Anda di halaman 1dari 17

Manajemen keselamatan,

pencegahan cedera, respon tindak


lanjut dari cedera
disusun oleh Kelompok 1 PIAUD 6A
Anggota

Arief Tri Septianto Atiqah Ali Bukkar M Karinan Novia Rohali Muhammad Hapiz
1192100007 1212100010 1212100033 1212100040
Materi Pembahasan
Manajemen
Keselamatan

Pencegahan
Cedera

Respon tindak lanjut


dari cedera
Manajemen Keselamatan
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tugas semua orang yang bekerja, baik siswa pada saat praktek.
Siswa merupakan aset yang paling berharga bagi sekolah. Oleh karena itu agar siswa dapat melaksanakan
pekerjaan dengan aman dan produktif, maka setiap siswa harus waspada dan berusaha agar selalu dalam keadaan
selamat dan sehat dalam bekerja.

Implementasi K3 yang baik sangat dibutuhkan didunia industri maupun dunia pendidikan untuk dapat
menghasilkan tenaga professional tingkat menengah dan menciptakan SDM yang berkualitas yang nantinya dapat
bersaing di dunia industri. Oleh karena itu diperlukan suatu manajemen yang baik dan mampu mengatur
mengawasi dan menanamkan kesadaran K3 kepada peserta didik agar dapat mengaplikasikannya dengan baik.
Keamanan di Lingkungan Sekolah
Keamanan adalah salah satu faktor krusial dalam kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah.
Dengan adanya jaminan rasa aman, maka guru dan murid dapat menjalankan aktivitasnya secara
nyaman tanpa merasa takut ataupun khawatir. Salah satu bentuk komitmen sekolah dalam menjaga
keamanan sekolah adalah dengan mempekerjakan tim keamanan.

Selain itu, sekolah juga bertanggung jawab memberikan jaminan keamanan untuk para siswa dalam
melakukan aktivitas belajarnya selama di sekolah. Keamanan yang diberikan ini misalnya seperti
perlindungan pada saat melakukan tugas praktik atau kegiatan ekstrakurikuler yang bersifat fisik atau
di luar ruangan.

Selain keamanan, kesehatan untuk siswa-siswi dan para guru juga wajib diperhatikan oleh sekolah.
Aktivitas-aktivitas yang dapat mengganggu kesehatan siswa dan guru sebaiknya sangat
diperhatikan agar dapat mengurangi risiko kecelakaan yang bisa saja terjadi. Maka dari itu,
penerapan K3 sekolah sangat perlu dilakukan dengan tepat.
Pentingnya K3 di Lingkungan Sekolah
Di dalam institusi pendidikan, pengetahuan seputar K3 sebetulnya sangat penting. Pihak
sekolah tidak sepatutnya hanya mengetahui dasar-dasarnya saja, tetapi harus memahaminya
secara mendetail untuk mengurangi risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam aktivitas
KBM yang dilaksanakan oleh pihak sekolah.

Pihak sekolah dapat melibatkan para siswa untuk dapat ikut serta dalam mewujudkan K3 secara
optimal dimulai dari hal-hal yang sederhana, seperti:
• Melaksanakan piket kebersihan di ruang kelas dan ruang-ruang lainnya secara teratur.
• Melaksanakan kegiatan kebersihan sekolah secara rutin, seperti Jumat bersih.
• Menjaga kebersihan toilet dan kamar mandi di sekolah.
• Menjaga kebersihan alat-alat praktikum.
• Menjaga kerapian ruangan.
• Menjaga kebersihan diri.
• Membuang sampah pada tempatnya
• Membudayakan kegiatan daur ulang
• Menjaga lingkungan dengan tidak menggunakan barang sekali pakai.
Penerapan K3 di Lingkungan Sekolah

Sebagai langkah awal dalam perencanaan penerapan K3 di


Supaya pihak sekolah dapat dengan mudah memberikan
lingkungan sekolah, seperti :
penilaian dan evaluasi, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
• Membentuk kebijakan sekolah terkait implementasi
program K3 sebagai bentuk komitmen sekolah dalam • Melakukan pengukuran lingkungan kerja bahaya terkait
penerapan K3 sekolah tingkat kebisingan. Tingkat kebisingan di sekolah sesuai
• Membentuk tim K3 sekolah yang bertugas untuk nilai ambang batasnya adalah 85 db selama 8 jam per hari
memberikan penilaian dan evaluasi • Penerangan yang cukup sesuai dengan nilai ambang batas
• Pembiayaan khusus untuk pelaksanaan program K3 di sesuai dengan standar K3 yang berlaku
sekolah • Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, seperti misalnya
• Membuat peraturan-peraturan khusus K3 di lingkungan vaksinasi
sekolah • Edukasi faktor ergonomi terhadap para siswa, seperti sikap
• Pemberian sanksi dan reward sebagai salah satu bentuk duduk yang sesuai dengan prinsip K3
komitmen sekolah dalam mewujudkan sistem K3 yang • Tersedianya P3K dan UKS untuk pertolongan pertama
optimal pada masalah kesehatan siswa
• Kolaborasi dengan mata pelajaran yang diajarkan di • Toilet yang bersih dan nyaman
sekolah, seperti dengan memasukkan berbagai mata • Pembentukan tim evakuasi khusus untuk menanggulangi
pelajaran khusus K3 keadaan tanggap darurat, seperti bencana alam. Tim yang
• Dilakukan pengecekan secara berkala terkait dengan dibentuk juga harus telah memiliki sertifikasi resmi.
implementasi K3 yang telah dilaksanakan
Pencegahan Cedera
Cedera merupakan kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia
tiba-tiba mengalami penurunan energi dalam jumlah yang melebihi
ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari kurangnya satu atau
lebih elemen penting seperti oksigen (WHO, 2008 & WHO, 2014).
Cedera pada anak telah menjadi masalah kesehatan umum yang
kejadiannya terus saja meningkat dan membutuhkan perhatian yang
mendesak. Setiap tahun, puluhan juta anak membutuhkan perawatan
karena cedera non-fatal, bahkan banyak diantaranya mengalami cacat
seumur hidup. Setengah dari seluruh kematian akibat cedera yang
tidak disengaja disebabkan oleh cedera lalu lintas dan tenggelam.
(unintentional injury) (intentional
cedera yang tidak Cedera injury) cedera
disengaja yang disengaja

Cedera yang tidak disengaja merupakan cedera yang bukan disebabkan oleh niat untuk
menyakiti, misalnya kecelakaan lalu lintas, tenggelam, keracunan, terbakar, dan jatuh.
Sedangkan cedera yang disengaja (intentional injury) atau biasa disebut dengan kekerasan
(violence) yaitu penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman terhadap diri sendiri,
orang lain, atau terhadap kelompok, atau komunitas, yang mengakibatkan cedera,
kematian, kerugian psikologis, dan gangguan perkembangan. Cedera yang disengaja
misalnya bunuh diri, penganiayaan anak, pembunuhan, penganiayaan terhadap diri sendiri,
pelecehan seksual atau perkosaan dan bullying (European Child Safety Alliance, 2014,
California Injury Prevention network, 2012).

Kejadian cedera paling tinggi yang terjadi pada anak usia sekolah yaitu:
1) road traffic injuries (kecelakaan lalu lintas)
2) drowning (tenggelam)
3) fired-related burn (luka bakar)
4) jatuh.
(WHO, 2014).
Tempat Terjadinya cedera pada anak yaitu lingkungan rumah dan
sekolah. Aktivitas yang sering menyebabkan cedera pada anak
adalah bermain, berjalan-jalan, bersepeda, berolah raga, dan
aktivitas lainnya. Bagian tubuh yang paling sering terkena cedera
adalah tangan, kaki dan kepala (Shi, et. al, 2014).

