Anda di halaman 1dari 16

JAPRA

Jurnal Pendidikan Raudhatul Athfal


P-ISSN. 2527-4325 E-ISSN. 2580-7412

Pengaplikasian Neurosains Dalam Proses Pembelajaran Anak


Usia Dini

Adhwa Nisrina Bahij1, Alfina Zaqiyatul Fauziyah2, Dea Tsintani Dzi Lailla3,
Fitriani4
Pendidikan Islam Anak Usia Dini/UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Panyileukan, Jl. Cimincrang, Cimeneran, Kec. Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat 40292
Email: bahijadhwa@gmail.com1, alfinazf5@gmail.com2, deasintani26@gmail.com3,
anifitria386@gmail.com4

Naskah diterima: .............., direvisi: ................, diterbitkan: .......................

Abstrak

Memahami otak merupakan pusat kecerdasan manusia, yang mengontrol sistem saraf dalam
menangkap pembelajaran. Pendidikan anak usia dini dengan pendekatan neuroscientific
dapat diberikan dalam berbagai cara, termasuk bagaimana guru terlebih dahulu memberikan
pendidikan dan memahami kinerja otak manusia. Selain itu, perhatian diberikan pada fungsi
alami otak pembelajar selama proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan pentingnya pemahaman pendekatan neuroscientific pada anak usia dini dalam
proses pembelajaran. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan text-to-text dengan
menekankan pada semantik kreativitas, dan gaya penelitian yang digunakan adalah gaya
penelitian kualitatif (library research) berupa kepustakaan. Hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1) Guru PAUD perlu menerapkan pendekatan neuroscientific dalam pembelajaran
agar guru dapat mencapai kemampuan siswanya terutama pada anak usia dini. 2) Strategi guru
PAUD menerapkan pendekatan neuroscientific yang mengetahui tahapan perkembangan
pusat kecerdasan. Guru tidak hanya memberikan pengalaman, tetapi di atas segalanya,
mendorong dan merangsang untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan siswa.

Katakunci: Pembelajaran, Anak Usia Dini, Neurosains

Abstract
Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

Understanding the brain is the center of human intelligence, which controls the nervous
system in capturing learning. Early childhood education with a neuroscientific approach can
be provided in various ways, including how teachers first provide education and understand
the performance of the human brain. In addition, attention is paid to the natural functioning
of the learner's brain during the learning process. The purpose of this study is to explain the
importance of understanding the neuroscientific approach in early childhood in the learning
process. This research method uses a text-to-text approach by emphasizing the semantics of
creativity, and the research style used is a qualitative research style (library research) in the
form of literature. The results of this study are as follows: 1) PAUD teachers need to apply
a neuroscientific approach in learning so that teachers can achieve the abilities of their
students, especially in early childhood. 2) The PAUD teacher strategy applies a
neuroscientific approach that knows the stages of development of the intelligence center.
Teachers not only provide experience, but above all, encourage and stimulate to optimize
students' intellectual development.

Keywords: Learning, Early Childhood, Neuroscience

Pendahuluan

Hakikat pendidikan ialah pengoptimalisasi potensi terhadap manusia atau pada


peserta didik. keseluruhan potensi manusia semuanya berdasar pada otak. Pendidikan pada
umumnya menyertakan jejak pada neurosains. Salah satu fungsi yang terdapat pada
pendidikan ialah untuk memaksimalkan kegunaan otak sang anak untuk mencerdaskan sang
anak tersebut. akan tetapi, neurosains juga memiliki sejarah dalam islam. Sejarah tersebut
terdapat pada Al-Qur’an salah satunya seperti istilah tafakur yang artinya berfikir. Noeng
Muhadjir (2011) memaparkan bahwa sebenarnya dalam dunia pendidikan islam belum
terfokus sepenuhnya pada neurosains. Neurosains sendiri adalah sebuah ilmu pengetahuan
yang terfokus dalam bagian –bagian yang terdapat pada otak. Lalu, pendidikan merupakan
suatu kegaiatan untuk memaksimalkan potensi peserta didik. Potensi yang dimiliki para
peserta didik itu terdapat pada otaknya.

Di sisi lain neurosains sebenarnya mempunyai jejak di dalam Islam. Jejak neurosains
yang berada di dalam al-Qur’an seperti pada istilah-istilah yang diakses al- Qur’an untuk
menyebut aktifitas otak, seperi: tafakkur atau berfikir, tadabur atau merenung, tabashshur

2 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

atau mendalami. Menurut : Noeng Muhadjir, 2011. Selama ini pendidikan dalam Islam belum
menaruh perhatian serius terkait neurosains, Neurosains merupakan ilmu yang mendalami
mengenai anatomi otak. Pendidikan ialah optimalisasi dari seluruh potensi siswa. Semua
potensi siswa itu berpijak pada otaknya.

