Untuk mewujudkan gerakan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan perlu segera
melakukan langkah-langkah yang tepat, terencana, terintegrasi, dan berkesinambungan. Langkah-langkah ini
dibuat sebagai pedoman dalam mempermudah dan mempercepat terwujudnya sekolah yang ideal sebagaimana
direncanakan. Berikut langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk mewujudkan gerakan sekolah sehat,
aman, ramah anak, dan menyenangkan.
Guna mencapai sekolah sehat, aman, ramah anak dan menyenangkan perlu dilaksanakan tahapan-tahapan yang
meliputi:
1) Persiapan
Melakukan konsultasi dengan siswa untuk memetakan pemenuhan hak-hak, kebutuhan siswa, dan menyusun
rekomendasi;
Kepala sekolah, komite sekolah, orang tua/wali, dan siswa berkomitmen untuk mengembangkan sekolah sehat,
aman ramah anak, dan menyenangkan. Komitmen ini bentuk kebijakan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan
menyenangkan;
Kepala sekolah bersama komite sekolah, tenaga pendidik dan kependidikan, serta siswa membentuk Tim
Pengembangan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan;
Tim ini bertugas untuk mengoordinasikan berbagai upaya pengembangan menuju sekolah sekolah sehat, aman,
ramah anak, dan menyenangkan; meliputi sosialisasi pentingnya sekolah sehat, aman, ramah anak, dan
menyenangkan; menyusun dan melaksanakan rencana; memantau proses pengembangan; dan evaluasi;
Tim Pengembangan mengidentifikasi potensi, kapasitas, kerentanan, dan ancaman di sekolah untuk
mengembangkan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan;
2) Perencanaan
Tim Pengembangan menyusun rencana aksi tahunan untuk mewujudkan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan
menyenangkan yang terintegrasi dalam kebijakan, program, dan kegiatan yang sudah ada, seperti Usaha
Kesehatan Sekolah, Sekolah Adiwiyata, Sekolah Aman Bencana, Rute Aman Selamat Sekolah, dan lainnya sebagai
komponen penting dalam perencanaan pengembangan sekolah sehat, aman, ramah anak, dan menyenangkan.
3) Pelaksanaan
Tim Pengembangan melaksanakan rencana aksi tahunan dengan mengoptimalkan semua sumber daya peme-
rintah, masyarakat, serta dunia industri dan usaha.
Untuk menuju sekolah sehat perlu dilakukan kegiatan dalam bentuk pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan
dan pembinaan lingkungan sekolah sehat.
1) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dapat diberikan melalui:
a. Kegiatan Kurikuler
Kegiatan kurikuler adalah pelaksanaan pendidikan pada jam pelajaran, sesuai kurikulum yang berlaku untuk
setiap jenjang pendidikan dan dapat diintegrasikan ke semua mata pelajaran khususnya Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan.
Pelaksanaan pendidikan kesehatan dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, penanaman
kebiasaan hidup sehat, terutama melalui pemahaman konsep yang berkaitan dengan prinsip hidup sehat,
mencakup:
Memahami pola makanan sehat;
Memahami perlunya keseimbangan gizi;
Memahami berbagai penyakit menular seksual;
Mengenal bahaya seks bebas;
Memahami berbagai penyakit menular yang bersumber dari lingkungan yang tidak sehat;
Mengenal bahaya merokok bagi kesehatan;
Mengenal bahaya minuman keras;
Mengenal bahaya penyalahgunaan narkoba;
Mengenal cara menolak ajakan menggunakan narkoba;
Mengenal cara menolak perlakuan pelecehan seksual.
b. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu libur) yang
dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah dengan tujuan antara lain untuk memperluas pengetahuan dan
keterampilan siswa serta melengkapi upaya pembinaan kesiswaan.
Organisasi kesiswaan, seperti OSIS mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaan program Sekolah Sehat
yang dilakukan secara ekstrakurikuler. Dalam pelaksanaan program Sekolah Sehat, OSIS dapat mengamati
adanya masalah yang berkaitan dengan kesehatan, melaporkannya kepada guru pembina OSIS, agar bersama-
sama mencari cara penanggulangannya antara lain berupa kegiatan berdasarkan konsep 7K (keamanan,
kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kerindangan, keselamatan).
Adapun kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dilakukan terkait dengan pendidikan kesehatan antara lain:
Wisata siswa;
Kemah (Persami);
Ceramah, diskusi, simulasi, dan bermain peran;
Lomba-lomba;
Bimbingan hidup sehat;
Apotek hidup; Kebun sekolah;
Kerja bakti;
Majalah dinding, buletin, majalah;
Piket sekolah.
2) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan
pemulihan (rehabilitatif) yang dilakukan kepada siswa dan lingkungannya. Adapun tujuan dari pelayanan
kesehatan adalah :
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan tindakan hidup sehat dalam rangka
membentuk perilaku hidup sehat.
Meningkatkan daya tahan tubuh siswa terhadap penyakit dan mencegah terjadinya penyakit, kelainan,
dan cacat.
Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplikasi akibat penyakit, kelainan, pengembalian
fungsi dan peningkatan kemampuan siswa yang cedera/cacat agar dapat berfungsi secara optimal.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan terkait pelayanan kesehatan sekolah, antara lain meliputi:
Peningkatan kesehatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan latihan
keterampilan.
Pencegahan (preventif) dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan
pemutusan mata rantai penularan penyakit dan kegiatan penghentian proses penyakit pada tahap dini sebelum
timbul penyakit.
Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) dilakukan melalui kegiatan mencegah komplikasi
dan kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan siswa yang cedera/cacat agar dapat
berfungsi optimal.
Untuk memaksimalkan kegiatan pelayanan kesehatan diperlukan pendekatan dan metode yang tepat, strategis,
efektif, dan efisien. Untuk pendekatan pelayanan kesehatan dapat dikelompokan menjadi tiga pendekatan,
yakni:
Pendekatan yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah perorangan, antara lain
pencarian, pemeriksaan, dan pengobatan penderita.
Pendekatan yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah lingkungan di sekolah,
khususnya masalah lingkungan yang tidak mendukung tercapainya derajat kesehatan optimal.
Pendekatan yang ditujukan untuk membentuk perilaku hidup sehat masyarakat sekolah.
Sedangkan, untuk metode pelayanan kesehatan, setidaknya ada 5 (lima) metode yang dapat digunakan, yakni:
Penataran/pelatihan
Bimbingan kesehatan dan bimbingan khusus (konseling)
Penyuluhan kesehatan
Pemeriksaan langsung
Pengamatan (observasi).
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat dilakukan di dua tempat, yaitu sekolah dan puskesmas. Pemilihan kedua
tempat ini, selain representatif juga mudah dijangkau oleh siapa saja dan di daerah manapun ia berada. Untuk
daerah-daerah yang belum memiliki Puskesmas, tempat pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara maksimal
di sekolah ataupun balai-balai pertemuan warga dengan memperhatikan faktor tenaga dan lingkungan.
Pada prinsipinya petugas pelayanan kesehatan haruslah dilakukan oleh orang yang ahli (profesional) yang
memiliki pengetahuan dan letigimasi hukum atas profesinya, seperti dokter, tenaga medis lainnya. Hanya saja
untuk upaya pencegahan (preventif), petugas kesehatan di sekolah dapat dilakukan oleh warga sekolah, dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
Guru ataupun tenaga kependidikan, bahkan siswa yang telah memperoleh pendidikan tam bahan melalui
bimbingan/penataran dari petugas Puskesmas.
Warga sekitar sekolah yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang ilmu kesehatan. Keberadaan
petugas kesehatan dari warga sekitar sekolah terutama diperuntukan untuk sekolah-sekolah di daerah-daerah
terpencil, terisolasi, terdepan, dan terbelakang. Hanya saja, jadwal penugasannya diserahkan kepada
kesepakatan kedua belah pihak, bahkan mungkin keberadaan petugas tersebut di sekolah hanya ketika dia
dibutuhkan.
Petugas Puskesmas itu sendiri, yang mana dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
secara terpadu (antara kepala sekolah, guru yang ditugaskan, dan petugas puskesmas).
Sementara itu, untuk pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas dikhususkan bagi siswa yang dirujuk dari
sekolah akibat sekolah tidak mampu menangani kasus siswa tersebut. Lantas, apakah syarat siswa yang dirujuk?
Sekurang-kurangnya ada dua syarat, yakni:
Siswa sakit yang tidak dapat mengikuti pelajaran, dan bila masih memungkinkan segera disuruh pulang
dengan membawa surat pengantar dan buku/kartu rujukan agar dibawa orang tuanya ke Puskesmas atau sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
Siswa cedera/sakit yang tidak memungkinkan disuruh pulang dan segera membutuhkan pertolongan
secepatnya, agar dibawa ke Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang terdekat untuk mendapatkan
pengobatan. Setelah itu agar segera diberitahukan kepada orang tuanya untuk datang ke Puskesmas ataupun
sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Untuk memudahkan pelayanan kesehatan siswa yang dirujuk, sebaiknya pihak sekolah dan Puskesmas ataupun
sarana pelayanan kesehatan lainnya melakukan kerjasama, terutama terkait dengan kesepakatan pembiayaan
siswa ataupun warga sekolah yang dirujuk di Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan lainnya. Sekolah
sebaiknya mengupayakan dana Sekolah Sehat untuk pembiayaan yang diperlukan agar masalah pembiayaan
tidak menghambat pelayanan pengobatan yang diberikan. Setelah itu, setiap siswa (warga sekolah) harus
memiliki buku/kartu rujukan sesuai tingkat pelayanan kesehatan.
Dengan demikian, fungsi Puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya terkait program Sekolah Sehat
adalah melaksanakan kegiatan pembinaan kesehatan, yang meliputi:
Memberikan pencegahan terhadap sesuatu penyakit dengan immuniasi dan lainnya yang dianggap perlu;
Merencanakan pelaksanaan kegiatan dengan pihak yang berhubungan dengan peserta siswa (kepala
sekolah, guru, orang tua/komite sekolah siswa dan lain-lain);
Memberikan bimbingan teknis medik kepada kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, alumnus UKS,
siswa dalam melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah;
Memberikan penyuluhan tentang kesehatan pada umumnya dan Sekolah Sehat pada khususnya kepada
kepala sekolah, guru, dan pihak lain dalam rangka meningkatkan peran serta dalam pelaksanaan Sekolah Sehat;
Memberikan pelatihan/penataran kepada guru Sekolah Sehat dan kader Sekolah Sehat (Dokter Kecil dan
Kader Kesehatan Remaja);
Melakukan penjaringan dan pemeriksaan berkala serta perujukan terhadap kasus-kasus tertentu yang
memerlukannya;
Memberikan pembinaan dan pelaksanaan konseling;
Menginformasikan kepada kepala sekolah tentang derajat kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani
siswa dan cara peningkatannya;
Menginformasikan secara teratur kepada Tim Pembina Sekolah Sehat setempat meliputi segala kegiatan
pembinaan kesehatan dan permasalahan yang dialami.
3) Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Lingkungan Sekolah Sehat adalah suatu kondisi lingkungan sekolah yang dapat mendukung tumbuh kembang
siswa secara optimal serta membentuk perilaku hidup sehat dan terhidar dari pengaruh negatif. Oleh karena itu,
pembinaan lingkungan sekolah sehat adalah usaha untuk menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang dapat
mendukung proses pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal baik dari segi pengetahuan, keterampilan
maupun sikap. Pembinaan lingkungan sekolah sehat dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
Mengingat waktu yang tersedia terbatas pada kegiatan kurikuler, maka kegiatan pembinaan lingkungan sekolah
sehat lebih banyak diharapkan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler yang dapat menunjang
pembinaan lingkungan sekolah sehat antara lain:
Lomba Sekolah Sehat, lomba kebersihan antar kelas;
Menggambar/melukis;
Mengarang;
Menyanyi;
Kerja bakti;
Pembinaan kebersihan lingkungan, mencakup pemberantasan sumber penularan penyakit dan lain-lain.
Lingkungan sekolah sendiri dapat dibedakan menjadi dua yakni lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik.
Pertama, lingkungan fisik adalah lingkungan yang dapat dilihat secara kasat mata yang meliputi: ruang kelas,
ruang sekolah sehat, ruang laboratorium, kantin sekolah, sarana olahraga, ruang kepala sekolah/guru,
pencahayaan, ventilasi, WC, kamar mandi, kebisingan, kepadatan, sarana air bersih dan sanitasi, halaman, jarak
papan tulis, vektor penyakit, meja, kursi, sarana ibadah, dan sebagainya. Lingkungan fisik ini dapat dikatakan
sehat, jika lingkungan tersebut selalu rapi, bersih, dan higenis. Kedua, lingkungan non fisik adalah
lingkungan/suasana yang tidak bisa dilihat oleh mata namun dirasakan dampaknya. Lingkungan non fisik yang
memenuhi standar sehat, meliputi: perilaku membuang sampah pada tempatnya, perilaku mencuci tangan
menggunakan sabun dan air bersih mengalir, perilaku memilih makanan jajanan yang sehat, perilaku tidak
merokok, pembinaan masyarakat sekitar sekolah, bebas jentik nyamuk dan sebagainya.
Untuk mempermudah pelaksanaan pembinaan lingkungan sekolah sehat sebaiknya dilakukan kegiatan
identifikasi masalah, perencanaan, intervensi, pemantauan, dan evaluasi serta pelaporan.
Pertama, identifikasi faktor risiko lingkungan sekolah. Identifikasi faktor risiko lingkungan dilakukan
dengan cara pengamatan dengan menggunakan instrumen pengamatan dan bila perlu dilakukan pengukuran
lapangan dan laboratorium.
Sedangkan, analisa faktor risiko lingkungan dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan
standar yang telah ditentukan. Penentuan prioritas masalah berdasarkan perkiraan potensi besarnya bahaya
atau gangguan yang ditimbulkan, tingkat keparahan dan pertimbangan lain yang diperlukan sebagai dasar
melakukan intervensi.
Kedua, perencanaan. Dalam perencanaan sudah dimasukan rencana pemantauan dan evaluasi serta indikator
keberhasilan. Perencanaan masing-masing kegiatan/upaya harus sudah terinci volume kegiatan, besarnya biaya,
sumber biaya, waktu pelaksanaan, pelaksana dan penanggungjawab. Agar rencana kegiatan atau upaya
mengatasi masalah atau menurunkan risiko menjadi tanggungjawab bersama, maka dalam menyusun
perencanaan hendaknya melibatkan masyarakat sekolah (siswa, guru, kepala sekolah, orang tua/komite sekolah,
penjaja makanan di kantin sekolah, instansi terkait, Tim Pembina Sekolah Sehat Kecamatan).
Ketiga, intervensi. Intervensi terhadap faktor risiko lingkungan dan perilaku pada prinsipnya meliputi tiga
kegiatan yaitu penyuluhan, perbaikan sarana dan pengendalian.
a) Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan bisa dilakukan oleh pihak sekolah sendiri atau dari pihak luar yang diperlukan.
b) Perbaikan sarana
Bila dari hasil identifikasi dan penilaian faktor risiko lingkungan ditemukan kondisi yang tidak sesuai dengan
standar teknis maka segera dilakukan perbaikan.
c) Pengendalian
Untuk menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan di sekolah, upaya pengendalian faktor risiko
disesuaikan dengan kondisi yang ada, antara lain sebagai berikut;
2) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan
pemulihan (rehabilitatif) yang dilakukan kepada siswa dan lingkungannya. Adapun tujuan dari pelayanan
kesehatan adalah :
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan tindakan hidup sehat dalam rangka
membentuk perilaku hidup sehat.
Meningkatkan daya tahan tubuh siswa terhadap penyakit dan mencegah terjadinya penyakit, kelainan,
dan cacat.
Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplikasi akibat penyakit, kelainan, pengembalian
fungsi dan peningkatan kemampuan siswa yang cedera/cacat agar dapat berfungsi secara optimal.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan terkait pelayanan kesehatan sekolah, antara lain meliputi:
Peningkatan kesehatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan latihan
keterampilan.
Pencegahan (preventif) dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan
pemutusan mata rantai penularan penyakit dan kegiatan penghentian proses penyakit pada tahap dini sebelum
timbul penyakit.
Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) dilakukan melalui kegiatan mencegah komplikasi
dan kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan siswa yang cedera/cacat agar dapat
berfungsi optimal.
Untuk memaksimalkan kegiatan pelayanan kesehatan diperlukan pendekatan dan metode yang tepat, strategis,
efektif, dan efisien. Untuk pendekatan pelayanan kesehatan dapat dikelompokan menjadi tiga pendekatan,
yakni:
Pendekatan yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah perorangan, antara lain
pencarian, pemeriksaan, dan pengobatan penderita.
Pendekatan yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah lingkungan di sekolah,
khususnya masalah lingkungan yang tidak mendukung tercapainya derajat kesehatan optimal.
Pendekatan yang ditujukan untuk membentuk perilaku hidup sehat masyarakat sekolah.
Sedangkan, untuk metode pelayanan kesehatan, setidaknya ada 5 (lima) metode yang dapat digunakan, yakni:
Penataran/pelatihan
Bimbingan kesehatan dan bimbingan khusus (konseling)
Penyuluhan kesehatan
Pemeriksaan langsung
Pengamatan (observasi).
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat dilakukan di dua tempat, yaitu sekolah dan puskesmas. Pemilihan kedua
tempat ini, selain representatif juga mudah dijangkau oleh siapa saja dan di daerah manapun ia berada. Untuk
daerah-daerah yang belum memiliki Puskesmas, tempat pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara maksimal
di sekolah ataupun balai-balai pertemuan warga dengan memperhatikan faktor tenaga dan lingkungan.
Pada prinsipinya petugas pelayanan kesehatan haruslah dilakukan oleh orang yang ahli (profesional) yang
memiliki pengetahuan dan letigimasi hukum atas profesinya, seperti dokter, tenaga medis lainnya. Hanya saja
untuk upaya pencegahan (preventif), petugas kesehatan di sekolah dapat dilakukan oleh warga sekolah, dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
Guru ataupun tenaga kependidikan, bahkan siswa yang telah memperoleh pendidikan tam bahan melalui
bimbingan/penataran dari petugas Puskesmas.
Warga sekitar sekolah yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang ilmu kesehatan. Keberadaan
petugas kesehatan dari warga sekitar sekolah terutama diperuntukan untuk sekolah-sekolah di daerah-daerah
terpencil, terisolasi, terdepan, dan terbelakang. Hanya saja, jadwal penugasannya diserahkan kepada
kesepakatan kedua belah pihak, bahkan mungkin keberadaan petugas tersebut di sekolah hanya ketika dia
dibutuhkan.
Petugas Puskesmas itu sendiri, yang mana dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
secara terpadu (antara kepala sekolah, guru yang ditugaskan, dan petugas puskesmas).
Sementara itu, untuk pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas dikhususkan bagi siswa yang dirujuk dari
sekolah akibat sekolah tidak mampu menangani kasus siswa tersebut. Lantas, apakah syarat siswa yang dirujuk?
Sekurang-kurangnya ada dua syarat, yakni:
Siswa sakit yang tidak dapat mengikuti pelajaran, dan bila masih memungkinkan segera disuruh pulang
dengan membawa surat pengantar dan buku/kartu rujukan agar dibawa orang tuanya ke Puskesmas atau sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
Siswa cedera/sakit yang tidak memungkinkan disuruh pulang dan segera membutuhkan pertolongan
secepatnya, agar dibawa ke Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang terdekat untuk mendapatkan
pengobatan. Setelah itu agar segera diberitahukan kepada orang tuanya untuk datang ke Puskesmas ataupun
sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Untuk memudahkan pelayanan kesehatan siswa yang dirujuk, sebaiknya pihak sekolah dan Puskesmas ataupun
sarana pelayanan kesehatan lainnya melakukan kerjasama, terutama terkait dengan kesepakatan pembiayaan
siswa ataupun warga sekolah yang dirujuk di Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan lainnya. Sekolah
sebaiknya mengupayakan dana Sekolah Sehat untuk pembiayaan yang diperlukan agar masalah pembiayaan
tidak menghambat pelayanan pengobatan yang diberikan. Setelah itu, setiap siswa (warga sekolah) harus
memiliki buku/kartu rujukan sesuai tingkat pelayanan kesehatan.
