Anda di halaman 1dari 63

KAJIAN HISTORIS TENTANG KEKUATAN POLITIK PEBISNIS DALAM SISTEM

POLITIK INDONESIA

PROPOSAL MINI RISET


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mini Riset Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia Pada
Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Medan
Dosen Pengampu : Drs. Halking, M.Si
Disusun Oleh:
Kelas A Kelompok 2
Ketua Kelompok : Era Fazira Nasution (NIM: 3203311001)
Anggota Kelompok : Angelina Putri (NIM: 3203311007)
Asthry Januarty Gultom (NIM: 3203111047)
Citra Situmorang (NIM: 3203111008)
Cristian Agave Siregar (NIM: 3202411027)
Devany Maulana Nasution (NIM: 3202111003)
Gerry Frizi Jonatan Malau (NIM: 3203111003)
Hanna Izzati Ar Raudhah (NIM: 3203311008)
Hissah Kristina Marbun (NIM: 3203111046)
Khoiratul Ummah (NIM: 3203311013)
Lala Anggina Salsabila (NIM: 3202411012)
Lehonna Yo Gracia Simanjuntak (NIM: 3203311029)
Nurul Azmy Pratiwi (NIM: 3202111008)
Sadnes Sinaga (NIM: 3202311002)
Tiurma Yuni Firli Kristin Nainggolan (NIM: 3203111037)
Tatiadinata Saragih (NIM: 3201111016)
Tania Situmeang (NIM: 3203111031)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
HALAMAN JUDUL
KAJIAN HISTORIS TENTANG KEKUATAN POLITIK PEBISNIS DALAM SISTEM
POLITIK INDONESIA

PROPOSAL MINI RISET


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mini Riset Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia Pada
Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Medan
Dosen Pengampu : Drs. Halking, M.Si
Disusun Oleh:
Kelas A Kelompok 2
Ketua Kelompok : Era Fazira Nasution (NIM: 3203311001)
Anggota Kelompok : Angelina Putri (NIM: 3203311007)
Asthry Januarty Gultom (NIM: 3203111047)
Citra Situmorang (NIM: 3203111008)
Cristian Agave Siregar (NIM: 3202411027)
Devany Maulana Nasution (NIM: 3202111003)
Gerry Frizi Jonatan Malau (NIM: 3203111003)
Hanna Izzati Ar Raudhah (NIM: 3203311008)
Hissah Kristina Marbun (NIM: 3203111046)
Khoiratul Ummah (NIM: 3203311013)
Lala Anggina Salsabila (NIM: 3202411012)
Lehonna Yo Gracia Simanjuntak (NIM: 3203311029)
Nurul Azmy Pratiwi (NIM: 3202111008)
Sadnes Sinaga (NIM: 3202311002)
Tiurma Yuni Firli Kristin Nainggolan (NIM: 3203111037)
Tatiadinata Saragih (NIM: 3201111016)
Tania Situmeang (NIM: 3203111031)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mini Riset Mata Kuliah Sistem Politik
Indonesia Pada Jurusan Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Medan. Dosen Pengampu: Drs.Halking, M.Si.
Kami yang bertanda tangan dibawah ini:

Ketua Kelompok :Era Fazira Nasution (NIM: 3203311001)


Anggota Kelompok : Angelina Putri (NIM: 3203311007)
Asthry Januarty Gultom (NIM: 3203111047)
Citra Situmorang (NIM: 3203111008)
Cristian Agave Siregar (NIM: 3202411027)
Devany Maulana Nasution (NIM: 3202111003)
Gerry Frizi Jonatan Malau (NIM: 3203111003)
Hanna Izzati Ar Raudhah (NIM: 3203311008)
Hissah Kristina Marbun (NIM: 3203111046)
Khoiratul Ummah (NIM: 3203311013)
Lala Anggina Salsabila (NIM: 3202411012)
Lehonna Yo Gracia Simanjuntak (NIM: 3203311029)
Nurul Azmy Pratiwi (NIM: 3202111008)
Sadnes Sinaga (NIM: 3202311002)
Tiurma Yuni Firli Kristin Nainggolan (NIM: 3203111037)
Tatiadinata Saragih (NIM: 3201111016)
Tania Situmeang (NIM: 3203111031)

Jurusan : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Judul Tugas : Kajian Historis Tentang Kekuatan Politik Pebisnis Dalam Sistem
Politik Indonesia.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tulisan yang kami serahkan ini benar-benar
merupakan karya sendiri, kecuali kutipan-kutipan dari ringkasan yang semuanya telah kami
jelaskan sumbernya. Apabila dikemudian hari terbukti dapat dibuktikan tulisannya hasil
jiplakan, maka nilai dan kelulusan yang diberikan oleh dosen penguji dapat kami terima.

Medan, 22 April 2021


Yang Membuat Pernyataan

Era Fazira Nasution


NIM: 3203311001

ii
HALAMAN PENGESAHAN
“KAJIAN HISTORIS TENTANG KEKUATAN POLITIK PEBISNIS DALAM
SISTEM POLITIK INDONESIA”

Tugas ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Sistem Politik
IndonesiaJurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Medan. Akan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji pada tanggal 22
April 2021.

Dosen Pengampu Ketua Kelompok 2

Drs. Halking, M.Si Era Fazira Nasution


NIP: 19630406 199303 1001 NIM: 3203311001

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt, yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga tugas mini riset ini bisa terselesaikan dengan
baik, dengan judul miniriset “Kajian Historis Tentang Kekuatan Politik Pebisnis Dalam
Sistem Politik Indonesia”. Kami banyak menemui kendala dalam menyelesaikannya,
terutama dalam kekompakan dan kerjasama antar tim dalam kelompok. Walaupun banyak
menemui kendala itu dalam mengerjakan tugas ini, berkat pertolongan dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikannya.

Tugas mini riset ini sebagai salah satu tugas dalam Mata Kuliah Sistem Politik
Indonesia. Tugas ini terdiri atas tiga bab, yaitu Bab I Pendahuuan yang terdiri atas Latar
Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, dan Manfaat Penelitian. Bab II Kajian Pustaka yang terdiri atas Kajian Teori,
Penelitian Relevan, dan Kerangka Berpikir. Yang terakhir Bab III Metode Penelitian, yang
terdiri atas Desain Penelitian,Populasi dan Sampel Peneltian,Variabel Penelitian dan Defenisi
Operasional, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data Serta Tehnik Analisis Data.
Kemudian dalam pembuatan tugas penelitian mini riset ini, kami “Kelas Reguler A Jurusan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Stambuk 2020” Banyak mendapat bantuan
dalam penyelesaiannya. Untuk itu kami patut dan sewajarnya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaiannya.

Ucapan terima kasih yang pertama kami ucapkan kepada orang tua kami yang telah
memberikan dorongan baik dorongan moril dan motivasi kepada kami, maupun dukungan
materi kepada kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas mini riset ini. Berikutnya
kami ucapkan terima kasih kepada dosen kami, Drs. Halking, M.Si., dalam Mata Kuliah
Sistem Politik Indonesia yang sudah banyak memberikan ilmunya dalam mengikuti mata
kuliah ini dan mengerjakan tugas-tugasnya.

Harapan kami semoga hasil penelitian mini riset ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya bagi Kelas Reguler A Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2020 Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.Dalam tugas penelitian mini riset ini masih banyak
kekurangan.Untuk itu kami mohon mohon maaf atas kekurangan-kekurangan yang terdapat
dalam tugas ini.Masukan dan kritikan atas kekurangan tugas ini sangat kami harapkan dari
pembaca. Selain itu, supaya tim penulis dapat membuat tugas ini menjadi lebih baik dan
menarik.

Medan, 22 April 2021

Ketua :Era Fazira Nasution


(NIM: 3203311001)

iv
ABSTRAK

Tugas Mini Riset Kelompok 2 dari kelas A PPKn 2020 ini berjudul “Kajian Historis Tentang
Kekuatan Politik Pebisnis Dalam Sistem Politik Indonesia”. Mini Riset ini meneliti tentang
bagaimaina kekuatan kaum Pebisnis dari masa ke masa pemerintahan Indonesia dan
bagaimana struktur politik tersebut di jalankan di sistem politik Indonesia. Tujuan penelitian
iniuntuk mengetahui dan memperluas pemahaman pembaca mengenai kajian historis tentang
kekuatan pebisnis dalam sistem politik Indonesia. Mini Riset ini menggunakan Metode
penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka (library research) yang menggunkan buku-
buku dan literatur-literatur lainnya sebagai objek yang utama (Hadi, 1995: 3).Mini riset ini
menghasilkan pemahaman tentang kekuatan politik pebisnis dari masa ke masa pemerintahan
Indonesia di dalam sistem politik Indonesia. Perhitungan pemahaman ini menggunakan
penelitian kualitatif studi pustaka, yaitu mengananalisis deskriptif, memberikan gambaran
dan keterangan yang secara jelas, objektif, sistematis, analitis dan kritis mengenai kajian
historis tentang kekuatan politik kaum buruh dan struktur politik yang menjalankannya dalam
sistem politik Indonesia dengan rumus n/N x 100 %
( Keyword : Kajian Historis, Kekuatan Politik, Pebisnis, Sistem Politik Indonesia)

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................iii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iv
ABSTRAK.................................................................................................................................v
DAFTAR ISI.............................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................................1
B. Identifikasi Masalah....................................................................................................1
C. Pembatasan Masalah...................................................................................................1
D. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1. Rumusan Masalah Umum........................................................................................2
2. Rumusan Masalah Khusus.......................................................................................2
E. Tujuan Penelitian.........................................................................................................2
F. Manfaat Penelitian..........................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................................4
A. Kerangka Teori............................................................................................................4
1. Pengertian Kekuatan Politik....................................................................................4
2. Pebisnis Sebagai Kekuatan Politik..........................................................................4
3. Sumber Kekuasaan Politik Pebisnis Sebagai Kekuatan Politik...............................6
4. Pengaruh Pebisnis sebagai Kekuatan Politik...........................................................7
5. Kaum Pebinis yang Menjalankan Struktur Politik..................................................8
B. Penelitian Yang Relevan.............................................................................................9
C. Kerangka....................................................................................................................10
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................................11
A. Desain Penelitian.......................................................................................................11
1. Jenis Penelitian......................................................................................................11
2. Metode Penelitian..................................................................................................11
3. Lokasi Penelitian....................................................................................................11

vi
4. Waktu Penelitian....................................................................................................12
B. Fokus Penelitian........................................................................................................12
C. Konseptualisasi Penelitian.........................................................................................12
D. Insrumen Dan Teknik Pengumpulan Data................................................................13
1. Jenis Data...............................................................................................................13
2. Instrumen Pengumpulan Data................................................................................13
3. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................13
E. Teknik Analisis Data.................................................................................................14
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................................................16
A. Hasil Penelitian..........................................................................................................16
1. Masa Awal Kemerdekaan......................................................................................16
2. Masa Orde Lama....................................................................................................18
3. Masa Orde Baru.....................................................................................................21
4. Masa Orde Reformasi............................................................................................25
B. Pembahasan Hasil......................................................................................................27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................51
A. Kesimpulan................................................................................................................51
B. Saran..........................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................53

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam prakteknya, suatu disiplin ilmu tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus
terkait dengan disiplin ilmu lainnya.Ilmu politik juga terkait dengan banyak disiplin ilmu
lainnya seperti sosiologi, ilmu hukum, filsafat, ilmu ekonomi, ilmu bisnis dan lain-lain.
Dalam tulisan inis udah dijelas kan bagaimana keterkaitan antara ilmu politik dan ilmu bisnis
sebagai ilmu sendiri ataupun bagian dari ilmu ekonomi dalam penerapannya pada suatu
negara. Isu-isu ekonomi bisa menjadi isu politik ataus ebaliknya.

Kekuatan politik pebisnis dalam mempengaruhi sistem politik Indonesia yaitu


dinamika ekonomi politik lokal yang terekselerasi dengan penerapan otda yang beragam.
Gradisi pergumulan kekuasaan yang lebih plural dan dinamis.Kepentingan pluralis yang
begitu banyak kelompok yang saling bersaing mendominasi kekuasaan. Dukungan pebisnis
terkesan terbagi-bagi diantara berbagai kelompok yang berhasil mendominasi. Usaha-usaha
untuk mengontrol lembaga eksekutif baik dari dalam struktur pemda maupun dari luar yang
menjadi tidak efektif. Hal ini disebabkan karena kecenderungan kooptasi elit berkuasa atas
organisasi-organisasi massa dan intitusi-intitusi pemerintahan yang ada termasuk dunia bisnis
sehingga menjadi sangat tergantung pada sang patron utama. Jika ada organisasi yang tidak
ikut berkooptasi, peran mereka sendiri terlalu lemah untuk mengkritik kinerja elit berkuasa.
Pada dasarnya kekuatan bisnis tidak merupakan kekuatan satu-satunya dalam pembentukan
kebijakan. Ada keseimbangan diantara kekuatan pemerintah dan masyarakat sipil termasuk
bisnis.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang di paparkan di atas, maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut :

1. Kajian historis kekuatan politik pebisnis dan pengaruhnya terhadap sistem politik
Indonesia.
2. Peran politik pebisnis dalam sistem politik Indonesia
3. Aktivisme politik pebisnis dan implementasinya terhadap sistem politik Indonesia
4. Penginvestasian kekuatan politik pebisnis dan yang menjalankan struktur politik
dalam sistem politik Indonesia

C. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya ruang lingkup yang akan dibahas, dalam hal ini mengharuskan
peneliti membatasi masalah agar lebih terarah :

1. Kekuatan politik pebisnis dan pengaruhnya terhadap sistem politik Indonesia.

1
2. Aktor politik yang menjalankan kekuatan politik pebisnis dalam sistem politik
Indonesia.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan di latar belakang masalah, maka rumusan masalah
dibagi menjadi dua bagian yaitu rumusan masalah umum dan rumusan masalah khusus:

1. Rumusan Masalah Umum


1. Bagaimana kajian historis kekuatan politik pebisnis dalam sistem politik
Indonesia?

2. Rumusan Masalah Khusus


1. Bagaimana tingkat kekuatan politik pebisnis di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh kekuatan politik pebisnis di Indonesia?
3. Apa yang menjadi permasalahan para pebisnis dengan aktor yang menjalankan
struktur politik di Indonesia?

E. Tujuan Penelitian
Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Untuk Mengetahui tingkat kekuatan politik pebinis dalam sistem politik Indonesia
2. Untuk Mengetahui bagaimana pengaruh kekuatan politik pebisnis dalam sistem
politik Indonesia
3. Untuk Mengetahui peran pengusaha dalam memajukan kekuatan politik pebisnis
dalam sistem politik Indonesia.

F. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian yang diharapkan yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:

a. Memberikan sumbangan pemikiran kaum pebisnis terhadap kajian historis kekuatan


politik pebisnis dalam Sistem Politik Indonesia
b. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu politik dan pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan yaitu membuat ide-ide baru dalam pengaruh kekuatan politik kaum
pebisnis dan yang menjalankan sturktur politik dalam sistem politik Indonesia.
c. Sebagai pijakan dan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tingkat partisipasi
remaja dan peran pemerintah dalam hal partisipasi remaja dalam membuat kebijakan
publik politik pebisnis.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

2
a. Bagi mahasiswa sebagai informasi atau sumbangan pemikiran dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran yang berkualitas dan berintegritas.
b. Bagi dosen sebagai bukti pemenuhan tugas yang diberikan sesuai dengan kontrak
kuliah yang telah disepakati.
c. Bagi masyarakat umum sebagai pembuatan penelitian selanjutnya yang lebih baik dan
menambah wawasan, pengalaman dan penyusunan tugas miniriset.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Pengertian Kekuatan Politik


Kekuatan Politik merupakan gerakan yang dilakukan oleh suatu golongan dalam
mencapai/mempertahankan tujuannya, gerakan tersebut dapat berupa gerakan konservatif
maupun gerakan progresif dengan menerapkan nilai–nilai liberalisme. Kekuatan politik
merupakan aktor-aktor politik maupun lembaga-lembaga yang memainkan peranan dalam
kehidupan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan
politik. Kekuatan-kekuatan politik berperan sebagai penopang sistem politik melalui
pengaruh terhadap pemerintahan. Kekuatan-kekuatan politik suatu negara berbeda dengan
kekuatan politik negara lain, tergantung corak sistem politik yang digunakan. Secara lugas
dapat dikatakan bahwa kekuatan politik tersentral di fungsi input oleh infrastruktur, maka
kekuatan politik ini dapat berupa kekuatan formal dan non formal. Kekuatan politik
Indonesia merupakan suatu daya yang dimiliki oleh lembaga-lembaga di Indonesia dalam
bidang politik.

2. Pebisnis Sebagai Kekuatan Politik


Otonomi yang terkandung dalam desentralisasi memungkinkan pemerintah didaerah secara
leluasa mengelola problem, kebutuhan dan berbagai isu dalam kehidupan warga negara
sekaligus secara lebih cepat meresponnya dalam kebijakan publik. Bisnis sebagai salah satu
actor dengan sumberdaya yang kuat memiliki potensi untuk mengendalikan siklus
kebijakan. Kajian yang dilakukan Goss (2001: 63-68) menunjukkan kompetisi telah menjadi
bagian dari rezim pemerintahan, kerjasama dan koordinasi telah menjadi bagian dari
manajemen jaringan. Perusahaan-perusahaan berjalan dalam jejaring industri, yang
menyebabkan mereka tergantung kepada perusahaan-perusahaan lain dalam proses
produksi dan pemasaran produk. Dalam jaringan ini perusahaan perusahaan lebih
bergantung kepada hubungan kesepakatan daripada transaksi pasar sederhana. Pemerintah
di pihak lain, juga mengalami hal yang sama. Mereka makin tergantung kepada aktor-aktor
privat atau semi-privat dalam menjalankan kebijakan. Dapat dikatakan bahwa organisasi
pemerintah dan aktor-aktor privat berinteraksi dalam jaringan yang sama (Rhodes,1996).
Sebetulnya politik perkotaan lebih mencerminkan politik internal daripada tekanan
eksternal. Ini yang mendorong pertanyaan penelitian dalam kajian politik perkotaan di
Amerika biasanya berkisar tentang “Bagaimana dan di bawah kondisi seperti apa
kemunculan koalisi perkotaan terjadi, melakukan konsolidasi, dan menjadi kekuatan
hegemonik atau memudar dan melakukan transformasi?” (Lauria,1997:1-2). Pandangan-
pandangan ini mengaitkan hubungan-hubungan dalam tata pemerintahan dalam politik
perkotaan. Dalam sistem politik transisional seperti Indonesia, atau Kota Surakarta,

4
tentu saja kajian tentang bagaimana dinamika pertumbuhan itu dibentuk menjadi lebih
penting dipahami. Ada beberapa alas an mengapa kajian ini penting. Pertama, peran
pemerintah ditentukan oleh hubungan produksi yang dimilikinya. Hubungan ini menentukan
kebutuhan pemerintah akan sektor swasta sebagai mitra untuk membangun kota, karena
mereka menguasai sektor produksi dalam ekonomi. Disamping itu, pemerintah lokal juga
membutuhkan penghasilan dari pajak daerah, terutama dari PBB (Pajak Bumi dan
Bangunan); ini mendorong pemerintah untuk menarik lebih tingginya investasi di bidang
properti. Kedua, perilaku pemerintah bias dipengaruhi oleh tiga kekuatan: bisnis, organisasi
politik, dan gerakan sosial. Jelas sekali ini bukan sekedar berbicara mengenai proses
pelibatan pemangku kepentingan dalam policy making dan serviceprovision dalam bentuk
pelibatan (inclusion). Titik perhatian seperti ini secara langsung dan tidak langsung juga
mendiskusikan kesiapan pemerintah untuk mencerna voice sebagai bagian dari governing
process. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan melihat pemerintah sebagai lembaga politik
yang utama dalam merespon voice dari masyarakat. Bisnis dimaknai sebagai kekuatan
pembanding dari pemerintah dalam proses-proses dalam policy making dan public service
provision yang relevan. Surakarta merupakan salah satu representasi dari good practice
pemerintahan lokal yang makin mengokohkan diri sebagai kota budaya dan kreatif ditandai
dengan pertunjukan Indonesian Performing Arts (IPAM) ke 5 tahun 2011. Dengan
budaya sebagai ikon Kota Surakarta ini, kota ini yang semula menduduki peringkat ke
8 sebagai tujuan wisata di Indonesia, mulai tahun 2007 menjadi peringkat ke 4 dan
tahun 2009 menjadi peringkat ke 3 setelah Bali dan Yogyakarta. Fokus penelitian ini pada
bagaimana peran bisnis dalam pembentukan strategi pemerintah dalam menghasilkan
lingkungan dinamik bagi perkembangan bisnis pariwisata. Pertanyaan utama dalam studi
ini adalah: “Bagaimana dan di bawah kondisi seperti apa kemunculan koalisi perkotaan
terjadi, melakukan konsolidasi, dan menjadi kekuatan sinergis dalam membentuk strategi
industri pariwisata?”. Pertanyaan tersebut dapat dielaborasi lebih lanjut berikut:

1. Bagaimana pemerintah lokal mengembangkan strategi pengembangan industri


pariwisata untuk keperluan penciptaan dinamika ekonomi lokal di Surakarta?

2. Strategi seperti apakah yang digunakan untuk dapat menerjemahkan kompleksitas


hubungan politik bisnis-pemerintah dan bagaimana hasilnya?

Sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang bagaimanakah proses terbentuknya struktur


kelembagaan yang memfasilitasi terbentuknya hubunga bisnis dan kelompok-kelompok
lain dalam pemerintahan

2. Untuk mendapatkan pengetahuan strategi pemerintahan yang terbentuk dalam


mengatasi masalah-masalah ekonomi perkotaan dalam konteks hubungan tersebut

3. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang kondisi kelembagaan yang diperlukan bagi


munculnya strategi dinamisasi ekonomi dalam pemerintahan lokal.

5
Meskipun penelitian ini merupakan kajian akademik yang terlihat dalam perdebatan-
perdebatan ekonomi politik, penelitian ini juga merupakan evaluation research, yaitu
penelitian yang ditujukan untuk menelaah kegagalan maupun kesuksesan sebuah
kebijakan, kemudian memetakan sebab-sebab penjelas kesuksesan dan kegagalan tersebut.
Oleh karena itu, secara praktis, penelitian ini juga memiliki manfaat sebagai policylearning
tidak saja bagi daerah obyek penelitian, tetapi juga daerah lain dalam hal upaya pemerintah
mengembangkan ekonomi kota. Secara teoritis pemisahan diantara sektor publik dan privat
masih dimungkinkan, namun secara praktis dinding pemisah diantara dua sektor ini mulai
menghilang. Mekanisme organisasional yang secara tradisional merupakan bagian dari
sektor publik atau bagian dari sektor privat, mulai berubah. Kompetisi telah menjadi
bagian dari rejim pemerintahan, dan kerjasama dan koordinasi telah menjadi bagian
dari manajemen jaringan (Goss,2001:63-68)

3. Sumber Kekuasaan Politik Pebisnis Sebagai Kekuatan Politik


Sejarahnya pebisnis yang kemudian terjun ke politik di Indonesia dimulai pada era
kepemimpinan mantan Presiden Soeharto dengan Golkar sebagai organisasi
politiknya.Kemapanan Golkar membuat banyak pebisnis tergoda dan tertarik menjadi
anggota Golkar dan kemudian menjadi politikus sekaligus tokoh Golkar dimana aktivitas
bisnisnya tetap berjalan. Sebut saja Fahmi Idris, Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla,Fadel
Mohammad, Arifin Panigoro, Siswono Yudhohusodo dan lain-lain. Tentu sajaorang-orang
yang dimaksudtersebut punya alasan masing-masing memilih Golkarsebagai kendaraan
politiknya.Secara garis besar dapat dikemukakan alasan pebisnis kemudian memilih
arenapolitik, yaitu:

1. Pebisnis sukses memang memiliki kekayaan tetapi tidak mempunyai ”power”atau


kekuasaan dalam negara. Dengan menjadi pejabat negara dua hal sekaligusdimiliki,
uang dan kekuasaan.
2. Bisnisnya mulai menurun sehingga mencoba ”full time” di bidang politik sebagaikarir
berikutnya. Mungkin saja Fadel Mohammad bisa dimasukkan dalam kelom-pok ini
karena sebelum terpilih menjadi Gubernur Gorontalo, kinerja kelompokbisnis Batara
yang dipimpinnya kurang baik.

Banyak pebisnis di Indonesia yang juga politikus mampu mencapai kesuksesan dalam kedua
bidang yang digelutinya. Setelah era Reformasi, beberapa pebisnis terjun ke politik dengan
menjadi anggota partai politik dan Golkar tidak selalu menjadi pilihan utama karena mungkin
para pebisnis itu beranggapan bahwa Golkar adalah masa lalu. Soetrisno Bachir memilih
Partai Amanat Nasional, bahkan sebelum reformasi Arifin Panigoro menyeberang ke PDIP
dan kemudian bersama beberapa rekannya membentuk Partai Demokrasi Pembaruan yang
merupakan sempalan PDIP. Umumnya pebisnis yang masuk ke partai politik diterima dengan
senang hati oleh partai politik yang bersangkutan. Alasannya apalagi kalau bukan soal dana.
Partai politik membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menggerakkan roda organisasinya
dan mempunyai anggota yang pebisnis sukses diharapkan dapat menjadi donator internal
partai. Kebanyakan pengusaha yang menjadi anggota DPRD adalah seorang pengusaha yang
bergelut di bidang jasa konstruksi, dengan kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki para
pengusaha tersebut dapat mendapatkan proyek dari pemerintah yang dimana memang pada

6
kurun waktu 2009-2018 kabupaten Bojonegoro lagi giat-giatnya membangun insfrastruktur
seperti ada program pavingisasi yang dicanangkan Bupati pada paktu itu Suyoto. Dengan
adanya peluang seperti itu para pengusaha mencoba menekan dan menggunakan kedekatan
dengan pemerintah untuk mendapatkan proyek yang sedang dijalankan oleh pemerintah.
Seperti yang dilakukan oleh AH dan SP yang merupakan pengusaha dan terpilih menjadi
anggota DPRD mereka sering menggunakan sumberdaya dan kekeyaannya untuk
memberikan hiburan untuk para konstituennya. Kekuasaan yang dimiliki ketika menjabat
sebagai anggota DPRD adalah salah satu faktor yang menjadi motivasi pengusaha untuk
terjun ke panggung politik, karena dengan memiliki kekuasaan di dalam tubuh pemerintahan
mereka dapat mempengaruhi beberapa pihak demi keuntungan usahanya, maka banyak dari
pada pengusaha yang terjun dan mengikuti kontestasi politik secara seirius, dikarenakan
besarnya peluang untuk dapat mengembangkan usaha-usaha mereka. Karena menurut Mc.
Clelland para pengusaha tersebut masuk dalam kriteria need for power dimana mereka
menginginkan pengaruh dan control terhadap siapapun yang ada disekelilingnya.