Cedera pada usia sekolah juga dapat menyebabkan kecacatan yang


akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sifat
dan keparahan cedera akan menentukan tingkat kecacatan jangka
panjang dan gangguan yang dialami anak. Luka yang lebih serius
dapat berdampak besar, sehingga memerlukan perawatan seumur
hidup. Selain berdampak pada fisik anak, cedera juga bisa
berdampak pada jiwa anak seperti trauma, Post Traumatic
Syndrome Disorder (PTSD), phobia, dan cemas (WHO, 2008).
Cedera pada anak usia sekolah dapat dicegah dan dikendalikan. Secara umum
ada 6 prinsip dasar yang sangat sukses dalam program pencegahan cedera di
seluruh dunia, diantaranya:
• Peraturan perundang-undangan.
• Modifikasi produk
• Modifikasi lingkungan
• Mendukung kunjungan rumah (home visits)
• Mempromosikan alat-alat keamanan; dan
• Edukasi (WHO, 2008).
Selain itu, pihak sekolah, orangtua, dan guru juga berperan sangat penting dalam
mencegah terjadinya cedera pada anak usia sekolah. Pihak sekolah dan guru
berperan dalam membuat kebijakan tentang pencegahan cedera di sekolah.
Respon dan tindak lanjut cedera
PENGERTIAN DAN PENYEBAB CEDERA
OLAHRAGA
Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh
kegiatan olahraga. Cedera olahraga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan
metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan pelindung dan
otot (Bahr et al. 2003).

Beberapa hal yang sering terjadi pada kesalahan metode latihan adalah :
• Tidak dilaksanakannya pemanasan dan pendinginan yang memadai sehingga latihan fisik yang
terjadi secara fisiologis tidak dapat diadaptasi oleh tubuh.
• Penggunakan intensitas , frekuensi, durasi dan jenis latihan yang tidak sesuai dengan keadaan
fisik seseorang maupun kaidah kesehatan secara umum.
• Prinsip latihan overload sering diterjemahkan sebagai latihan yang didasarkan pada prinsip “no
gain no pain” serta frekuensi latihan yang sangat tinggi. Hal ini tidak tepat mengingat rasa nyeri
merupakan sinyal adanya cedera dalam tubuh baik berupa micro injury maupun macro injury.
Pada keadaan ini tubuh tidak memiliki waktu untuk memperbaiki jaringan yang rusak tersebut
(Stevenson et al. 2000).
PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS CEDERA
OLAHRAGA
Secara umum patofisiologi terjadinya cedera berawal dari ketika sel mengalami kerusakan, sel
akan mengeluarkan mediator kimia yang merangsang terjadinya peradangan. Mediator tadi
antara lain berupa histamin, bradikinin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator kimiawi
tersebut dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah serta penarikan populasi sel sel
kekebalan pada lokasi cedera. Secara fisiologis respon tubuh tersebut dikenal sebagai proses
peradangan. Proses peradangan ini kemudian berangsur-angsur akan menurun sejalan dengan
terjadinya regenerasi proses kerusakan sel atau jaringan tersebut(Van Mechelen et al. 1992).
Selain berdasarkan tanda dan gejala peradangan, diagnosis ditegakkan berdasarkan keterangan
dari penderita mengenai aktivitas yang dilakukannya dan hasil pemeriksaaan penunjang.
a. Gejala Cedera Olahraga
b. Pemeriksaan diagnostik
JENIS CEDERA OLAHRAGA DAN
PENANGANANNYA

Menurut Bahr (2003) secara umum macam-macam cedera yang mungkin


terjadi adalah:

• Memar (Contusio)
• Dislokasi
• Patah Tulang (Fraktur)
• Kram Otot
• Perdarahan
• Kehilangan Kesadaran (Pingsan)
• Luka
PENCEGAHAN CEDERA
OLAHRAGA

Menurut Stevenson (2000), beberapa hal yang perlu dilakukan untuk


mencegah terjadinya cedera olahraga antara lain adalah:
• Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan ada
tidaknya kontraindikasi dalam berolahraga.
• Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan
teratur.
• Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih.
• Memperhatikan kondisi prasarana olahraga.
• Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara
sekelilingnya
Mari Diskusi
Agar hubungan ini makin serasi lantas mari kita
berdiskusi.
Sekian dari kami, kami izin pamit undur diri karena lebih baik
sadar diri dari pada memaksakan kehendak diri sendiri.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai