Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ULUMUL HADIS
SEJARAH KODIFIKASI HADIS
Dosen : Arif Nursihah, S. TH.I., M.A

DISUSUN OLEH :

- NAZWA MAHESA SALSABILA (1212100050)


- SIDIQ NUR MUHAMMAD (1212100080)
- SITI HASNA FAUZIYYAH (!212100082)
- WIDA WARDATUL (1212100092)

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021-2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam karena. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW, tak
lupa kepada para keluarganya, para sahabatnya dan sampai kepada kita selaku umatnya.

Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah Ulumul Hadis.
Kami akan menjelaskan mengenai “Sejarah Kodifikasi Hadis”. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang
sedang dipelajari.

Dalam pembuatan makalah ini sudah kami usahakan semaksimal mungkin dengan
dilengkapi bantuan dari berbagai sumber. Namun, terlepas dari itu semua, kami menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam segi materi maupun dari segi lainnya. Demi
kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap perbaikan, kritik, dan saran yang sifatnya
membangun apabila terdapat kesalahan.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada bapak Arif Nursihah S. TH.I., M.A
sebagai dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadis yang kami hormati, yang telah
memberikan tugas kelompok makalah ini. Kami sebagai penyusun mengharapkan semoga
makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi
kepada pembacanya.

Bandung, 21 September 2021

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................3
B. Rumusan Makalah........................................................................................................3
C. Tujuan Makalah............................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
A. Pengertian Kodifikasi Hadis........................................................................................4
B. Sejarah Pra Kodifikasi Hadis......................................................................................4
C. Sejarah pasca kodifikasi Hadis....................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah baik ucapan, perbuatan,
ketetapan maupun sifat. Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Dan ini
menjadi alasan suatu keharusan kita sebagai kaum muslimin untuk mempelajarinya. Hadis ini
banyak memiliki sejarah termasuk mengenai sejarah penghimpunan atau pembukuan hadis yang
dikenal dengan sejarah kodifikasi hadis. Maka pembahasan yang kita ambil dalam makalah ini yaitu
mengenai “ Sejarah Kodifikasi Hadis”.
Kita tertarik untuk mengenal dan mempelajari lebih dalam bagaimana hadis bisa
berkembang dan menyebar luas hingga hadis bisa menjadi sebuah buku atau kitab yang mungkin
dari kita banyak yang sudah mengenal beberapa kitab hadis. Sejarah sebelum pembukuan hadis juga
sejarah sesudah pembukuan hadis ini menjadi objek pembahasan kita dalam pembuatan makalah ini.

B. Rumusan Makalah

Adapun rumusan makalah yang kami susun adalah:


1. Apa yang dimaksud kodifikasi hadis?
2. Bagaimana sejarah sebelum kodifikasi hadis?
3. Bagaimana sejarah setelah kodifikasi hadis?

C. Tujuan Makalah

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui pengertian kodifikasi hadis.
2. Untuk mengetahui sejarah sebelum kodifikasi hadis.
3. Untuk mengetahui sejarah setelah kodifikasi hadis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KODIFIKASI HADIS

Kodifikasi berasal dari bahasa Arab yang dikenal dengan istilah Tadwin. Yang memiliki
arti yaitu pencatatan, penulisan atau pembukuan. Maka pengertian kodifikasi hadis adalah sebuah
proses pencatatan atau pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW. penulisan atau pencatatan
hadis ini dimulai pada awal abad ke 2 H, saat Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah yang
menduduki jabatan Khalifah (717-720M).
Faktor penyebab kodifikasi hadis adalah kekhawatiran khalifah Umar bin Abdul Aziz
bahwa hadis berangsur angsur akan hilang jika tidak dikumpulkan dan dibukukan. Khalifah
Umar melihat bahwa para penghafal hadis semakin berkurang karena meninggal dan sudah
banyak berpencar ke berbagai wilayah Islam. Dan dikarenakan semakin menyebar luas hadis
hadis palsu.
Tujuan kodifikasi hadis itu adalah untuk menjaga agar hadis tidak hilang. Dan manfaat
dari kodifikasi hadis ini adalah melestarikan hadis dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad
SAW, melindungi dari hadis hadis palsu.

B. SEJARAH PRA KODIFIKASI HADIS

Sejarah sebelum pengkodifikasian hadis ini melalui beberapa periode, ada


periode pada masa Rasulullah, masa Sahabat Khulafa Rasyidin, masa sahabat kecil
dan tabiin, masa tabi tabi’in. Maka mengenai sejarah dari periode satu ke periode
berikutnya antara lain:

1. Periode pertama (Masa Rasulullah)


Periode ini disebut ‘Ashr Al – Wahyi wa At – Taqwin (masa turunnya wahyu
dan pembentukan masyarakat Islam. Pada periode inilah, hadir lahir berupa ‫قول‬
( ucapan ) , ‫ ( فعل‬perbuatan ) , ‫رر‬KK‫ ( تق‬ketetapan ) Nabi yang berfungsi
menerangkan Al-Qur’an untuk menegakan syariat Islam dan membentuk
masyarakat Islam. Pada periode kepandaian baca tulis dikalangan sahabat sudah
bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan membaca dan menulis
sahabat masih kurang, kemudian Nabi menekankan untuk menghafal, memahami,

4
menyampaikannya kepada orang lain , dan mengamalkan hadis dalam amalan
sehari hari.

Para periode ini sahabat menerima hadis dengan dua cara, yaitu:
1) Menerima secara langsung, misalnya saat Nabi SAW memberi
ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan
sahabat.
2) Menerima secara tidak langsung, misalnya mendengarkan dari sahabat
yang lain atau dari utusan, baik yang dikirim Nabi ke daerah – daerah
atau utusan yang datang kepada nabi.
Tidak hanya kepandaian baca tulis yang masih kurang, pada periode ini,
Rasulullah melarang para sahabat untuk menuliskan hadis Nabi. Sebagaimana
sabda Rasulullah:
َ ‫ و َمن َكت‬K‫ني‬KK‫عَن ابي سعيد الخضري رضي هللا عنه قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الَتَكتُبوع‬
‫ني‬KK‫َب ع‬
)‫غير القران فَ ْليَ ْم ُحهُ وحدثوا عني والحرج ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من انار (رواه مسلم‬

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda :
“ Kalian jangan menulis apa apa yang keluar dariku. Barang siapa yang
menulis sesuatu yang keluar dariku selain Al-Qur’an, maka hendaklah ia
menghapusnya. Riwayatkanlah dariku. Barang siapa yang berbohong atas
namaku maka tempatnya di neraka.” H.R Muslim.

Dan larangan Nabi menuliskan hadis didasarkan pada beberapa pertimbangan,


diantaranya:
1) Kekhawatiran Nabi akan tercampurnya ayat ayat Al-Qur’an dengan
hadis Nabi
2) Para sahabat juga pada umumnya orang orang yang punya daya hafal
kuat.
Tapi terhadap pencatatan itu penting, jadi maksud Nabi melarang menulis
hadis itu adalah kepada sahabat yang tidak bisa menulis dan menalar dengan baik.
Karna takut dan khawatir hadis tercampur dengan Al-Qur’an. Maka Nabi hanya
memerintahkan menulis hanya kepada sahabat sahabat tertentu saja. Dengan itu,
Nabi amat pragmatis dan kondisional, sehingga karena kekhawatiran itu hilang

5
dan kebutuhan kondisi berubah, maka Nabi pun mengubah sikapnya itu. Terbukti
Nabi membolehkan penulisan hadis, yaitu:

‫قال عبد هللا بن عمر بن العاص رضي هللا عنه كنت أكتب كل شيء اسمعه مع رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫وسلم أريد حفظه فنهتني قريش وقالوا تكتب كل شيء سمعته عن رسول هللا عليه وسلم ورسول هللا عليه‬
‫ فذكرت ذالك لرسول هللا صلى هللا عليه‬. ‫ فأمسكت عن الكتابة‬. ‫وسلم بشر يتكلم فى الغضب والرضا‬
‫وسلم فأوما بأصابعه إلى فيه وقال أكتب فوالذي نفسي بيده ماحرج منه إال الحق‬

Abdullah bin Amr bin Ash berkata, saya senantiasa menuliskan segala sesuatu
yang saya dengar dari Rasulullah SAW, agar saya menghafalnya. Maka
orang Quraisy mencegah aku dan berkata: “Anda menuliskan yang Anda
dengar dari Rasulullah SAW. sedangkan ia manusia biasa, berbicara dalam
keadaan marah, dan lapang. Maka saya menahan diri dari menulis.
Kemudian saya menahan diri melaporkan hal itu kepada Rasul SAW. maka
beliau menunjuk mulutnya dengan telunjuknya dan berkata: “ tulislah, Demi
Allah tidak ada yang keluar dari sini kecuali yang benar.”

Bahkan Abu Hurairah mengatakan : “tak satupun dari sahabat Nabi yang
meriwayatkan hadits paling banyak kecuali Abdullah bin Amru bin Ash, karena
dia menulis sedang aku tidak menulis.” (Musthafa al-Azami,:148-149)
Dan di samping itu semua, ketika Nabi SAW menyelenggarakan dakwah dan
pembinaan umat, beliau sering mengirim surat – surat seruan pemberitahuan
tentang dakwah islamiyah kepada pejabat daerah, raja dan kabilah. Surat tersebut
merupakan kumpulan hadis juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada
masa Nabi SAW telah dilakukan penulisan hadis di kalangan sahabat.

2. Periode kedua (Masa Sahabat Khulafaurrasyidin)


Pada periode ini disebut ‘Ashr At – Tatsabbut wa Al – Iqlal min Al – Riwayah
(masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Setelah wafatnya Nabi SAW,
beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup umatnya
yaitu Al – Qur’an dan hadis (As-Sunnah). Pada periode ini, sahabat lebih
konsentrasi terhadap pemeliharaan, penyebaran, dan pembukuan Al-Qur’an.
Berikut ini sejarah pada masa khulafaurrasyidin:
 Pada masa abu bakar dan umar bin khattab, periwayatan hadis tersebar
secara terbatas dan belum di lakukan secara resmi. Pada masa abu

6
bakar ini karena beliau selalu sibuk ketika menjabat sebagai khilafa dan
jarak antar wafatnya abu bakar dengan kewafatan Nabi SAW sangat
singkat Itulah mengapa riwayat hadis pada masa abu bakar sangat
sedikit. Bahkan pada masa umar bin khattab , beliau melarang para
sahabat memberbanyak meriwayatkan hadis akan tetapi umar
menekankan agar para sahabat untuk menyebar luaskan al quran. hal
ini tentunya dapat di pahami Karena memang pada saat itu, naskah al
quran sangat terbatas jumlahnya dan belum menyebar luas.
Dikhawatirkan umat islam yang batu memeluk islam tidak bisa
membedakan antara al quran dan hadis.
 Pada masa usman bin ‘affan kegiatan umat islam dalam meriwayatkan
hadis lebih banyak dibandingkan pada masa sebelumnya. Hal ini di
sebabkan karena kepribadian usman tidak sekeras umar, dan juga
karena semakin luasnya wilayah islam sehingga mengakibatkan
bertambahnya kesulitan pengendalian riwayat hadis secara ketat. Tetapi
usman selalu menyerukan umat islam selalu berhati hati dalam
meriwayatkan hadis.
 Pada masa ali bin abi thalib cukup banyak sahabat yg meriwayatkan
hadis berutulisan dan lisan. Tetapi situasi umat islam pada masa ini
telah berbeda, pertentangan politik umat islam yg semakin menajam,
dan banyak terjadi peperangan, munculnya hadis palsu. Hal ini
tentunya memberikan pengaruh negatif terhadap periwayatan hadis
sehingga tidak semua periwayat hadis dapat di percaya.
Cara-cara para sahabat meriwayatkan hadis ada dua:
1) Adakalanya dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima
dari Nabi yang mereka hafal benar lafal dari Nabi itu. Adapun lafal-
lafalnya seperti ‫ حدثني‬, ‫ اخبرني‬, ‫سمعت‬
2) Adakalanya dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan
maknanya bukan lafalnya, karena lafalnya yang asli dari Nabi.

3. Periode ketiga (masa sahabat kecil dan tabiin)


Pada periode ini, tabiin yang notabene nya adalah murid dari para sahabat ini
banyak mengkoleksi hadis hadis Nabi, bahkan pengkoleksian tersebut disusun

7
menjadi suatu kitab. Kemudian berkembang pula kajian atau penelitian matan
hadis. Metode yang dilakukan para tabiin dalam mengkoleksi dan mencatat hadis
Nabi adalah melalu pertemuan pertemuan (at-talaqi) dengan para sahabat,
kemudian mereka mencatat apa yang diperoleh dari pertemuan tersebut. Seperti
yang dilakukan Sa’id bin Al-Jabr yang telah mencatat talaqqinya bersama Ibnu
Abbas.
Pada tahun 17 H. Tentara Islam mengalahkan Syiria dan Iraq. Pada tahun 20
H. Mengalahkan Mesir. Pada tahun 21 H. Mengalahkan Persia. Pada tahun 56 H.
Tentara Islam sampai di Samarqand. Pada tahun 93 H. Tertara Islam menaklukan
Spanyol. Maka para sahabat berpindah ke tempat tempat itu, kota kota itu
kemudian menjadi “perguruan” tempat mengajarkan Al-Qur’an dan Al-hadis.
Kebijakan yang dilakukan oleh para sahabat  dalam meriwayatkan hadis
dijadikan oleh tabi’in sebagai manhaj dalam pemeliharaan hadis Rasul. Tabi’in
mengikuti kebijakan yang dilakukan oleh sahabat, dengan berhati-hati dalam
meriwayatkan hadis. Upaya yang dilakukan oleh sebagian tabiin dalam menjaga
hadis Rasulullah terinspirasi dari yang dilakukan oleh sahabat adalah:
1. Membatasi periwayatan hadis
Sebagian tabi’in menjadikan salah satu cara untuk memelihara hadis
Rasul dengan hanya menyampaikan maksimal 4 hadis dalam satu
pertemuan.
2. Menuliskan hadis
Tabi’in banyak melakukan penulisan terhadap hadis Rasulullah. Seperti
lembaran yang memiliki nilai sejarah adalah catatan Hammam bin
Munabbih, yang memuat 138 hadis. Ini sekaligus mementahkan tuduhan
mereka yang meragukan penulisan hadis sebelum abad kedua Hijriah.
Hammam adalah seorang ulama kalangan tabi’in yang berjumpa dengan
Abu Hurairah dan tidak diragukan lagi, ia menulis langsung dari Abu
Hurairah di masa hidupnya. Dengan demikian, pencatatan telah
dilakukan sebelum tahun ini pertengahan abad pertama.
3. Melakukan rihlah
Waktu Rasulullah, sahabat memelihara hadis dengan cara melakukan
konfirmasi atau klarifikasi kebeneran hadis kepada Rasul. Sedangkan
pada sahabat konfirmasi dan klarifikasi tetap dilakukan dengan cara
klarifikasi kepada sahabat yang sama sama pernah mengetahui hadis

8
tersebut dari Rasulullah, dengan cara sahabat bepergian untuk satu hadis
dalam rangka cek ulang tentang hapalannya. Maka pada masa tabiin pun
konfirmasi kepada sahabat dengan melalukan perlawatan ke berbagai
daerah dengan tujuan tertentu.
Adapun tujuan para tabi’in melakukan lawatan sebagai berikut:
 Mendapatkan hadis
 Meyakinkan bahwa hadis itu bersumber dari Rasul atau
muhaddis yang disebutkan
 Membahas keadaan periwayat
 Mudzakarah ulama tentang hadis

C. Sejarah pasca kodifikasi Hadis

Pada masa ini terbagi dalam beberapa masa yaitu, masa pengumpulan dan
pembukuan Hadis, masa pentashihan dan penyusunan kaidah kaidahnya, masa
pengelompokan hadis kepada hadis shahih hasan dan dhoif, masa periode keenam
serta periode ketujuh. Berikut inilah masa sejarah pasca kodifikasi hadis secara resmi:

1. Periode keempat (Masa pengumpulan dan pembukuan hadis)


 Permulaan masa pembukuan Hadis
Ketika kekhalifahan dipegang kembali oleh Umar bin Abdul Aziz yang
dinobatkan pada tahun 99 H. Seorang khalifah dari bani Amaniyah yang
terkenal wara’ dan adil. Maka tergeraklah hatinya untuk membukukan hadis,
beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadis dalam
kepalanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila
tidak segera dibukukan dan dikumpulkan dalam buku buku hadis para
perawinya, mungkinlah hadis hadis itu akan lenyap dari bumi dibawa
bersama oleh para perawinya ke alam barzah.
Maka Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat kepada gubernur ke
semua wilayah kekuasaannya supaya berusaha membukukan hadis yang ada
pada ulama yang tinggal diwilayah mereka masing masing.
 Sistem Ulama abad ke 2 Hijrah membukukan Hadis

9
Pengkodifikasian hadis pada abad ke – 2 Hijriah masih tercampur aduk
antara hadis nabi, perkataan dan fatwa tabi’in. hal ini karena terdorong oleh
kemauan keras untuk mengkodifikasikan hadis, mereka tidak atau belum
sempat menyeleksi apakah yang mereka himpun itu hadis-hadis nabi semata
atau di dalamnya juga termasuk perkataan sahabat dan tabi’in. Hadis yang
disusun umumnya belum disusun berdasarkan Maudhu’ tertentu, bahkan
lebih jauh dari itu mereka belum mengklasifikasi kandungan nas-nas hadis
menurut kelompoknya. Dalam artian, kitab hadis karya ulama-ulama abad
ke-2 H. Masa Al-Zuhry tersebut masih belum ditepis antara hadis-hadis yang
marfu, mauquf dan maqtu, dan antara hadis yang shahih, hasan, dan dhoif.
Penulisan hadis pada abad kedua Hijriah pada umum nya masih bersifat
general, belum adanya spesifikasi atau konsentrasi.
Sistem pengkodifikasian hadis dikhususkan pada suatu karangan
(buku) dengan satu bab saja, yang di dalamnya terkumpul hadis-hadis yang
ada hubungannya satu sama lain dan mencampurnya dengan pendapat-
pendapat para sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in. Ada juga kitab hadis yang
hanya menghimpun hadis nabi semata-mata, yaitu catatan Ibn Hazm dan al-
Zuhry. Setelah masa al-Zuhry, sistem pengkodifikasian hadis didasarkan
pada pokok masalah tertentu. Seperti kitab al-Muwaththa’ yang disusun oleh
Imam Malik pada tahun 144 H, atas anjuran khalifah al-Mansur. Karya
Imam Malik tersebut tersusun berdasarkan bab-bab Fiqh. Karya-karya itu
tidak hanya menghimpun hadis Nabi saja, tetapi juga menghimpun
perkataan sahabat dan tabi’in. Karya-karya ulama berikutnya disusun
berdasarkan nama sahabat Nabi periwayat hadis (biasa disebut al-Musnad).
Hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab tersebut ada yang shahih dan ada
yang tidak shahih. Ulama berikutnya kemudian menghimpun hadis yang
berkualitas shahih menurut kriteria penyusunnya.
Maka ulama abad ke 2 membukukan hadis dengan tidak
menyaringnya. Mereka tidak membukukan hadis saja, fatwa-fatwa sahabat,
bahkan fatwa-fatwa tabi’in, semua itu dibukukan bersama-sama. Maka
dalam kitab kitab itu terdapat hadis hadis marfu’, hadis mauquf dan hadis
maqthu’.

2. Periode kelima (Masa pentashihan dan penyusunan kaidahnya)

10
Pada periode ini berjalan dalam abad ke 3 H. Dan dalam periode itu berlaku
membukukan hadis semata mata dalam abad ke 3 H. Para ahli hadis abad ke 2 H
sebagaimana sebagai yang telah diterangkan, tidak memisahkan hadis dar5i fatwa
fatwa sahabat, dan tabi’in. Lalu keaadan ini diperbaiki oleh ahli hadis abad ke 3
Hijrah.

Berikut ini adalah masa masa pentashihan dan penyusunan kaidahnya:


