Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN ORANG DEWASA

Konsep Andragogi (Determinisme Andragogi)

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Rausan Fikri Lubis 205040101111023


Khoirul Ummah 205040101111034
Robytoh Nur Aulia Denhas 205040101111043
Mohamad Maulidan 205040101111046
Nur Aisyah Aminy 205040101111056

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah Pendidikan Orang Dewasa dengan judul “Konsep
Andragogi (Determinisme Andragogi)”. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah Konsep Andragogi disusun untuk memenuhi tugas Bapak Sugeng Riyanto, SP.,
M.Si. pada mata kuliah Pendidikan Orang Dewasa. Penulis mengucapkan banyak terima kasih
karena tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang konsep andragogi.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, besar
harapan kami agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun agar dapat
meningkatkan kesempurnaan makalah ini.

Malang, 12 September 2021

Penulis,

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB 1..............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Tujuan....................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 Siklus Eksperiental Learning.................................................................................................6
2.2 Rumusan Siklus Belajar Berdasarkan Pengalaman...............................................................7
2.3 Model Implementasi Siklus Belajar Berdasarkan Pengalaman.............................................9
BAB III..........................................................................................................................................11
PENUTUP.....................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................11
3.2 Saran.....................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orang dewasa merupakan orang yang memiliki banyak pengetahuan, pengalaman, dan
memiliki kemampuan untuk mengatasi suatu permasalahan hidupnya. Orang dewasa akan
berusaha untuk meningkatkan kualitas dirinya terutama kebutuhan berkompetensi yang akan
meringankan munculnya persoalan dan tentunya agar mencapai harapan yang diinginkan.
Mereka bukan lagi menjadi objek sosialisasi yang mudah dipengaruhi oleh orang lain karena
pada dasarnya orang dewasa akan lebih mengarahkan dirinya untuk mengetahui jati dirinya
sendiri. Keikutsertaan orang dewasa dalam suatu pembelajaran dapat memberikan dampak yang
baik untuk melakukan perubahan hidup ke arah yang lebih baik lagi. Pembelajaran ini lebih
mengarah pada proses pendewasaan dan merubah sifat ketergantungan menuju kemandirian.
Menurut Bartin (2018), metode pembelajaran yang dilakukan orang dewasa dan anak-anak
berbeda yang bisa dilihat dari upaya pembelajarannya. Biasanya pendekatan orang dewasa harus
lebih memperhatikan prinsip-prinsip belajarnya, yang prinsip ini akan dijadikan sebagai
pegangan atau pedoman dalam praktek kegiatan belajar orang dewasa.
Orang dewasa memiliki banyak pengalaman dalam hidupnya, dan tentunya pengalaman
tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu media pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa.
Hal tersebut dikarenakan pengalaman adalah sumber belajar yang mampu memberikan solusi
terhadap suatu persoalan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnami dan Rohayati (2016)
yang menyatakan bahwa pendidikan dan pengalaman memiliki hubungan yang kuat karena
pengalaman menjadi awal dalam penyampaian pendidikan dan menjadi inti dari suatu proses
pembelajaran. Pendidikan ini akan menjadi proses berkelanjutan yang digunakan untuk
menumbuhkan pengalaman sehingga dapat membangun pengalaman masa lalu dan dapat
menghubungkannya terhadap pengalaman baru. Dalam hal ini, pendidikan terutama pendidikan
orang dewasa dapat memberikan pengalaman baru untuk mengembangkan jati diri seseorang,
selain itu juga menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat dalam diri seseorang karena bukan
hanya dijadikan tambahan dalam pengetahuan.
Oleh karena itu, dibutuhkannya pemahaman terkait konsep andragogi secara jelas dan
terperinci agar dapat terampil dalam mencapai harapan yang ditujukan. Pemahaman ini dapat
terkait siklus pembelajaran yang diinginkan terutama berdasarkan pengalaman agar mencapai

4
kesetaraan prinsip dengan orang dewasa sehingga pembelajaran pendidikan orang dewasa bisa
berjalan dengan baik. Dengan adanya pembelajaran orang dewasa, terutama berasal dari
pengalaman akan menjadikan sumber yang sangat bernilai, dan memiliki keterampilan dalam
belajar sehingga dapat dijadikan kemampuan untuk belajar sepanjang waktu.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui siklus dalam
eksperiental learning sebagai metode pembelajaran andragogi. Selain itu, diharapakan dapat
memahami rumusan siklus pembelajaran maupun model pengimplementasian dalam siklus
belajar berdasarkan dari pengalaman sebelumnya.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Siklus Eksperiental Learning
Proses belajar itu terjadi ketika seseorang “mengalami” dengan melibatkan semua indera.
Istilah Experential Learning pertama kali ada karena seorang tokoh bernama David Kolb pada
tahun 1975. Menurut beliau terdapat beberapa asumsi yang mendasari seseorang bahwa
“mengalami” dalam proses belajar itu penting. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Seseorang akan lebih baik dalam proses belajarnya apabila mereka terlibat langsung.
2. Setiap individu memiliki perbedaan terhadap gaya yang mereka sukai.
3. Seseorang juga akan lebih mengemukakan ide pikiran mereka.
4. Seseorang akan berkomitmen bila mereka bertanggung jawab terhadap proses belajar
yang mereka alami.
5. Pada hakekatnya belajar merupakan suatu proses yang dialami oleh seseorang.
Dengan melihat asumsi-asumsi tersebut dapat kita lihat bahwa dalam proses belajar ini
terdapat perpaduan antara memahami konsep serta mentransformasikan pengalaman yang ada.
Model pembelajaran Experiential Learning Kolb memiliki kelebihan yaitu dapat meningkatkan
semangat dan keinginan untuk belajar, dapat membantu menciptakan suasana yang kondusif,
serta dapat menciptakan kegembiraan pada saat proses pembelajaran. Dalam model
pembelajaran ini seseorang juga akan lebih terbuka, mampu terlibat langsung, berbagi
pengalaman, serta mampu memicu seseorang untuk lebih berpikir kritis dan kreatif. Namun, di
sisi lain juga memiliki kelemahan yaitu membutuhkan alokasi waktu yang cukup lama (Munif
dan Mosik, 2009).
Menurut dari asumsi-asumsi tersebut diatas kemudian Kolb menyimpulkan bahwa dalam
Experential Learning terdapat 4 tahapan siklus yaitu sebagai berikut:
1. Pengalaman Konkret atau (concrete experience/CE)
Kontribusi dan keterlibatan penuh dari peserta didik dalam pengalam baru di sini dan
saat ini.
2. Pengamatan Reflektif (reflective observation/RO)
Mengamati dan memperhatikan secara reflektif terhadap pengalaan peserta didik
yang banyak perspektif.
3. Konseptualisasi Abstrak (abstract conceptualization/AC)

6
Mengonseptualisasi atau memformulasi yang mengintegrasikan hasil dari
pengamatan (dan refleksi) peserta didik (terhadap pengalaman) menjadi teori berupa
konsep yang logis.
4. Eksperimentasi Aktif (active experimentation/AE)
Menguji-cobakan atau melakukan eksperimentasi akan teori-teori untuk membuat
suatu keputusan dan menyelesaikan masalah.

Kolb’s (1984) Experiential Learning Model


Contoh sederhana yang dapat merepresentasikan empat siklus EL di atas adalah belajar
untuk mengendarai sepeda. Pada tahap pengalaman yang nyata (Concrete Experience), seorang
pembelajar sepeda secara fisik mengalami naik sepeda “di sini-dan-sekarang ini”. Pengalaman
ini menciptakan “landasan untuk pengamatan dan penalaran (Observation and Reflection), dan
dia telah memiliki peluang untuk memikirkan apa yang berhasil dan apa yang gagal (Reflective
Observation) dan dia memikirkan cara-cara yang dapat meningkatkan kinerja mengendarai
sepeda pada percobaan selanjutnya (Abstract Conceptualization). Setiap percobaan baru untuk
mengendarai sepeda didasarkan pada pola siklus pengalaman sebelumnya, penalaran dan
eksperimen aktif (Active Experimentation).

2.2 Rumusan Siklus Belajar Berdasarkan Pengalaman


o Teori Experiential Learning Kolb

Experiential Learning Theory (ELT), yang kemudia menjadi dasar dari model
Experiential Learning dikembangkan oleh David Kolb (1984) pada awal 1980 memfokuskan dan
menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses pembelajarannya,
dimana pada experiential learning ini, pengalaman memiliki kedudukan dan peranan yang sangat

7
sentral dalam proses belajar. Penekanan dan pemfokusan inilah yang membedakan Experiential
Learning Theory (ELT) dengan teori-teori belajar lainnya, Istilah “Experiential Learnig”
digunakan untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung berfokus pada
kognisis lebih dari afektif dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman
subyektif dalam suatu proses belajar. Teori ini mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
dimana pengetahuan diciptakan atau dibentuk melalui transformasi pengalaman (experience).
- Empat Gaya Belajar Kolb
Setelah mengembangkan empat fase siklus belajar tersebut. Kolb (1984) mengidentifikasi
empat gaya belajar menurutnya, yaitu antara lain :
1. Converging : peserta didik tipe ini adalah peserta didik yang mengandalkan
konseptualisasi abstrak dan eksperimentasi aktif, mereka senang mencari dan menemukan
jawaban konkret serta bergerak dengan cepat dalam menemukan pemecahan masalah;
mereka sangat handal dalam mendefiniskan masalah dan membuat keputusan; mereka
tidak emosinal; mereka cenderung sangat senang bekerja dengan ide-ide dari pada bekerja
dengan orang lain..
2. Diverging : peserta didik yang menggunakan pengalam konkret dan pengamatan reflektif
dalam menemukan ide-ide atau gagasan-gagasan; mereka sangat bagus dalam
brainstorming dan membuat banyak alternatif solusi; mereka paling senang berinteraksi
dan berkomunikasi dengan orang lain.
3. Assimilating : peserta didik yang mengandalkan konseptualisasi abstrak dan pengamatan
rekflektif, mereka senang mengasimilasikan berbagai informasi dan menyusunnya
kembali dengan menggunakan logika yang tepat, mereka sangat handal dalam membuat
perencanaan, pengembangan teori dan menciptakan model. Namun, mereka kurang
tertarik untuk mengimplentasikan atau mengaplikasikan teori tersebut dalam kehidupan
nyata, mereka belajar dengan membaca, mendengarkan, mengamati dan merenungkan
informasi yang diperoleh.
4. Accommodating : peserta didik yang belajar dengan menggunakan pengalaman konkret
dan eksperimentasi aktif; mereka sering menggunakan strategi trial-and-error daripada
membaca intruksinya terlebih dahulu, atau intuisi untuk mencari solusi dari sebuah
masalah, mereka cenderung untuk mengambil resiko dan masuk ke dalam masalah
tersebut, mereka pandai menyesuaikan diri dengan situasi baru.

8
2.3 Model Implementasi Siklus Belajar Berdasarkan Pengalaman
Experiential Learning merupakan model yang memusatkan pada peserta didik dan
pengalamannya yang didasari oleh ungkapan the experience is the best teacher. Makna dalam
ungkapan tersebut yaitu pengalaman belajar yang dimiliki peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan, keterampilan, serta pola pikir baru yang lebih baik (Fatuhurrohman, 2017).
Implementasi Experiental Learning dapat berjalan efektif apabila dilaksanakan dengan
memperhatikan hal-hal berikut (Boon, 1997):
 Pada awal pembelajaran untuk membangkitkan semangat para siswa maka diadakan "ice
breaking"
 Mengembangkan atmosfer pembelajaran yang kondusif dan sportif
 Memperkenalkan kegembiraan dalam pengerjaan tugas pembelajaran
 Mendorong berfikir kreatif
 Membantu para peserta melihat dari perspektif yang berbeda
 Meningkatkan kesadaran akan perlunya perubahan
 Meningkatkan kesadaran diri

The Framework for Facilitation (Boon, 1997)


Contoh penerapan experiental learning untuk “meningkatkan ipa tema panas dan
perpindahannya di sekolah dasar” yang ditulis oleh Arum Haryanti, Suhartono, dan Moh. Salimi
pada tahun2018. Mereka menyebutkan bahwa penggunaan model Experiential Learning dalam
pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik di kelas V SD Negeri 3
Waluyo secara signifikan. Model Experiential Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA di
kelas V SD secara signifikan. Pada hasil Penilaian Tengah Semester (PTS) semester ganjil tahun

9
ajaran 2018/2019 terdapat 14 dari 27 peserta didik yang belum mencapai KKM dengan
persentase ketuntasan hasil belajar hanya 48%.
Setelah dilakukan tindakan Experiental Learning, persentase ketuntasan hasil belajar pada
siklus I meningkat menjadi 63% pada pertemuan pertama, 81% pada pertemuan kedua, dan 85%
pada pertemuan ketiga. Pada siklus II terjadi peningkatan kembali pada pertemuan kedua
menjadi 93% dan pada pertemuan ketiga mencapai 100%. Dengan kendala yang ditemui yaitu:
1. Peserta didik kurang aktif menjawab pertanyaan
2. Peserta didik sulit memahami materi
3. Peserta didik malu mempresentasikan hasil diskusi
4. Peserta didik tidak fokus dalampembelajaran
5. Peserta didik kesulitan menyampaikan pendapat dengan jelas.
Adapun solusi yang diterapkan yaitu:
1. memberikan penghargaan bagi peserta didik yang aktif
2. memberikan bimbingan yang lebih
3. semua anggota kelompok maju mempresentasikan hasil diskusi
4. memberikan pengawasan yang lebih
Pada contoh lain yaitu penerapan Experiental Learning dalam Pengembangan Softskill
Mahasiswa yang Menunjang Integrasi Teknologi, Manajemen dan Bisnis. Ditulis oleh Rahayu S.
Purnami dan Rohayati pada tahun 2012. Mereka menyebutkan bahwa implementasi Experiental
Learning dalam pembelajaran softskill di perguruan tinggi akan efektif apabila dosen bertindak
sebagai fasilitator. Fasilitator merupakan sebuah proses membimbing sesorang yang membuat
sebuah proses menjadi lebih mudah atau lebih sesuai. Fasilitator merupakan seorang
pengorganisir dan komunikator dengan keahlian khusus pada dinamika kelompok. Mereka
memastikan berlangsungnya keterlibatan dua arah yang menekankan pada proses mendengar
aktif sebagaimana komunikasi yang terpercaya diantara para peserta.
Peran para fasilitator adalah mengatur struktur dan isi dari pertemuan. Struktur
merupakan bagaimana proses yang terjadi pada pertemuan ttersebut seperti agenda, bagaimana
pengambilan keputusan, bagaimana penggunaan sarana pengambilan keputusan. Sedangkan isi
atau konten merupakan apa yang terdiri dari subyek dari pertemuan tersebut, permasalahan,
analisis dan rekomendasi.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Siklus dalam eksperiental learning sebagai metode pembelajaran andragogi merupakan
seseorang “mengalami” dengan melibatkan semua indera. Experiential Learning merupakan
model yang memusatkan pada peserta didik dan pengalamannya yang didasari oleh ungkapan the
experience is the best teacher. Model pembelajaran Experiential Learning Kolb memiliki
kelebihan yaitu dapat meningkatkan semangat dan keinginan untuk belajar, dapat membantu
menciptakan suasana yang kondusif, serta dapat menciptakan kegembiraan pada saat proses
pembelajaran.

3.2 Saran
Setelah mempelajari materi eksperiental learning kami harap dapat menambah wawasan
dan dapat diimplementasika dalam pembelajaran di dunia pendidikan. Melihat sistem dan siklus
serta model yang ada membuat kelebihan dan menambah metode pembelajaran yang ada di
Indonesia sehingga kami sangat berharap model eksperiental learning dapat diterapkan.

11
DAFTAR PUSTAKA
Arum Haryanti, Suhartono, Moh. Salimi. 2018. Penerapan Model Experiental Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Tema Panas dan Perpindahannya di Sekolah Dasar
Bartin, T. 2018. Pendidikan orang dewasa sebagai basis pendidikan non formal. Jurnal
Teknodik, 10(19), 156-173.
Boon, C. C. S. 1997. The Craft of Facilitation. Conference Proceedings Asia Pasific Conference
& Exhibition on Experiental Learning '97
Knowles, Malcolm Shepherd. 1998. The Adult Learner: The Definite Classic in Adult
Education and Human Resource Development. Houston: Gulf Publishing
Company.
Kolb, D. A. 1984. Experiential Learning : Experience as a source of learning and Development
Eaglewood and Cliffs N. J USA : Prentice Hall
Munif IRS & Mosik. 2009. Penerapan metode experiential learning pada pembelajaran ipa untuk
meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia
5(1):79-82.

Purnami, R. S., & Rohayati, R. 2016. Implementasi Metode Experiential Learning Dalam
Pengembangan Softskills Mahasiswa Yang Menunjang Integrasi Teknologi, Manajemen
Dan Bisnis. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13(1).
Rahayu S. Purnami & Rohayati. 2012. Implementasi Metode Experiental Learning dalam
Pengembangan Softskill Mahasiswa Yang Menunjang Integrasi Teknologi, Manajemen
dan Bisnis
Rosidin, R. 2007. Optimalisasi Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning). el-
Qudwah, 241669.

12

Anda mungkin juga menyukai