Maka dari itu, Ilmu saraf memiliki tempat dalam Islam dan kemudian pendidikan
memiliki tempat dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, metode neuroscientific sangat
berpengaruh dalam penelitian pendidikan Islam. Sementara itu, di dunia Barat, istilah
neurosains telah menjadi alat penting dalam pengembangan kurikulum pendidikan,
khususnya pada program akselerasi. Perluasan ilmu saraf dalam pendidikan Barat juga telah
menciptakan beberapa teori pembelajaran menggunakan otak. Misalnya: pembelajaran
kuantum, pembelajaran kontekstual dan pembelajaran berbasis otak (Taufik Pasiak, 2006:46).
Neurosains juga menjadi referensi yang digunakan oleh para ahli pendidikan Islam. Ilmu saraf
menemukan bahwa potensi penuh siswa bergantung pada otak mereka.

Ada sekitar 10-200 miliar neuron yang terdapat pada manusia yang baru lahir kedunia.
Angka itu akan semakin berkembang seiring tumbuh kembang sang anak. Adi w. Gunawan
(2003( memaparkian bahwa pada umur 6 tahun, anak dapat mengembangan kecerdasan dan
neuronnya sampai 50%. Lalu pada anak yang berumur dua tahun mengalami perkembangan
otaknya sebesar 75%. Selanjutnya pada usia 10 tahun, perkembangan intelektual akan
mencapai angka 90%. Lalu, pada anak berusia 18 tahun barulah perkembangan intelektualnya
mencapai 100%.

Pengetahuan pada dasarnya tidak terlalu memperhatikan sistem ini. Mengabaikan


sistem ini dapat menyebabkan suasana belajar yang monoton. Dalam dunia pendidikan, para
peneliti telah mengemukakan berbagai pendapat, tetapi ada pembagian pendapat tentang
ilmu saraf, yaitu pemisahan dan penyatuan tiga elemen (otak-pikiran, jiwa-tubuh, hati-pikiran)
belum ditemukan kesamaan. tanah. Kenyataannya masih banyak sistem yang melarang siswa
belajar dengan hati demi menjaga akhlak dan budi pekerti yang luhur (Aminul Waton, 2015:
284).

Sejak pengumuman teori ilmu saraf, terutama fakta tentang perkembangan otak anak-
anak. Selanjutnya, temuan di bidang ilmu saraf telah mengarahkan psikolog untuk
menyimpulkan bahwa tahun-tahun awal adalah zaman keemasan. Seorang psikolog terkenal,
Howard Gardner, menjelaskan hal ini, mengatakan bahwa anak usia lima tahun pertama

3 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

selalu berhasil dalam mempelajari segala macam hal. Gardner menawarkan tiga penjelasan
untuk kesuksesan anak-anak (Howard Gardner, t.t: 199).

Penelitian tentang neurosains di Indonesia masih sangat minim sekitar 0,19%. Itu
bisa disimpulkan bahwa hanya sedikit peneliti yang meneliti tentang neurosains. Salah satu
contonya tentang seni yang dapat dipengaruhi oleh adanya kecerdasan intelektuan dan
emosional peserta didik. Otak sudah menjadi salah satu istilah yang menggambarkan tentang
kecerdasan dan biasa digunakan oleh para pendidik, khususnya dalam ruang lingkup PAUD.
Neurosains dapat dipahami secara mudah seperti apa yang ada pada Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang terdapat pada Bab 1 Pasal 1
nomor 14, pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini:

(1) Pendidikan anak usia dini dilaksanakan sebelum sekolah dasar


(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal, informal,
dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini melalui pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain
yang sederajat,
(4) Pendidikan anak usia dini melalui pendidikan nonformal: keluarga berencana, TPA
atau bentuk lain yang sederajat,
(5) Pendidikan anak usia dini melalui pendidikan informal: pendidikan keluarga atau
organisasi lingkungan,
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), (2), (3), dan (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa para pengelola PAUD apalagi yang terfokus pada TPA yang
berisikan anak berumur 0-2 tahun dan KB yang berisikan anak berumur 2-4 tahun disatukan
pada lembaga posyandu bukan ke dalam lembaga TPQ atau biasa disebut juga dengan Taman
Pendidikan Al-Quran. Fungsi posyandu salah satunya untuk mengontrol tumbuh kembang
dan kesehatan sang anak, terutama pada bagian otak sang anak.meskipun TPQ berlandaskan
agama yang tentunya baik dan benar, akan tetapi tidak akan sepadan dengan posyandu.

Pada teori neurosains, bagian or=tak terbagi menjadi tiga yaitu, otak kiri, otak tengah
dan otak kanan. Sesuatu yang berasal dari otak kiri disebut IQ. Sesuatu yang berasal dari otak
kanan disebut EQ dan sesuatu yang berasal dari otak tengah disebut SQ. contih implikasinya
adalah bermain game yang banyak digunakkan adalah otak kiri. Lalu, bermain music yang

4 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

banyak digunakkan adalah otak kanan. Lalu untuk mengunakkan otak tengah salah satunya
dengan bercerita. Akan tetapi, kegiatan itu tidak dilakukan sepenuhnya dalam PAUD.

Metodologi

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif (library research) berupa studi
kepustakaan. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan intertekstualitas dengan
menekankan pentingnya metode kreativitas. Analisis yang digunakan adalah hermeneutika
fenomenologis. Sumber data penelitian ini, dari hasil penelitian dan dengan menggunakan
buku-buku yang relevan sesuai topik penelitian. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan
pemikiran para filosof Islam tentang manusia dari segi fisik, mental, dan intelektual.
Penelitian ini juga mengkaji pemikiran ahli saraf tentang cara kerja otak baik di otak kiri
(rasional), kanan (kreatif), dan kanan (intuitif) (Noeng Muhadjir, 2011). : 118-119).

Hasil dan Diskusi

Teori tentang Neurosains

Aminul Warthon memaparkan bahwa Pengertian neurosains adalah suatu ilmu pengetahuan
yang memfokuskan pembelajaran pada bagian pada otak. Akan tetapi, jika dilihat dari segi
linguistic, neurosains merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memfokuskan dalam
mempelajari saraf. Dari pernyataan tersebut maka neurosains sikenal juga dengan ilmu yang
mempeljari tengtang fungsi otak dan sumsum tulang belakang.

Neurosains adalah bidang studi yang berhubungan dengan sistem saraf otak manusia.
Neuroscience juga mempelajari persepsi dan kepekaan otak terhadap biologi, persepsi,
memori, dan hubungannya dengan pembelajaran. Sistem saraf dan otak adalah bagian fisik
dari proses belajar manusia. Neurosains adalah studi tentang otak dan pikiran. Penelitian otak
membentuk dasar untuk memahami bagaimana kita merasakan dan berinteraksi dengan
dunia luar, terutama bagaimana manusia mengalami dan mempengaruhi orang lain.
(Schneider, 2011).

Otak merupakan bagian atas tubuh dari manusia yang dilindungi oleh tulang tengkorak.
Neurosains dapat disebut sebagai suatu ilmu yang memfokuskan dalam mempelajari sel saraf.
Dicatat dari beberapa penelitian menyatakan bahwa ada 4.444 sel jaringan pada otak yang
pertumbuhannya mencapai angka 50% yang terjadi pada rentang usia 0-4 tahun. Lalu pada
usia 8 tahun meningkat menjadi 80%. Dapat ditarik kesimpulan bahwa jika tidak ada

5 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

rangsangan yang terjadi pada otak, maka tumbuh kembang sang anak juga akan tidak
maksimal. Jika perawatan dan pembinaan semakin cepat maka semakin bagus juga untuk
hasil akhirnya. Pendapat lain mengemukakan bahwasannya kurikulum tentang neurosains
yang berkaitan dengan fisika dapat mengembangkan pada bagain saraf manusia. System saraf
pusat terbentuk dari adanya otak dan sumsum tulang belakang, saraf tepi yang terdiri dari 31
pasang saraf yang berada di tulang belakang dan 12 pasang saraf kranial. Sedangkan neuron
merupakan tempat pertemuan antara 2 belah sel saraf yang saling mengirimkan informasi
yang bernama neurotransmitter.

Ilmu saraf juga dijelaskan dalam Alquran. Yaitu Tafakkur (berpikir), Tadabbur (refleks),
Tabassur dan pemahaman. Puisi Al-Qur'an menggunakan istilah neurosains, sehingga makna
frasa tersebut dikonstruksi secara kreatif (makna kreativitas). Oleh karena itu, teori
neuroscience harus diintegrasikan ke dalam pendidikan Islam (Citra Trisna Dewi, Nur Fitri
Wulandari, Ovi Soviya, t.t: 269).

Pengertian teori belajar pada bidang neurosains adalah suatu teori yang memfokuskan untuk
mempelajari cara kerja otak, proses yang ada dalam berfikir yang menghasilkan pengetahuan
baru, mengenai sikap dan perilaku juga. Teori ini juga menjelaskan bahwasannya proses
pertumbuhan dan perkembangan anak di dapatkan dari kualitas sang anak. tumbuh kembang
pada anak adalah hasil dari penggabungan antara genetic dan lingkingan. Faktor yang
diturunkan dari san orang tua dinamakan faktor genetic, sedangkan faktor lingkungan
merupakan biologis, fisik, psikologis dan juga sosial.

Suryadi (2018) memaparkan bahwa Dalam teori belajar neurosains, pada otak anak berusia
dini, otak bagian luarlah yang dapat membantu sang anak dalam berfikir. Akan tetapi, sang
anak belum sepenuhnya menerima perkembangan dan belum mendapatkan rangsangan yang
diterimanya. Rangsangan yang diterima sang anak masih tidak jelas dan rasional. Pada tahap
ini otak sang anak meiliki beberapa ciri-ciri yang menunjukkan sang anak dapat menerima
rangsangan secara jelas yaitu bermain. Teori belajar neurosains mengemukakan bahwa
perkembangan yang belum jelas pada masa PAUD tidak bisa sesuai dengan berkembangnya
otak sang anak, dan itu pula alasan dapat merusak otak sang anak.