 Penyusunan kaidah dan pentashihan Hadis
Pada mulanya, ulama Islam mengumpulkan Hadis yang terdapat di
kota mereka masing masing. Sebagian kecil saja diantara mereka yang
pergi ke kota lain untuk kepentingan Hadis. Keadaan ini dipecahkan
oleh Al-Bukhary. Ringkasnya Al-Bukhary membuat langkah baru
untuk mengumpulkan hadis yang tersebar diberbagai daerah.
Pada mulanya ulama menerima hadis dari para perawi, lalu menulis
ke dalam bukunya, dengan tidak menetapkan syarat syarat
menerimanya dan tidak memperhatikan shahih tidaknya. Musuh yang
berkedok dan berselimut Islam melihat kegiatan ulama hadis dalam
mengumpulkan hadis pun menambah upaya yang mengacaubalaukan
hadis, yaitu dengan menambahkan lafalnya atau membuat hadis
maudhu’.
Melihat kesungguhan musuh musuh Islam dan menyadari akibat
perbuatan mereka, maka ulama hadis bersungguh sungguh membahas
keadaan perawi dari berbagai segi, yakni keadilan, tempat, kediaman,
serta memisahkan hadis hadis yang shahih dari yang dha’if yakni
menshahihkan hadis. Ringkasnya lahirlah tunas Ilmu Dirayah (Imu
Dirayah al-Hadis) yang banyak macamnya disamping Ilmu Riwayah
(Ilmu Riwayah al-Hadis).
Upaya pentashihan dan penyaringan hadis atau memisahkan shahih
dari yang dha’if dengan mempergunakan syarat syarat pentashihan,
baik mengenai perawi riwayat, tatahammul ada’. Melahirkan kitab
kitab shahih dan kitab kitab sunan.
 Dasar dasar pentashhihan hadis

11
Untuk mentashhihkan hadis, dibutuhkan pengetahuan yang luas
tentang tarikh Rijal Al-Hadis, sejarah perawi hadis, tanggal lahir dan
wafat perawi, agar dapat diketahui apakah dia bertemu dengan orang
yang ia riwayatkan hadisnya atau tidak. Dengan pengetahuan yang
mendalam tentang perawi, dapat diketahui bagaimana tingkat
kebenaran dan kepercayaan perawi itu, nilai hafalan mereka.
Disamping itu, diperlukan pula perbandingan antara hadis satu kota
dan hadis kota lain, begitu pula pengetahuan yang luas tentang mazhab
yang dianut perawi itu.
 Pengelompokan hadis shahih, hasan, dha’if
Pengelompokan hadis kepada Shahih, Hasan dan Dha'if Pada abad
ketigahijriah, Ulama Hadis mulai melakukan seleksikualitas hadis
kepada sahih, hasan, dan dha'if. Ulama yang mempelopori usaha ini
adalah Bukhari, Muslim, dan dilanjutkan oleh Abu Dawud, Turmuzi,
Nasa'i, Ibnu Majah dan lain-lain.
Kodifikasi Kitab-Kitab Hadis Dan Ilmu-Ilmunya Pada Abadk
ketiga Hijriah Pada abad ketiga hijriah, para ulama melaksanakan
tadwin hadis dengan mengambil cara yang berbeda dari para ulama
hadis sebelumnya. Kodifikasi hadis pada abad pertama hijriah ditulis
dishahifah-shahifah, disamping mengandalkan hafalan-hafalan para
ulama. Abad kedua, para ulama mengumpulkan dan membukukan
hadis tanpa kualifikasi.

3. Periode keenam (masa istidrak, istikhraj)


Pada masa ini dimulai awal abad IV H hingga tahun 656 H. Pada masa ini ada
gelar mutaqaddimin dan mutaakhirin. Ulama hadis dalam abad ke 2 dan ke 3
digelari Mutaqaddimin. Setelah abad ke 3 berlalu muncullah abad ke 4. Ahli abad
ke 4 ini dan seterusnya digelari Mutaakhirin. Kebanyakan hadis yang dikumpulkan
oleh ulama mutaakhirin adalah petikan atau nukilan dari kitab kitab mutaqaddimin
itu sedikit saja yang dikumpulkan dari usaha mencari sedikit kepada para
penghafalnya.
Dalam abad ke 4 ini lahirlah pemikiran untuk memandang cukup dalam
meriwayatkan hadis dengan berpegang kepada kitab saja, tidak melawat kemana-

12
mana. Adapun menurut riwayat, Ibnu Mandah adalah ulama yang terakhir yang
mengumpulkan hadis dengan jalam lawatan.
 Masa istikhraj
Istikhraj ialah mengambil sesuatu hadis dari al-bukhari muslim
umpamanya, lalu meriwayatkan dengan sanad sendiri, yang lain dari
sanad al-bukhary atau muslim karena tidak memperoleh sanad sendiri.
Kitab kitab ini dinamai kitab kitab kitab mustakhraj. Seperti
mustakhraj shahih al-bukhary oleh al-Hafizh al-jurjany.
 Masa istidrak
Istidrak ialah mengumpulkan hadis hadis yang memiliki syarat syarat
al-bukhary dan muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan
tidak diriwayatkan atau dishahihkan oleh beliau beliau ini. Kitab ini
dinamai kitab Mustadrak. Seperti al-mustadrak oleh Al-Hakim, Al-
Ilzamat.

4. Periode ketujuh
Pada periode ini dimulai pada tahun 656 H hingga sekarang. Pada masa ini
India dan Mesir memegang peranan penting dalam perkembangan Hadis. Dalam
masa ini banyak kepala kepala pemerintahan yang berkecimpung dalam bidang
ilmu hadis seperti Al-Burquq. Disamping itu tidak dapat dilupakan usaha ulama
India dalam mengembangkan kitab kitab hadis. Banyak kitab hadis yang
berkembang dalam masyarakat umat Islam dengan usaha penerbitan yang dilalukan
oleh ulama India. Merekalah yang menerbitkan ‘Ulum al-Hadis karya Al-Hakim.

13
Pada masa akhir akhir ini berpindah pula kegiatan itu ke daerah kerajaan Saudi
Arabia. Dan masa ini terus berjalan hingga sekarang.

14
BAB III

PENUTUP

A. simpulan

Kodifikasi berasal dari bahasa Arab yang dikenal dengan istilah Tadwin. Yang
memiliki arti yaitu pencatatan, penulisan atau pembukuan. Faktor penyebab kodifikasi
hadis adalah kekhawatiran khalifah Umar bin Abdul Aziz bahwa hadis berangsur
angsur akan hilang jika tidak dikumpulkan dan dibukukan. Tujuan kodifikasi hadis itu
adalah untuk menjaga agar hadis tidak hilang. Dan manfaat dari kodifikasi hadis ini
adalah melestarikan hadis dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW, melindungi
dari hadis hadis palsu.

Hadist merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW


berupa ucapan, perbuatan, ketetapan maupun sifat, ada yang disebut kodifikasi hadist.
Kodifikasi adalah sebuah proses pencatatan atau pembukuan hadist nabi muhammad
yang dimulai pada awal abad kedua hijriah oleh umar bin abdul aziz, kodifikasi ini
melalu beberapa periode yaitu periode masa Rasulullah masa Khulafaur Rasyidin
masa sahabar kecil, masa tabi'in dan masa tabiat tabi'in.

Faktor penyebab kodifikasi hadist adalah kekhawatiran Khalifah Umar bin


Abdul Aziz bahwa hadist berangsur angsur akan hilang jika tidak dikumpulkan dan
dibukukan. Tujuan kodifikasi hadist itu adalah untuk menjaga agar hadist tidak
hilang, dan maanfaat dari kodifikasi hadist ini adalah melestarikan hadist dan sejarah
kehidupan Nabi Muhammad SAW dan melindungi dari hadist hadist palsu.

B. saran

Demikian makalah yang kami buat mengenai Sejarah Kodifikasi Hadis. Dalam
pembuatan makalah ini sudah kami usahakan semaksimal mungkin dengan dilengkapi
bantuan dari berbagai sumber. Namun, terlepas dari itu semua, kami menyadari
bahwa terdapat banyak kekurangan dalam segi materi maupun dari segi lainnya. Demi
kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap perbaikan, kritik, dan saran yang
sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khatib, Muhammad Ajjaj. (1989). Ushul al-hadits, Ulumuhu wa Mustalahuhu. Beirut :


Dar al-Fikri.
Sholahudin m. Agus. (2008). Ulumul hadist. Bandung: CV pustaka setia
Ash-shiddieqy M Hasbi. (2002). Sejarah dan pengantar ilmu hadits. Semarang: PT.
PUSTAKA RIZKI PUTRA
Maslani dan Suntiah Ratu. (2010). Ikhtisar ulumul hadis. Bandung: SEGA ARSY
Lifestyle hijab. 2018. "mengenal tabi'in dan tabi'ut tabi'in".
https://kumparan.com/hijab-lifestyle/mengenal-tabiin-dan-tabiut-tabiin-
1540298896607695377, diakses pada 1 oktober 2021, pukul 20.40 WIB

16

Anda mungkin juga menyukai