4. Pengaruh Pebisnis sebagai Kekuatan Politik


Keterkaitan antara pengusaha dengan dunia politik sudah lama ada di Indonesia.
Konteks sejarah menunjukkan bahwa relasi antara pengusaha dan politisi di Indonesia telah
terjalin sejak lama. Pada masa orde baru, para pengusaha memiliki kedekatan khusus dengan
pemerintah khususnya dengan presiden. Dalam banyak literature disebutkan bahwa pada
masa itu Soeharto telah berhasil membangun kerajaan politik sekaligus kerajaan bisnisnya.
Beberapa analis politik menyebut Soeharto membentuk sebuah oligarki politik, yaitu politik
mempertahankan kekayaan atau kesejahteraan.

Hasil studi Vedi Hadiz (2015) menunjukkan bahwa Soeharto telah membentuk
oligarki politik yang terdiri dari anggota militer, pengusaha cina, beberapa pengusaha
pribumi, sekaligus kerajaan bisnis yang dibangun oleh anak-anaknya. Diantarnya adalah Bob
Hasan (pengusaha kayu lapis), Liem Sioe Liong (pemilik Salim Group), keluarga Ryadi
(pemilik Lippo Grup), Siti Hardianti Rukmana (anak Soeharto, pemilik Citra Lamtoro Gung)
Bambang Tri Hatmojo (anak Soeharto pemilik perusahaan Bimantara), Tomy Soeharto
(pemilik Humpuss) . Pada orde baru peran pengusaha hanya menjadi supporting system
dengan anggpan para pengusaha tersebut memiliki relasi ekonomi dan politik yang lebih luas.

Pasca Orde Baru, sistem politik Indonesia mengalami perubahan dengan


diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Indonesia
memulai babak baru dengan menerapkan sistem multi partai. Sistem ini telah melahirkan
partai-partai baru. Bila selama orde baru peserta pemilu hanya dua Partai dan satu golongan,
yaitu partai hanya ada tiga, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya
(Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Terdapat 48 partai yang bersaing dalam
perebutan kekuasaan pada pemilu 1999. Sistem multi partai ini juga mengharuskan setiap
partai untuk menghidupi diri sendiri. Kekuatan finasial partai menjadi salah satu penentu
kekuatan partai bersaing memperebutkan kekuasaan di parlemen yang selanjutnya berdampak
pada ‘bargaining’ bagi penempatan orang-orang partai di legislatif. Salah satu akses bagi
kekuatan finansial itu didapatkan dari para pengusaha Aris Kelana & Rohmat Haryadi
(2002).

7
Sistim multi partai memberi kesempatan sangat luas bagi para pengusaha untuk
terlibat langsung dalam politik praktis. Pengusaha memiliki kebebasan untuk bergabung
dengan 48 partai politik yang ada di Indonesia, sehingga mereka tidak terkonsentrasi pada
Golkar seperti pada masa orde baru. Gerbang demokrasi telah terbuka lebar bagi siapapun

untuk mengikuti kontestasi politik yang diselengarakan oleh negara, termasuk pengusaha.
Para pengusaha seakan berlomba memasuki dunia politik. Apabila sebelumnya para
pengusaha lebih banyak memilih berada di balik layar, tetapi pasca orde baru para pengusaha
berpikir lebih untuk mendapat kekuasan. Kalau dulu pengusaha hanya supporting tim, berada
di balik layar, sekarang jadi aktor utama. Sejumlah pengusaha papan atas bergabung ke partai
politik, seperti; Jusuf Kalla (Pemilik Kalla Group, politisi Partai Golkar), Aburizal Bakrie
(politisi Partai Golkar, pemilik Bakrie Group), Surya Paloh (politisi Partai Nasdem, Pemilik
Media Group), Hari Tanoe Sudibyo (politisi Partai Perindo, Pemilik MNC Group), Rusdi
Kirana (politisi Partai Kebangkitan Bangsa, Pemilik Lion Air), M Nazaruddin (politisi Partai
Demokrat, pemilik Permai Group), Zulkifli Hasan (politisi Partai Amanat Nasional,
pengusaha asal Lampung,), Pramono Anung ( politisi PDI Perjuangan, pengusaha
pertambangan), dan masih banyak lagi.

Kondisi tersebut tidak jauh berbeda pasca jatuhnya rezim orde baru dan masuknya era
reformasi. Oligarki tetap bertengger dalam perpolitikan Indonesia. Reformasi tidak mampu
mengubah tatanan politik oligarki meski rezim telah terganti. Panggung politik Indonesia
masih dihiasi oleh waja-wajah pengusaha. Meskipun sebagian dari mereka memiliki latar
belakang politik yang kuat, namun mereka juga memiliki jaringan usaha yang sangat besar.
Fakta ini semakin menguatkan argumen bahwa dunia politik di indonesia sangat erat dengan
pengusaha. Mayoritas yang menduduki parelemen dan pemerintahan diisi oleh kalangan
pengusaha, hal itu menegaskan bahwa pengusaha memiliki kesempatan besar terpilih dan
duduk di kursi pemerintahan. Gerbang demokrasi yang dibuka pada era reformasi malah
membuat ketimpangan baru antara para pengusaha dan masyarakat biasa dalam konteks
kontestasi politik.

5. Kaum Pebinis yang Menjalankan Struktur Politik


Aktor berasal dari kata kerja bahasa Latin agere, yang berarti “berbuat, melakukan”.
orang yang menumbuhkan, orang yang meletakkan dasar, perintis, pencipta, pengarang.
Menurut Laswell: aktor mencakup individu pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan
politik. Aktor mencapai kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat.
Mereka memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Sementara menurut Henri Comte
Dasar fundamental dari pendekatan aktor adalah masyarakat dianggap sebagai suatu piramida
dimana yang duduk dipuncaknya disebut aktor . Kelompok aktor adalah suatu fenomena yang
abadi akan selalu lahir dan tidak mungkin tidak ada dalam suatu masyarakat. Demikian juga
dengan pendapat GaetanoMosca bahwa aktor merupakan kelompok kecil dari warganegara
yang berkuasa dalam sistem politik. Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas untuk
mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para aktor atau
penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Penentuan kebijakan sangat
ditentukan oleh kelompok aktor politik.

8
Salah satu ciri yang penting dari relasi pengusaha dan penguasa adalah masuknya para
pengusaha bisnis kedalam jabatan publik atau elit kekuasaan. Setumpuk penelitian secara
empiris dan komparatif menunjukkan bahwa para pengusaha khususnya di negara
berkembang masuk ke lingkaran elit kekuasaan karena pengusaha ingin menikmati rente dari
penguasa dengan memberikan imbalan finansial serta dukungan politik. Penelitian empiris di
India, Pakistan, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan mengurai hubungan mesra penguasa
dan pengusaha dalam mengejar rente ekonomi untuk membangun kelompok business-politico
(Mushtag Khan 1999). Yoshihara Kunio (1990) menyebut kapitalis yang berkembang di Asia
Tenggara ini sebagai kapitalis semu (ersatzcapitalist), yaitu pengusaha yang tumbuh karena
bergandeng mesra dengan rezim. Pengusaha semu ini membangun bisnis dengan memperoleh
kemudahan (privilese) dan proteksi politik.