Ilmu saraf mempelajari orang, termasuk perilaku (kepribadian), dengan memahami cara kerja
sel saraf, terutama interaksi antara otak dan pikiran, serta jiwa dan pikiran. Fokus utama ilmu
saraf adalah neuropati dan studi neuropati. Ini adalah ilmu yang membahas struktur saraf dan

6 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

fungsi spesifik dari perspektif yang lebih makroskopik. Dalam hal ini, masih banyak ruang
lingkup untuk penelitian ilmu saraf, termasuk struktur mikroskopis neuron dan bagaimana
neuron ini saling berhubungan untuk membentuk sirkuit (diagram pengkabelan) (Aminul
Wathon, 2016). : 290). Menurut Drew, ada empat jenis keterampilan penalaran yaitu,
Penalaran analitis konvergen, Dapat berfikir divegen, dapat berfikir kritis, dapat berfikir
kreatif. Menurut Paulin Pasiak, otak hanya bisa didefinisikan jika dikaitkan dengan pikiran.
Tanpa pemahaman ini, otak tidak memahami apa pun kecuali objek yang tidak dapat
dibedakan dari objek biologis lainnya. Jadi ia memiliki tubuh jiwa dan pikiran spiritual. Tidak
semuanya bisa dipisahkan oleh otak. Semua entitas ini (hati, jiwa, hati) berasal dari otak
manusia. Di sinilah neuroanatomi dan neurofisiologi menjadi unik, sebagaimana dimaksud
sejak sains pertama kali ditemukan (Aminul Wathon, 2016: 287).

Ilmu saraf mempelajari manusia, termasuk perilaku (kepribadian), dengan memahami cara
kerja sel saraf, terutama interaksi antara otak dan pikiran, serta jiwa dan pikiran. Fokus utama
ilmu saraf adalah neuropati dan studi neuropati. Ini adalah ilmu yang membahas struktur
saraf dan fungsi spesifik dari perspektif yang lebih makroskopik. Dalam hal ini, masih banyak
ruang lingkup untuk penelitian ilmu saraf, termasuk struktur mikroskopis neuron dan
bagaimana neuron ini saling berhubungan untuk membentuk sirkuit (diagram pengkabelan)
(Aminul Wathon, 2016). : 290).

Penerapan Neurosains dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Pada saat ini, neurosains dalam pengetahuan system saraf sedang berada dalam
perkembangan yang pesat. Oleh karena itu, para orang tua diharuskan untuk dapat
memahami tentang neurosains. Secara ilmu teoritis, orang tua dan lingkungan menjadi hal
yang sangat berpengaruh pada tumbuh kembangnya sel yang ada pada dasar otak. Rahmi
Rivalina (2020: 88) memaparkan bahwa embrio otak yang terdiri dari sel-sel darah dan pada
neuron itu akan mulai tumbuh dimulai dari usia anak 3 minggu, lalu dimodifikasikan oleh
orangtua dengan genetiknya, pengurangan makanan dengan syarat seimbang, lalu yang
terakhir mendapat perlakuan positif dari sang ibu. Perlakuan sang ibu dapat berpengaruh
kepada anaknya. Mulai dari suara yang dikeluarkan sang ibu, degup jantung sang ibu,
minuman alcohol yang sang ibu minum, obat-obatan, radiasi yang dikonsumsi dan diterima,
sampai pada tidak stabilnya emosi.

7 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

Zaman ini merupakan zaman dimana teknologi berkembang sangat pesat. Oleh karena itu,
teknologi harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Salah satunya pada bidang pendidikan.
Dengan adanya teknologi yang dimasukkan dalam proses belajar mengajar menjadikan proses
tersebut menjadi aktif. Teknologi merupakan salah satu inovasi dalam metode yang
digunakkan untuk mengajar juga dapat digunakkan dalam kegiatan belajar, salah satunya
pembelajaran agama islam. Salah satu contoh dari inovasi teknologi tersebut adalah internet.
Dengan demikian internet dapat menjadi salah satu alternative untuk proses belajar mengajar.
Contoh dalam penerapan teknologi dalam metode pembelajaran adalah aplikasi yang
biasanya berisi mengenai materi atau yang lebih dikenal dengan e-learning. E-learning
berfungsi agar meminimalisir kegiatan belajar mengajar agar tidak membosankan.

Kemampuan kecerdasan anak dapat meningkat secara cepat seiring dengan orang tua, guru
ataupun lingkungannya yang dapat paham mengenai neurosains . Dengan adanya dorongan
tersebut maka dapat memperngaruhi kepada kualitas sang anak dalam perkembangannya.
Ada beberapa peran orang tua upaya untuk meningkatkan kecerdasan sang anak, diantaranya:

1. Didekatkannya suatu benda dengan menggerakkan benda tersebut ke dekat mata sang
anak.
2. Orang tua dapat memperkenalkan berbagai bunyi seperti mengejak anak mengobrol,
bernyanyi, memainkan alat music atau bisa juga memperkenalkan anak pada suara yang
dikeluarkan binatang. Setelah itu, orangtua dapat memperhatikan gerakan yang
ditimbulkan sang anak baik dari telinga mata atau mulut. Biasanya sang anak suka sekali
meniru suara yang ditimbulkan.
3. Orang tua dapat menciptakan situasi dimana sang anak dapat nyaman dan aman, sehingga
sang anak dapat mengontrol emosinya. Orang tua dapat mengajak sang anak kearah
sesuatu yang positif dan dapat juga memotivasi mereka.
4. Orang tua dapat melatih anak untuk dapat berpikir secara logis, kritis sampai melatih
memori atau daya hafalnya.
5. Orang tua dapat membimbing sang anak untuk belajar mengenai soft skill dan hard skill
seperti menari, berenang, melukis, bermain alat music dan lain sebagainya juga diusahakan
anak tidak dalam keadaan bahaya.
6. Orang tua dapat mengajak sang anak bermain di area yang luas sehingga mereka dapat
bermain dengan leluasa, akan tetapi orang tua tetap mengingatkan sang anak akan adanya
bahaya yang mungkin saja terjadi.

8 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

7. Orangtua dapat memberikan contoh yang baik tentang menciptakan karakter anak, cara
berkerjasama, mempunyai sikap toleransi, membiaskan hidup disiplin juga menghargai
sesama.
8. Orangtua dapat membimbing serta melatih anak untuk belajar berbicara. Bisa dimulai dari
kata yang sederhana, mengajak anak mengobril dan mengajak sang anak membaca cerita
bersama sehingga upaya itu dapat memotivasi anak untuk belajar membaca, bercerita dan
menulis (Rahmi Rivalina, 2020: 90).

Uce (2017) memaparkan bahwa pada saat sang anak berada di masa keemasannya, ia bukan
hanya menerima berbagai pengalaman. Akan tetapi, lebih baik ia diberikan pedoman dan
sebuah fasilitas yang berkaitan dengan perkembangan kecerdasannya. Banyaknya
pengalaman dari sang anak akan membuat neuron pada otak sang anak juga bertumbuh
dengan cepat. Pendekatan telah menjadi suatu hal penting yang dimana, pendektana tersebut
dapat menjadikan para perserta didik dapat berkembang dan mengikuti berbagai kegiatan
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan mencapai lingkungan yang lebih baik lagi.
Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang membuat sang anak tenang, nyaman, dan
senang.

Suryadi memaparkan bahwa neurosains dalam metode pendidikan islam itu belum banyak
terfokuskan. Neurosains dalam pendidikan islam juga masih menggunakkan metode yang
dimana metode itu masih memisahkan antara IQ,EQ,dan SQ juga MAQ. Seharusnya, jika
mengaca pada Amerika serikat, metode neurosains ini sudah menjadi sesuatu hal yang
penting dan harus ada pada setiap kurikulum yang dibuat. Alasan dilakuakn hal seperti itu
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan para peserta didik menjadi lebih
baik,terutama pada bidang neurosains.

Pakar pendidikan juga berpendapat bahwa usia anak adalah usia emas. Maria Montessori
menyebutnya sebagai periode sensitif, dan Friedrich Frobel membandingkan anak-anak
dengan bunga yang bermekaran. Psikolog telah menemukan bahwa masa kanak-kanak adalah
masa imajinasi. Anak-anak memiliki ide yang lebih beragam daripada orang dewasa. Ketika
anak-anak memainkan peran, yaitu ketika mereka memainkan karakter dari sebuah cerita,
imajinasi mereka meremajakan imajinasi mereka dan membuat mereka seolah-olah mereka
benar-benar karakter yang dimainkan (Suyadi, 2010:).27. Anak-anak juga sangat ingin tahu.
Rasa ingin tahu membuat anak tidak cepat lelah karena jatuh bangun yang berulang-ulang,
misalnya saat belajar merangkak atau berjalan.

9 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

Secara sederhana, neuroscience didefinisikan sebagai ilmu yang secara khusus mempelajari
dan mempelajari sistem saraf, atau sistem neuron manusia (sel saraf). Ilmu saraf terkait erat
dengan keterampilan penalaran tingkat tinggi, keterampilan metakognitif. Dalam
melakukannya, kemampuan metakognitif ini melalui tahapan pengaturan emosi, persepsi,
dan pemantauan proses kognitif. Melakukan proses berpikir tingkat tinggi adalah tugas di
bagian anterior otak, yang disebut lobus frontal / korteks prefrontal. Bagian anterior otak
dikenal sebagai Executive Control Center atau Higher Thinking Center. Juga menjadi wadah
bagi upaya pemecahan masalah, koordinasi emosi, kepribadian, kepribadian, dan penentu
kepribadian (Ruqoyyah Fitri, 2017: 49).

Pembelajaran berbasis otak (neuroscience) adalah pembelajaran yang terhubung


dengan otak dan dirancang untuk belajar secara alami. Temuan dari berbagai lokasi dalam
forum konferensi tingkat tinggi yang diprakarsai oleh Universitas Johns Hopkins dapat
menarik beberapa kesimpulan, termasuk peningkatan keterampilan dan empati. Semakin
banyak anak yang terinspirasi oleh seni, semakin pintar mereka. Seni juga memiliki beberapa
keunggulan, antara lain: Seni dapat membuat anak sensitif secara alami. Seni juga membantu
menyampaikan ingatan dan mempelajari berbagai keterampilan tergantung kemampuan
(Citra Trisna Dewi, Nur Fitri Wulandari, 2018: 278).

Dalam video e-learning ITB (2017) menjelaskan bahwa, pada saat pembelajaran
berlangsung, para tenaga pengajar kurang menaruh fokusnya seperti pada model
permasalahan, berinisiatif untuk mengulang kembali materi yang disampaikan karena adanya
anak yang kurang mengerti. Menurut Rahmi Rivalina (2020) harusnya telah menjadi harapan
dan suatu prioritas utama untuk mempunyai pengajar yang ideal dan professional. Oleh
karena itu, sangat penting untuk memperhatikan beberapa hal. Salah satunya seperti,
mengetahui bagaimana prosses yang dilakukan pada saat merekrut juga program seperti apa
yang ia berikan kepada sang calon pendidik tersebut.

Moh. Hasan Machfoed memaparkan bahwasannya ilmu yang menggali lebih dalam
tentang otak adalah neurosains. ikrar dan pharm (2015) pernah memaparkan bahwa otak
akan memilih dimana kualitas hayati yang baik bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu,
para pengajar diharuskan lebih teliti mengenai kecerdasan otak. Para ahli dalam dunia
pendidikan memberi raksi yang positif terhadap dampak yang ditimbulkan neurosains pada
pendidikan. Alasannya karena, para pengajar jadi mempunyai hak dan kewajiban untuk

10 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

mengembangkan antar jalur penghubung neuron agar otak mereka dapatdimaksimalkan yang
bertujuan untuk kesuksesan naka didiknya juga.

Kemampuan para manusia itu hanya terfokus di bagian otak saja. Neurosains telah
memiliki jejak pada bidang pendidikan juga pada pendidikan islam. oleh karena alasan
tersebut dua hal tersebut dapat digabungkan. Pada pendekatan dalam ilmu psikologis
memaparkan bahwa ada kemungkinan para ahli mengetahui prosedur pemaksimalan otak
dalam pendidikan islam.prosedur itu diantaranya adalah insan kamil, neurosains, system
kecerdasan dan psikologi.

Data dari neuroscience menjadi pertimbangan utama dalam membangun karakter


suatu negara sejak dini. Menurut Ahmar Tafsir (2003: 107), anak-anak yang tidak mampu
mengembangkan aspek moral keagamaan pada paruh kedua masa dewasa menjadi relatif sulit
untuk mendidik moral dan agama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa anak sekolah dasar
merupakan masa transisi. Berikut beberapa petunjuk masa transisi bagi anak sekolah dasar:
1) Dari masa kanak-kanak hingga dewasa atau remaja, 2) Dari masa keemasan hingga masa
kafir, 3) Dari akselerasi hingga deselerasi otak, 4) Dari bermain di taman kanak-kanak hingga
belajar di sekolah dasar.

Pembelajaran dengan pendekatan Neurosains


1. Belajar dengan pendekatan neurosains
Pembelajaran dengan menggunakkan pendekatan neurosains memiliki salah satu fungsi yaitu
untuk mempelajari dasar-dasar perilaku pada manusia. Secara singkat, ilmu neurosains
berfungsi sebagai penjelas sikap pada seorang manusia yang juga dapat dikaitkan dengan
kegiatan pada otak. Wathon (2016) memaparkan bahwa kegiatan yang terjadi dalam otak yang
berhubungan pula dengan pendidikan antara lain ada:
a. Electroencephalography EEG (EEG) Magnetoencephalography (MEG)
EEG dan MEG berfungsi untuk membaca suatu kecepatan yang terjadi dalam
penerimaan informasi pada otak. Kecepatan ini berarti dalam 1/1000 detik adalah
waktu yang dibutuhkan otak dalam memperoses satu kata
b. Positron-Emission Tomography (PET)
PET merupakan suatu metode yang berfungsi untuk mengamati radioaktif dari otak
seseorang yang telah diinvasi.
c. Functional Magnetic Resonance Imaging(FMRI)

11 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

FMRI adalah suatu inivasi yang dapat menggantikan PET. Alasannya karena, ada efek
dari radiasi yang berlebih. Metode ini merupakan salah satu dari bagian otak yang
bertumbuh dan menciut dalam proses belajar mengajar. FMRI sendiri dapat
membandingkan sejumlah hemoglobin yang teroksigenasi lalu dapat masuk ke dalam
otak dengan hemoglobin yang ada oksigennya itu.
d. Functional Magnetic Resonance Spectroscopy(FMRS)
FMRS bertugas untuk meneliti suatu bagian yang aktuf pada saat proses berfikir juga
dapat menentukan suatu bahan kimia aktif yang berada dalam otak.
e. Single Photon Emission Computed Tomography (SPELT)
SPELT bertugas untuk merekam suatu kegiatan dalam otak tanpa mengirimkannya ke
rekam medis.
Dari kegiatan penelitian, hasil tes otak menunjukkan bahwa otak memiliki
keistimewaan untuk menerjemahkan informasi yang diterima menjadi informasi yang
terekam yang tersimpan di otak dalam bentuk pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Menurut Wijaya (2018), dampak perkembangan otak terhadap pendidikan berkaitan
dengan aktivitas belajar, yaitu, Optimalisasi kecerdasan pendidikan, Menyeimbangkan
fungsi otak kanan dan kiri, mengembangan keterampilan motorik tangan. Kushartanti
(2018) memaparkan bahwa bagain pada otak dibagi ke dalam beberapa macam,
diantaranya; Otak rasional dan pembelajaran, Otak pembelajaran dan emosional.
Kecerdasan emosional terbagi dalam lima bidang utama, yaitu; pengenalan emosi pada
diri sendiri, dapat mengelola emosi, dapat memotivasi diri sendiri, dapat mengenali
emosi orang lain, dapat membina hubungan dengan orang lain. Selanjutnya, Otak
spiritual dan pembelajaran. Otak spiritual, tempat kontak dengan Tuhan terjadi, hanya
berperan ketika otak rasional dan panca indera digunakan sepenuhnya. Otak spiritual
adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai.
Kemampuan otak untuk terlibat dalam kegiatan belajar dapat dicapai melalui
perkembangan yang seimbang antara belahan kanan dan kiri: dengan melakukan
kegiatan diskusi, pemberian masalah, kegiatan interaktif seperti (gerak tubuh,
membangun kreativitas dan pemberian emosi (motivasi) pada setiap pembelajaran).

Teori-teori neurosains dalam pembelajaran

1. Teori emosi

12 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

Cannon (1927) memaparkan bahwa pada bagian tamulus lah adanya peranan utama pada
emosi. Tamulus merupakan sebuah inti dari otak yang berada dipusat. Beliau memaparkan
bahwa pada tamulus terdapat sebuah respon kepada stimulus yang dapat menumbuhkan
emosi dengan cara mengirim implus dengan cara bersamaan kepada korteks cerebral juga
ke anggota tubuh yang lain. Akibat dari adanya korteks dan system saraf simpatik yang
mencuat, maka dihasilkannya yang dinamakan perasaan emosional. Pendapat lain
mengatakan bahwa perubahan pada badani dan pengalaman emosi adalah dua hal yang
pasti bertemu pada waktu yang sama.
Emosi tidak hanya terjadi sekilas, akan tetapi pengalaman yang ada terjadi secara beberapa
saat. Masukan eksternal dari sebuah system sensoris dapat menimbulkan sebuah
pengalaman emosional. Dengan adanya pengalaman emosional dapat melihat juga
mendengar emosi yang ditimbulkan dari sebuah stimulus. Lalu, pada saat itu ada system
saraf yang bangkit dan aktif yaitu system syaraf otonom. Dengan adanya kebangkitan itu
maka menjadi umpan balik dari sebuah transformasi badani yang mengakibatkan
bertambahnya pengalaman emosional. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengalaman sadar
yang dirasakan mengenai emosi itu dapat mengikutsertakan integrasi data mengenai
keadaan fisiologis tubuh dan juga data mengenai keadaan yang dapat mengaktifkan
amarah. Ada tiga bentuk aspek emosi, diantaranya; kognisi, kesigapan dan perasaan.
2. Amygdala
Wujud dalam system syaraf yang berwujud seperti kacang almond disebut amygdala.
Amygdala terletak pada bagian dasar lobus temporalis. Amygdala juga salah satu dari
bagian yang berada pada sitem limbic yang juga ikut serta pada pengalaman emosional
dan fungsi seksual. Pada usia sebelum menginjak 4 tahun, amygdala bertumbuh dan
berkembang. Karena alasan itu, terjadi cepatnya penerimaan perasaan dan juga rangsangan
pada anak yang usianya dibawah 4 tahun. Lalu perasaan dan rangsangan itu diintregrasikan
lalu disimpan yang dapat menimbulkan sensasi emosional.
Amygdala juga menjadi tempat penyimpanan ingatan seperti tentang sebuah kejadian
emosional, penerimaan input yang masuk dari adanya pola visual, auditif dan perencanaan,
lalu masuk ke bagian otak bertugas untuk memperkenalkan rasa dan sentuhan. Amygdala
berfungsi untuk menstimulus, meregulasi emosi dan tanggapan secara emosional kepada
informasi sensor. Amygdala juga dapat mengevakuasi denga begitu cepat dalam rangka
menetapkan nilai emosional juga tindakan dalam peristiwa tertentu.
3. Teori Triune Brain

13 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

Paul (1960) memaparkan bahwa otak manusia dibagi menjadi 3 bagian yaitu; otak reptile,
system limbic, dan neokorteks
4. Belahan Otak Kiri Dan Kanan
Jeffrey gray (1970) memaparkan bahwa kegiatan yang terjadi pada otak kiri yang terfokus
pada lobus frontal dan juga temporalnya berhubungan dengan system kegiatan sikap.

Hakikat Peserta Didik Menurut Perspektif Neurosains

Menurut neurosains, peserta didik merupakan kegiatan yang terjadi di otak para pembelajar
yang berlangsung dari menerima pelajaran hingga otak yang merespon pada saat proses
pembelajaran. Pada saat ini hanya neurosains lah yang memiliki perkembangan ilmu yang
sangat pesat. Apabial pengamatan terhadapat kegiatan otak itu jelas maka menjadi mudah
untuk dikontrolnya sikap seseorang dan juga dapat mempercepat juga aktivitas neurosains.

Proses Neurosains dalam Pendidikan

Cortex cerebi merupakan pusat otak rasional. Ia memiliki ruang yang sebesar 80% dari ruang
yang ada pada otak. Oleh karena itu, rata-rata manusia dapat berpikir secara rasional. Hal itu
pula yang menjadikan manusia seutuhnya. Seiring dengan adanya adab dan budaya
menjadikkan manusia merubah perilakunya dengan cara berpikir rasional. Bagian otak luar
(cortex cerebi) terbagi menjadi otak kiri dan kanan. Otak kiri bertugas sebagai otak yang
berpikir secara lurus dan sekuensial, sedangkan otak kanan bertugas untuk berpikir secra
kreatif dan memahami juga dapat memecahkan masalah dengan cara holistic.

Penutup

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah neurosains dapat digunakan
dalam proses pembelajaran anak usia dini. Neurosains berkaitan dengan tumbuh
kembangnya otak anak, seperti Penglihatan, Berbicara, Emosi, Berpikir, Keterikatan sosial
dan keterampilan sosial, Motorik, Keterampilan sosial sebaya. Salah satu contoh penerapan
neurosains dalam pembelajaran anak usia dini di bidang keterampilan sosial adalah orang tua
atau pengajar dapat memberikan fasilitas juga dapat memberikan semangat pada sang anak
agar belajar mengenai keterampilan yang dimilikinya baik soft skill dan hard skill seperti
keterampilan dalam berenang, melukis, menari atau pun memaikan alat music dan tentunya
masih banyak lagi keterampilan yang bisa dikembangkan melalui pengaplikasian neurosains
dalam proses pembelajaran anak usia dini.

14 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

Daftar Pustaka

Tafsir, A. (1992). Ilmu pendidikan dalam perspektif Islam. Remaja Rosdakarya.

Gunawan Adi, W. (2003). Genius Learning Strategy. Petunjuk praktis untuk menerapkan
accelerated learning. Jakarta: Gramedia

Tafsir, A. (2006). Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu.
Memanusiakan Manusia). Bandung: Remaja osdakarya.

Suyadi, S. (2012). Integrasi Pendidikan Islam dan Neurosains dan Implikasinya Bagi
Pendidikan Dasar (PGMI). Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 4(1), 23-45.

Dewi, C. T., Fitri, N. W., & Soviya, O. (2018). Neurosains dalam Pembelajaran Agama Islam.
Ta'allum: Jurnal Pendidikan Islam, 6(2), 259-280.

Awhinarto, A., & Suyadi, S. (2020). Otak Karakter Dalam Pendidikan Islam: Analisis Kritis
Pendidikan Karakter Islam Berbasis Neurosains. Jurnal Pendidikan Karakter, 10(1), 1-25.

Pasiak, T. (2006). Manajemen Kecerdasan: memberdayakan IQ, EQ, dan Sq untuk


kesuksesan hidup. Bandung: Mizan.

Muhadjir, N. (2011). Metodologi penelitian edisi VI pengembangan 2011. Yogyakarta: Rake


Sarasin.

Wathon, A. (2016). Neurosains dalam pendidikan. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan,


Keilmuan dan Teknologi, 14(1), 284-294.

Suyadi, S. (2019). PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI DALAM PERSPEKTIF


NEUROSAINS: ROBOTIK, AKADEMIK, DAN SAINTIFIK. Edukasia: Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, 13(2), 273-304.

Fitri, R. (2017). Metakognitif pada proses belajar anak dalam kajian neurosains. JP (Jurnal
Pendidikan): Teori Dan Praktik, 2(1), 56-64.

Rivalina, R. (2020). Pendekatan Neurosains Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat


Tinggi Guru Pendidikan Dasar. Kwangsan, 8(1), 332456.

Suyadi, S. (2010). Konsep Edutaiment Dalam Pembelajaran di Tingkat SD/MI (Antisipasi


Keterkejutan Mental Anak Pada Masa Transisi Dari TK/RA ke SD/MI). Al-Bidayah: Jurnal
Pendidikan Dasar Islam, 2(1).

15 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)


Adhwa, Alfina, Dea, Fitriani Pengaplikasian
Neurosains Dalam

Yusmaliana, D., & Suyadi, S. (2019). Pengembangan Imajinasi Kreatif Berbasis Neurosains
dalam Pembelajaran Keagamaan Islam. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 14(2),
267-296.

Biodata Penulis

Penulis1 Adhwa Nisrina Bahij, anak pertama dari dua bersaudara. Lahir di Bandung, 17
Oktober 2002. Saat ini sedang melaksanakan studi sarjana 1 di UIN Sunan Gunung Djati
Bandung Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

Penulis2 Alfina Zaqiyatul Fauziyah, anak kedua dari tiga bersaudara. Lahir di Demak, 5 Juni
2003. Saat ini sedang melaksanakan studi sarjana 1 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

Penulis3 Dea Tsintani Dzi Laila, anak kedua dari tiga bersaudara. Lahir di Bandung, 19 Juni
2003. Saat ini sedang melaksanakan studi sarjana 1 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

Penulis4 Fitriani, anak kedua dari tiga bersaudara. Lahir di Ciamis 20 Juli 2002. Saat ini
sedangmelaksanakan studi sarjana 1 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

16 JAPRA Volume ..., Nomor ...., (Bulan) (Tahun)

Anda mungkin juga menyukai