Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL JOURNAL REVIEW

ILMU NEGARA

OLEH :

ANJELINA PASARIBU ( 3213311030)

DOSEN PENGAMPU :Dra. YUSNA MELIANTI, M.H

PROGRAM STUDI S1

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

TAHUN 2021

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Ynag Maha Esa, atas Rahmat dan HidayahNya
sehingga saya dapat membuat dan menyelesaikan tugas Critial Journal Review ini dengan keadaan
baik dan sehat.

Tugas ini saya susun untuk menyelesaikan mata kuliah Ilmu Negara. Harapan saya dari Critical
Jurnal Riview ini adalah dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan pada khususnya
juga teman-teman di program studi Pendidikan kewarganegaraan.

Demikianlah Critical Journal Review ini saya susun, dan daya sadar masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat dibutuhkan. Atas
perhatian dosen pengampumata kuliah Ilmu Negara, saya ucapkan Terimakasih.

Medan, November 2021

1
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………...

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………

BAB 1: PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………….

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR………………………………………………………………………………………..

B. Tujuan CJR…………………………………………………………………………………………………………………...

C. Manfaat CJR………………………………………………………………………………………………………………….

D. Identitas Jurnal Yang Diriview………………………………………………………………………………………

BAB 2: RINGKASAN JURNAL………………………………………………………………………………………………..

A. Jurnal Utama………………………………………………………………………………………………………………..

B. Jurnal Pembanding……………………………………………………………………………………………………....

BAB 3: PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………………

A. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal…………………………………………………………………………………

B. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Seringkali kita bingung memilih jurnal referensi untuk kita baca dan pahami. Terkadang kita memilih
satu jurnal, namun kurang memuaskan hati kita misalnya dari segi analisis bahasa dan pembahasan.
Melakukan Critical Jurnal Review pada suatu buku dengan membandingkannya dengan buku lain
sangat penting untuk dilakukan, dari kegiatan inilah kita dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan suatu Jurnal. Dari mengkritik inilah kita jadi mendapatkan informasi yang kompeten
dengan cara menggabungkan informasi dari jurnal yang lain.

B. Tujuan CJR

Memahami dan menganalisis kelebihan dan kekurangan dari suau jurnal. Mempermudah dalam
membahas inti hasil penelitian yang telah ada. Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam
suatu jurnal.

C. Manfaat Jurnal

Membantu semua kalangan dalam mengetahui inti dari hasil penelitian yang terdapat dalam suatu
jurnal. Menjadi bahan evaluasi dalam pembuatan suatu jurnal didalam penerbitan berikutnya.

3
D. Identitas Jurnal yang Diriview

A.JURNAL UTAMA

1. Judul Artikel: Prinsip Pengakuan Dalam Pembentukan Negara Baru

Ditinjau dari Hukum Internasional

2. Nama Jurnal: Lex Jurnalica

3. Edisi terbit: Agustus 2011

4. Pengarang Arterbi: A. Mansyur Effendi, Andri

5. PeArterb: Universitas Brawijaya, Surabaya

6. KotaPeArter: Surabaya

7. KotaPeArte: 2528-3251

8. Link Mengunduh:

https://ejournal.esaunggul.ac.id/index.php/Lex/article/download/329/299

B. JURNAL PEMBANDING

1. Judul Artikel: Peranan Pengakuan dalam Hukum Internasional: Teori

Lahirnya Suatu Negara dan Ruang Lingkup Pengakuan

2. Nama Jurnal: Jurnal Pendidikan Kewarganegaran

3. Edisi Jurna: September 2018

4. Pengarang Artikel: Yulita Pujilestari

5. Penerbit :Universitas Pamulang, Tangerang Selatan

6. Kota Terbit : Tangerang Selatan

7. Nomor ISSN : 2621-346X

8. Link Mengunduh:

https://openjournal.unpam.ac.id/index.php/PKn/article/download/260/pdfMengunduh

4
BAB 2

RINGKASAN JURNAL

A. JURNAL UTAMA

Prinsip Pengakuan Dalam Pembentukan Negara Baru Ditinjau dari Hukum Internasional

Pendahuluan

Kelahiran sebuah negara baru dapat melalui bermacam–macam cara, contohnya : pemisahan diri
dari wilayah suatu negara dan berdiri sendiri sebagai negara merdeka, melepaskan diri dari
penjajahan, pecahnya suatu negara menjadi negara – negara kecil, ataupun penggabungan beberapa
negara menjadi sebuah negara yang baru. Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai
Bagaimana peran pengakuan negara-negara dunia dalam pembentukan sebuah Negara baru?

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan
menggunakan jenis data bahan pustaka yang merupakan data sekunder, yaitu data – data yang
diperoleh dari bahan –bahan bacaan dan pustaka.

Pembahasan

Masyarakat internasional merupakan masyarakat yang dinamis. Dimana ia berubah dari waktu ke
waktu. Ada negara yang baru lahir maupun negara yang takluk dan dikuasai negara lain. Pemerintah
yang baru lahir, pemerintah yang lama terguing. Lahirnya pemerintah/atau negara tersebut ada yang
melalui cara – cara kekerasan ada pula yang melalui jalan damai. Perubahan – perubahan yang
terjadi terhadap negara seperti itu membuat anggota masyarakat internasional dihadapkan kepada
dua pilihan. Pilihan tersebut adalah menolak atau menerima.

Lahirnya sebuah negara baru tidak lepas dari pengamatan masyarakat internasional, karena
kelahiran sebuah negara baru mau tidak mau harus berhubungan dengan negara lain. Sebuah
negara tidak dapat lahir begitu saja, negara tersebut harus memenuhi syarat – syarat yang telah ada
sejak lama dalam Hukum Internasional yang diakui oleh pergaulan internasional, syarat tersebut
terdapat dalam konvensi pasal 1 ”Montevideo” tahun 1933. Syarat tersebut antara lain : harus ada
rakyat (a permanent population), harus ada wilayah (a defined territory), harus ada pemerintahan (a
government), mempunyai kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain (a capacity to enter into
relations with other states), dan syarat – syarat lainnya.

Lahirnya sebuah negara baru di dunia ini, sebenarnya tidak lepas dari pengamatan PBB.
Sesudah tahun 1945 terdapat banyak negara–negara baru setelah membebaskan diri dari kekuasaan
kolonial, selama waktu tersebut 140 negara baru telah lahir dan semuanya menjadi anggota PBB.

5
Syarat – syarat negara yang dapat diakui oleh PBB hanya bahwa negara baru tersebut harus cinta
damai (peace loving), menerima kewajiban yang terdapat di dalam piagam, mampu dan bersedia
melaksanakan kewajiban dan ditetapkan oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan
PBB. Peran – peran PBB dalam pembentukan sebuah negara baru dapat dilihat dalam beberapa cara,
antara lain : Sistem Perwalian Internasional, Misi Perdamaian PBB (Peace Keeping Operations),
Pengawasan Pemilihan Umum (Electoral Assistan-ce), Pengawasan Administrasi Pemerintahan (An
Interim Administrator).

Fungsi Pengakuan

Dalam literatur – literatur hukum terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pengakuan ini adalah
sebagai suatu keharusan atau sebagai suatu kewajiban hukum. Hal ini berawal dari doktrin
Luterpacht dan Chen yang menyatakan bahwa pengakuan ini merupakan suatu keharusan agar
suatu negara dapat lahir.

Teori – teori Tentang Pengakuan Dalam literatur–literatur hukum internasional terdapat dua
teori yang terkenal tentang pengakuan, yaitu :

1. Teori Konstitutif

Dalam teori konstitutif ini dikemukakan bahwa di mata hukum internasional, suatu negara lahir jika
negara tersebut telah diakui oleh negara lainnya. Hal ini mengartikan bahwa hanya dengan
pengakuanlah suatu negara baru itu dapat diterima sebagai anggota masyarakat internasional dan
dapat memperoleh status sebagai subjek hukum internasional. Ada dua alasan yang
melatarbelakangi teori ini. Pertama, jika kata sepakat yang menjadi dasar berlakunya hukum
internasional, maka tidak ada negara atau pemerintah yang diperlakukan sebagai subjek hukum
internasional tanpa adanya kesepakatan dari negara yang ada terlebih dahulu. Alasan kedua, yaitu
bahwa suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai status hukum sepanjang
negara atau pemerintah itu berhubungan dengan negara – negara yang tidak mengakui (Adolf,
1993).

2. Teori Deklaratif

Dalam teori ini pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu negara, karena
suatu negara lahir atau ada berdasarkan situasi – situasi/fakta murni. Kemampuan tersebut secara
hukum ditentukan oleh usaha – usahanya serta keadaan–keadaan yang nyata dan tidak perlu
menunggu untuk dapat diakui oleh negara lain. Suatu negara ketika lahir langsung menjadi anggota
masyarakat internasional dan pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut,
maka menurut teori ini pengakuan tidak menciptakan suatu negara, dan pengakuan bukan
merupakan syarat lahirnya suatu negara baru.

Dalam perkembangan di lingkungan hukum internasional kecenderungan praktek negara–


negara lebih mengarah kepada teori deklaratif. Contohnya adalah penolakan pengakuan oleh negara
negara Barat sampai tahun 1973 atas pembentukan Republik Demokrasi Jerman yang dianggap
merupakan pelanggaran Uni Soviet terhadap kewajiban – kewajiban yang tercantum dalam
perjanjian –perjanjian yang telah dibuat dengan negara – negara sekutu sesudah perang (Mauna,
2003). Ini adalah contoh dari pelaksanaan teori konstitutif yang sekarang ini tidak lagi dipakai dalam
praktek negara – negara.

Suatu negara atau pemerintah tidak akan mendapatkan status dari negara lain kecuali negara
tersebut diakui oleh negara yang bersangkutan (teori konstitutif). Namun bukan berarti bahwa
negara tersebut tidak ada (teori deklaratif). Maka, jika dilihat dari hal tersebut, negara tetap ada

6
meskipun tidak diakui. Negara tersebut hanya dapat mengadakan hubungan dengan negara yang
mengakuinya. Pada waktu rezim komunis Cina berkuasa, negara Cina ini tetap ada meskipun
Amerika Serikat tidak mengakuinya, tetapi negara Cina tidak dapat melakukan hubungan dengan
Amerika Serikat sampai Amerika Serikat memberikan pengakuannya (Adolf, 1993).Dari uraian di atas
dapat dikatakan bahwa muncul atau lahirnya suatu negara adalah suatu peristiwa yang tidak
langsung mempunyai ikatan dengan hukum internasional. Pengakuan yang diberikan kepada negara
yang baru lahir tersebut hanya bersifat politik, atau seperti pengukuhan terhadap statusnya di
lingkungan anggota masyarakat internasional dengan segala hak dan kewajiban yang dimiliki sesuai
dengan hukum internasional.

Bentuk – bentuk Pengakuan

1. Pengakuan secara Kolektif

Pengakuan suatu negara dalam kategori ini dapat berupa dua bentuk. Bentuk yang pertama adalah
deklarasi bersama oleh sekelompok negara. Contohnya adalah pengakuan negara – negara Eropa
secara koletif/bersama – sama pada tahun 1992 terhadap ketiga negara yang berasal dari pecahan
Yugoslavia yakni Bosnia dan Herzegovina , Kroasia, dan Slovenia (Mauna, 2003). Bentuk kedua yaitu
pengakuan yang diberikan melalui penerimaan suatu negara baru untuk menjadi bagian/peserta ke
dalam suatu perjanjian multilateral. Contohnya seperti perjanjian damai.

Pengakuan kolektif berkaitan dengan masuknya suatu negara ke dalam suatu organisasi
internasional terkadang menimbulkan masalah yang cukup penting bagi negara yang bersangkutan.
Penyebab hal ini adalah karena masuknya negara tersebut ke dalam pengakuan terhadapnya bukan
diberikan oleh organisasi internasional melainkan oleh para anggotanya.

2. Pengakuan secara Terang – terangan dan Individual

Pengakuan seperti ini berasal dari pemerintah atau badan yang berwenang di bidang hubungan luar
negeri, ada beberapa cara seperti :

a.Nota Diplomatik, Suatu Pernyataan atau Telegram.

Pada umumnya suatu negara mengakui negara lain secara individual yang hanya melibatkan
negara itu saja. Pengakuan individual ini mempunyai arti diplomatik tersendiri bila diberikan oleh
suatu negara kepada negara bekas jajahannya atau kepada negara yang sebelumnya bagian dari
negara yang memberikan pengakuan (Mauna, 2003). Misal pernyataan negara Republik Indonesia
terhadap kemerdekaan Timor Leste dimana sebelumnya Timor Leste adalah salah satu bagian dari
NKRI.

b. Suatu Perjanjian Internasional,

beberapa contohnya adalah :

1. Pengakuan Prancis terhadap Laos tanggal 19 Juli 1949 dan Kamboja 18 November 1949. 2.
Pengakuan Jepang terhadap Korea tanggal 8 September 1951 melalui pasal 12 Peace Treaty. 3.
Pengakuan timbal – balik Italia – Vatikan melalui pasal 26 Treaty of Latran 14 Februari 1929
(Mauna,2003:68-69)

7
3. Pengakuan secara Diam – Diam

Pengakuan ini terjadi jika suatu negara mengadakan hubungan dengan pemerintah atau negara baru
dengan mengirimkan seorang wakil diplomatik, mengadakan pembicaraan dengan pejabat resmi
atau kepala negara setempat. Namun dalam keadaan ini harus ada indikasi atau tindakan nyata
untuk mengakui pemerintah atau negara yang baru. Seperti yang terjadi pada hubungan Amerika
Serikat dan Cina. Walaupun Amerika Serikat secara resmi tidak mengakui RRC, tetapi semenjak
tahun 1955 negara tersebut telah mengadakan perundingan – perundingan tingkat duta besar di
Jenewa, Warsawa, Prancis, dan yang diikuti dengan pembukaan kantor – kantor penghubung di
kedua negar akhir Mei 1973 (Mauna, 2003).

4. Pengakuan Terpisah

Pengakuan terpisah ini juga dapat diberikan kepada suatu negara baru. Kata “terpisah” ini digunakan
apabila pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru, namun tidak kepada pemerintahnya,
atau sebaliknya pengakuan diberikan kepada suatu pemerintah yang baru yang berkuasa, tetapi
pengakuan tidak diberikan kepada negaranya (Tasrif, 1966).

5. Pengakuan Mutlak

Suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu negara baru tidak dapat ditarik kembali. Institut
Hukum Internasional dalam suatu Resolusi yang disahkannya pada 1936 menyatakan bahwa
pengakuan de jure suatu negara tidak dapat ditarik kembali (Tasrif, 1966). Moore menyatakan
bahwa pengakuan sebagai suatu asas umum bersifat mutlak dan tidak dapat ditarik kembali
(absolute and irrevocable) (Tasrif, 1966). Hal ini dapat dikatakan sebagai konsekuensi dari
pengakuan de jure. Namun pengakuan secara de facto yang telah diberikan, dalam keadaan tertentu
pengakuan ini dapat ditarik kembali (Malcolm, 1986). karena biasanya pengakuan de facto diberikan
kepada negara, sebagai hasil dari penilaiannya yang bersifat temporer atau sementara dan hati– hati
terhadap lahirnya suatu negara baru. Hal seperti ini dilakukan untuk mengahadapi suatu situasi
dimana pemerintah yang diakui secara de facto tersebut kehilangan kekuasaan, karena hal ini maka
alasan untuk memberikan pengakuan menjadi hilang. Oleh karena itu pengakuan yang telah
diberikan dapat ditarik kembali bagi negara yang memberi pengakuan (Adolf, 1993).

6. Pengakuan Bersyarat

suatu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru yang disertai dengan syarat –syarat
tertentu untuk dilaksanakan oleh negara baru tersebut sebagai imbangan pengakuan (Tasrif, 1966).
Pengakuan bersyarat ini diberikan sebagai pengikat dan sebagai suatu cara tekanan politik kepada
suatu negara baru. Contoh dari pengakuan ini adalah, ditandatanganinya perjanjian Litvinov tahun
1933, perjanjian ini berisi pengakuan Amerika Serikat terhadap pemerintah Soviet. Dalam perjanjian
tersebut diisyaratkan agar Uni Soviet membayar seluruh tuntutan keuangan Amerika Serikat dan
bahwa Uni Soviet tidak akan melakukan tindakan – tindakan yang dapat mengganggu keamanan
dalam negeri Amerika Serikat (Adolf, 1993).

Pengakuan Pemerintah Baru

Pengakuan pemerintah baru ini adalah hal yang kerapkali muncul. Pemerintah dalam suatu
negara akan dan pasti berganti – ganti. Perubahan seperti ini sebetulnya tidak memerlukan
pengakuan dari negara– negara lain. Jika dibutuhkan pengakuan diberikan hanya sebatas tindakan
formalitas saja dan biasanya dilakukan secara diam –diam. an ini tidak lahir karenanya (Adolf, 1993).

8
Yang menjadi permasalahan adalah ketika dalam penggantian pemerintahan suatu negara terjadi
karena cara –cara yang tidak konstitusional. Contoh, pemerintah yang berkuasa mendapatkan
kekuasaanya melalui kudeta (coup d’etat), pemberontakan atau penggulingan pemerintah yang sah
melalui cara – cara yang tidak sah. Contohnya, Rezim Tinoco di Kosta Rica yang berkuasa antara
tahun 1917 – 1919 tidak diakui oleh negara –negara sekutu yang sebagian besar disebabkan karena
Amerika Serikat tidak menyetujui rezim tersebut (Adolf, 1993).

Syarat Pembentukan Negara Baru

Berdasarkan Hukum Internasional Negara merupakan subyek hukum yang terpenting


dibanding dengan subyek – subyek hukum internasional lainnya (Mochtar, 1989). Sebagai subyek
hukum internasional negara mempunyai hak – hak dan kewajiban menurut hukum internasional.

Meskipun telah banyak sarjana yang mengemukakan definisi atau kriteria tersebut namun secara
umum apa yang telah dikumukakan di atas, tidak jauh bedanya dengan unsur tradisional suatu
negara yang tercanttum dalam pasal 1 ” Montevideo (Pan American) Convention on Rights and
Duties of states of 1993 ” (Adolf,1993:4). Bunyi dari pasal 1 dalam konvensi ”Montevideo ” adalah :
The State as a person of international law should posses the following qualifications :

1. A permanent population.

2. A defined territory.

3. A government, and

4. A capacity to enter into relations with other states

Unsur – unsur di atas juga dikemukakan oleh Oppenheim – Lauterpacht. Berikut uraian uraian

tentang masing – masing unsur tersebut :

1. Harus ada rakyat / penduduk.

Rakyat adalah sekumpulan manusia dari ke dua jenis kelamin yang hidup bersama sehingga
merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan,
menganut kepercayaan berlainan, ataupun memiliki kulit berlainan. Syarat penting untuk unsur ini
yaitu bahwa masyarakat ini harus terorganisasi dengan baik (Organized Population), ini dibutuhkan
karena pemerintahan tidak akan berjalan jika pemerintah nya terorganisasi sedangkan
masyarakatnya tidak terorganisasi. (Adolf, 1993).

2. Harus ada daerah / wilayah.

Daerah yaitu dimana rakyat tersebut menetap. Rakyat yang hidup berkeliaran di suatu daerah ke
daerah lain (a wandering people) bukan termasuk negara, tetapi tidak penting apakah daerah yang
didiami secara tetap itu besar atau kecil, dapat juga hanya terdiri dari satu kota saja, sebagaimana
halnmya dengan negara kota. Tidak dipersoalkan pula apakah seluruh wilayah tersebut dihuni atau
tidak.

3. Harus ada pemerintah.

Harus ada pemerintah maksudnya adalah yaitu seseorang atau beberapa orang yang memiliki
rakyat, dan memerintah menurut hukum negerinya. Dalam salah satu tulisannya Lauterpacht

9
menyatakan bahwa unsur ini, yaitu pemerintah merupakan syarat utama untuk adanya suatu
negara.

4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.

Oppenheim – Lauterpacht menggunakan kalimat lain untuk unsur keempat ini, yaitu dengan
menggunakan kalimat ”pemerintah harus berdaulat” (Sovereign). Yang dimaksud dengan
pemerintah berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang merdeka dari pengaruh suatu kekuasaan
lain di muka bumi. Kedaulatan dalam arti sempit berarti kemerdekaan sepenuhnya, baik kedalam
maupun ke luar batas – batas negeri.

Setelah memenuhi unsur – unsur diatas barulah sebuah negara dapat dikatakan negara menurut
hukum internasional. Negara – negara yang dapat dikatakan sebuah negara juga mempunyai
bentuk– bentuk tersendiri, bentuk – bentuk negara yang dimaksud adalah (Adbentu1993):

1. Negara Kesatuan.

Negara dengan bentuk ini yaitu suatu negara yang memiliki suatu pemerintah yang
bertanggungjawab mengatur seluruh wilayahnya, contoh Indonesia, Myanmar, dan lain – lain.

2. Dependent States.

Dependent states adalah negara – negara yang bergantung kepada negara – negara lain baik karena
adanya pengawasan dari negara lainnya, adanya perjanjian, adanya persetujuan untuk menyerahkan
hubungan luar negeri kepada negara lain atau karena adanya pendudukan akibat perang. Negara –
negara seperti ini tidak selalu bergantung dari segi keamanan pertahanan, politik, administratif, tapi
juga dari segi ekonomi.

3. Negara Federal.

Salah satu bentuk negara yang cukup penting dewasa ini, karena menurut suatu penelitian telah
dikalkulasikan hampir setengah dari jumlah penduduk dunia ini hidup dibawah pemerintahan yang
berbentuk federal. Negara – negara seperti ini contohnya adalah Amerika Serikat, Kanada, dan
Australia. Bentuk dasar dari negara federal ini yaitu bahwa wewenang terhadap urusan dalam negeri
dibagi menurut konstitusi antara pejabat – federal dan anggota – anggota federasi, sedangkan
urusan luar negerinya biasanya dipegang oleh pemerintah federal (pusat).

4. Negara – negara Anggota Persemakmuran.

Bentuk – bentuk negara yang tergolong dalam persemakmuran dilatarbelakangi oleh adanya proses
dekolonisasi pada negara – negara tersebut. Proses dekolonissasi dapat terjadi karena dua
kemungkinan. Pertama, negara tersebut merdeka penuh, berdaulat dan ” terpisah ” dari negara
yang mendudukinya. Kedua, negara tersebut terpaksa tergantung kepada negara yang
mendudukinya karena negara tersebut kecil atau terbelakang (miskin), sehingga kemerdekaan
bukanlah jalan yang terbaik.

5. Negara Netral.

Menurut Starke yang dimaksud dengan negara netral adalah suatu negara yang kemerdekaan,
politik, dan wilayahnya dengan kokoh dijamin oleh suatu perjanjian bersama negara – negara besar
(the Great Power) dan negara – negara ini tidak akan pernah berperang melawan negara lain, kecuali

10
untuk pertahanan diri, dan tidak akan pernah mengadakan perjanjian aliansi yang akan
menimbulkan peperangan.

Kesimpulan

Sebagai pribadi internasional yang membutuhkan hubungan dengan negara lain atau subyek hukum
internasional yang lain, negara baru tersebut membutuhkan pengakuan dari negara lainnya agar
dapat melakukan hubungan yang akan melahirkan hak – hak dan kewajiban

– kewajiban internasional yang harus dilaksanakan dalam tatanan pergaulan internasional.


Hendaknya dibedakan pula antara negara sebagai pribadi internasional dalam melaksanakan hak–
hak dan kewajiban – kewajiban internasionalnya pada hal yang lain. Suatu negara baru dapat
dikatakan memiliki pribadi internasional atau sebagai negara baru memang tidak membutuhkan
peng

JURNALPEMBANDING

Peranan Pengakuan dalam Hukum Internasional: Teori Lahirnya


Suatu Negara dan Ruang Lingkup Pengakuan

Fungsi dan Bentuk Pengakuan

Menurut sarjana hukum interernasional berbendapat bahwa “pengakuan”(Inggris: recognition,


Prancis: reconnaissance, Jerman: anerkennung) adalah wadah yang memegang peranan penting
dalam jalinan antarnegara. Pada abad ke-20 ini, tidak ada satu pun negara bisa hidup tersaing dari
negara lainnya dan perkembangan teknologi telah berpengaruh menciptakan jalinan interpendensi
yang erat antarnegra didunia ini. Namun, sebelum negara baru menjalin kerjasama berbagai bidang
dengan negara lain, baik sosial, ekonomi, politik, sosial budaya, dan sebagainya, negara baru
tersebut harus terlebih dahulu lewat pengakuan. Sehingga, peranan pengakuan adalah menanggung
negara baru dapat menempati tempat yang benar sebagai organisme politik yang berdaulat dan
merdeka di tengah-tengah keluarga bangsa-bangsa, maka secara umum dapat menjadi kekhawatiran
bahwa jabatannya sebagai kesatuan politik akan diganggu oleh negara-negara yang sebelumnya ada.

Sampai saat ini hubungan internasional dalam praktiknya, pengakuan bukan hanya diberikan
kepada suatu negara, tetapi juga terhadap hal lainnya. Bentuk pemberian pengakuan terdiri
diantaranya Pengakuan terhadap negara baru, jelas, pengakuan ini diberikan kepada suatu negara
(berupa pengakuan baik de facto maupun de jure), Pengakuan terhadap pemerintahan baru. Dalam
hal ini dipisahkan antara pengakuan terhadap negara dan pengakuan terhadap pemerintahannya
(yang berkuasa). Ini terjadi jika wujud pemerintahan yang lama dan yang baru sangat terlihat
perbedaannya. Pengakuan terhadap pemberontak. Pengakuan ini dipersembahkan kepada
sekelompok perlawanan yang sedang melaksanakan perlawanan kepada pemerintah. Pengakuan
terhadap beligerensi. Sifat pengakuan ini lebih kuat dari pada pengakuan sebagai pemberontak.
Pengakuan ini sama dengan pengakuan sebagai pemberontak, Pengakuan ini diberikan apabila
pemberontak sangat kuat. Akibat dari pemberian pengakuan ini, antara lain beligeren dapat
memasuki pelabuhan neagara yang menyetujui mengadakan pinjaman, dan lain-lain. sehingga

11
seakanakan ada dua pemerintahan yang sedang berlawanan. Pengakuan sebagai bangsa.
Komsekuensi hukum ini sama dengan konsekuensi hukum pengakuan beligerensi.

Teori lahirnya Negara dan Berbagai Bentuknya


Asal-usul Terbentuknya Pemerintahan, Secara sederhana, timbulnya institusi sosial, lahir tatanan
prapemerintah (negara) Seterusnya berlanjut pada institusi formal berupa negara, dan dari negara
ini lahir aparatur negara yang bertugas mengatur negara atau dikenal dengan nama pemerintah,
yang menjadi pembentukan pengelolaan pemerintahan dan begitu seterusnya. Proses inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah garis kontinum. Asal-mula terbentuknya suatu unsur alamiah
manusia sebagai makhluk social. Sementara itu, tentang model proses pembentukan bangsa dan
pemerintahannegara, umumnya terdapat dua model, sebagaimana diuraikan oleh Ramlan Surbakti,
yaitu Model ortodoks suatu pemerintahan politik (konstutusi) dibentuk dan disahkan sama dengan
pilihan pemerintah rezim politik itu, Hal itu berawal dari adanya suatu bangsa terdahulu kemudian
bangsa mendirikan negara sendiri. Dari kedua model ini, terdapat hal pasti yaitu jika terjadi interaksi
dari partisipasi politik, terjadi pula hukum sosiologis berupa munculnnya stratifikasi sosial yang
minimal berbentuk dwi_polar, yang dalam kategori mosca. Pertama, pihak penguasa atau
pemerintah yang melaksanakan pemerintahan; dan kedua, pihak yang diperintah atau yang
dijadikan sasaran pemerintahan.

Ruang Lingkup dan Mekanisme Pemberian Pengakuan atas Negara

Kata negara dipandang dari segi pengertian menampakan variasi pandagam, baik secara keabsahan
maupun secara istilah. Secara Bahasa negara diartikan sebagai berikut sebuah organisasi didalam
suatu daerah tertentu yang memiliki kekuasaan tertiggi yang ditaati dan sah oleh rakyat;
Sekelompok makhluk yang menempati tempat tertentu sehingga diatur di bawah lembaga
pemerintahan yang efektif, berdaulat, memiliki kesatuan sehinngga berhak menetapkan tujuan
rasionalnya (Anonimous, 1990: 123).

“Negara adalah salah satu daerah territorial yang masyarakatnya diperintah (governed) oleh
beberapa pejabat pemerintahan dan bangsanya patuh pada aturan undang-undang lewat
penguasaan (control) monopoli dari kekuasaan yang sah (Miriam Budiarjo, 1992: 39-40). secara
bersembunyi atau tersirat, pemberian pengakuan ini didasarkan perbuatan pihak yang berkaitan
sehingga memiliki niat untuk memberi pengkuan. Tindakan yang tergolong secara tersirat, yaitu
Menyambut kunjungan kepala negara, Mengibarkan bendera yang bersangkutan, Mengungkapkan
pernyataan selamat, dan lain-lain Contoh nyata atau konkretnya pengakuan tersirat, yaitu pada
tahun 199 Presiden RI berkunjung ke Bosnia , pada tahun Perdana Menteri Israel di Bnadara
Soekarno-Hatta disambut presiden RI, atas pengangkatan Megawati Sebagai Presiden RI, 23 P

Akibat pengakuan bersyarat jika kewajiban tidak dijalankan maka tidak akan menghapus
pengakuan, adanya suatu kesyaratan yang harus dipeuhi negara itu, yaitu pemberian pengakuan
secara tersirat. Namun negara yang mengakui dapat membatalkan kerjasama diplomatik sebagai
sanksi. Sekalipun demikian, status pengakuan terhadap negara tersebut tidak ambil kembali. Untuk
melihat contoh konkret dari pengakuan bersyarat, yaitu sebagai berikut: pada tahun 1917 AS
mengakui kemerdekaan Bolivia, negara tersebut mensyaratkan agar Bolivia tidak menasionalisasikan

12
PMA AS di Bolivi, Kongres Berlin memberikan pengakuan kepada montegro dan Serbia dengan
ketentuan pemerintah Serbia maupun Montenegro tidak memjalankan yang dilarang agama atau
tidak boleh memkasakan kekeliruan agama terhadap warganya.Ada juga yang berpendapat
mengenai pengakuan itu tidak boleh disertai pernyataan. Contohnya, jika negara tersebut dengan
sadar bersedia menghadiri maka wilayahnya sebagai pangkalan militer kepada pihak yang akan
memberikan pengakuan, maka suatu negara akan memjanjikan suatu pengakuan kepada negara
lain. Hal ini dipandang tidak layak karena pengakuan yaitu suatu perbuatan yang bersifat sepih serta
dengan ketentuan yang menanggung pihak yang akan diberi pengakuan, persyaratan seperti ini tidak
dianggap benar karna dirasa sebagai pemaksaan kehendak secara sepihak.

Para ahli sarjana hukum internasional membuat suatu pengakuan hukum sebagai bagian dari
topik hukum internasional. Masalah lain adalah tidak adanya ukuran objektif untuk pembagian
pengakuan. Akan tetapi, karena pengakuan itu memberi dampak bagi persoalanpersoalan hukum
internasional, hukum nasional, ada kaitannya dengan substansi persoalan tentang negara sebagai
subjek hukum internasional. Pengakuan de facto hanya diberikan berdasarkan fakta bahwa suatu
peristiwa sudah ada atau terjadi, sambil mengamati perkembangan selanjutnya, seseorang yang
diakui de facto akan memperbaiki efektif eksistensinya atau sebaliknya berhasil dikalahkan oleh
pihak lawannya. Pengakuan De Jure (De Jure Recognition) menurut pihak yang akan memberi
pengakuan, pengakuan de jure diberikan apabila adapun pihak yang akan diakui secara de jure telah
memenuhi standar kualifikasi sebagai berikut : Secara efektif menguasai, formal maupun semacam
substansial, daerah dan masyarakat yang berada di bawah kekuasaannya.

Pengakuan de jure dan pengakuan de facto, dalam praktiknya sering diberikan kepada negara
baru maupun pemerintah baru. Bagi pemberontak ataupun pengakuan atas hak-hak teritorial sangat
jarang dalam bentuk de facto atau tahap pengakuan de jure, yaitu berupa pengakuan, tanpa
diembel-embel dengan de facto dan de jure. Beberapa dampak pengakuan dan penolakan
pemberian pengakuan atas suatu negara baru: Sikap badan peradilan nasional negara yang sudah
memberikan pengakuan. Yaitu pada umumnya, sikap badan-badan peradilan nasional akan
mengikuti sikap badan eksekutif. Jika badan eksekutifnya telah memberikan pengakuan kepada
suatu negara baru yang berarti pula pengakuan dan penerimaan/penghormatan atas
tindakantindakannya sebagai negara yang berdaulat, maka pihak badan peradilannya akan
menghormatinya pula.

Pengakuan bagi pemerintah baru (recognition of a new government). Yaitu suatu pernyataan
dari suatu negara bahwa negara tersebut telah siap dan bersedia bergandengan dengan pemerintah
yang baru yang diakui sebagai organ yang berbuat untuk dan atas nama negaranya. Perbedaan
antara Pengakuan Negara dan Pengakuan Pemerintah, yaitu : Pengakuan negara adalah pengakuan
bagi suatu entitas baru yang telah memiliki semua unsur konstitutif negara dan yang sudah
menampilkan kemempuannya dalam menjalankan hak-hak dan kewajiban sebagai anggota bangsa
internasional. Dampak pengakuan bagi pemerintah negara yang diakui dan untuk mengadakan kerja
sama dengan pemerintah yang baru itu. Pengakuan bagi pemerintahan dapat dicabut sewaktuwaktu
namun negara sekali diberikan tidak dapat dibatalkan kembali.

KESIMPULAN

Secara sederhana, asal-mula terbentuknya tatanan alamiah manusia sebagai makhluk social,
seterusnya terbentuk institusi sosial, berbentuk tatanan prapemerintah (negara); kemudian tumbuh
menjadi institusi formal yaitu negara, selanjutnya negara ini timbul aparatur yang bertugas

13
mengelola negara yaitu pemerintah, Proses inilah yang kemudian dikenal dengan istilah garis
kontinum. Pada dasarnya penulis mencoba menguraikan sebagai pembahasan pertama adalah teori
wina yang memberikan pengaruh terhadap konsep negara di barat ataupun eropa.

Teori wina di pelopori oleh Moritz schlick dan august comte yang bearakar dari filsafatdan
sains,kedua ilmu itu menjadi pedoman dari postivisme logis, yang selanjutnya disebut sebagai
mazhab wina. Dalam perjalannya banyak pihak yang menentang mazhab wina di cambrigde
misalnya, seperti yang dikemukakan oleh fichte dan hegel atau kant yang lebih mengutamakan spirit
dan pemikiran dari pada logika dan fisik, sehingga orang yakin bahwa sains harus belajar dari filsafat
dan potivisme logis ( Mazhab wina )juga bersebrangan dengan idealisme model jerman, Lingkaran
wina menggunakan relativitas einstein (yang pada masa itu bertentangan dengan akal sehat)untuk
melawan pendapat kant,meskipun demikian mazhab ini meninggalkan aliran potivisme yang sampai
sekarang masih kuat. Positivisme secara bahasa berasal dari bahasa jerman, positive yang artinya
yakin dan past. Istilah positivisme di gunakan oleh Comte untuk mendesain sistem pemikiran dan
kehidupan yang berhubungan dengan realitas dan di dasarkan pada hasil yang pasti melalui metode
ilmiah.

Saint-simon menjelaskan bahwa telah terjadi transformasi konsepsi mendasar dalam beberapa hal
sebagai pengaruh dari paham potivisme,yaitu:

(1) bersifat induvidual dan legal formalisme,

(2) dalam konstelasi hukum telah lahir kode napoleon dan

(3) teori hukum murni hans kelsen.

BAB 3

PENUTUP

A. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL

Kelebihan jurnal utama adalah menjelaskan secara rinci dan jelas tentang teori-teori pengakuan
yaitu teori lomstitutif, dan teori deklaratif. Serta bentuk-bentuk pengakuan yaitu pengakuan secara
kolektif, pengakuan secaraterang-terangan, pengakuan secara diam-diam, pengakuan terpisah,
pengakuan mutlak, serta pengakuan bersyarat. Sedangkan kekurangan jurnal ini adalah tidak
menjelaskan mengenai ruanglingkup dan mekanisme pemberian pengakuan atas Negara serta
perbedaan pengakuan Negara dan pemerintahan.

Kelebihan jurnal pembanding adalah menjelaskan mengenai ruang lingkup dan


mekanisme pemberian pengakuan atas Negara, menjelaskan mengenai pengakuan de facto dan de

14
jure dengan rinci. Sedangkan kekurangan jurnal ini adalah tidak menjelaskan dengan lengakp
tentang teori-teori pengakuan, dan syarat-syarat terbentuknya Negara.

B. KESIMPULAN

Sebagai pribadi internasional yang membutuhkan hubungan dengan negara lain atau subyek hukum
internasional yang lain, negara baru tersebut membutuhkan pengakuan dari negara lainnya agar
dapat melakukan hubungan yang akan melahirkan hak – hak dan kewajiban

– kewajiban internasional yang harus dilaksanakan dalam tatanan pergaulan internasional.


Hendaknya dibedakan pula antara negara sebagai pribadi internasional dalam melaksanakan hak–
hak dan kewajiban – kewajiban internasionalnya pada hal yang lain. Suatu negara baru dapat
dikatakan memiliki pribadi internasional atau sebagai negara baru memang tidak membutuhkan
pengakuan dari negara – negara lain sesuai dengan pandangan teori Deklaratif.

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL UTAMA

Boer Mauna, ”Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global”,
PT Alumni, Bandung, 2003. Huala Adolf, ”Aspek – aspek Negara Dalam Hukum Internasional”,
Rajawali Pers, Jakarta, 1993. Malcolm N. Shaw, ”International law”, Butterworths, London, 1986.
Mochtar Kusuma Atmadja, “Pengantar Hukum Internasional”, Binacipta, Bandung, 1989. S.Tasrif,
”Pengakuan dalam Teori dan Praktik”, Media Raya, Jakarta, 1966.

JURNAL PEMBANDING

Asshiddiqie, J. (2016). Pengantar Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta. Bayu, S. (2015).
Pengakuan Negara Baru Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional (Studi terhadap kemerdekaan

15
Kosovo)." Fiat Justisia 6.1 Dedi, S. (2013). Hukum Internasional (dari konsepsi sampai aplikasi).
Bandung: Pustaka Setia Istanto. (1994). Hukum Internasional. Universitas Admajaya. Yogyakarta.
Kusumaadmadja. (1991). Pengantar Hukum Internasional. Cetakan keempat. Buku I . Maggalatung,
S. (2016). Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Gramata Publishing, Bekasi

16

Anda mungkin juga menyukai