Di Indonesia riset yang dilakukan YoshiharaKunio (1990), Richard Hefner (1998),


serta Robinson dan Hadiz (2004) mengkonfirmasikan pola di atas. Pengusaha adalah
pemburu rente dari hasil selingkuh kepentingan dengan penguasa. Kelompok bisnis ini
kemudian yang tertarik untuk berpolitik. Bukan hanya masuk, melainkan mengendalikan
karena berada di pucuk pimpinan partai politik. Contoh trio pengusaha besar Jusuf Kalla,
Surya Paloh, dan Agung Laksono berhasil menguasai Partai Golkar dan Sutrisno Bachir yang
berhasil menguasai PAN setelah Amien Rais tidak ingin lagi maju sebagai ketua Umum
PAN. Begitu pula bila melihat tubuh kabinet di pemerintahan, wajah-wajah pengusaha yang
menduduki posisi penting seperti mantan Menko Perekonomian Aburizal Bakrie

Dari segi kemunculannya relasi dari pengusaha ke pengusaha adalah sebuah


keniscayaan. Hal tersebut, dianggap sesuatu yang sangat rasional. Sebagaimana di negara
kampiun demokrasi seperti Amerika Serikat, banyak pengusaha atau setidak-tidaknya orang
berduit yang sukses memimpin partai, menjadi senator dan mencalonkan diri sebagai
Gubernur atau Presiden. Dengan pikiran positif, seorang pengusaha yang sudah sukses dan
kaya raya tidak akan terlalu rakus mengejar harta dan terdorong melakukan perilaku koruptif.
Tetapi dengan pikiran negatif kita tentu khawatir bahwa uang sebagai modal pastilah harus
dikembalikan. Dari mana kalau tidak dari hasil korupsi atau kolusi.

Demokrasi membutuhkan elite partai politik, dan para politisi, yang jujur dan dapat
diterima disegala ruang, tidak sekadar memanfaatkan momentum pemilu untuk meraih
kekuasaan dan kepentingan sesaat, juga melainkan mengakomodasi aspirasi rakyat, dan
menjalankan kekuasaan demi kepentingan rakyat. Namun Elite (pengusaha) di partai kerap
mempertontonkan logika dan cara kerja sesuai dengan kepentingannya. Pengusaha dan partai
politik masih suka bekerja di ruang yang terpisah dalam kedap suara dengan para pemilihnya.

B. Penelitian Yang Relevan


Kajian yang dilakukan oleh Goss (2001: 63-68) menunjukkan kompetisi telah menjadi bagian
dari rezim pmerintahan, kerjasama dan koordinasi telah menjadi bagian dari manajemen
jaringan. . perusahaan-perusahanberjalan dalam jaringan industri, yang menyebabkan mereka
tergantung pada hubungan kesepakatan dari pada transaksi pasar sederhana. Alasan
pemilihan tema ini untukmemperluas pengetahuan publik tentang perkembangan bisnis para
perusahaan dalam bidang industry dan untuk mengetahui bagaimana kekuatan politik pada

9
bidang pebisnis dan bagaimana binsnis dapat mengendalikan siklus kebijakan kebijakan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kekuatan politik melalui sistim partai itu
menjadi jalan yang sangat luas bagi penguaha atau pebisnis ubtuk terlibat langsung dalam
politik praktis untuk mengembangkan bisnis yang dikelola melalui kebijakan yang di didapat.

C. KerangkaBerpikir
KAUM PEBISNIS
MENJALANKAN
SUMBER
STRUKTUR POLITIK
KEKUASAAN
POLITIK PEBISNIS
HUBUNGAN
PEBISNIS SEBAGAI
PEMERINTAH
KEKUATAN
DENGAN PEBISNIS
POLITiK
PENGARUH PEBISNIS
SEBAGAI KEKUATAN
POLITIK

10
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah semua proses yang di perlukan dalam perencanaa dan
pelaksanaan penelitian, dalam arti sempit desain pelitian adalah pengumpulan dan analisa
data (Moh.Nazir, 1988: 99). Sedangkan menurut Moleong, (2014: 71 ) desain adalah
pedoman atau prosedur serta teknik dalam perencanaan penelitian yang bertujuan untuk
membangun strategi yang berguna untuk membangun strategi yang menghasilkan blurprint
atau model penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan Desain Penelitian Deskriptif
Kuantitatif.

Menurut Kuncoro, (2009: 145) Data kuantitatif ialah data yang diukur dalam skala
numerik (angka) dan dinyatakan oleh Sugiyono, (2014 : 224) bahwa data kuantitatif adalah
data yang bersifat numerik atau angka yang dapat dianalisis dengan mengunakan statistik.

1. Jenis Penelitian
Dengan demikian, laporan penelitian ini akan berisi penjelasan untuk memahami
sebuah proses dan pemaknaannya secara lebih dalam melalui interpretasi. Penelitian kualitatif
Deskriptif yang bersifat studi pustaka dipilih karena penelitian ini megkaji 10 Buku dan 15
Jurnal tentang kajian historis kekuatan pebisnis dalam system politik di Indonesia.
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai pengkaji historis terhadap literatur yang
dikaji. Di samping itu, peneliti menggunakan instrumen pengumpulan data dan
menyimpulkannya. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan pengkajian
studi pustaka terhadap literatur.
Untuk menjaga keabsahan data peneliti melakukan ketekunan pengamatan, konsultasi
dengan pembimbing, dan diskusi dengan teman. Analisis data penelitian ini dilakukan secara
kualitatif yang bersifat studi pustaka. Penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).

2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka (library research)
yang menggunkan buku-buku dan literatur-literatur lainnya sebagai objek yang utama
(Hadi,1995: 3).Yang dimana penelitian ini menggunakan 10 buku dan 15 jurnal terkait kajian
historis kekuatan politik pebisnis dalam system politik di Indonesia.

3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dilakukan untuk observasi penelitian adalah :

 Dirumah masing masing anggota.

11
 Menggunakan Aplikasi Video Call Whatsapp

4. Waktu Penelitian
 Hari : Senin, 5 April 2021
 Pukul : 09.00 WIB s/d selesai

B. Fokus Penelitian
Pemfokusan penelitian ini adalah tentang isu-isu yang diperjuangkan oleh gerakan
buruh di Indonesia pasca reformasi. Alasan pemilihan tema ini adalah untuk memperluas
pandangan publik atas isu perburuhan yang selama ini selalu diidentikan dengan masalah
upah padahal gerakan buruh memiliki akar tradisi pemikiran yang panjang dan isu
perburuhan selalu dialektis dan dinamis dengan perubahan struktur sosial politik. Penelitian
ini menggunakan 10 buku dan 15 jurnal sebagai literatur pembahasan yang akan dikaji terkait
kajian historisnya.

C. Konseptualisasi Penelitian
Secara umum dapat dikatakan bahwa Konseptualisasi adalah proses pembentukan
konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara
induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya
dalam bentuk konsep yang bersifat abstrak. Konsep berada dalam bidang logika (teoritis),
sedangkan gejala berada dalam dunia empiris (faktual). Memberikan konsep pada gejala
itulah yang disebut dengan konseptualisasi.Konsep bersifat abstrak dan dibentuk dengan
menggene-realisasikan hal-hal yang khusus.

Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahan penelitian, latar


belakangnya, perumusannya, dan signifikansinya. Masalah sebagai kesenjangan yang ada di
antara kenyataan dan harapan perlu dirumuskan secara eksplisit. Masalah tersebut dapat
ditangkap dari keluhan-keluhan yang ada dalam lingkungan sosial yang bersangkutan.Gejala-
gejala khusus dari masalah ini diungkapkan secara jelas, untuk kemudian konsepnya
dirumuskan secara operasional. Akhirnya, perlu juga diungkapkan mengapa masalah itu
penting untuk diteliti, baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Dari segi
kepentingan akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, atau
menyangkalnya, atau merevisinya. Sedangkan kepentingan praktis berhubungan dengan
pentingnya penelitian itu dalam pengembangan program atau pekerjaan tertentu.

Konseptualisasi penelitian tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga


mengungkapkan cara-cara tentang bagaimana masalah tersebut diteliti. Dengan demikian
terdapat dua masalah pokok yang akan dijelaskan dalam konseptualisasi penelitian itu, yaitu
penjelasan tentang subtansi yang diteliti (aspek subtantif), dan penjelasan tentang khusus
dalam penelitian (research design). Suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek
empiris dan aspek logis atau rasional. Suatu peristiwa bisa disebut masalah jika terdapat
kesenjangan antara apa yang ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan
apa yang diharapkan.

12
Yang menjadi konsep dari kekuatan politik pebisnis dalam sistem politik di Indonesia
yaitu dimana Politik dan bisnis mungkin tampak ada secara terpisah. Bisnis terutama
berfokus pada strategi dan kebijakan untuk meningkatkan operasi dan meningkatkan
profitabilitas perusahaan. Politik, di sisi lain, bermain di arena yang berbeda, mempelajari
penciptaan kebijakan publik untuk kemajuan konstituen dan negara. Namun, atas
pemeriksaan yang cermat tentang bagaimana politik dan bisnis benar-benar bekerja,
hubungan di antara keduanya menjadi jelas. Keduanya saling mempengaruhi. Pola relasi
bisnis dan politik dalam periode reformasi adalah salah satu bentuk transformasi dari pola
relasi-relasi bisnis dan politik pada masa Orde Baru. Relasi ini melibatkan aktor-aktor pada
sektor politik dan ekonomi melalui tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membagi
sumber-sumber daya negara, dimana praktek pencarian rente dilakukan secara terbuka dalam
rezim demokrasi. Adanya hubungan antara penguasa dan pengusaha untuk membangun
politik bisnis dalam bidang perekonomian.

D. Insrumen Dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data
Menurut Sugiono (2015), Jenis Data di bedakan menjadi 2, yaitu Kualitatif dan
kunatitatif. Penelitian ini menggunakan Jenis Data Kualitatif, Dimana Kualitatif adalah
penelitian mengenai riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis.
Alasan kami memilih metode penelitian tersebut dikarenakan pada mini riset yang akan kami
lakukan, bersifat metode studi pustaka.

2. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk mengumpulkan data,
instrumen penelitian ini penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka (library research)
yang menggunkan buku-buku dan literatur-literatur lainnya sebagai objek yang utama (Hadi,
1995: 3).

Dalam hal ini, untuk dapat memperoleh informasi atau data yang akurat demi
berjalannya mini riset yang akan di lakukan, instrumen penelitian dalam pengumpulan data
ini adalah dengan cara mengkaji fasilitas berupa buku- buku dan juga jurnal, baik Buku
bersifat Offline (fisik) dan Buku Online dari Internet (PDF) yang isinya berkaitan dengan
pembahasan Kekuatan Politik Pebisnis dalam Sistem Politik Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).Dimana
Penelitian ini mengkaji studi tentang pembahasan Kajian Historis Kekuatan Politik Pebisnis
dalam Sistem Politik Indonesia.Penelitian Kualitatif yang bersifat Studi Pustaka (Library
Research) yang menggunakan Buku-buku dan Literatul-literatur lainnya sebagai objek yang
utama (Hadi, 1995: 3).

Adapun, teknik pengumpulan data yang kami lakukan untuk dapat menyelesaikan
Mini Riset ini, yaitu berdasarkan beberapa Buku cetak maupun Ebook yang cukup relavan
untuk di jadikan referensi serta beberapa artikel Jurnal yang juga relavan dan

13
berkesinambungan dengan Mini Riset kami ini, Yang di mana penelitian ini menggunakan 10
buku dan 5 jurnal terkait pembahasan Kajian Historis Kekuatan Politik Pebisnis dalam Sistem
Politik Indonesia.

E. Teknik Analisis Data


Menurut Sugiyono (2010: 335), yang dimaksud dengan teknik analisis data adalah
proses mencari data, menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data induktif.
Analisis data induktif adalah penarikan kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta khusus,
untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Adapun langkah-langkah untuk
menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mencari, mencatat, dan mengumpulkan semua secara


objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan yaitu
pencatatan data dan berbagai bentuk data yang ada di lapangan.

2. Redaksi Data

Menurut Sugiyono (2010: 338). Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang hal yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

3. Display Data

Menurut Amailes dan Huberman (Sugiyono, 2010: 341) yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks dan naratif.Pada tahap
ini peneliti menyajikan data-data yang telah direduksi ke dalam laporan secara sistematis.
Data disajikan dalam bentuk narasi berupa Kekuatan Politik Pebisnis Dalam Sistem Politik
Indonesia.

4. Pengambilan Keputusan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman yang
dikutip oleh Sugiyono (2010: 345) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan

14
masalahdalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian di lapangan.

Dalam penelitian ini data yang telah diproses dengan langkah-langkah seperti di atas,
kemudian ditarik kesimpulan secara kritis dengan menggunakan metode induktif yang
berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus untuk memperoleh kesimpulan umum yang
objektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada hasil
reduksi dan display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari
permasalahan penelitian.

15
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

1. Masa Awal Kemerdekaan


Deskripsi penyajian data hasil penelitian:

A. Reduksi Data
Pada pertengahan 1960an, perpolitikan dan perekonomian di Indonesia berada di dalam
bencana. Setelah kemerdekaan di tahun 1945 (dan penghentian konflik dengan Belanda di
tahun 1949), negara muda ini dilanda dengan politik internal yang berbahaya karena beberapa
kekuatan politik - termasuk militer, nasionalis, partai-partai Islam, dan komunis -saling
berlawanan satu sama lain.
Pasca 1990an semangat Islamisasi mulai menguat yang didasari dua hal: pertama, kesulitan
akses pada sumber daya ekonomi, terutama karena dominasi asing dan Cina; kedua,
pencarian identitas keislaman dalam gerakan ekonomi, utamanya untuk memperkuat
solidaritas dan Islamisasi yang disebabkan menguatnya kapitalisme di kalangan kelas
penguasa (elite). Gerakan BMT, Bank Islam dan lembaga-lembaga filantropi Islam pada
akhir 70an hingga saat ini dapat dipahami untuk merespons fenomena itu. Semangatnya yaitu
untuk merespons pasar dan gerakan pemberdayaan masyarakat yang bercirikan semangat
keislaman baru untuk kesejahteraan dan kebangkitan dari kebodohan (pendidikan).Tulisan ini
hanya akan membahas gerakan ekonomi Islam Indonesia modern, tepatnya awal abad ke-20
dengan perspektif sistem entrepreneurship sosial.
   
Dalam perkembangan selanjutnya, terutama menjelang dan awal kemerdekaan, usaha-usaha
pengembangan ekonomi Islam dilakukan para aktivis Masjumi (Majlis Sjuro Muslimin
Indonesia) yang didirikan tahun 1943, seperti Sjafruddin Prawiranegara (l. 1911),Prawoto
Mangkusasmito (l. 1910), Muhaammad Roem (l. 1908) serta Kasman Singodimejo
(1908).Visi ekonomi Masjumi menginginkan perkembangan ekonomi yang bebas dan sehat
dengan modal nasional untuk merespons persaingan bisnis secara luas, khususnya dengan
pengusaha Cina. Salah satu asosasi yang didirikan Sjafruddin bersama teman-temannya di
atas adalah Himpunan Usahawan Muslim Indonesia (HUSAMI) pada 24 Juli 1967 yang
bertujuan untuk mempelajari dan mengembangkan ajaran dan aturan Islam dalam bidang
keuangan dan ekonomi, membantu dan memperkuat usaha-usaha dalam bidang ekonomi
umat Islam juga membantu melayani dan membantu pembangunan Negara serta rakyat
Indonesia. Tidak hanya itu, Pada awal Kemerdekaan, keadaan ekonomi bangsa Indonesia
juga masih belum stabil hal ini disebabkan oleh masalah ekonomi yang terjadi saat itu.
Misalkan inflasi yang terlalu tinggi dan blokade laut yang dilakukan Belanda.Setelah
mengerjakan aktivitas kelompok di atas, kamu dapat mengetahui beberapa masalah ekonomi
yang memengaruhi keadaan ekonomi Indonesia pada awal Kemerdekaan beserta upaya-
upaya mengatasinya Perkembangan Ekonomi Pada Awal Kemerdekaan. Untuk menambah
wawasan tentang perkembangan ekonomi Indonesia pada awal Kemerdekaan, kita dapat
membaca serta memahami uraian berikut.
a.Permasalahan inflasi
       Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi
yang terlalu tinggi. Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak terkendali.
Pada saat itu, pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena
belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya. Kas Negara pun kosong, pajak dan
bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil kebijakan
berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah hindia belanda dan mata
uang kependudukan jepang.
b. Blokade Laut 
       Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade
ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan
milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang
impor yang sangat dibutuhkan Perkembangan Ekonomi Pada Awal Kemerdekaan. Tujuan
Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia. Dalam
rangka menghadapi blokade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya
sebagai berikut.
1). Melaksanakan Program Pinjaman Nasional
       Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Pinjaman yang
direncanakan sebanyak 1 miliar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan dibayar
kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun. Pada bulan Juli 1946, seluruh penduduk
Jawa dan Madura diharuskan menyetorkan sejumlah uang kepada Bank Tabungan Pos dan
rumah-rumah pegadaian. Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses. Kesuksesan merupakan
bukti dukungan rakyat terhadap negara. Tanpa dukungan dan kesadaran rakyat yang tinggi,
dapat dipastikan negara akan mengalami kebangkrutan dalam Perkembangan Ekonomi Pada
Awal Kemerdekaan.

