Anda di halaman 1dari 2

Legenda Cerita Rakyat

“Malin Kundang”

Agus : Malin Kundang

Jernih : Mande Rubayah (ibu malin)

Gustini : istri malin

Moderator : may

Ali (teman malin) : Idarman

Malin kundang : Hu..Hu.. (menangis)

Bunda : (membersihkan luka), malin jangan nakal, jangan kau kejar-kejar lagi ayam jago itu. Ingat, kau

sudah tidak ada ayah, kaulah satu-satunya harapan bunda.

Malin : (mengangguk) iyaa bundaa.

Ali : (mengajak malin merantau)

Malin : Bunda, saudara Ali mengajak aku untuk ikut dengannya, ijinkan aku pergi bunda, karena aku

ingin bekerja negeri sebrang. Jika aku sukses, aku akan kembali dan memboyong bunda.

Bunda: (menunduk dan meneteskan air mata). Bunda tidak bisa melarang mu malin,bunda tau

keinginan mu begitu besar.

Prolog :.......

Malin : pasti mereka perampok. Kau harus segera bersembunyi. (dalam hati)

Perampok : mengambil barang emas Ali

Malin : bukankah ini kampung halaman ku. “ucapnya pelan”

(Lalu ia menyuruh nahkoda balik arah)

Istri : suami ku lihat, kapal nelayan itu sedang membongkar ikan. Aku ingin sekali makan ikan segar. Ayo

kita turun untuk membeli ikan.

Anak Buah : Minggir-minggir saudagar malin mau lewat.

Bunda : Malin ! Apakah aku tidak salah dengar? (Sambil mencari-cari arah suaranya)
Ia benar itu Malin anak ku, (ia sambil berlari ke arah malin). Malin-malin kundang anak ku.
(memeluk erat dan menangis).

Malin : (kaget dan tak siap menerima keadaan)

Istri : menatap malin dengan heran. Malin bukankah kau bilang ibu mu sudah meningal sejak kau kecil.

Malin : (melepaskan diri dari ibunya). Hey kau wanita tua berani sekali kau menyebut aku anak mu!!

Bunda : malin anak ku sayang sudah lupakah kau pada bunda mu sendiri.

Istri : wahai ibu, apakah ibu bisa membuktikan bahwa malin benar-benar anak ibu. (tanya dengan

sopan)

Ibu : semua orang dikampung ini tau bahwa malin anak ku. Namun jika kau tidak percaya, cobalah

periksa lengan kanannya, ada bekas luka karna patokan ayam datuk firman. Bunda percaya kau
masih ingat hal itu malin. (sambil menatap malin dengan tajam).

Istri : (memeriksa lengan malin, dan benar ada luka disana). Istriku memandang malin dengan sedih.

Malin mengapakah engkau mengingkari ibu mu sendiri.

Malin : isriku, kau harus percaya padaku, ibu ku sudah meninggal ketika melahirkan aku, tentu ibu ini

tau tentang luka di tangan ku karna semua orang disini tau tentang cerita itu. (membela diri lalu

mengajak istri pergi)

Ibu : (menangis) malin, anak ku jangan kau tinggalkan bunda lagi nak, bunda sangat merindukan mu,

kaulah satu-satunya harta bunda di dunia ini.

Malin : memandang sinis dan meludahi ibunya” dasar orang tua tak tau diri, berani sekali kau mengaku

sebagai ibu ku.

Ibu : Ya Tuhan, sadarkan anak hamba ini telah mengingkariku sebagai ibu yang melahirkan dan

menyusuinya.

Istri : Malin apa yang terjadi pada kakimu, kaki mu seperti batu.

Malin : (ketakutan) Ia sadar ini hukuman Tuhan atas perbuatannya. Bunda ampuni aku. Tolong

selamatkan aku bunda (mulutnya menganga,karena berteriak) ibu dan istri malin menangis dan

memeluk malin yang sudah jadi patung.

Anda mungkin juga menyukai