Tugas ini Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Metode
Studi Islam
Disusun Oleh :
PIAUD / Sem IV
MEDAN
2020
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN….....................................................................................3
A. Teori Bermain Klasik.........................................................................3
B. Teori Bermain Modern.......................................................................4
C. Perbedaan Teori Bermain Klasik Dan Modern......................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................10
B. Saran.........................................................................................................1
0
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan
bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu
prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar.
Pada usia anak – anak fungsi bermain berpengaruh besar sekali bagi
perkembangan anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar perbuatannya
diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan kerja, maka
kegiatan anaka sebagian besar dalam bentuk bermain.
Permainan adlah kesibukan ynag dipilih sendiri oleh tujuan umpamanya
saja, jika anak bayi berusaha menyentak-nyentakkan tangan dan kakinya dengan
tidak henti-hentinya meremas-remas jari-jari, dan teruis menerus menggoyang-
goyangkan badannya.
Gerakan-gerakan tersebut dilakukan demi gerakan itu sendiri, dalam iklim
psikis bermain-main yang mengasyikkan dan menyenangkan hati. Kegiatan
bermain bayi-bayi dan anak-anak kecil itu lebih tepat jika disebutkan sebagai
usaha mencoba-coba dan melatih diri.
Sekalipun kita menyangka anak itu Cuma bermain-main dengan rasa acuh
tak acuh saja, namun, pada hakikatnya kegiatan tadi disertai intensitas kesadaran,
minat penuh, dan usaha yang keras. Gerak-gerak bermain anak itu disebabkan
oleh: Kelebihan tenaga yang teradapat pada dirinya dan dikemudian hari
digerakkan dan dorongan belajar guna melatih semua fungsi jasmani dan rohani.
Dengan jalan bermain anak melakukan eksperimen-eksperimen tertentu
dan bereksplorasi, sambil mengetes kesanggupannya. Melalui permainan anak
mendapatkan macam-macam pengalaman yang menyenangkan, sambil
menggiatkan usaha belajar dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Semua
pengalamannya dalam kegiatan bermain-main akan memberi dasar yang kokoh
1
kuat bagi pencapaian macam-macam keterampilan. Yang sangat diperlukan bagi
pemecahan kesulitan hidup dikemudian hari.
Pandangan bermain menurut tiap tokoh pastilah berbeda, karena mereka
memiliki pemikiran yang juga disesuaikan dengan penemuan dimasanya. Dalam
makalah ini akan dibahas teori bermain bagi akan menurut beberapa teori.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori bermain klasik?
2. Bagaimana teori bermain kontemporer/modern?
3. Apa Perbedaan teori bermain klasik dan teori bermain modern?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sue Dockett & Marilyn Fleer, Play and Pedagogy in Early Childhood, Bending the Rules
(Sydney: Harcourt, 1999), hlm. 23.
3
memperoleh kembali enrgi, sehingga mereka lebih aktif dan bersemangat
kembali.2
3. Teori rekapitulasi
Teori ini dikemukakan oleh G. Stanley Hall. Menurutnya anak merupakan
mata rantai evolusi dari binatang sampai menjadi manusia. Termasuk
permainan anak merupakan ulangan daripada kehidupan nenek moyangnya.
Hall menggambarkan bermain sebagai kebiasaan manusia menggunakan
motorik untuk bergerak. Seperti gerakan-gerakan yang sering dilakukan
binatang di hutan. Anak-anak yang senang sekali bergelantungan seperti
monyet di pohon, memanjat atau berjingkat-jingkat termasuk model bermain
ini. Permainan yang membutuhkan ekspresi instingnya sebagai makhluk
hidup.
4. Teori praktis/insting
Teori ini dikemukakan oleh Karl Gross. Menurutnya bermain dimaksudkan
sebagai upaya memperkuat insting yang dibutuhkan oleh anak dalam
menghadapi atau menjaga kelangsungan hidup dimasa datang. Dalam redaksi
yang lain menyebutkan bahwa bermain merupakan sifat bawaan (insting) yang
berguna untuk mempersiapkan diri melakukan peran orang dewasa.3 Peran
yang dilakukan oleh orang dewasa saat ini ditiru oleh anak. Dalam permainan
tersebut anak-anak melakukan aktivitas yang biasa dilakukan orang dewasa
sehari-hari tetapi dalam konteks pemahaman mereka dan dalam bentuk
bermain.
4
tertekan, bosan, dan emosinya sedang kacau, maka bermain dapat dijadikan
sebagai penawarnya. Dengan bermain, segala kepenatan anak akan terobati.
Anak bisa menyalurkan ekspresinya yang terpendam dengan semaksimal dan
tanpa tekanan dari siapapun.
2. Teori kognitif
a. Jean Piaget, dalam teori ini dijelaskan bahwa pengetahuan anak dapat
dibangun dan dikembangkan melalui bermain. Bermain bagi anak
merupakan cerminan sikap pengetahuannya serta dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan kognisi anak. Piaget menjelaskan
bahwa pada saat bermain anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi ia
belajar mempraktikkan dan mengonsolidasi keterampilan yang baru
diperoleh anak memciptakan sendiri pengetahuan mereka tentang
dunianya melalui interaksi, informasi atau pengalaman yang
didapatkanMenurut Piaget perkembangan kognitif seseorang dibagi
menjadi 4 dan dalam kaitannya dengan tahapan kegiatan bermain yaitu:
1) Sensori motor (0-2 tahun). Ciri-citi yang terlihat pada tahap ini ialah
kemampuan kognitif anak diperoleh melalui indranya, seperti melihat,
mendengar, merasa, mencium, dan meraba.
2) Praoperasional (2-7 tahun). Permainan simbolik merupakan ciri pada
periode ini, yang ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-
pura. Pada masa ini, anak lebih banyak bertanya, tidak terlalu
memedulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab
anak akan terus bertanya. Anak sudah menggunakan berbagai simbol,
misalnya sapu sebagai kuda-kudaan.4
3) Operasional konkret (7-11 tahun). Anak sudah mampu berfikir logis
(masuk akal) dan mampu memecahkan masalah tanpa dibatasi oleh
keegosentrisan. Anak lebih banyak terlbatdalam kegiatan games with
rules dan kegiatannya lebh banyak dikendalikan oleh peaturan
permainan.
4
Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 94-95.
5
4) Operasional Formal (11-dewasa). Anak mampuu memahami dan
berpikir abstrak, serta mampu memecahkan masalah melalui
penggunaan eksperimentasi sistematis. Contoh permainannya yaitu
dibidang olahraga yang memilki aturan, dimana anak senang
melakukan dan terpacu mencapai prestasi sebaik-baiknya.
b. Lev Vygotsky, teori kognitif yang dikenal dengan istilah kohnitif sosial.
Maksudnya, yaitu pegetahuan anak dipengaruhi oleh hubungan sosial
anak. Menurut Vygotsky, perkembangan anak bukan hanya dipengruhi
oleh kegiatan anak memainkan mainan, akan tetapi dipengaruhi oleh
hubungan anak dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih
matang. Namun demikian, ia masih berkeyakinan bahwa bermain
mempunyai peran penting terhadap perkembangan kognitif anak. Karena
pada saat bermain anak secara tidak langsung telah berinteraksi antara satu
dengan yang lain. Artinya telah terjadi hubungan kmuikasi antara anak
dengan orang dewasa atau teman sebayanya. Interaksi dalam bermain
inilah yang menurut Vygotsky sebagai proses mendapatkan pengetahuan
baru.5
c. Bruner, memberikan penekanan pada fungsi bermain sebagai sarana
mengembangkan kreativitas dan fleksibelitas. Melalui aktivitas bermain,
anak dapat berkreasi sesuai dengan imajinasinya dan mampu
menyesuaikan denga lingkungan bermainnya. Apabila bentuk dan alat
permainannya baik dan menarik bagi anak, maka kognitif dan
kreatifitasnya pun akan berkembang dengan maksimal. Dalam bermain
yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukan hasil
akhir. Saat bermain, anak tidak memikirkan sasaran yang akan dicapai,
sehingga dia mampu bereksperimen dengan memadukan berbagai perilaku
baru serta 'tidak biasa'.
d. Sutton Smith, percaya bahwa transformasi simbolik yang muncul dalam
kegiatan bermain khayal (misalnya pura-pura menggunakan balok sebagai
kue) memudahkan transformasi simbolik kognisi anak, sehingga rapat
5
M. Fadillah, Bermain dan Permainan Anak, hlm. 33.
6
mebingkatkan fleksibelitas mental mereka. Dengan demikian, anak dapat
menggunakan ide-idenya dengan cara baru serta tidak biasa dan
menghasilkan ide kreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan adaptif.
Bruner mengemukakan bermain sebagai adaptive potentiation, maksudnya
bermain memberikan berbagai kemungkinan sehingga anak dapat
menentukan bermacam pilihan dan mengatur fleksibelitas secara baik.6
3. Teori otak triun
Teori ini dikemukakan Dr. Paul Mclean. Menurutnya dalam otak manusia
termasuk anak-anak itu terdapat tiga bagian otak yang saling berhubungan,
yaitu otak reptile, limbik,dan korteks. Otak reptile adalah bagian otak yang
berfungsi sebagai sarana mempertahankan diri ketika seorang sedang
menghadapi suatu persoalna tertentu. Dalam konteks pembelajaran anak,
maka apabila anak falam keadaan tertekan, takut dan terancam, maka hanya
otak reptile ini yang dapat bekerja dengan baik. Oleh karena itu, supaya anak
tidak tertekan, pembelajarn harus dibuat menarik dan menyenangkan.
Otak limbik adalah bagian otak yang memiliki fungsi untuk mengendalikan
emosi, kemarahan, kegelisahan, kesenangan, dan cinta. Apabila anak dalam
kondisi aman, nyaman, dan menyenangkan, maka sistem limbiknya akan
dapat bekerja dengan baik. Dalam kondisi ini anak dapat belajar dengan baik
pula.
Otak korteks yaitu bagian otak yang betfungsi untuk intelektual. Makanya
otak ini disebut sebagai tplopi berpikir. Jika sistem limbik menerima perasaan
nyaman dan menyenangkan, maka lapisan otak korteks akan dapat berfungsi
dengan baik. Artinya otak korteks akan mampu menerima dan merekam
informasi yang didapatkan dari luar dengan mudah.
Adapun hubungan teori ini dengan bermain ialah bermain dianggap sebagai
upaya untuk memperoleh kesenangan pada diri anak dan sebagai media
relaksasi diri. Manakala anak bermain, berarti ada kecenderungan anak
menjadi senang, riang, dan gembira. Sehingga secara tidak langsung dapat
memengaruhi fungsi limbiknya. Dengan berfungsinya otak limbik dengan
6
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 10-12.
7
maksimal, maka akan memengaruhi belajar dan berpikir anak. Dalam kondisi
ini anak akan mudah dalam menerima berbagai rangsangan dari luar,
kemudian diolah menjadi sebuah pengetahuan.7
7
M. Fadillah, Bermain dan Permainan Anak, hlm. 34-35.
8
Sehingga memberi peluang bermain berfungsi untuk sarana terapi bagi
anak. Contohnya setelah terjadi bencana alam gempa bumi yang dahsyat
atau erupsi gunung api yang hebat, begitu mendengar suaru gemuruh
anak-anak sudah merasa ketakutan luar biasa, maka salah satu terapi ini
adalah dengan mengadakan aktivitas bermain
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
Teori klasik ada empat, yaitu surplus energi, teori rekreasi , teori
rekapitulasi dan praktis. Schiller dan Spencer mengajukan teori surplus energi
yang menjelaskan bahwa kegiatan bermain terjadi karena adanya kelebihan energi
pada anak. Pendapat lain yang berbeda yaitu teori rekreasi menjelaskan bahwa
bermain adalah kegiatan untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat
bekerja. G. Stanley Hall memandang perkembangan anak dan bermain dari sisi
teori evolusi. Hall mengemukakan teori rekapitulasi yaitu bermain dianggap
sebagai perkembangan anak untuk mengulangi pengalaman-pengalaman nenek
moyang sehingga anak menjadi terampil. Teori praktis kemudian diajukan oleh
Karl Groos yang meyakini bahwa bermain dapat memperkuat instink yang
dibutuhkan untuk hidup di masa depan.
Teori modern tentang bermain lebih menekankan pada manfaat bermain
bagi perkembangan anak. Teori psikoanalisa oleh Sigmun Freud menyatakan
bahwa bermain dapat mengeluarkan perasaan negatif pada anak seperti
pengalaman traumatik dan harapan-harapan yang tidak terwujud dalam dunia
nyata. Teori modern yang lain yaitu teori kognitif. Para ahli teori kognitif
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bermain. Jean Piaget memandang
bahwa pada kegiatan bermain anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi
mempraktikan keterampilan yang baru diperoleh. Lev Vygotsky meyakini bahwa
bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognitif seorang
anak. Jerome Bruner adalah ahli kognitif lain yang memberikan penekanan pada
fungsi bermain yaitu sebagai upaya untuk mengembangkan kreativitas dan
fleksibilitas anak.
B. Saran
Setelah mengetahui beberapa teori tersebut kita mengetahui bahwa dalam
setiap teori pasti ada perbedaan, dan kita bisa memilih teori mana yang kita
anggap benar tanpa menyalahkan teori lain. Hal ini karena teori tersebut pasti
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
10
Dockett, Sue & Marilyn Fleer. Play and Pedagogy in Early Childhood, Bending
the Rules. Sydney: Harcourt, 1999.
Fadillah, M. Bermain dan Permainan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana, 2017.
Ardy Wiyani, Novan & Barnawi. Format PAUD. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2012.
S. Tedjasaputra, Mayke. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: Grasindo,
2001.
11