2). Melakukan Diplomasi ke India 


       Pada tahun 1946, Indonesia membantu pemerintah India yang tengah menghadapi
bahaya kelaparan dengan mengirimkan beras seberat 500.000 ton. Sebagai imbalannya,
pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat indonesia. Selain bersifat ekonomis pengiriman bantuan ke india juga bersifat politis
karena india merupakan negara asiang yang paling aktif mendukung perjuangan diplomatik
dalam rangka solidaritas negara-negara Asia. 
3). Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri 
       Usaha mengadakan hubungan dagang ke luar negeri itu dirintis oleh banking and
tranding coperation (BTC), suatu badan perdagangan semipemerintah. BTC berhasil
mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Dalam transaksi pertama,
pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor seperti gula, teh, dan karet.

17
       
B. Display Data
Kondisi Ekonomi Indonesia Awal Kemerdekaan Keadaan ekonomi Indonesia pada akhir
kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia sangat kacau dan sulit. Latar
belakang keadaan yang kacau tersebut disebabkan karena Indonesia yang baru saja merdeka
belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana belum ada pejabat khusus yang bertugas
untuk menangani perekonomian Indonesia. Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai
pola dan cara untuk mengatur ekonomi keuangan yang mantap. Kehidupan ekonomi saat
pendudukan Jepang memang sudah buruk akibat pengeluaran pembiayaan perang Jepang
membuat pemerintah baru Indonesia agak sulit untuk bangkit dari keterpurukan. Inflasi yang
berkepanjangan membawa dampak yang buruk bagi bisnis dan perekonomian. Oleh sebab itu
harus dicari cara agar dapat mengatasi inflasi supaya tidak terjadi terus menerus. Maka dari
itu, pebisnis melakukan politik dengan cara menaikkan harga, agar perusahaan dapat
bertahan.
Dari aspek historis Indonesia dalam dunia perpolitikannya pada tahun 1900-an para pemuda
melakukan berbagai gerakan politis yang bertujuan melawan penjajah dan memerdekakan
bangsa melalui organisasi dagang, organisasi kepemudaan, organisasi komunitas, organisasi
agama bahkan organisasi politik (partai). Dengan jiwa Bhineka Tunggal Ika meskipun
tersebar di 1300 pulau dengan ratusan suku bangsa dan bahasa ternyata pemuda-pemuda
Indonesia mampu memerdekaakan bangsanya dari penjajah.
Ketika kondisi politik negara ditandai oleh ketidakjelasan dan ketidakstabilan yang besar, ini
menjadi masalah berat yang menghambat pertumbuhan ekonomi karena sektor swasta ragu
untuk berinvestasi. Sekalipun pada tahun-tahun awalnya setelah kemerdekaan Indonesia
mengalami sedikit perkembangan ekonomi, perkembangan ini segera hilang karena
ketidakstabilan situasi politik (terutama setelah pemberontakan-pemberontakan wilayah dan
nasionalisasi aset-aset Belanda pada 1957-1958). Pada tahun 1960an, ekonomi Indonesia
dengan cepat hancur karena hutang dan inflasi, sementara ekspor menurun.

C. Verifikasi Data
Adapun yang kami gunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan beberapa referensi
sumber seperti halnya buku,jurnal, website dan sumber lain yang relevan dengan penelitian
yang kami lakukan.Dengan demikian dapat kami menyimpulkan kebenaran, kecocokan
hingga verifikasi data kami dapat lebih akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

2. Masa Orde Lama


A. Reduksi Data
Pada masa pemerintahan orde lama, indonesia mengalami beragam gejolak politik yang
sangat mempengaruhi jalannya pemerintahan, diantaranya adalah sebagai berikut:

18
Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah merdeka Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari
sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada
MPR atau parlemen. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu
pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil sulit dicapai.

Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Jawa Barat, Sumatera, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya yang
dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, serta
melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno
secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang
memberikan kekuatan presidensil yang besar.

Nasib Irian Barat


Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan
barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri
dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961. Negosiasi dengan Belanda
mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, sehingga indonesia harus
mengambil Irian Barat lewat jalur militer, Pada 18 Desember pasukan penerjun payung
Indonesia mendarat di Irian Barat yang kemudian terjadi kontak senjata antara pasukan
Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda
agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian
New York pada Agustus 1962, Sehingga Indonesia dapat mengambil alih kekuasaan terhadap
Irian Barat pada 1 Mei 1963. 

Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut
adalah sebuah "Rencana Neo-Kolonial" untuk memuluskan rencana komersial Inggris di
wilayah tersebut. Selain itu dengan dibentuknya Federasi Malaysia dianggap soekarno akan
memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan
celah kepada negara Australia dan Inggris untuk mempengaruhi perpolitikan regional Asia.

Gerakan 30 September
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno
untuk memperkuat dukungan terhadap rezimnya dan, dengan restu dari Soekarno, memulai
kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya.
Akan tetapi para petinggi militer menentang hal ini.

Keadaan Perekonomian Masa Orde Lama (1951-1966).


Keadaan ekonomi dan keuangan pada masa orde lama amat buruk, yang disebabkan oleh
Inflasi yang sangat tinggi  dikarenakan beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak

19
terkendali.Di tahun 1958 diberlakukannya UU No. 78/1958 tentang investasi asing, jadi
memperburuk perekonomian, ditahun 1965 mendirikan Bank Berjuang, perbankan berfungsi
sebagai pemasok dana proyek pemerintah.Penurunan angkatan kerja (pengangguran)
sebanyak 1,8 juta dari 34,5 juta. Disektor pertanian 72%, sektor jasa 9,5%, perdagangan dan
keuangan 6,7%, industri 5,7%. Tahun 1953 di jakarta pekerja menerima upah Rp 5-6 per
hari.Dan di anggaran pemerintah pada tahun 1955-1965 mengalami defisit sebesar 137% dari
pendapatan sehingga negara melakukan pinjaman luar negeri.

B. Display Data
Keterkaitan antara pengusaha dengan dunia politik sudah lama ada di Indonesia. Konteks
sejarah menunjukkan bahwa relasi antara pengusaha dan politisi di Indonesia telah terjalin
sejak lama dikarenakan Pengusaha Yang memiliki kekuasaan sehingga mereka dapat dekat
dengan presiden.dan dikarenakan para pengusaha yang memiliki sumber kekuasaan yang
berupa kekayaan seperti mereka memiliki tanah pertanian, pabrik, Perdagangan, Produksi
tambang, angkutan. Sehingga dengan kekayaan yang dimiliki para pengusaha embuat para
pengusaha dapat masuk ke dalam dunia politik karena mereka dapat memberi biaya untuk
perkembangan politik di indonesia.

Dari segi pasar saham, situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik.
Sebaliknya, jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian
dalam bisnis. Dalam konteks ini, kinerja sistem ekonomi-politik sudah berinteraksi satu sama
lain, yang menyebabkan setiap peristiwa ekonomi-politik tidak lagi dibatasi oleh batas-batas
tertentu Sebagai contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau bahkan para investor asing
mempertimbangkan peristiwa politik nasional dan lebih merefleksikan kompromi-kompromi
antara kekuatan politik nasional dan kekuatan-kekuatan internasional. Tiap pembentukan pola
bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian
keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan administrasi publik
di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau
perilaku bisnis.

Terdapat politik yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan pemerintah dalam bidang
perekonomian/bisnis. Sistemnya disebut sistem liberal dan politiknya demokratis.Ada politik
yang bersifat intervensionis secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih. Ada
pula politik yang cenderung mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan dalam
bidang ekonomi bisnis. Indonesia lebih mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah terlibat
atau turut campur tangan dalam bisnis. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian dan bisnis.

C. Verifikasi Data
Adapun yang kami gunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan beberapa referensi
sumber seperti halnya buku,jurnal dan sumber lain yang relevan dengan penelitian yang kami
lakukan.Dengan demikian dapat kami menyimpulkan kebenaran, kecocokan hingga
verifikasi data kami dapat lebih akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.Untuk mendukung

20
hasil penelitian dan mendapatkan data yang sesuai dengan karakteristik permasalahan dan
tujuan penelitian

3. Masa Orde Baru


A. Reduksi Data
Setelah memperoleh kesuksesan dalam karir bisnisnya, sebagian pebisnis mulai mencoba
masuk ke arena politik. Hal itu bersifat universal dalam arti terjadi di banyak negara di dunia
ini. Di Amerika Serikat ada Ross Perrot, capres independen tahun 1992 dan 1996, di Thailand
ada Thaksin Sinawatra, mantan PM Thailand yang dikudeta militer, di Rusia ada Viktor
Zubkov, mantan PM Rusia tahun 2007-2008 dan diIndonesia ada Jusuf Kalla(JK) yang
Wapres RI periode 2004-2009. Kalau saja Jusuf Kalla memenangi Pilpres 2009 kemarin
maka dia akan tercatat sebagai Presiden pertama RI yang berasal dari pebisnis atau saudagar,
meminjam istilah Akbar Tanjung menyebut JK dalam disertasinya di Program Doktor UGM.
Sejarahnya pebisnis yang kemudian terjun ke politik di Indonesia dimulai pada era
kepemimpinan mantan Presiden Soeharto dengan Golkar sebagai organisasi politiknya.
Kemapanan Golkar membuat banyak pebisnis tergoda dan tertarik menjadi anggota Golkar
dan kemudian menjadi politikus sekaligus tokoh Golkar dimana aktivitas bisnisnya tetap
berjalan. Sebut saja Fahmi Idris, Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla, Fadel Mohammad, Arifin
Panigoro, Siswono Yudhohusodo dan lain-lain. Tentu saja orang-orang yang dimaksud
tersebut punya alasan masing-masing memilih Golkar sebagai kendaraan politiknya. Secara
garis besar dapat dikemukakan alasan pebisnis kemudian memilih arena politik, yaitu:

1. Pebisnis sukses memang memiliki kekayaan tetapi tidak mempunyai ”power” atau
kekuasaan dalam negara. Dengan menjadi pejabat negara dua hal sekaligus dimiliki, uang dan
kekuasaan.

2. Bisnis nya mulai menurun sehingga mencoba ”fulltime” dibidang politik sebagai karir
berikutnya. Mungkin saja Fadel Mohammad bisa dimasukkan dalam kelompok ini karena
sebelum terpilih menjadi Gubernur Gorontalo, kinerja kelompok bisnis Batara yang
dipimpinnya kurang baik. Banyak pebisnis di Indonesia yang juga politikus mampu mencapai
kesukesan dalam kedua bidang yang digelutinya. Setelah era Reformasi, beberapa pebisnis
terjun ke politik dengan menjadi anggota partai politik dan Golkar tidak selalu menjadi
pilihan utama karena mungkin para pebisnis itu beranggapan bahwa Golkar adalah masa lalu.
Soetrisno Bachir memilih Partai Amanat Nasional, bahkan sebelum reformasi Arifin
Panigoro menyeberang ke PDIP dan kemudian bersama beberapa rekannya membentuk
Partai Demokrasi Pembaruan yang merupakan sempalan PDIP. Umumnya pebisnis yang
masuk ke partai politik diterima dengan senang hati oleh partai politik yang bersangkutan.
Alasannya apalagi kalau bukan soal dana. Partai politik membutuhkan dana yang tidak
sedikit untuk menggerakkan roda organisasi nya dan mempunyai anggota yang pebisnis
sukses diharapkan dapat menjadidonatur internal partai. Ada dua tipe pebisnis yang terjun
kepolitik dan kemudian mencapai karir politik yang bagus sehingga mampu menduduki
jabatan Wapres, Menteri, Ketua Lembaga Tinggi Negara,Ketua Partai Politik, Gubernur dan
Bupati. yaitu:

21
1. Pebisnis yang terjun ke arena politik sejak muda sehingga politik dan bisnis dilakukan
secara bersamaan dan kemudian karir politiknya yang lebih dominan. Untuk tipe ini
contohnya adalah Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Fahmi Idris, Agung Laksono, Fadel
Muhammad.

2. Pebisnis yang terjun ke politik untuk ikut Pilkada tingkat Provinsi dan Kabuaten/Kota.
Untuk tipe ini contohnya Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dan Bupati Musi Banyuasin
(Muba) H. Pahri Azhari.

Seperti diketahui, untuk menduduki jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota maka seseorang
harus mendapat dukungan dari partai politik meskipun sekarang terbuka kesempatan untuk
menjadi calon independen. Jadi seorang pebisnis pun mempunyai kans yang bagus untuk
mendapat dukungan partai politk mengingat pebisnis itu mempunyai dana untuk membiayai
pencalonannya dan kampanyenya. Tentu tidak semua pebisnis sukses memenangi Pilkada
tetapi sekarang sudah banyak Gubernur dan Bupati/Walikota yang berlatar belakang pebisnis.

B. Display Data
KEHIDUPAN POLITIK ORDE BARU

Kalau kita bicara orde baru, pasti yang paling teringat adalah nama Soeharto. Ya, orde baru
dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun. Waktu yang tidak sebentar. Selama 32 tahun masa
kepemimpinannya, banyak kebijakan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap proses
berjalannya Negara kita ini. Mulai dari kebijakan politik maupun kebijakan ekonomi.

Kebijakan politik yang dikeluarkan terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan politik dalam negeri
dan luar negeri. Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan kebutuhan
Negara. Idealnya, kebijakan yang dikeluarkan adalah yang menguntungkan dan
mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Nah, kita lihat nih beberapa kebijakan politik
pada masa orde baru.

Kebijakan Politik Dalam Negeri

1. Pelaksanaan pemilu 1971

Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan dilaksanakan
pada tahun 1971 ini, berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 (orde revolusi atau orde lama).
Pada pemilu ini para pejabat pemerintah hanya berpihak kepada salah satu peserta Pemilu
yaitu Golkar. Dan kamu tahu? Golkar lah yang selalu memenangkan pemilu di tahun
selanjutnya yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997.

2. Penyederhanaan partai politik

Penyederhanaan partai politik menjadi dua partai dan satu golongan karya yaitu:

 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gabungan dari Nahdlatul Ulama ,Parmusi Perti
PSII.

22
 Partai Demokrasi Indonesia

Gabungan dari Partai Nasional Indonesia Partai Politik Partai Murba IPKI Parkindo.

 Golongan Karya (Golkar).

3. Dwifungsi ABRI

Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan
sebagai kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk
mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga memiliki wakil dalam
MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde Baru
sangat dominan.

4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P-4 atau Ekaprasetya Pancakarsa,
bertujuan untuk memberi pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai
Pancasila. Semua organisasi tidak boleh menggunakan ideologi selain Pancasila, bahkan
dilakukan penataran P4 untuk para pegawai negeri sipil.

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain

1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB

Pada saat Indonesia keluar dari PBB tanggal 7 Agustus 1965, Indonesia terkucil dari
pergaulan internasional dan menyulitkan Indonesia secara ekonomi maupun politik dunia.
Keadaan ini kemudian mendorong Indonesia untuk kembali menjadi anggota PBB
berdasarkan hasil sidang DPRGR. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia resmi aktif
kembali menjadi anggota PBB.

2. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan pemutusan


hubungan dengan Tiongkok

Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Untuk
memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia
yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada
tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura
melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966.

3. Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional

Indonesia mulai memperkuat kerjasama baik regional dan internasional dengan melakukan
beberapa upaya, yaitu:

 Turut serta dalam mempersatukan Asean.Indonesia menjadi salah satu negara Pendiri
Asean.
 Mengirimkan kontigen Garuda dalam misi perdamaian.
 Ikut berperan dalam KTT Non Blok
23
 Berperan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI).

KEHIDUPAN EKONOMI

Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam
memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.

Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang
sangat tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. Nah, beberapa
kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa orde baru adalah:

1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)

Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang
bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang
dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.

a. Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah
pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

b. Repelita II (1 april 1974-31 maret 1979) menitikberatkan pada sector pertanian dan industri
yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku.

c. Repelita III (1 april 1979-31Maret 1984) Pelita III menenkankan pada Trilogi
Pembangunan dengan menekankan pada Azaz pemerataan.

d. Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju
swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin
sendiri.

e. Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk
memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga
kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.

f. Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi,
industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.

2. Revolusi Hijau

Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional (peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi pertanian
umumnya dilakukan empat usaha pokok, yang terdiri dari:

a. Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk


memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini dilakukan
melalui program Panca Usaha Tani.
24
b. Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang
lebih optimal.

c. Diversifikasi (keanekaragaman usaha tani)

d. Rehabilitasi (pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis).

C. Verifikasi Data
Adapun yang kami gunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan beberapa referensi
sumber seperti halnya buku, jurnal dan sumber lain yang relevan dengan penelitian yang
kami lakukan. Dengan demikian dapat kami menyimpulkan kebenaran, Analisis, kecocokan
hingga verifikasi data kami dapat lebih akurat serta dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah.

4. Masa Orde Reformasi


A. Reduksi Data
Bercermin dari keadaan ekonomi dan politik masa Orde Baru tersebut, maka pemerintah di
masa reformasi melakukan berbagai perubahan institusional. Perubahan yang signifikan
dalam masa reformasi adalah adanya pelembagaan demokrasi dan desentralisasi (Robison
and Hadiz, 2004: 197). Demokratisasi mempunyai tujuan agar sistem politik dapat lebih
terbuka dan demokratis. Artinya, setiap kelompok politik dapat menjadiinputdalam
pembuatan kebijakan. Sehingga setiap warga negara diasumsikan bisa terlibat dalam
pembuatan keputusan politik. Sedangkan, desentralisasi mempunyai tujuan utama untuk
mencegah adanya kekuasaan yang tersentralisasi pada segelintir orang, yang diyakini pada
akhirnya akan selalu korup. