Anda di halaman 1dari 7

TAKE HOME EXAM

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

Matakuliah Neurosains
Dosen Pengampu : Elnawati M. Pd. I

Oleh :

Agna Mudzkia (2131511004)

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2021
NEUROSAINS DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

Otak adalah pusat kecerdasan manusia, ia mengontrol sistem saraf untuk menangkap
pembelajaran. Pendidikan anak usia dini melalui metode neurosains dapat dilaksanakan
dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara guru memberikan pendidikan terlebih dahulu,
dan harus memahami kinerja otak manusia. Selain itu juga memperhatikan kerja alami otak
peserta didik dalam proses pembelajaran.

Neurosain Secara etimologis, Neurosain adalah cabang ilmu saraf yang mempelajari
sistem saraf, lebih tepatnya studi tentang neuron atau neuron dengan pendekatan
multidisiplin. Sedangkan dari segi terminologi, ilmu saraf adalah cabang ilmu yang
mengkhususkan diri pada kajian ilmiah tentang sistem saraf. Berdasarkan hal tersebut, ilmu
saraf juga dikenal sebagai ilmu yang mempelajari tentang otak dan seluruh fungsi sumsum
tulang belakang (Aminul Wathon, 2015: 285). Neurosain adalah bidang studi yang
berhubungan dengan sistem saraf di otak manusia. Neurosain juga meneliti persepsi dan
sensitivitas otak dalam hal biologi, persepsi, memori dan bagaimana kaitannya dengan
pembelajaran. Sistem saraf dan otak merupakan bagian fisik dari proses belajar manusia.
Neurosain adalah studi tentang otak dan pikiran. Penelitian otak sangat penting untuk
memahami bagaimana kita memandang dan berinteraksi dengan dunia luar, terutama apa
yang dialami manusia dan bagaimana manusia memengaruhi orang lain (Schneider, 2011).

A. Teori belajar

Teori belajar neuroscientific adalah teori belajar yang menekankan pada fungsi otak, yaitu
bagaimana keseluruhan proses berpikir, proses berpikir juga mencakup serangkaian proses
berpikir yang menciptakan pengetahuan, sikap, perilaku atau tindakan.

Dalam teori neurologis, kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembangnya.
Proses pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi faktor genetik dan
lingkungan. Keturunan atau faktor genetik adalah faktor yang berkaitan dengan gen dari
orang tua, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis dan
sosial. Menurut teori belajar neurosains, otak luar dengan fungsi berpikir kritis dan kreatif
pada otak bayi belum sepenuhnya berkembang, sehingga belum dapat merespon rangsangan
yang abstrak dan rasional. Pada titik ini, otak dicirikan oleh kemampuannya untuk hanya
menyerap rangsangan spesifik dan pengalaman, seperti bermain. Berdasarkan informasi
neuroscientific, PAUD memberikan rangsangan abstrak yang tidak disesuaikan dengan
perkembangan otak anak, sehingga berisiko merusak otak anak (Suyadi, 2018: 277).

Disamping guru, orang tua juga perlu memahami teori neurosains. Orangtua merupakan guru
pertama anak. Secara teori pembentukan dan perkembangan sel dasar otak banyak
dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan. Sel darah yang membangun otak dan sitem syaraf
(neuron) pada embrio terjadi sejak berumur tiga minggu, diturunkan dari rekombinasi genetik
kedua orang tua, gizi seimbang dan stimulasi positif dari ibu seperti suara ibu, degup jantung,
tarikan nafas, sentuhan dan belaian diperut yang lembut, dan pengaruh negatif seperti halnya
obat keras, kafein, narkoba, alkohol, nikotin, radiasi, teratogen dan emosi yang tidak stabil
( Rahmi Rivalina, 2020: 88).

B. Metode pendidikan

Metode Pendidikan Islami dalam pembentukan karakter anak sangat penting agar potensi
yang dimiliki siswa dapat tercapai dalam berbagai kegiatan pembelajaran dalam lingkungan
yang nyaman, menyenangkan dan bahagia. Selain itu, program neuroscience juga
menanamkan nilai-nilai pembentuk kepribadian, nilai seni, nilai budaya, kecerdasan,
keterampilan, dan agama. Dari perspektif ini, ilmu saraf muncul dari wahyu sebagai bidang
nalar, eksperimen, dan intuisi yang transenden.

Para ahli pendidikan mengatakan masa kanak-kanak adalah masa keemasan. Maria
Montessori menyebutnya sebagai periode sensitif, dan Friedrich Froebel membandingkan
anak-anak dengan bunga yang mekar. Psikolog telah menemukan bahwa masa kanak-kanak
adalah masa imajinasi. Anak-anak memiliki imajinasi yang lebih beragam daripada orang
dewasa. Selain itu, ketika anak memainkan peran, yaitu seorang tokoh dalam sebuah cerita,
imajinasinya mengaktifkan daya imajinasinya sehingga seolah-olah mereka benar-benar
tokoh yang diperankan (Suyadi, 2010: 27). Selain itu, anak-anak juga sangat ingin tahu. Rasa
ingin tahu mendorong anak untuk tidak pernah tahu Lelah meskipun jatuh berulang kali
ketika mereka belajar merangkak dan berjalan.

neurosains mempunyai jejak di dalam Islam. Oleh karena itu, neurosains dan pendidikan
Islam dapat dipadukan. Pendekatan psikologis memungkinkan para ahli memahami
pendidikan Islam dalam mekanisme optimalisasi fungsi otak. Dengan demikian, antara insan
kamil (fisik, mental dan intelektual), ilmu saraf (otak kiri, otak kanan kreatif dan otak tengah
intuitif), sistem cerdas (IQ, QE dan QS) dan psikologi belajar (kognitif, kinerja dan
psikologis). Dampak “ilmu saraf pendidikan” pada siswa tingkat SD atau MI yang anak-anak
semuda 6-12 tahun.

Dalam hal ilmu saraf, otak anak-anak usia ini telah melewati masa sensitif atau emasnya.
Data neuroscience menunjukkan bahwa bayi memiliki 100-200 miliar neuron (neuron) dan
kecerdasannya meningkat hingga 50% pada usia 6 bulan (Adi W. Gunawan, 2003 : 57). Pada
usia 2 tahun perkembangan otaknya mencapai 75% , pada usia 5 tahun mencapai 90%, dan
pada usia 10 tahun perkembangan kecerdasannya telah mencapai 99% . tetapi, di atas usia ini,
perkembangan kecerdasan anak semakin lambat sehingga untuk mencapai perkembangan
kecerdasan 100 % perlu menunggu hingga usia 18 tahun. Di atas kecerdasan tersebut otak
sudah tidak berkembang lagi, kecuali sebatas koneksi antar sel (neuron) (Adi W Gunawan,
2003: 57). Data data dari neurosais, menjadi pertimbangan utama untuk dimulainya
membangun karakter bangsa sejak dini. Menurut Ahmar Tafsir, anak-anak yang tidak
mengembangkan aspek moral agama di kemudian hari menjadi orang yang relatif sulit untuk
menerima pendidikan moral dan agama (Ahmad Tafsir, 2003: 107).

C. Aplikasi Neuroscience pada Pendidikan Anak Usia Dini.

Perkembangan neuroscience sebagai pengetahuan tentang sistem saraf atau otak manusia saat
ini mengalami kemajuan yang signifikan. Para ahli terus melakukan penelitian tentang
hubungannya dengan kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan, dimana keunikan
perkembangan otak erat kaitannya dengan hasil dari suatu proses pendidikan. Namun,
terkadang orang berpikir seperti teknologi dimana otak hanya digunakan sebagai tempat
penyimpanan. Faktanya, otak belajar dengan campuran emosi, ingatan, niat, dll. kehidupan
rohaninya. Untuk itulah, dalam proses pembelajaran, sebenarnya otaklah yang memasukkan
informasi ke dalam wadah yang sebelumnya telah berisi informasiinformasi yang berkaitan
sehingga membutuhkan restrukturisasi, penyusunan, dan penilaian kembali (Desfa
Yusmaliana, 2019 : 27 ).

Di era teknologi yang semakin kompleks ini, yang menuntut inovasi dalam pembelajaran,
kemajuan teknologi harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pendidikan agama
Islam. Pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran merupakan suatu keharusan
sehingga proses pembelajaran menjadi suatu keharusan agar proses pembelajaran tidak
terhenti. Inovasi pembelajaran pendidikan agama Islam harus selalu relevan, terutama dalam
hal metode pembelajaran. Internet sebagai media pembelajaran dapat menjadi alternatif
metode pembelajaran, dapat dilakukan dalam bentuk e-learning atau aplikasi yang
mendukung penyediaan materi pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih
menarik dan tidak membosankan. Potensi kecerdasan berkembang pesat ketika orang tua,
guru, dan lingkungan memahami ilmu saraf dan memberikan rangsangan yang optimal.
Stimulan tersebut dapat mempengaruhi kualitas anak dan memantau perkembangan
kemampuan anak. Berikut ini akan saya uraikan peran orang tua dan guru menurut tahapan
kecerdasannya, sebagai berikut:

1. Lihat, dekatkan benda ke mata bayi, terus gerakkan benda ke kiri, kanan, kanan dan kiri.
turun secara merata. dalam lingkaran.

2. Berbicara, menyajikan berbagai suara yang indah dan indah seperti lagu, musik, lagu, suara
dan suara (binatang dan lingkungan). Perhatikan reaksi bayi Anda melalui mata, telinga, dan
gerakan tubuh. Anak-anak dapat meniru dan mengucapkan sesuai keinginan mereka.

3. Emosi, untuk mengontrol emosi anak, ciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan.
Arahkan emosi anak ke hal-hal yang positif, berupa bujukan, ajakan dan penjelasan logis
sederhana. Merefleksikan, melatih berpikir logis sederhana, berpikir kritis (kausal), berhitung
dengan bilangan kecil, dan melatih daya ingat dengan pengulangan.

4. Keterikatan dan keterampilan sosial, memfasilitasi dan memotivasi anak untuk


memperoleh keterampilan umum dan umum seperti menari, berenang, melukis, memainkan
alat musik, bermain permainan pelatihan keterampilan berpikir. Libatkan anak Anda dalam
kegiatan yang tidak berbahaya di rumah.

5. Motorik, kecerdasan motorik sudah terjadi sejak bayi dalam kandungan. Untuk
memfasilitasi motorik anak agar lebih terampil dan cekatan dengan membawa mereka ke
arena yang lebih luas agar bebas bergerak sambil mengingatkan bahaya yang mungkin
mereka temui.

6. Keterampilan sosial sebaya, berikan contoh yang membangun karakter, bekerjasama,


bertoleransi bersikap, disiplin dan saling menghargai.

7. Bahasa, berlatih mengucapkan kata-kata dalam kalimat sederhana. Kalimat sebab akibat
dengan logika sederhana. Mendorong dan mengembangkan kecintaan membaca,
mendongeng, dan menulis.
8. Perlihatkan kepada anak-anak objek yang berbeda dan minta mereka untuk bercerita.
Orang tua, terutama ayah yang rajin berbicara kepada anaknya, akan sangat mendorong
peningkatan perbendaharaan kata anak (Rahmi Rivalina, 2020: 90).

Di masa keemasan ini, diharapkan orang tua dan guru PAUD diberi tahu ketika
memberikan insentif yang berbeda. Pada masa ini, anak tidak hanya bereksperimen tetapi
yang lebih penting difasilitasi dan distimulasi untuk mengembangkan kapasitas
intelektualnya secara optimal (Uce, 2017). Pengalaman pertama anak memiliki dampak besar
pada perkembangan dan pembelajaran otak. Semakin banyak pengalaman anak, semakin
banyak neuron (neuron, sel dasar yang membentuk otak dan sistem saraf) berkembang.

Kesimpulan

Neuroscience adalah cabang ilmu yang mempelajari sistem saraf otak manusia.
Neuroscience juga mengkaji persepsi dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, memori
dan hubungannya dengan TRILOGY: Journal of Technology, Health and Humanities, 2 (1),
Januari 2021: 5360 60 pembelajaran. Sistem saraf dan otak merupakan bagian fisik dari
proses belajar manusia. Neuroscience adalah studi tentang otak dan pikiran. Upaya
optimalisasi hasil belajar untuk usia prasekolah melalui beberapa tahapan, antara lain sebagai
berikut:

1) Diharapkan kepada orang tua dan guru PAUD untuk memberikan berbagai insentif. Pada
masa ini, anak tidak hanya mengalami tetapi yang lebih penting difasilitasi dan dirangsang
untuk mengembangkan kapasitas intelektualnya secara optimal;

2) Potensi kecerdasan meningkat pesat jika orang tua, guru, dan lingkungan terbiasa dengan
ilmu saraf dan memberikan rangsangan yang optimal. Stimulan ini dapat mempengaruhi
kualitas anak dan memantau perkembangan kemampuan anak;

3) Para ahli menyarankan orang tua untuk mengikuti kegiatan seni musik, karena musik dapat
merangsang otak, meningkatkan keterampilan sosial, meningkatkan empati, dll. Semakin
banyak anak dirangsang oleh seni, semakin pintar mereka.

Daftar Pustaka

Susanti, S. E. (2021). Pembelajaran Anak Usia Dini dalam Kajian Neurosains. TRILOGI: Jurnal Ilmu
Teknologi, Kesehatan, dan Humaniora, 2(1), 53-60.
https://www.kompasiana.com/kemoceng/5caef08fcc52835b845bd703/neurosains-dalam-
pembelajaran-anak-usia-dini-paud

Tafsir, A. (1992). Ilmu pendidikan dalam perspektif Islam. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai