Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR FEMUR SINISTRA PADA


PASIEN Ny. R DI POLI ORTOPEDI RSUD SLEMAN

HALAMAN JUDUL

Oleh :
Arif Danang Prasetyo 2820173000

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Resume Asuhan keperawatan pada pasien Ny. R dengan Fraktur Femur Sinistra di Poli Ortopedi
RSUD Sleman. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan
Medikal Bedah II semester IV, pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 19 Juni 2019

Tempat : Poli Ortopedi RSUD Sleman

Praktikan,

( Arif Danang Prasetyo )


Nim. 2820173000

Mengetahui,
Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

(Peni Astuti.,S.ST) (Ni Ketut K M.Kep.,S.Kp.,Sp.KMB)

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Resume Asuhan Keperawatan Dengan Fraktur Femur Sinistra Pada Pasien Ny. R
Di Poli Ortopedi Rsud Sleman”

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis mengalami beberapa hambatan-hambatan dan
kesulitan, namun berkat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Peni Astuti.,S.ST
2. Ni Ketut K M.Kep.,S.Kp.,Sp.KMB
3. Seluruh teman-teman dari Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan sebab
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, penulis
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, Juni 2019

Penulis

iii
A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan
seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis.
Pada keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih
lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang. (Oswari ,
2005 : 144).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok
(FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bias terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan dll) dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki laki dewasa.
Patah pada daerah ini menimbulkan perdarahan yang cukup banyak menyebabkan
penderitaan (Arif Muttakin, 2011).
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara
klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot,
kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).

B. Etiologi
Menurut Arif Muttakin (2011) adapaun penyebab dari fraktur femur adalah
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang
dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta
kerusakan pada kulit.
1
2. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan
berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon tentara yang berbaris atau
berjalan dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh
tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

C. Klasifikasi
Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur, subtrokhanter femur, dan
fraktur batang femur (Helmi, 2012).
1. Fraktur Intertrokhanter Femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari femur.
Sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki prognosis
yang baik dibandingkan fraktur intrakapsular, di mana resiko nekrosis  avaskular  lebih 
rendah.
Pada riwayat umum didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan memberikan trauma
langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa kondisi, cedera secara  memuntir 
memberikan fraktur tidak langsung  pada  intertrokhanter.
2. Fraktur Subtrokhanter Femur
Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm distal dari
trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato yaitu sebagai
berikut:
a. Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.
b. Tipe 2 : Garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter minor.
c. Tipe 3 : Garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhanter minor.
3. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu
lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam  syok, salah satu
2
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan
dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang femur dibagi dalam fraktur
batang femur terbuka dan tertutup.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
2. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan
ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot, paralysis
dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
6. Mobilisasi abnormal
Pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan.
7. Krepitasi
Rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
8. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot
yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.

E. Patofisiologi
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur pada orang
dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
3
kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami
multipel trauma yang menyertainya. Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan
adanya  kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi   peningkatan resiko
syok, baik syok hipovolemik karena  kehilangan darah (pada setiap patah satu tulang femur
diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari  sistem  vaskular), maupun  syok  neurologik
disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan
di bawah tulang  femur (Helmi, 2011).
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena kecelakaan
bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau putusnya kontinuitas
jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan
densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian
tulang dan kedua penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang
dapat merobek periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-
saraf sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3
grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit, Grade II
fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema pada jaringan.
Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang
hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada kulit otot periosteum
dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke
dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat
menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ
vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi.
Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas
berupa hipoksia, takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf
sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi
perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan
pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke posisi semula
dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam

4
keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur
dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Price & Wilson, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.

F. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh

5
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
6
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray
dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/ anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

7
H. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dengan konservatif dan operatif (Marilynn Doenges, et.all.
2000).
1. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan
traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotic
b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain:
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency.
2) Traksi mekanik, ada 2 macam:
a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
b) Traksi skeletal

8
Traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal /
penjepit melalui tulang / jaringan metal.
2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah.

I. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi: nama, jenis
kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal pengkajian serta siapa
yang bertanggung jawab terhadap klien.

2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
3. Riwayat kesehatan
9
a. Riwayat kesehatan dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami
tindakan operasi apa tidak.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka (pre/post op).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur /
penyakit menular.
4. Keadaan umum
Kesadaran: compos mentis, somnolen, apatis, sopor koma dan koma dan apakah klien
paham tentang penyakitnya.
5. Pengkajian Kenutuhan Dasar
a. Rasa nyaman/nyeri
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat
kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
b. Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Kebersihan Perorangan
Klien fraktur pada umumnya sulit melakukan perawatan diri.
d. Cairan
Perdarahan dapat terjadi pada klien fraktur sehingga dapat menyebabkan resiko
terjadi kekurangan cairan.
e. Aktivitas dan Latihan
10
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dimana Aktifitas dan latihan
mengalami perubahan/gangguan akibat adanya luka sehingga perlu dibantu.
f. Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
g. Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
h. Neurosensory
Biasanya klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan
lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.
Gejala : Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahan.
i. Keamanan
Tanda dan gejala : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan
local.
j. Seksualitas
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya.
k. Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko serta Interaksi Sosial
1) Psikologis : gelisah, sedih, terkadang merasa kurang sempurna.
2) Sosiologis : komunikasi lancar/tidak lancar, komunikasi verbsl/nonverbal
dengan orang terdekat/keluarga, spiritual tak/dibantu dalam beribadah.

J. Diagnosa dan Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
11
Intervensi:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
b. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (teknik nafas dalam)
c. Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan dan respon
keluarga terhadap pengalaman nyeri.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak
Intervensi :
a. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
b. Instruksikan pasien untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
c. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan prosedur pembedahan
a. Observasi keadaan luka.
b. Kaji adanya tanda dan gjala infeksi.
c. Berikan perawatan luka.
d. Motivasi pasien agar menjaga kebersihan di area luka dan menganjurkan agar tidak
terkena air.
e. Kelola pemberian terapi farmakologi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jitowiyono, Sugeng. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Noor Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika.
Oswari, E. 2005. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: FKUI.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 1. Jakarta: EGC.

13

Anda mungkin juga menyukai