuduh istrinya berzina (karena suami
tidak dapat mengajukan 4 orang saksi
yang melihat istrinya berzina). Dengan
mengangkat sumpah 4 kali di depan
hakim, dan pada ucapan kelima kalinya
dia mengatakan, “Laknat (kutukan) Allah
akan ditimpakan atas diriku, apabila
tuduhanku itu dusta.”

          Apabila suami sudah


menjatuhkan li’an, berlakulah hukum
rajam terhadap istrinya, yaitu dilempari
dengan batu yang sedang sampai mati.
Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang li’an ini terdapat dalam Surah An-
Nur, 24: 6-10.

      e. Ila’

          Ila’ berarti sumpah suami yang


mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri
istrinya selama 4 bulan atau lebih, atau
dalam masa yang tidak ditentukan. Jika
sebelum 4 bulan dia kembali kepada
istrinya dengan baik, maka dia diwajibkan
membayar denda sumpah (kafarat).

          Akan tetapi, jika sampai 4 bulan ia


tidak kembali pada istrinya, maka hakim
berhak menyuruhnya untuk memilih di
antara dua hal, kembali kepada
istrinya dengan
membayar kafarat sumpah atau
mentalak istrinya. Apabila suami tidak
bersedia menentukan dengan pilihannya,
maka hakim memutuskan bahwa suami
telah mentalak istrinya dengan talak ba’in
sugra, sehingga ia tidak dapat rujuk lagi.

          Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan


tentang Ila’ ialah Surah Al-Baqarah, 2:
226-227.

      f.  Zihar

               Zihar adalah ucapan suami yang


menyerupakan istrinya dengan ibunya,
seperti suami berkata kepada istrinya,
“Punggungmu sama dengan punggung
ibuku.” Jika suami mengucapkan kata-kata
tersebut, dan tidak melanjutkannya
dengan mentalak istrinya, wajib baginya
membayar kafarat, dan haram meniduri
istrinya sebelum kafarat dibayar.

    8. ‘Iddah

 ‘Iddah berarti masa menunggu bagi istri


yang ditinggal mati atau bercerai dengan
suaminya untuk dibolehkan menikah
kembali dengan laki-laki lain.
Tujuan ‘iddah adalah untuk melihat
perkembangan, apakah istri yang bercerai
itu hamil atau tidak Lama
masa ‘iddah adalah sebagai berikut:

 1.‘Iddah karena suami wafat

a. Bagi istri yang tidak hamil, baik sudah


campur dengan suaminya yang wafat
atau belum, masa ‘iddah-nya adalah
empat bulan sepuluh hari. (Q.S. Al-
Baqarah, 2: 234)
b. Bagi istri yang sedang hamil,
masa ‘iddah-nya adalah sampai
melahirkan. (Q.S. At-Talaq, 65: 4)

 2. ‘Iddah karena talak, fasakh, dan khulu’

a. Bagi istri yang belum campur dengan


suami yang baru saja bercerai
dengannya, tidak ada
masa ‘iddah. (Q.S. Al-Ahzab, 33: 49)
b. Bagi istri yang sudah campur,
masa ‘iddah-nya adalah:
1) Bagi yang masih mengalami
menstruasi, masa ‘iddah-nya ialah
tiga kali suci. (Q.S. Al-Baqarah, 2:
228)
2) Bagi istri yang tidak mengalami
smenstruasi, misalnya karena usia
tua (menopause), masa ‘iddah-nya
adalah 3 bulan. (Q.S. At-Talaq, 65:
4)
       3) Bagi istri yang sedang mengandung,
masa ‘iddah-nya ialah sampai dengan
melahirkan kandungannya (Q.S. At-Talaq,
65: 4)

  

     9.     Rujuk

    Rujuk berarti kembali, yaitu kembalinya


suami kepada ikatan nikah dengan istrinya
sebagaimana semula, selama istrinya
masih dalam masa ‘iddah raj’iyah. Hukum
rujuk asalnya mubah, artinya boleh rujuk
dan boleh pula tidak. Akan tetapi, hukum
rujuk bisa berubah, sebagai berikut:

1) Sunah, misalnya apabila rujuknya


suami kepada istrinya dengan niat
karena Allah, untuk memperbaiki
sikap dan perilaku serta bertekad
untuk menjadikan rumah
tangganya sebagai rumah tangga
bahagia.
2) Wajib, misalnya bagi suami
mentalak salah seorang istinya,
sedangkan sebelum mentalaknya,
ia belum menyempurnakan
pembagian waktunya.
3) Makruh (dibenci), apabila
meneruskan perceraian lebih
bermanfaat dari pada rujuk.
4) Haram, misalnya jika maksud
rujuknya suami adalah untuk
menyakiti istri atau untuk
mendurhakai Allah SWT.
  Rukun rujuk ada 4 macam, yaitu sebagai
berikut:

1. Istri sudah bercampur dengan suami


yang mentalaknya dan masih berada
pada masa ‘iddah raj’iyah. 
2. Keinginan rujuk suami atas kehendak
sendiri, bukan karena dipaksa.
3. Ada dua orang saksi, yaitu dua orang
laki-laki yang adil. (Q.S. At-Talaq, 65:
2)
4. Ada sigat atau ucapan rujuk, misalnya
suami berkata kepada istri yang
diceraikannya selama masih berada
dalam masa ‘iddah raj’iyah, “Saya
rujuk kepada engkau!”

     B.    HIKMAH PERNIKAHAN

      

             Fuqaha (ulama fikih) menjelaskan


tentang hikmah-hikmah pernikahan yang
islami, antara lain:

1. Memenuhi kebutuhan seksual dengan


cara yang diridai Allah (cara yang
islami), dan menghindari cara yang
dimurkai Allah seperti perzinaan atau
homoseks (gay atau lesbian).
2. Pernikahan merupakan cara yang
benar, baik, dan diridai Allah untuk
memperoleh anak serta
mengembangkan keturunan yang sah.
3. Melalui pernikahan, suami-istri dapat
memupuk rasa tanggung jawab
membaginya dalam rangka
memelihara, mengasuh dan mendidik
anak-anaknya, sehingga memberikan
motivasi yang kuat untuk
membahagiakan orang-orang yang
menjadi tanggung jawabnya.
4. Menjalin hubungan silaturahmi antara
keluarga suami dan keluarga istri,
sehingga sesama mereka saling
menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan serta tidak tolong-
menolong dalam dosa dan
permusuhan.

C. PERKAWINANMENURUT PERUNDANG-
UNDANGAN DI INDONESIA

        

Perundang-undangan perkawinan di
Indonesia bersumber kepada Keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 154 Tahun 1991 tentang
Pelaksanaaan Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal
10 Juni 1991 mengenai Kompilasi Hukum
Islam di Bidang Hukum Perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum


Perkawinan tersebut, sebagai
pengembangan dan penyempurnaan dari
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.

            Hal-hal yang perlu diketahui dari


Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum
Perkawinan antara lain

       1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan

                   Dalam pasal 2 dan pasal 3 dari


Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum
Perkawinan dijelaskan bahwa perngertian
perkawinan menurut Hukum Islam adalah
pernikahan yaitu akad yang sangat kuat
atau misaqan galizan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Sedangkan tujuan
perkawinan ialah untuk mewujudkan
rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah.

       2. Sahnya Perkawinan

                   Dalam pasal 4 dari Kompilasi


Hukum Islam di bidang Hukum
Perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut
Hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat
(1) Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan. Penjelasan pasal 2
ayat (1) UU RI Tahun 1974 mengatakan
sebagai berikut:

·         Dengan perumusan pasal 2 ayat (1)


ini, tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agamanya dan
kepercayaan itu, sesuai dengan UUD
1945.

·         Yang dimaksud dengan hukum


masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu termasuk ketentuan
perundang-undangan yang berlaku bagi
golongan agamanya dan kepercayaannya
itu, sepanjang tidak bertentangan atau
tidak ditentukan lain dalam undang-
undang ini.

     3. Pencatatan Perkawinan

                   Dalam pasal 5 dan 6 Kompilasi


Hukum Islam di bidang Hukum
Perkawinan dijelaskan:

   Ø  Agar terjamin ketertiban perkawinan


bagi masyarakat Islam setiap perkawinan
harus dicatat.

   Ø  Pencatatan perkawinan dilakukan


oleh Pegawai Pencatat Nikah (Kantor
Urusan Agama Kecamatan        di mana
calon mempelai bertempat tinggal). 

   Ø  Agar pelaksanaan pencatatan


perkawinan itu dapat berlangsung dengan
baik, maka setiap perkawinan harus
dilangsungkan di hadapan dan di bawah
pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

   Ø  Perkawinan yang dilakukan di luar


pengawasan Pegawai Pencatat Nikah
tidak mempunyai kekuatan hukum.
      

       4.      Akta Nikah

                   Akta Nikah atau Buku Nikah


(Surat Nikah) adalah surat keterangan
yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah
yakni Kantor Urusan Agama Kecamatan,
tempat dilangsungkannya pernikahan
yang menerangkan bahwa pada hari,
tanggal, bulan, tahun, dan jam telah
terjadi akad nikah antara: seorang laki-laki
(dituliskan nama, tanggal dan tempat
lahir, pekerjaan, dan tempat tinggal)
dengan seorang perempuan (dituliskan
nama, tanggal dan tempat lahir,
pekerjaan, dan tempat tinggal) dan yang
menjadi wali (juga dituliskan nama,
tanggal dan tempat lahir, pekerjaan,
tempat tinggal, dan apa hubungannya
dengan yang diwalikan).

    

       5.      Kawin Hamil

                   Dalam pasal 53 ayat (1), (2),


dan (3) dari Kompilasi Hukum Islam di
bidang hukum perkawinan dijelaskan:

       1. Seorang wanita hamil di luar nikah,


dapat menikah dengan pria yang
menghamilinnya.

       2.  Perkawinan dengan wanita hamil


yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih
dahulu kelahiran anaknya.
       3. Dengan dilangsungkannya
perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak
yang dikandung lahir.

             

               Hal-hal lain yang dijelaskan dalam


Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum
Perkawinan adalah peminangan, rukun
dan syarat perkawinan, mahar, larangan
kawin, perjanjian perkawinan, poligami,
pencegahan perkawinan, batalnya
perkawinan, hak dan kewajiban suami
istri, harta kekayaan dalam perkawinan,
pemeliharaan anak, perwalian, putusnya
perkawinan, rujuk dan masa berkabung

6. MAWARIS KEWARISANDALAMISLAM

PengertianKewarisanIslam
DalamKamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) katawaris berarti Orang yang
berhak menerima harta pusakadari
orang yang telah meninggal.1 Di dalam
bahasa Arabkata warisberasal dari kata ‫و‬
‫ورثا‬-‫يرث‬-‫رث‬yang artinya
adalahWaris.Contoh, ‫ورثابا‬
‫ه‬yangartinyaMewarisharta (ayahnya).2

WarismenuruthukumIslamadalahhukumya
ngmengaturtentangperalihanhartakekayaan
yangditinggalkanseseorangyangmeninggal
sertaakibatnyabagi para ahli warisnya.3
dan juga berbagai aturan
tentangperpidahan hakmilik, hak milik
yang dimaksud adalahberupa harta,
seorang yang telah meninggal dunia
kepadaahliwarisnya.Dalamistilahlainwaris
disebutjugadengan fara‟id. Yangartinya
bagian tertentu yang
dibagimenurutagamaIslamkepadasemuaya
ngberhakmenerimanyadanyangtelahditetap
kanbagian-bagiannya.4

Harta Waris dalam Islam


merupakan harta yang diberikan
dari orang yang telah meninggal
kepada orang-orang terdekatnya
seperti keluarga dan kerabat-
kerabatnya. Pembagian harta waris
dalam Islam diatur dalam Al-Qur
an, yaitu pada An Nisa yang
menyebutkan bahwa Pembagian
harta waris dalam islam telah
ditetukan ada 6 tipe persentase
pembagian harta waris, ada pihak
yang mendapatkan setengah (1/2),
seperempat (1/4), seperdelapan
(1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga
(1/3), dan seperenam (1/6).
Selain itu, merujuk pada beberapa
ketentuan dalam Ilmu Fiqih yang
lebih spesifik terkait dengan
pembagian waris antara lain
adalah:
1. Asal Masalah
Asal Masalah adalah: ‫أقل ع دد يص ح‬
‫ها‬ ‫ها أو فروض‬ ‫ه فرض‬ ‫من‬
Artinya: “Bilangan terkecil yang
darinya bisa didapatkan bagian
secara benar.” (Musthafa Al-Khin,
al-Fiqhul Manhaji, Damaskus,
Darul Qalam, 2013, jilid II,
halaman 339). Adapun yang
dikatakan “didapatkannya bagian
secara benar” atau dalam ilmu
faraidl disebut Tashhîhul
Masalah adalah:
‫أقل ع دد يت أتى من ه نص يب ك ل واح د من الورث ة‬
‫ير كسر‬ ‫حيحا من غ‬ ‫ص‬
Artinya: “Bilangan terkecil yang
darinya bisa didapatkan bagian
masing-masing ahli waris secara
benar tanpa adanya pecahan.”
(Musthafa Al-Khin, 2013:339)
Ketentuan Asal Masalah bisa
disamakan dengan masing-
masing bagian pasti ahli waris
yang ada.
2. Adadur Ru’ûs (‫ع دد‬
‫رؤوس‬ ‫)ال‬
Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs
berarti bilangan kepala.
Asal Masalah sebagaimana
dijelaskan di atas ditetapkan dan
digunakan apabila ahli warisnya
terdiri dari ahli waris yang
memiliki bagian pasti atau dzawil
furûdl. Sedangkan apabila para
ahli waris terdiri dari kaum laki-
laki yang kesemuanya menjadi
ashabah maka Asal Masalah-nya
dibentuk melalui jumlah
kepala/orang yang menerima
warisan.
3. Siham (‫هام‬ ‫)س‬
Siham adalah nilai yang
dihasilkan dari perkalian antara
Asal Masalah dan bagian pasti
seorang ahli waris dzawil furûdl.
4. Majmu’ Siham (‫مجم وع‬
‫هام‬ ‫)الس‬
Majmu’ Siham adalah jumlah
keseluruhan siham dalam
menghitung pembagian warisan:

 Penentuan ahli waris yang


ada dan berhak menerima
warisan
 Penentuan bagian masing-
masing ahli waris, contoh
istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki
sisa (ashabah) dan
seterusnya.
 Penentuan Asal Masalah,
contoh dari penyebut 4 dan 6
Asal Masalahnya 24
 Penentuan Siham masing-
masing ahli waris, contoh
istri 24 x 1/4 = 6 dan
seterusnya

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum


Islam hukum kewarisan dijelaskan
sebagai hukum yang mengatur
tentang pemindahan hak pemilikan
harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan
berapa bagiannya masing-masing.

Pewaris adalah orang yang pada


saat meninggal berdasarkan
putusan Pengadilan beragama
Islam, meninggalkan ahli awaris
dan harta peninggalan.Ahli waris
adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan
perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang
karena hukum unutk menjadi ahli
waris.

Harta peninggalan adalah harta


yang ditinggalkan oleh pewaris baik
yang berupa harta benda yang
menjadi hak miliknya maupun hak-
haknya.Harta warisan adalah harta
bawaan ditambah bagian dari harta
bersama setelah digunakan untuk
keperluan pewaris selama sakit
sampai meninggalnya, biaya
pengurusan jenazah, pembayaran
hutang dan pemberian untuk
kerabat.

Namun demikian, selain


memperoleh hak waris, ahli waris
juga memiliki kewajiban menurut
ketentuan pasal 175 KHI yakni
untuk mengurus dan
menyelesaikan sampai pemakaman
jenazah selesai. Menyelesaikan baik
hutang-hutang berupa pengobatan,
perawatan termasuk kewajiban
pewaris maupun menagih
piutang.Menyelesaiakan wasiat
pewaris. Membagi harta warisan
diantara ahli waris yang berhak.

Para ahli waris baik secara


bersama-sama atau perseorangan
dapat mengajukan permintaan
kepada ahli waris yang tidak
menyetujui permintaan itu, maka
yang bersangkutan dapat
mengajukan gugatan melalui
Pengadilan Agama untuk dilakukan
pembagian harta warisan (pasal
188 KHI) dengan ketentuan
sebagaiman berikut ini :
• Bila pewaris tidak meninggalkan
ahli waris sama sekali, atau ahli
warisnya tidak diketahui ada atau
tidaknya, maka harta tersebut atas
putusan Pengadilan Agama
diserahkan penguasaannya kepada
Baitul Maal untuk kepentingan
agama Islam dan kesejahteraan
umum (Pasal 191 KHI).
• Bagi pewaris yang beristeri dari
seorang, maka masing-masing isteri
berhak mendapat bagian dagi
gono-gini dari rumah tangga
dengan suaminya sedangkan
keseluruhan bagian pewaris adalah
menjadi hak milik para ahli
warisnya (Pasal 190 KHI).
• Duda mendapat separuh bagian,
bila pewaris tidak meninggalkan
anak, dan bila pewaris
meninggalkan anak, maka duda
mendapat seperempat bagian
(Pasal 179 KHI).
• Janda mendapat seperempat
bagian, bila pewaris tidak
meninggalkan anak, dan apabila
pewaris meninggalkan anak, maka
janda mendapat seperempat
bagian (Pasal 180 KHI).

Masalah waris mewaris dikalangan


ummat Islam di Indonesia, secara
jelas diatur dalam pasal 49 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989,
bahwa Pengadilan Agama
berwenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara-
perkara kewarisan.

Sedangkan menurut hukum Islam


hak waris itu diberikan baik kepada
keluarga wanita (anak-anak
perempuan, cucu-cucu perempuan,
ibu dan nenek pihak perempuan,
saudara perempuan sebapak seibu,
sebapak atau seibu saja). Para ahli
waris berjumlah 25 orang, yang
terdiri dari 15 orang dari pihak laki-
laki dan 10 dari pihak perempuan.
Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:

 Anak laki-laki (al ibn).


 Cucu laki-laki, yaitu anak laki-
laki dan seterusnya kebawah
(ibnul ibn) .
 Bapak (al ab).
 Datuk, yaitu bapak dari
bapak (al jad).
 Saudara laki-laki seibu
sebapak (al akh as syqiq).
 Saudara laki-laki sebapak (al
akh liab).
 Saudara laki-laki seibu (al akh
lium).
 Keponakan laki-laki seibu
sebapak (ibnul akh as
syaqiq).
 Keponakan laki-laki sebapak
(ibnul akh liab).
 Paman seibu sebapak.
 Paman sebapak (al ammu
liab).
 Sepupu laki-laki seibu
sebapak (ibnul ammy as
syaqiq).
 Sepupu laki-laki sebapak
(ibnul ammy liab).
 Suami (az zauj).
 Laki-laki yang
memerdekakan, maksudnya
adalah orang yang
memerdekakan seorang
hamba apabila sihamba tidak
mempunyai ahli waris.
Sedangkan ahli waris dari
pihak perempuan adalah:
 Anak perempuan (al bint).
 Cucu perempuan (bintul ibn).
 Ibu (al um).
 Nenek, yaitu ibunya ibu ( al
jaddatun).
 Nenek dari pihak bapak (al
jaddah minal ab).
 Saudara perempuan seibu
sebapak (al ukhtus syaqiq).
 Saudara perempuan sebapak
(al ukhtu liab).
 Saudara perempuan seibu (al
ukhtu lium).
 Isteri (az zaujah).
 Perempuan yang
memerdekakan (al mu’tiqah).

Sedangkan bagian masing-masing


ahli waris adalah isteri mendapat ¼
bagian apabila sipewaris mati tidak
meninggalkan anak atau cucu, dan
mendapat bagian 1/8 apabila si
pewaris mempunyai anak atau
cucu, dan isteri berhak
mendapatkan juga bagian warisnya.

Jenis Pernikahan yang Dilarang dalam


Islam

1. Nikah mut’ah

Pernikahan yang dilarang dalam Islam


pertama adalah nikah mut’ah atau yang
lebih dikenal dengan istilah nikah
kontrak. Disebut kontrak karena memang
pernikahan ini dilakukan dengan
perjanjian dan jangka waktu tertentu.
Setelah perjanjian selesai, maka kedua
pasangan bisa berpisah tanpa adanya
talak dan harta warisan. 

Dalam sejarahnya, pernikahan ini sempat


diperbolehkan dalam Islam, akan tetapi
pada akhirnya Rasulullah SAW
melarangnya. Disebutkan dalam sebuah
hadis:

“Bahwasannya Rasulullah SAW


melarang (nikah) mut’ah pada hari
(perang) Khaibar dan (melarang)
memakan (daging) keledai yang jinak.”
(HR. Muslim)

Pernikahan ini dilarang karena dinilai


lebih banyak merugikan pihak
perempuan karena harus berpindah-
pindah kehidupan dari satu pernikahan ke
pernikahan lainnya.

2. Nikah syighar

Nikah syighar adalah pernikahan yang


dilakukan tanpa adanya sebuah mahar.
Pernikahan ini terjadi ketika seseorang
menikahkan anak perempuannya dengan
syarat orang yang menikahi anaknya itu
mau menikahkan putri yang ia miliki
dengannya, dan keduanya dilakukan
tanpa mahar.

Pernikahan ini jelas masuk dalam


pernikahan yang dilarang dalam islam
karena menganggap pernikahan seperti
bertukar barang. Para ulama pun sepakat
melarang pernikahan ini. 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia


berkata:

 “Rasulullah SAW melarang nikah


syighar. Ibnu Namir menambahkan,
“Nikah syighar adalah seorang yang
mengatakan kepada orang lain,
‘Nikahkanlah aku dengan anak
perempuanmu, maka aku akan
menikahkanmu dengan anak
perempuanku’, atau ‘Nikahkanlah aku
dengan saudara perempuanmu, maka
aku akan menikahkanmu dengan saudara
perempuanku’.” (HR. Muslim)

3. Nikah tahlil

Nikah tahlil atau halala adalah praktik di


mana seorang perempuan yang telah
diceraikan dengan talak tiga, menikah
dengan pria lain, lalu kemudian
diceraikan kembali oleh suaminya ini
dengan tujuan agar wanita itu menjadi
halal bagi suami pertama. Pernikahan
seperti ini jelas termasuk dalam
pernikahan yang dilarang dalam Islam. 

Seperti sebuah hadis dari Abu Dawud


dan Ibnu Majah: “Rasulullah SAW
mengutuk orang yang menjadi muhallil
(suami pertama) dan muhallal lah (suami
sementara).”

4. Nikah dalam masa iddah

Berbeda dengan nikah tahlil yang bisa


dilakukan setelah masa iddah, maka
pernikahan dengan perempuan yang
masih dalam masa iddahnya termasuk
pernikahan yang dilarang dalam islam.
Seperti firman Allah SWT dalam ayat
berikut:

ُ‫اح َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ ْال ِكتَاب‬


ِ ‫ْز ُموا ُع ْق َدةَ النِّ َك‬
ِ ‫َواَل تَع‬
ُ‫أَ َجلَه‬

"..dan janganlah kamu menetapkan akad


nikah sebelum habis masa idahnya.."
(Q.S Al-Baqarah: 235)

5. Pernikahan Poliandri

Jika islam tidak melarang poligami, maka


lain halnya dengan poliandri. Islam jelas
melarang praktik pernikahan ini.
Pernikahan di mana perempuan atau istri
menikahi lebih dari satu pasangan atau
suami. 

Poliandri adalah pernikahan yang


dilarang dalam Islam karena beberapa
hal. Salah satunya karena bisa
menghancurkan fondasi dari masyarakat
yang sehat. Sama halnya dengan
pernikahan syighar, poliandri dianggap
banyak memberikan dampak buruk
terhadap seorang istri yang tentunya bisa
berpengaruh terhadap tumbuh kembang
anak-anaknya.

Larangan ini juga tercantum dalam


firman Allah SWT berikut:

ُ‫ی َم ان‬ ْ ‫ات ِمنَ النِّ َسا ِء إِ اَّل َم ا َم َل َك‬


َْ ‫ت أ‬ ُ َ‫صن‬
َ ْ‫َو الْ ُمح‬
‫كم‬ ُ

“Dan (diharamkan juga kamu menikahi)


perempuan yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki.” (Q.S
An-Nisa: 24)

Ayat ini menerangkan bahwa salah satu


kriteria wanita yang haram untuk dinikahi
adalah perempuan yang sudah memiliki
suami. 

6. Pernikahan dengan perempuan non-


muslim selain yahudi dan nasrani

Aturan pernikahan laki-laki muslim


dengan perempuan non-muslim sudah
diatur dalam Islam. Dalam aturan ini ada
batasan-batasannya, di mana seorang
laki-laki muslim dilarang menikah
dengan perempuan non-muslim. Namun,
jika perempuan tersebut seorang yahudi
atau nasrani, maka diperbolehkan.

Seperti yang disebutkan dalam firman


Allah SWT berikut:

‫ب ِح ٌّل لَّ ُك ْم‬ َ ‫ت َوطَ َعا ُم الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬ ُ ۗ ‫اَ ْليَوْ َم اُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّ ٰب‬
ِ ‫ت ِمنَ ْال ُم ْؤ ِم ٰن‬
‫ت‬ ُ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫ۖ َوطَ َعا ُم ُك ْم ِح ٌّل لَّهُ ْم ۖ َو ْال ُمح‬
‫ب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم اِ َذٓا‬ َ ‫ت ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬ ُ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫َو ْال ُمح‬
ٓ‫ي‬ْ ‫صنِ ْينَ َغ ْي َر ُم َسافِ ِح ْينَ َواَل ُمتَّ ِخ ِذ‬ ِ ْ‫ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن ُمح‬
‫اَ ْخدَا ۗ ٍن َو َم ْن يَّ ْكفُرْ بِااْل ِ ْي َما ِن فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُهٗ ۖ َوهُ َو فِى‬
٥ - ࣖ َ‫ااْل ٰ ِخ َر ِة ِمنَ ْال ٰخ ِس ِر ْين‬

"Pada hari ini, dihalalkan bagimu segala


yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
Ahli Kitab itu halal bagimu, dan
makananmu halal bagi mereka. Dan
(dihalalkan bagimu menikahi)
perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang
diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu
membayar maskawin mereka untuk
menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan bukan untuk menjadikan
perempuan piaraan. Barang siapa kafir
setelah beriman, maka sungguh sia-sia
amal mereka dan di akhirat dia termasuk
orang-orang yang rugi." (Q.S Al-
Maidah: 5)

Anda mungkin juga menyukai