Anda di halaman 1dari 8

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan
bola mata mampu mengikuti perintah.

Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir
tampak kering, terdapat afasia.

Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak
tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
d. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder )

Inspeksi
: Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada,
pemeriksaan genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.

Palpasi
: Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.

Perkusi
: Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.
e. Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel )

Inspeksi
: Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada
kelainan, keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang,
terdapat diare, buang air besar perhari.

Palpasi
: Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri
tekan.

Perkusi
: Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah
hepar.

Auskultasi
: Peristaltik lebih cepat.

Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.

Rektum : Rectal to see
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )

Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot,
kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.

Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.
8.
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium

AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
perdarahan sub arakhnoid.

Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK atau perubahan mental.
b.
Radiology

CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

MRI : sama dengan CT Scan

Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.

EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.

Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur ),
pergeseran struktur dari garis tengah ( karena perdarahan ) adanya fragmen
tulang.

BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat
sehingga menyebabkan penurunan kesadan.

Myelogram :Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya
bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.

Thorax X ray :Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
c.
Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
d.
ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial
e.
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
f.
Pemeriksaan fungsi pernafasan: Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata).
9.
Theraphy
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai
status
neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan
tekanan intracranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak
jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme
intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakin dengan
intubasi
endotrakeal, hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien
yang
koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi
yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.

Penangan khususnya pada klien dengan CKB yang mengalami perdarahan
atau
hematom di kepala baik pada bagian EDH maupun SDH dilakukan tindakan
trepanasi. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma
(EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater.

Kontusio berat observasi dan tirah baring, dilakukan pembersihan / debridement dan
sel-sel yang mati (secara bedah terutama pada cedera kepala terbuka)

Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi

Dilakukan metode-metode untuk menurukan tekanan intracranial termasuk pemberian
diuretic dan anti inflamasi

Lakukan pengkajian neurologik
a.
Fungsi serebral ( kesadaran, orientasi, memori, bicara )
b.
TTV ( TD, nadi)
c.
Fungsi motorik dan sensorik

Kaji adanya cedera lain, terutama cedera servikal. Jangan memindahkan pasien
sampai kemungkinan cedera servikal telah disingkirkan / ditangani. Tinggikan kepala
tempat tidur sampai 30 derajat jika tidak terdapat cedera servikal.

Pantau adanya komplikasi
a.
Pantau TTV dan status neurologist dengan sering
b.
Periksa adanya peningkatan TIK
c.
Periksa adanya drainase dari hidung dan telinga.
10.
Komplikasi
a.
Koma
.
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa
ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative
state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian
penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita
pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh
b.
Seizure.
Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c.
Infeksi.
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain
d.
Kerusakan saraf.
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda
e.
Hilangnya kemampuan kognitif.
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat
mengalami masalah kesadaran
11.
Prognosis
Pragnosa pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara
tepat dan cepat. Pasien meninggal karena beberapa factor yakni : Prolog hipoksia dan
hipotensi, herniasi otak, komplikasi - komplikasi sistemik.
B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
a.
Data subjektif :

Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).

Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah
pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?

Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),
lokasi/tempat mengalami cedera.

Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi
cedera.

Allergi
(alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan
(jenisnya), obat, dan lainnya.

Medication
(pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan
pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan
terhadap penyakit tertentu?

Past Medical History
(riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien
menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit
tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?

Last Oral Intake
(makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum
cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah
mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.

Event Leading Injury
(peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien
mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
Pengkajian ABCD FGH
AIRWAY
-
Cek jalan napas paten atau tidak
-
Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang,
terdapat
cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
-
Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring,
gurgling, crowing.
BREATHING
-
Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
-
Gerakan dinding dada simetris atau tidak
-
Irama napas cepat, dangkal atau normal
-
Pola napas teratur atau tidak
-
Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
-
Ada sesak napas atau tidak (RR)
-
Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
CIRCULATION
-
Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
-
Tekanan darah
-
Sianosis, CRT
-
Akral hangat atau dingin, Suhu
-
Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
-
Turgor kulit
-
Diaphoresis
-
Riwayat kehilangan cairan berlebihan
DISABILITY
-
Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
-
GCS : EVM
-
Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
-
Ada tidaknya refleks cahaya
-
Refleks fisiologis dan patologis
-
Kekuatan otot
EXPOSURE
-
Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
-
Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
FIVE INTERVENTION
-
Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
-
Saturasi oksigen
-
Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
-
Pemeriksaan laboratorium
GIVE COMFORT
-
Ada tidaknya nyeri
-
Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
H 1 SAMPLE
-
Keluhan utama
-
Mekanisme cedera/trauma
-
Tanda gejala
H 2 HEAD TO TOE
-
Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
Kepala dan wajah
2.
Diagnosa Keperawatan

PK : Peningkatan TIK

Risiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan klien mengalami sesak napas, klien menggunakan pernapasan cuping
hidung

Risiko Syok berhubungan dengan Hipo
ksia

Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

Nyeri Akut berhubungan dengan iskemina serebral ditandai dengan nyeri
kepala hebat

Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke otak d.d
odema otak.
3.
Rencana Tindakan
Terlampir
DAFTARPUSTAKA
American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004. Cedera Kepala. Dalam :
Advanced Trauma Life Support fo Doctors
. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi
trauma IKABI.
Turner DA. 1996
Neurological evaluation of a patient with head trauma
. Dalam :
Neurosurgery2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996
Irwana O. (2009)
Cedera Kepala
.Faculty of Medicine Universitas of Riau Pekan Baru.
Online.http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drs
med_fkur.pdf (diakses pada tanggal 14 desember 2013)
Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury.
Http://www.biausa.org
[diakses 14 desember 2013]
Bickley, Lynn S. 2008.
Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates
.
Edisi 5.
EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2007.
Buku Saku Diagnosis Keperawatan
. Edisi 10. EGC, Jakarta.
Doenges M.E. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien
. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo, 1996.
Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik
, Volume 2, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 1997.
Buku Ajar Ilmu Bedah
. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth
. Jilid Satu. Edisi Kedelapan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai