Anda di halaman 1dari 5

NEUROLOGI DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

Oleh: Nisa Nurhidayah, M. Pd.

DEFINISI NEUROLOGI
Secara etimologi, neurologi merupakan ilmu yang mempelajari sistem syaraf,
terutama neuron atau sel syaraf, termasuk juga mempelajari otak serta seluruh fungsi-fungsi
syaraf belakang dengan pendekatan multidisipliner.. Neurologi juga mengkaji tentang
kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, serta kaitannya dengan
pembelajaran
Melalui kajian neurologi kita dapat melihat hubungan antara proses kognitif yang
terdapat di dalam otak dengan tingkah laku manusia yang dihasilkan. Hal ini dapat diartikan
bahwa setiap instruksi yang diproses oleh otak akan mengaktifkan area-area penting di
dalam otak (Harun, 2003). Secara umum neurologi nampak sebagai cabang dari kajian ilmu
biologi, namun saat ini sudah banyak penelitian kerjasama yang dilakukan antara bidang
ilmu neurologi dengan disiplin ilmu lain, seperti disiplin ilmu neuro-psikologi dan kognitif,
ilmu komputer, ilmu statistik, fisika, kedokteran, dan lain-lain.

MEMAHAMI STRUKTUR, ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK


Sistem saraf merupakan pusat komunikasi dan pengambil keputusan. System saraf
terdiri dari system saraf pusat dan system saraf tepi yang keduanya bekerja bersama
mengatur berbagai aktifitas sehari-hari manusia, mulai dari yang tidak disadari (denyut
jantung, berkedip, bernapas), hingga aktifitas yang disadari (seperti berjalan, berpikir,
mengingat, belajar, dan sebagainya).
Sistem saraf pada manusia dibentuk oleh jaringan saraf yang terdiri atas beberapa
macam sel yang komponen utamanya adalah sel saraf atau Neuron. Neuron berperan dalam
merespon berbagai reaksi, transmisi, dan proses pengenalan rangsang, merangsang aktivitas
sel-sel tertentu dan melepas neurotransmitter.
Salah satu bagian terbesar pada sistem saraf pusat yang mengisi cavitas cranialis
(batok kepala) adalah otak besar. Menurut Kushartanti, otak manusia memiliki berat kurang
lebih 1350 -1400 gram, atau sekitar 2% dari berat badan. Berat otak dan besarnya kepala
tidak ada hubungannya dengan tingkat kecerdasan. Otak berada di dalam tengkorak yang
keras sehingga ketika ukurannya bertambah besar maka semakin lama akan semakin
berlekuk-lekuk. Lekukan yang semakin dalam pada otak menandakan bahwa semakin
banyak pula informasi yang disimpan, dan semakin cerdaslah pemiliknya. Seorang anak
yang berusia 3 tahun memiliki sel otak yang telah terbentuk sekitar 1.000 triliun jaringan
koneksi/sinapsis. Sementara pada orang dewasa hanya setengahnya saja yang terbentuk.
Setiap rangsangan atau stimulasi yang diterima anak akan melahirkan sambungan baru atau
memperkuat sambungan yang sudah ada (Suyadi, 2014).
Otak besar terdiri dari bagian-bagian tertentu yang memiliki tugas dan fungsi
masing-masing. Pembagian berdasarkan lobus terdiri dari 4 bagian: 1) Lobus frontal, yang
berperan penting dalam mengendalikan gerakan tubuh, menilai, dan merencanakan sesuatu,
memecahkan masalah, serta mengatur emosi dan pengendalian diri. 2) Lobus Parietal.
Bagian ini berperan dalam menafsirkan sentuhan, gerakan tubuh, perbedaan suhu, dan
sensasi nyeri. Selain itu, lobus parietal ini juga berfungsi mengendalikan kemampuan
motorik halus yang menggunakan jari tangan, seperti menulis atau melukis. 3) Lobus
Temporal. Bagian ini bertanggung jawab terhadap fungsi pendengaran, memori, dan emosi.
4) Lobus Oksipital. Bagian ini berfungsi untuk mengenali berbagai objek lewat indera
penglihatan dan memahami arti kata-kata tertulis.

Permukaan otak besar juga dibagi menurut area atau daerah berdasarkan fungsinya,
Brodmann membagi otak menjadi 47 area yang ditandai dengan nomor-nomor tertentu.
Masing-masing area di cortex cerebri yang ditandai mempunyai fungsi khusus, seperti:
pusat sensoris, pusat motoris, pusat penglihatan, pusat pendengaran, dan lain-lain.
Otak besar terbagi menjadi dua bagian, yaitu otak kiri dan otak kanan. Belahan otak
kiri mengontrol gerakan sisi tubuh sebelah kanan, sedangkan belahan otak kanan mengontrol
sisi tubuh sebelah kiri. Belahan otak kiri dan otak kanan dihubungkan oleh serabut saraf
yang disebut dengan corpus callosum. Berdasarkan beberapa teori, ada anggapan bahwa
kedua belahan otak ini memiliki fungsinya tersendiri, dimana belahan kiri memainkan peran
penting dalam kemampuan berbahasa, berhitung, dan berbicara, sementara belahan kanan
membantu menafsirkan hal-hal abstrak, seperti musik, bentuk, emosi, dan warna. Namun
sebetulnya, otak kiri dan otak kanan bekerja bersama-sama secara terkoordinasi dalam
menjalani fungsinya.

Dalam otak terdapat sekelompok struktur yang saling berhubungan untuk mengatur
emosi, memori, dan perilaku. Ini dinamakan dengan sistem limbik. Sistem limbik terletak di
lobus temporal dekat dengan pusat otak. Sistem limbik ini terdiri atas sejumlah struktur yang
memiliki fungsinya masing-masing, yaitu:
1) Thalamus. Memegang peranan penting dalam aktivitas sistem motoris, sistem
sensoris, dan fungsi luhur manusia yang berkaitan dengan emosi dan memori.
2) Hypothalamus, merupakan bagian dari sistem limbik yang mengendalikan respons
emosional. Selain itu, hypothalamus juga terlibat dalam respons seksual, pelepasan
hormon, dan pengaturan suhu tubuh.
3) Hipokampus. Berperan dalam pembentukan dan penyimpanan ingatan atau memori
jangka panjang. Hipokampus membantu melestarikan dan mengambil ingatan yang
mencakup semua pengetahuan dan pengalaman di masa lalu. 
4) Amigdala. Merupakan pusat sistem limbik yang berperan dalam memori jangka
panjang. Amigdala juga terlibat dalam berbagai fungsi otak, termasuk pembelajaran,
emosi, dan memori. Amigdala membantu mengkoordinasikan respons terhadap hal-
hal yang berada di lingkungan, terutama yang memicu respons emosi. Amigdala ini
menginterpretasi hal-hal yang berkaitan dengan emosi, seperti ketakutan, kecemasan,
kemarahan, kesenangan, dan motivasi.

PERAN SISTEM SARAF DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK


Kajian neurologi sangat diperlukan dalam memahami proses pembelajaran anak. Hal
ini dikarenakan neurologi memiliki tujuan untuk menjelaskan perilaku manusia dari sudut
pandang aktivitas yang terjadi di dalam otaknya, sebab antara otak dan perilaku (karakter)
terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Berdasarkan penelitian terbaru dalam bidang neurosains diketahui bahwa terdapat
enam sistem otak (brain system) yang secara terpadu meregulasi semua perilaku manusia.
Keenam sistem otak tersebut adalah cortex prefrontalis, sistem limbik, gyros cingulatus,
ganglia basalis, lobus temporalis, dan cerebellum yang mempunyai peranan penting dalam
pengaturan kognisi, afeksi, dan psikomotorik, termasuk IQ, EQ, dan SQ. Semua system
tersebut bekerja bersama-sama membangun sikap dan perilaku manusia.
Hal yang sangat disayangkan pada saat ini banyak pendidik yang masih memisahkan
antara otak-pikiran, jiwa-badan, serta akal-hati. Sistem pendidikan yang kebanyakan berlaku
saat ini hanya berfokus pada belahan otak kiri, dan tidak menyeimbangkan dengan
penggunaan belahan otak kanan. Otak kiri ini berperan dalam pemrosesan logika, kata-kata,
matematika, dan urutan yang dominan untuk pembelajaran akademis. Sistem limbik sebagai
pusat emosi juga belum banyak dilibatkan dalam proses pembelajaran, padahal pusat emosi
ini berhubungan erat dengan sistem penyimpanan memori jangka panjang. Lebih dari itu
pemanfaatan seluruh bagian otak (whole brain) secara terpadu belum diaplikasikan dengan
efektif dalam sistem pendidikan.
Salah satu kunci untuk membangun motivasi belajar pada anak adalah dengan
memahami emosi mereka. Jika suatu informasi hanya dikemas dalam bentuk kata-kata saja,
maka informasi tersebut hanya disimpan dalam otak kiri. Sedangkan apabila suatu informasi
dikemas juga dalam bentuk gambar yang penuh warna, otak kanan akan ikut berperan aktif
dalam proses penyimpannya. Dengan demikian informasi yang disajikan dalam paduan kata-
kata dan gambar secara visual akan lebih cepat terserap dan tersimpan (Dryden, 2001).
Dalam beberapa tahun terakhir ini otak dapat diteliti dan dieksplorasi secara besar-
besaran sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa otak merupakan pusat berpikir,
berkreasi, berperadaban, dan beragama (Taufiq, 2003). Efektivitas tinjauan neurologi dalam
dunia pendidikan sangat tergantung pada peran pendidikan usia dini. Proses mencetak dan
membentuk dalam otak ini menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini itu sangat penting
terutama dalam membentuk karakter anak. Periode-periode perkembangan bayi dan anak-
anak usia prasekolah dapat mempersiapkan tahapan untuk penguasaan kompetensi-
kompetensi yang diperlukan dapat belajar dengan baik di sekolah (Schunk, 2012; Byrnes &
Fox, 1998).

DAFTAR PUSTAKA:
Dryden, G., Vos Jeanette. 2001. Revolusi Cara Belajar. Bandung: Kaifa.
Harun, Jamaluddin. 2003. Teori Pembelajaran serta Kesannya dalam Reka bentuk Aplikasi
Multimedia Pendidikan. [online] http://b.domaindlx.com/infodata/pdf/mdp.pdf.
Kushartanti, BM. Wara. “Perkembangan Aplikasi Neurosains Dalam Pembelajaran di TK.“
[online]
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131405898/pengabdian/Neurosains+dan+Pembelaj
aran.pdf
Mardjono, Mahar; Sidharta, Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
Pasiak, T. 2003. Revolusi IQ /EQ /SQ: Antara Neurosains dan Al-Quran. Bandung: Mizan
Pustaka
Santrock, J. W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Schunk, Dale H. 2012. Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suyadi. 2012. Model Pendidkan Karakter dalam Konteks Neurosains. Proceeding Seminar
Nasional. Yogyakarta: Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga.
Suyadi. 2014. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini dalam Kajian Neurosains. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Wibowo, Daniel. 2008. Neuroanatomi untuk Mahasiswa Kedokteran. Malang: Bayu Media
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai