Anda di halaman 1dari 14

HAKIKAT DAN APLIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY

LEARNING (DL)

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia


Dosen Pengampu :

Dra. Rumasi Simaremare,M.Pd.

Oleh
Kelompok 4
1. Hanum Citra Khumairoh Nst (2203311046)
2. Sri Rejeki Situmorang (2202111006)
3. Pasya Amelia (2203311046)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul " Hakikat dan Aplikasi Strategi Pembelajaran Discovery Learning (DL) " tepat pada
waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kata
kesempurnaan, seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun untuk melengkapi
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir, serta kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Aamiin...

Medan, Februari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................2

C. Tujuan dan Manfaat.......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Pengertian Discovery Learning.....................................................................6

B Konsep Dasar Model Pembelajaran Discovery Learning.............................8

C Tujuan Pembelajaran Discovery Learning.....................................................10

D Karakteristik Pembelajaran Discovery Learning...........................................15

E. Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning................................ 16

F. Tahap-Tahap Pelaksanaan Discovery Learning............................................ 17

BAB III PENUTUP.................................................................................................18

A. Kesimpulan....................................................................................................18

B. Saran...............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya strategi discovery learning merupakan


pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya
generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam discovery,
bahwa discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-
sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan
demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek
dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi
memiliki lima unsur, dan peserta didik dikatakan memahami suatu konsep apabila
mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang
positif maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan
karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43).
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik,
dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar
perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi.
Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana peserta
didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau
pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar
peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam
berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Berdasarkan penjelasan di atas penulis ingin mengungkap lebih dalam metode discoveri
dalam pembelajaran sains khususnya di laboratorium.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Discovery Learning?
2. Apa Konsep Dasar Model Pembelajaran Discovery Learning?
3. Apa Tujuan Pembelajaran Discovery Learning?
4. Apa Karakteristik Pembelajaran Discovery Learning?
5. Apa saja Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning?
6. Bagaimana Tahap-tahap Pelaksanaan Discovery Learning?

C. Tujuan dan Manfaat

4
Sebagaimana rumusan masalah di atas maka tujuan serta manfaat yang dapat diambil
yaitu:
1. Mengetahui pengertian, konsep dasar, tujuan pembelajaran, karakteristik ,kelebihan
dan kekurangan serta tahap tahap dalam pelaksanaan Discovery Learing.
2. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Strategi
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Serta dapat dijadikan sebagai tambahan
pengetahuan bagi pembaca mengenai hakekat dan Aplikasi Strategi Pembelajaran
Discovery Learning.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Discovery Learning


Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan
berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman
struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Eggen (2012: 177), temuan terbimbing adalah satu
pendekatan mengajar di mana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan
memandu siswa untuk memahami topik tersebut.
Wilcox (dalam Hosnan, 2014: 281) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan
penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka
sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk
memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Hanafiah dan Suhana (2010: 77) bahwa discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki agar dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Hosnan (2014: 282) menyebutkan bahwa discovery learning adalah suatu model
untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki
sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan
mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer
dalam kehidupan berasyarakat.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa discovery learning
adalah model pembelajaran yang menuntut siswa secara aktif melakukan pencarian
pengalaman belajar menggunakan analisis dan pemecahan masalah yang dihadapinya dengan
menemukan dan menyelidiki sendiri. Pengalaman belajar tersebut bisa dimanfaatdalam
kehidupan bermasyarakat siswa.

B. Konsep Dasar Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)


Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa:
“Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self”
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

6
Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Metode
Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi
bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery
itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind
(Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan
inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah
ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery
masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru,
sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan
seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah
itu melalui proses penelitian.
Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.
Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau
bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi
siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui
dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat
meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode
Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif.
Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus
Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus
Discovery siswa menemukan informasi sendiri.

C. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning


Penggunaan model dalam pembelajaran, memiliki tujuan yang ingin dicapai.
Pembelajaran discovery learning juga memiliki tujuan pembelajaran. Bell (dalam Hosnan,
2014: 284) mengungkapkan beberapa tujuan spesifik dari discovery learning, yakni sebagai
berikut.
Dalam discovery learning siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam
pembelajaran banyak meningkat ketika discovery learning digunakan.
Melalui discovery learning, siswa menemukan pola sistuasi konkret maupun abstrak,
juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan. Siswa juga
belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab

7
untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan. Discovery learning
membantu siswa membentuk cara kerja sama yang efektif, saling membagi informasi, serta
mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan
bahwa keterampilanketerampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui
discovery learning lebih bermakna. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi discovery
learning dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan
dalam situasi belajar baru.

D. Karakteristik Pembelajaran Discovery Learning


Setiap model pembelajaran memiliki karakteristiknya masing-masing. Hosnan (2014:
284) menyebutkan tiga ciri utama dalam discovery learning, yaitu sebagai berikut.
1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan
menggeneralisasi pengetahuan.
2. Berpusat pada siswa.
3. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah
ada.

E. Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning


Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing,
begitu juga dengan model discovery learning. Beberapa kelebihan dari model discovery
learning yang diungkapkan oleh Hosnan (2014: 287-288) yaitu sebagai berikut.
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan
dan proses-proses kognitif.
2. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.
3. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
4. Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
5. Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerjasama dengan yang lainnya.
6. Berpusat kepada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan.
7. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
8. Menimbulkan rasa senang siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
9. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
10. Siswa akan mengerti konsep dasar ide-ide lebih baik.
11. Melatih siswa belajar mandiri.
12. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

8
Discovery learning melatih siswa untuk lebih mengenal ilmu pengetahuan
disekitarnya, karena siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan
kemampuan intelektual siswa melalui bimbingan guru. Discovery learning juga memiliki
kekurangan.
Hosnan (2014: 288-289) mengungkapkan beberapa kekurangan discovery learning,
yaitu sebagai berikut.
1. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antara guru
dengan siswa.
2. Menyita waktu banyak, karena guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang
umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing
siswa dalam belajar.
3. Menyita pekerjaan guru.
4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.
5. Tidak berlaku untuk semua topik.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
discovery learning melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran yang membuat siswa
lebih lama mengingat apa yang sudah dipelajarinya dan melatih siswa belajar mandiri, namun
discovery learning membutuhkan banyak waktu dan tidak semua topik cocok untuk model ini
serta tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.

F. Tahap-tahap Pelaksanaan Discovery Learning


Dalam proses pembelajaran, diperlukan suatu langkah-langkah pembelajaran yang
tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Eggen (2012: 189)
menyebutkan langkah-langkah yang dilakukan dalam temuan terbimbing (guided discovery
learning), yaitu sebagai berikut.
1. Fase 1: pendahuluan
Fase 1 diniatkan untuk menarik perhatian siswa dan memberikan kerangka kerja
konseptual mengenai apa yang harus diikuti. Fase ini bisa mulai dengan berbagai cara dan
dapat terdiri dari pernyataan-pernyataan sederhana.

2. Fase 2: fase berujung-terbuka (open-ended phase)


Fase berujung terbuka bertujuan mendorong keterlibatan siswa dan memastikan
keberhasilan awal mereka, pada fase ini dapat dimulai dengan berbagai cara, yaitu:
 Memberikan contoh dan meminta siswa mengenali pola-pola di dalam contoh itu.

9
 Melaksanakan kelas pelajaran dalam situasi kelas-utuh, memberi siswa satu contoh
dan meminta mereka mengamati dan menggambarkannya.
 Memberikan satu contoh dan noncontoh serta meminta siswa membandingkan
keduanya.
 Memulai dengan satu noncontoh dan meminta siswa menggambarkannya.
3. Fase 3: konvergen
Pada fase ini, guru membimbing para siswa agar resepon mereka seragam terhadap
satu tujuan belajar spesifik. Inilah fase dimana siswa secara aktual membangun pengetahuan
mereka mengenai konsep atau generalisasi.

4. Fase 4: penutup dan penerapan


Penutup terjadi ketika siswa mampu secara lisan menyatakan karakteristik-
karakteristik dari konsep atau secara verbal menggambarkan hubungan yang ada dalam
generalisasi. Fase 4 juga memberikan kesempatan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan mereka mengenali informasi yang tidak relevan, kemampuan yang merupakan
keterampilan berpikir penting. Fase penerapan umumnya mencakup tugas di tempat duduk
atau di rumah. Akan tetapi, terlepas dari pengembangan cermat konsep atau generalisasi,
penerapan kerap menuntut bantuan tambahan dari guru. Memonitor secara cermat dan
membahas upaya awal siswa dalam fase penerapan akan memperkuat pembelajaran dengan
membantu siswa menjembatani kesenjangan antara kegiatan belajar yang dibimbing guru dan
praktik mandiri. Langkah-langkah tersebut sejalan dengan langkah-langkah operasional
implementasi dari discovery learning dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut.

a. Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning


1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa kemampuan awal, minat, gaya belajar,
dan sebagainya.
3) Memilih materi pelajaran yang akan dipelajari.
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif dari contoh-
contoh generalisasi.
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas,
dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. (Hosnan, 2014: 289).

b. Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning

10
Menurut Syah (dalam Hosnan, 2014: 289), ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam melaksanakan strategi discovery learning pada kegiatan belajar mengajar
secara umum, yaitu sebagai berikut.
1) Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah)
Pada tahap ini, guru memberi kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis jawaban sementara atas
pernyataan masalah.

2) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)


Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri.

3) Data collection (pengumpulan data)


Pada tahap ini, berfungsi untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis, dengan
demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang
relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.

4) Data processing (pengolahan data)


Pada tahap data processing (pengolahan data) merupakan kegiatan megolah data dan
informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya. Untuk selanjutnya ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, atau bahkan dihitung dengan cara tertentu.

5) Verification (pembuktian)
Pada tahap verification (pembuktian) ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

6) Generalization (generalisasi/menarik kesimpulan)


Tahap generalisasi adalah tahap proses menarik sebuah kesimpulan yang daat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi.

11
12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sintaks Model Discovery Learning terdiri
dari tahap langkah persiapan dan pelaksanaan keunggulan model discovery learning, yaitu
mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri , mendorong siswa berfikir intuisi
dan merumuskan hipotesis sendiri , memberikan keputusan yang bersifat intrinsic sedangkan
kelemahannya, yaitu metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar , metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak.

B. Saran

Penulis berharap makalah tentang Hakikat dan Aplikasi Strategi Pembelajaran


Discovery Learing ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi para calon pendidik,
untuk memahami materi mengenai model pembelajaran akan lebih efektif jika selain
mempelajari teorinya , kita juga bisa melihat langsung pelaksanaannya dengan cara turun
langsung ke sekolah-sekolah untuk melihat bagaimana model-model itu diterapkan. Selain itu
, memiliki banyak jumlah referensi juga akan sangat membatu pada proses pemahaman
model-model pembelajran ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21:
Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Markaban, 2008. Model Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika SMK.
Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Matematika
Paull Eggen Don Kauchak, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran, Jakarta : PT.Indeks
Arief S. Sadiman, dkk. 2009. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai