Anda di halaman 1dari 11

Sistem Pendidikan Agama Islam di Sekolah Konvensional dan Pesantren

Tugas ini diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS)

Mata Kuliah Literasi Tik

Dosen Pengampu : Rizki Dwi Siswanto

Oleh

Revy Cahyadika (2107015164)

Fakultas Agama Islam

Universitas Prof. Dr. Hamka

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kita dapat melihat bahwa globalisasi dan kemajuan teknologi tidak selalu berdampak positif,
tetapi juga berdampak negatif. Peristiwa yang terjadi di luar negeri kini dapat disaksikan di empat
dinding kita sendiri melalui layar TV, Internet, dan perangkat teknologi informasi lainnya. Perangkat
ini cenderung mencoba sesuatu, tidak sabar, mudah diyakinkan, dan secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi perkembangan intelektual remaja yang selalu menginginkannya. Untuk
menunjukkan egonya.

Upaya para ulama dan praktisi untuk memperhatikan pelaksanaan pendidikan agama Islam di
lembaga pendidikan formal sangat luar biasa. Misalnya dalam forum seminar dan berbagai forum
konferensi ilmiah lainnya, sekolah. Para ulama dan praktisi sepakat bahwa pendidikan agama Islam
nasional harus sesukses mungkin mengikuti laju pembangunan nasional.

Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah harus terus dipantau dan diupayakan perbaikan
konsep dan implementasinya. Pendidik atau pengajar materi agama Islam perlu senantiasa
meningkatkan keterampilan pendidikannya agar dapat menyajikan pembelajaran agama Islam yang
menarik dan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Pendidikan agama Islam umumnya tidak hanya
dilakukan di sekolah-sekolah tradisional, tetapi juga di Pesantren.

Memang, sebagai basis pendidikan Islam, pesantren merupakan tempat yang strategis bagi
lahirnya ulama, ulama, bahkan tokoh-tokoh besar yang memiliki pemahaman agama Islam yang baik.
Selain itu, pondok pesantren lebih diminati terutama oleh masyarakat desa, karena lebih murah
dibandingkan dengan sekolah formal. Namun dalam perkembangannya, Pondok Pesantren diminati
saat ini tidak hanya dari masyarakat desa, tetapi juga dari berbagai kelas sosial akibat trobosan Pondok
Pesantren.

Dahulu pesantren identik dengan pendidikan bagi kaum muda di pedesaan dan pinggiran,
namun kini kaum muda perkotaan dapat menuntut ilmu di pesantren. Pesantren juga mengalami
kemajuan yang pesat, sebagaimana ditunjukkan oleh banyaknya pesantren yang diberi nama “Pesantren
Modern”. Pesantren kini berperan lebih besar dalam perkembangan pendidikan agama Islam karena
lembaga tersebut berhasil membangkitkan perhatian berbagai kelas sosial yang semakin otomatis.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiamana sistem pendidikan agama Islam di sekolah konvensional?

2. Bagaimana sistem pendidikan agama Islam di pesantren?

3. Adakah perbedaan sistem pendididkan agama Islam di sekolah konvensional dan pesantren?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sistem pendidikan agama Islam di sekolah konvensional?

2. Untuk mengetahui sistem pendidikan agama Islam di pesantren?

3. Untuk mengetahui perbedaan sistem pendididkan agama Islam di sekolah konvensional dan
pesantren?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekolah Konvensional

Definisi konvensioanl adalah bentuk alami dari apa yang mengikuti jalur normal, dan diterima
secara umum. Konvensional Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti berdasarkan
konvensi (perjanjian) bersama (adat, adat, pemakaian, dsb). Jenis tradisional dapat disebut kasus
tradisional yang telah berkembang dan dikenal luas di masyarakat (Kumparan, 2020). Sekolah
tradisional adalah sekolah yang mengikuti adat atau kebiasaan umum atau umum. Setiap sekolah
memiliki pembelajaran tradisionalnya sendiri.

Menurut Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional disebut pembelajaran tradisional


atau metode ceramah karena selalu digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan siswa
dalam proses belajar mengajar. Dalam pelajaran sejarah, metode tradisional ditandai dengan ceramah
dengan penjelasan dan pembagian tugas dan latihan. Burrowes dalam Juliantara 2009:7 memberikan
konten dalam pembelajaran tradisional tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk
memikirkan materi yang disajikan, mengaitkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau
menerapkannya pada situasi dunia nyata, katanya fokus pada pengajian. Pembelajaran tradisional atau
konvensional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pembelajaran berpusat pada guru,


2. Terjadi passive learning,
3. Interaksi di antara siswa kurang,
4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif,
5. Penilaian bersifat sporadis.

Menurut Hannafin dari Juliantara 2009, model pembelajaran tradisional atau konvensioanl
sering digunakan oleh guru kelas. Guru dianggap sebagai pusat pendidikan, tetapi siswa hanya
menerimanya secara pasif, tanpa berperan aktif dalam pencarian informasi. Oleh karena itu, penawaran
guru dan perbandingan materi melengkapi referensi guru. Dalam model tradisional ini, siswa belajar
lebih banyak dengan mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan mengerjakan tugas saat guru
mengajukan pertanyaan latihan dan pekerjaan rumah kepada siswa. Sebagai pendengar, guru dengan
cermat mencatat penjelasan guru dan guru memberikan lebih banyak informasi sambil mendengarkan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunarto 2009:40, dimana dalam pembelajaran konvensiona; siswa
ditempatkan sebagai objek pembelajaran yang berperan sebagai penerima informasi yang pasif.
Kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru menekankan pentingnya kegiatan guru dalam
mengajar siswa. Peserta didik bertindak sebagai pengikut dan penerima pasif dari pembelajaran
sepihak. Peran guru bukan lagi sebagai perantara dan fasilitator yang baik, tetapi guru memiliki
kekuatan untuk belajar. Oleh karena itu, pembelajaran tradisional menganggap bahwa mata pelajaran
terstruktur dan didominasi oleh guru, sedangkan pada saat yang sama siswa memiliki kebutuhan dan
perlakuan yang sama, sehingga siswa mengikuti dan menerima kegiatan yang dilakukan, ditampilkan
sebagai pribadi.

2.2 Pesantren

Kata pesantren berasal dari kata “Santri” dan diawali dengan “pe” dan diakhiri dengan “an”. Ini
berarti asrama tempat siswa tinggal dan belajar Al-Qur'an (Dhofier, 2011). Pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam tradisional yang memahami, mengevaluasi, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya akhlak Islami sebagai pedoman kehidupan masyarakat sehari-hari. Pesantren
sendiri menurut pemahaman dasarnya adalah tempat belajar bagi santri. Cottage berarti rumah yang
terbuat dari bambu atau tempat tinggal sederhana. Kata "pondok" kadang-kadang berasal dari kata
Arab "funduq" yang berarti hotel atau asrama. Pesantren sebagai “bapak” pendidikan Islam di
Indonesia didirikan untuk memenuhi kebutuhan dan kebutuhan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam perjalanan sejarahnya, Pesantren sebenarnya lahir dari pengakuan kewajiban Islam. Yakni,
penyebarluasan dan pengembangan ajaran Islam, serta pembentukan ulama dan pengurus Da'i.

Pada masa penjajahan Belanda, sekitar abad ke-18, nama Pesantren sangat penting sebagai
lembaga pendidikan populer, khususnya dalam bidang penyiaran agama Islam. Pada masa penjajahan
ini, pondok pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang antusias dan ulet dalam
perkembangan agama dan berkat semangat keislaman, memobilisasi para eksekutif yang menentang
kolonialisme. Kelahiran Pesantren baru selalu diawali dengan kisah perang nilai antara Pesantren yang
ada dengan masyarakat sekitar, dengan kemenangan Pesantren agar dapat diterima dan selanjutnya
dihayati di masyarakat. masyarakat sekitar dalam bidang kehidupan moral. Meskipun keberadaan
pesantren dengan jumlah santri dan santri yang banyak dari berbagai komunitas lain yang jauh, ada
semacam kontak budaya antara berbagai suku dan masyarakat sekitar. Dari sudut pandang budaya,
ulama Islam berusaha untuk melindungi tradisi dan ajaran Islam dari pengaruh budaya Barat. Apa pun
yang berbau Barat, termasuk sistem pendidikan, secara apriori ditolak oleh mereka (Arifin, 2003).
Kehadiran pesantren di tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga
sebagai penyiar agama dan sosiologis. Karena sifatnya yang fleksibel sejak awal, Pesantren telah
mampu beradaptasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada masa kolonial, pesantren mendapat
tekanan dari pemerintah kolonial Belanda, namun sebagian besar pesantren berada di daerah pedesaan,
namun tetap bertahan dan bertahan. Ia tetap berperan dalam mencerdaskan dan mencerdaskan
kehidupan masyarakat. Ada orang-orang dalam perjuangan nasional yang lahir dari banyak eksekutif
nasional dan petani. Bahkan pada masa perjuangan kemerdekaan, banyak pejuang dan pahlawan
kemerdekaan yang berasal dari pesantren. Memang, pesantren berkembang sangat pesat. Pada zaman
Belanda saja, jumlah pondok pesantren di Indonesia tercatat sebanyak 20.000 unit, besar maupun
kecil. Perkembangan selanjutnya naik turun, dan ada daerah-daerah tertentu yang membuka pesantren-
pesantren baru. Di daerah lain, beberapa pesantren dibubarkan karena pemeliharaan yang buruk.
Namun perkembangan dunia pesantren akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan yang berbeda.
Menurut (Hasbullah, 1996), selain yang mempertahankan sistem tradisional, beberapa pesantren
memiliki sistem madrasah, sekolah umum, pertanian, peternakan, pertukangan, teknik, dll. Bahkan ada
beberapa fasilitas pelatihan kejuruan di dalamnya.

2.3 Sistem Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Konvensional

Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah tidak memenuhi semua harapan umat Islam,
khususnya PAI di sekolah tradisional. Mengingat kondisi dan kendala tersebut, maka diperlukan
pedoman dan pedoman untuk memajukan pendidikan agama Islam. Semua itu berkaitan dengan upaya
strategis dalam Renstra Departemen Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama, yaitu
meningkatkan kualitas konkrit pendidikan agama Islam di sekolah umum. Peningkatan kualitas itu
sendiri terkait dengan kualitas hasil belajar pendidikan agama Islam bagi siswa yang bersekolah.
Kualitasnya sendiri sebenarnya diharapkan dapat memenuhi harapan umat Islam.

Kenyataannya, sekolah umum memiliki banyak pelajaran agama Islam yang belum sesuai
dengan harapan. Misalnya, ketika guru memberikan pendidikan agama Islam kepada siswa, tentu
diinginkan agar siswa tidak hanya memahami ajaran Islam, tetapi juga mampu melaksanakannya baik
yang esensial maupun sosial bagi dirinya sendiri. Dalam Islam, pengajaran agama tidak hanya
memperhatikan aspek kognitif, tetapi juga sikap dan kemampuan siswa.

Siswa kognitif tidak berhasil jika mereka tidak memiliki sikap dan keterampilan. Sebaliknya,
pendidikan agama Islam tidak berhasil jika memiliki sikap dan keterampilan yang baik tetapi kurang
kognisi. Ini tidak memenuhi keinginan dan keinginan umat Islam. Contoh lain: Sebagian besar Muslim
ingin siswa mereka dapat membaca Al-Qur'an, tetapi mereka dapat mengandalkan sekolah untuk
membantu anak-anak mereka membaca Al-Qur'an. Sekolah sepertinya belum bisa memberikan harapan
ini karena terbatasnya waktu dan waktu pendidikan agama di sekolah umum. Menerapkan pendidikan
agama Islam di sekolah umum merupakan tantangan karena secara resmi hanya mencakup dua jam
pelajaran per minggu. Jika sebatas memberikan pelajaran agama Islam saja yang menekankan pada
aspek kognitif, guru mungkin bisa melakukannya, tetapi dia memberikan pelatihan yang mencakup
sikap dan keterampilan serta kognisi.Jika melakukannya, guru akan sulit. Pelaksanaan proses
pembelajaran pendidikan agama Islam didasarkan pada penerapan standar nasional pendidikan. Untuk
itu, kegiatan seperti pengembangan metode pembelajaran agama Islam, pengembangan budaya Islam
dalam proses pembelajaran, dan pengembangan kegiatan spiritual Islam melalui kegiatan
ekstrakurikuler harus dilakukan secara ideal. Dari hasil pengajian bersama, ia dapat membentuk
pengetahuan, sikap, perbuatan, dan pengalaman agama yang baik dan benar. Siswa memiliki
kepribadian yang luhur, sikap jujur, disiplin, dan jiwa religius, yang akan menjadi dasar untuk
meningkatkan kualitasnya.

2.4 Sistem Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Pesantren

Sistem pesantre selalu terdiri dari asrama atau kompleks asrama, dan siswa diajarkan ilmu-ilmu
alam dalam lingkungan sosial-keagamaan yang kuat, dengan atau tanpa pengetahuan umum. Dalam
perkembangan selanjutnya, pondok pesantren memberikan pengetahuan umum tentang madrasah atau
sistem persekolahan, di samping pendidikan agama. Dari segi administrasi, pesantren dapat dibagi
menjadi empat kategori:

1. Pesantren dengan sistem pendidikann yang lama biasanya jauh di luar kota dan menawarkan bacaan
saja.

2. Pesantren modern dengan sistem pendidikan klasik berdasarkan kurikulum yang terstruktur dengan
baik yang mencakup keterampilan mengajar.

3. Pondok Pesantren menggabungkan selain pengajaran dalam sistem penelitian, sistem madrasah
dengan pengetahuan umum.

4. Pondok pesantren tidak lebih baik dari asrama daripada pndok yang semestinya.

Di masa lalu pesantren, pemerintah mengakui pada awal 2001 bahwa potensi Pesantrn perlu
dioptimalkan untuk mendukung kebutuhan pendidikan generasi muda di pedesaan dan pinggiran kota.
Jumlah pondok pesantren di seluruh Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pesatnya
perkembangan Pesantren antara lain disebabkan oleh lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nomor 2 Tahun 1989 yang mengatur legalitas yang sama dengan sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama negeri yang dikembangkan di pondok pesantren. Pondok pesantren pada masa sekarang,
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren, dapat digolongkan ke
dalam tiga bentuk yaitu:

a.Pondok Pesantren adalah fasilitas pendidikan dan pendidikan Islam yang biasanya disediakan secara
non-tradisional, dan santri biasanya tinggal di pondok pesantren atau asrama di Pesantren.

b. Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dan pendidikan Islam dimana santrinya tidak
bertempat tinggal di kompleks Pesantren tetapi tinggal tersebar di desa-desa sekitar Pesantren. Tempat
berkumpulnya para santri pada waktu-waktu tertentu, memberikan metode dan metode didikan dan
pendidikan Islam dengan menggunakan sistem weton.

c. Pesantren masa kini adalah lembaga yang memadukan sistem pesantren dengan pesantren, dengan
menggunakan sistem Bandungan, Sologan, atau Wetnan untuk mendidik dan mengajarkan agama
Islam. Pendidikan informal dan penyelenggaraan pendidikan, pendidikan formal, hingga pesantren
modern yang memenuhi standar baik madrasah maupun sekolah umum dari berbagai tingkatan.

2.5 Perbedaan Sistem Pendididkan Agama Islam Di Sekolah Konvensional Dan Pesantren?

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan, namun tetap berbeda dengan sekolah pada
umumnya. Tidak hanya pendidikan agama, tetapi juga sekolah umum berbeda. Jadi apa bedanya? Di
bawah ini adalah perbedaan antara Pesantren dan sekolah konvensional.

1. Perbedaan Kurikulum

Perbedaan mendasar antara Pesantren dan sekolah umum terletak pada kurikulum pendidikannya.
Sekolah umum menggunakan kurikulum pemerintah. Untuk Pesantren, selain kurikulum pemerintah,
kami juga menggunakan kurikulum kami sendiri dengan penekanan pada pendidikan agama. Pesantula
tradisional tidak menggunakan kurikulum seperti sekolah umum.

2. Kegiatan belajar pondok pesantren lebih padat dari konvensioanl

kegiatan belajar pesantren lebih padat dari sekolah umum. Kegiatan belajar pesantren dapat
berlangsung siang dan malam. Hal ini berbeda dengan sekolah umum yang hanya berlangsung dari
pagi hingga sore hari. Selain itu, siswa juga dipantau 24 jam sehari. Hal ini tidak lagi
mengkhawatirkan orang tua siswa, karena anak-anak mereka diawasi dengan baik.

3. Santri diajarkan lebih banyak pendidikan moral

Baik sekolah umum atau pesantren mengajarkan pendidikan moral kepada siswa. Namun yang
membuat perbedaan di sini adalah Pesantren lebih dari sekedar mengajarkan akhlak santri dengan
norma-norma tata arma. Siswa juga diajarkan akhlak sesuai tuntunan Islam. Dan perkembangan
moral ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari siswa.

4. Santri tinggal di asrama

Siswa sekolah konvensioanl pasti tinggal di empat dinding mereka. Namun tidak demikian
dengan santri pesantren. Para santri hidup dalam romansa yang ditawarkan Pesantren. Kalaupun ingin
pulang, siswa hanya boleh pulang pada waktu-waktu tertentu. Misalnya saat libur semester.

6. Mengajarkan Kemandirian dan Disiplin Santri

Seperti disebutkan di atas, Santri tinggal di asrama. Tentu saja, mereka jauh dari orang tua
mereka. Oleh karena itu, siswa harus selalu mandiri dan disiplin. Berbeda dengan santri umum dengan
disiplin mandiri, ini tidak setinggi santri di pondok pesantren.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Simpulan

Pondok pesantren dans ekolah konvensial sebagai sebuah sistem pendidikan merupakan suatu
pernyataan yang memang semestinya di ungkapkan. Bahwa dalam peradaban Indonesia, pondok
pesantren dan konvesional secara berlanjut terus menerus dan mengalami perkembangan yang pesat
dalam pendidikian agama Islam. Dalam pendidikan, pondok pesantren dan sekolah konvensioal masuk
dalam sistem pendidikan yang perlu diperhitungkan khususnya dalam mempelajari ilmu agama, dan
juga tidak ketinggalan dalam pengetahuan umumnya. Selain itu, berbagai kegiatan non formal pun di
dalam pondok pesantren dan sekolah konvensioanl dapat diikuti para santri dan siswa untuk mengasah
bakat mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara

Dhofier, Zamakhsyari. 2009. Tradisi Pesantren (Memadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa) jilid 1.
Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press

Djamarah, Syaiful Bahri. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta

Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press

Juliantara, I. K. P. (2009). Pendekatan pembelajaran konvensional. [Online]. Tersedia di:


http://m.kompasiana.com/ikpj/pen dekatan-pembelajarankonvensional

Kumparan. (2020, Desember 5). Apa Itu Konvensional? Ini Contohnya dalam Berbagai Bidang
Kehidupan. Retrieved November 10, 2021, from Kumparan.com: https://kumparan.com/berita-
hari-ini/apa-itu-konvensional-ini-contohnya-dalam-berbagai-bidang-kehidupan.

Sunarto. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar.

Anda mungkin juga menyukai