Dengan demikian, fungsi Puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya terkait program Sekolah Sehat
adalah melaksanakan kegiatan pembinaan kesehatan, yang meliputi:
Memberikan pencegahan terhadap sesuatu penyakit dengan immuniasi dan lainnya yang dianggap perlu;
Merencanakan pelaksanaan kegiatan dengan pihak yang berhubungan dengan peserta siswa (kepala
sekolah, guru, orang tua/komite sekolah siswa dan lain-lain);
Memberikan bimbingan teknis medik kepada kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, alumnus UKS,
siswa dalam melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah;
c.3) Ventilasi, meliputi:
Penempatan ventilasi ruang sekolah harus menggunakan sistem silang agar udara segar dapat
menjangkau setiap sudut ruangan;
Pada ruang yang menggunakan AC (air conditioner) harus disediakan jendela yang bisa dibuka dan
ditutup;
Agar terjadi penyegaran pada ruang ber-AC, jendela harus dibuka terlebih dahulu minimal satu jam
sebelum ruangan tersebut dimanfaatkan;
Filter AC harus dicuci minimal 3 bulan sekali.
c.7) Kebisingan
Untuk menghindari kebisingan agar tercapai ketenangan dalam proses belajar, maka dapat dilakukan
dengan cara:
Penghijauan dengan pohon berdaun lebat dan lebar;
Pembuatan pagar tembok yang tinggi.
Bila tidak tersedia kantin di sekolah maka harus dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penjaja
makanan disekitar sekolah. Pembinaan dan pengawasan meliputi jenis makanan/minuman yang dijual, penya-
jian, kemasan, bahan tambahan (pengawet, pewarna, penyedap rasa).
a) Kepala sekolah
Kepala sekolah selaku Ketua Tim Pelaksana Sekolah Sehat di sekolah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pembinaan lingkungan sekolah sehat di sekolah masing-masing. Dalam melaksanakan pembinaan, kepala
sekolah dibantu oleh guru, pegawai sekolah, siswa, orang tua siswa (Komite Sekolah) dan lain-lain.
c) Siswa
Siswa diharapkan ikut berperan serta secara aktif dalam:
Menjaga serta mengawasi kebersihan lingkungan sekolah masing-masing, misalnya dengan ikut mengawasi
kawan-kawannya yang membuang sampah sembarangan, membersihkan ruangan atau halaman dan sebagainya;
Piket kelas, yang bertugas menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan dan kekeluargaan kelasnya
masing-masing;
Menjaga/memelihara lingkungan sehat di lingkunngan keluarga dan masyarakat, misalnya dengan
menyampaikan pesan tentang manfaat lingkungan yang sehat kepada anggota keluarga yang lain, ikut kerja bakti
membersihkan lingkungan dan sebagainya.
e) Komite sekolah
Komite sekolah sebagai wadah organisasi orang tua siswa diharapkan mampu berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan pembinaan lingkungan sekolah sehat, terutama dalam penyediaan dana dan fasilitas yang
menunjang kegiatan.
f) Masyarakat
Masyarakat di sekitar sekolah diharapkan berperan serta untuk melaksanakan pembinaan terutama dalam
memelihara dan menjaga lingkungan sekolah sehat.
Untuk mewujudkan sekolah yang bersih, hijau, indah dan rindang serta kondisi siswa sehat, bugar senantiasa
berprilaku bersih dan sehat perlu didukung dan diimplemtasikan oleh semua pemangku kepentingan dalam
suatu program kegiatan yang terstruktur, terencana, dan menjadi kultur sekolah. Salah satu upaya mewujudkan
sekolah sehat adalah mengembangkan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) secara terpadu dan
berkesinambungan melalui program dan kegiatan yang dituangkan dalam RKS dan RKAS sehingga menjadi acuan
bagi semua pihak dalam melaksanakan kegiatannya.
Komponen Sekolah Sehat meliputi: pendidikan kesehatan; pelayanan kesehatan, dan lingkungan sekolah sehat.
Komponen-komponen tersebut perlu dituangkan dalam suatu program-program dan berbagai kegiatan serta
strateginya. Program dan kegiatan tersebut harus bersifat:
Mengacu kepada pencapaian Standar Kompetensi Lulusan siswa;
Sesuai dengan kebutuhan individu setiap siswa
Operasional, terukur, rasional dan berkesinambungan;
Memberdayakan semua pemangku kepentingan.
Mendukung proses pembelajaran yang bermutu;
Mempertimbangkan kemampuan dan kondisi sekolah.
b) Berdayakan siswa
Berdiskusi dengan siswa untuk mengatasi tindakan bullying yang tidak terlalu parah. Misalnya, siswa diajak
tidak mengabaikan ejekan atau gangguan non fisik. Contoh lainnya adalah bersahabat dengan semua orang lain
sehingga ketika si penindas mulai beraksi, siswa memiliki teman-teman yang membantu atau membelanya.
Dengan demikian, sekolah tanggap bencana juga harus memiliki indikator untuk parameter kebijakan, indikator
untuk parameter rencana tanggap darurat, dan indikator untuk Parameter Mobilisasi Sumberdaya. Terkait
dengan indikator untuk parameter kebijakan, sekolah harus memiliki kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah
yang mendukung upaya kesiagaan di sekolah. Sedangkan, indikator untuk Parameter Rencana Tanggap Darurat,
meliputi:
Adanya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama secara partisipatif dengan warga
sekolah dan pemangku kepentingan sekolah;
Adanya protokol komunikasi dan koordinasi;
Adanya Prosedur Tetap Kesiagaan Sekolah yang disepakati dan dilaksanakan oleh seluruh komponen
sekolah;
Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/shelter terdekat dengan sekolah, serta disosialisasikan
kepada seluruh komponen sekolah dan orang tua siswa, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah;
Dokumen penting sekolah digandakan dan tersimpan baik, agar tetap ada, meskipun sekolah terkena
bencana;
Catatan informasi penting yang mudah digunakan seluruh komponen sekolah, seperti pertolongan
darurat terdekat, Puskesmas/rumah sakit terdekat, dan aparat terkait;
Adanya peta evakuasi sekolah, dengan tanda dan rambu yang terpasang, yang mudah dipahami oleh
seluruh komponen sekolah;
Akses terhadap informasi bahaya, baik dari tanda alam, informasi dari lingkungan, dan dari pihak
berwenang (pemerintah daerah dan BMKG);
Dengan begitu, jika terjadi bencana, sekolah yang telah memiliki indikator-indikator di atas dapat segera
melakukan langkah-langkah penyelamatan bencana. Ada beberapa tindakan yang harus diperhatikan dalam
penyelamatan bila terjadi bencana, yakni:
Dalam kegiatan penataan psikis sekolah, perlu dilakukan partisipasi siswa dalam:
a) Menyusun rencana aksi tahunan terhadap kegiatan yang sudah ada, seperti Usaha Kesehatan Sekolah, Sekolah
Adiwiyata, Sekolah Aman Bencana, Rute Aman Selamat Sekolah, dan lainnya sebagai komponen penting dalam
perencanaan pengembangan Sekolah Ramah.
Peraturan tata tertib disusun dengan melibatkan siswa, perwakilan orang tua di luar pengurus komite
sekolah dan komite sekolah, ditandatangani bersama.
Memastikan ragam aktivitas siswa secara individu maupun kelompok dalam menggiatkan gerakan siswa
bersatu mewujudkan sekolah ramah terintegrasi ke dalam rencana anggaran dan kegiatan sekolah.
3. Pembelajaran
Proses pembelajaran dilakukan secara inklusif dan non diskriminatif.
Suasana belajar dan proses pembelajaran mengembangkan keragaman karakter dan potensi siswa.
Suasana belajar, proses pembelajaran dan penilaian, dilaksanakan tanpa diskriminasi.
Proses pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan, penuh kasih sayang dan bebas dari
perlakuan diskriminasi terhadap siswabaik di dalam maupun diluar kelas.
Pengembangan minat dan bakat siswa melalui kegiatan esktrakurikuler dilaksanakan secara individu
maupun kelompok.
Siswa terlibat dalam kegiatan bermain.
Terdapat materi pembelajaran yang bermuatan Konvensi Hak Anak (KHA) dan prinsip KHA
Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap HAM
Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap tradisi dan budaya bangsa.
Materi pembelajaran memuat penghormatan kepada sesama siswa baik perempuan dan laki-laki terma-
suk siswa yang memerlukan perlindungan khusus.
Pembelajaran menerapkan Sekolah Adiwiyata.
Penilaian dan evaluasi pembelajaran dilaksanakan berbasis proses dan mengedepankan penilaian
otentik.
Penerapan ragam model penilaian dan evaluasi perkembangan belajar siswa yang mengukur kemam-
puan siswa tanpa membandingkan satu dengan yang lain.
4. Pengaduan
Tersedia ”pojok curhat” untuk siswa di ruang konseling sahabat siswa.
Formulir pengaduan mudah diakses oleh siswa.
Melaksanakan mekanisme perlindungan terhadap siswa yang melakukan pengaduan.
6. Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang terlatih sesuai Konvensi Hak Anak
b) Metode Pembelajaran
Indikator seorang siswa cocok terhadap sekolah pilihannya adalah, sejauh mana siswa merasa aman dan nyaman
berada di sekolah itu. Oleh karena itu proses belajar mengajar harus dikemas sedemikian rupa sehingga anak
merasa enjoy dalam mengikuti pelajaran, tanpa ada rasa cemas dan takut. Selain itu metode pembelajaran
mendorong siswa menjadi lebih kreatif. Sekolah Ramah Anak lebih menekankan segala kegiatan berpusat pada
anak. Guru berperan sebagai sahabat bagi siswa yang bersedia membantu segala hambatan dan kesulitan yang
dihadapinya. Di samping itu guru juga berperan sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa, bukan semata–mata
orang yang memegang otoritas penuh dalam kelas. Guru harus menenggunakan metode belajar inovatif dan
variatif didukung media pembelajaran yang membantu daya serap dan memotivasi siswa belajar berpartisipasi
dan kooperatif guna mengembangkan kompetensi belajar learning by doing.
e) Peran serta orang tua, masyarakat, dan dunia usaha/dunia industri di sekolah.
Partisipasi orang tua siswa, lembaga masyarakat dan perusahaan dalam menerapkan sekolah ramah
anak.
Memberdayakan peran kelembagaan dan komunitas satuan pendidikan dalam upaya mewujudkan
sekolah ramah anak.
Melakukan MoU dengan dunia usaha/industri untuk berkontribusi melalui tanggung jawab sosial
perusahaan atau Corporate Social Responsibility di bidang pendidikan.
Pertemuan rutin antara orang tua dengan guru untuk membicarakaan perkembangan siswa.
Mengajak keluarga bergabung dalam komunitasyang mendukung siswa dalam mempelajari, memantau,
dan menyebarluaskan penerapan sekolah sehat, aman dan ramah.
Sekolah menyenangkan juga merupakan klimaks dari perpaduan sekolah sehat, aman, dan ramah anak. Artinya,
ketika kegiatan-kegiatan sekolah sehat, aman, dan ramah anak telah terlaksana dengan baik, maka secara
otomatis sekolah menjadi menyenangkan. Untuk membuat sekolah tetap menyenangkan, beberapa kegiatan
yang didapat dilakukan, seperti:
Memetakkan kebutuhan siswa dan warga sekolah lainnya;
Memetakkan jenis kecerdasan siswa, sehingga mempermudah guru dalam memahami perkembangan
siswa;
Merancang lingkungan sekolah yang indah, hijau, bersih sebagai ruang publik siswa;
Merancang metode dan kurikulum pembelajaran yang tidak membosankan, variatif, dialogis; dan
inspiratif, dilengkapi game, gambar, video, dan media pembejaran lainnya;
Merancang program kerja kegiatan ekstrakulikuler yang didasarkan pada kebutuhan siswa;
Merancang kerjasama yang baik dan menguntungkan dengan masyarakat ataupun lembaga-lembaga
luar sekolah yang didasarkan pada kebutuhan sekolah dan perbaikan mutu sekolah;
Merancang bentuk-bentuk pelatihan guru dan tenaga kependidikan yang terfokus pada upaya
membentuk sekolah yang menyenangkan;
Merancang desain ruang kelas yang variatif, tidak membosankan, dan disukai siswa dan warga sekolah;
Mengajak partisiapasi masyarakat sekitar sekolah untuk bersama-sama mengoptimalkan peran sekolah
sebagai tempat menyenangkan dalam mendidik anak;
Mengoptimalkan kegiatan sekolah sehat;
Mengoptimalkan kegiatan sekolah aman;
Mengoptimalkan kegiatan sekolah ramah anak;
Kepala Sekolah
Cucu Sumarni, S.Pd.
NIP 196502211986032003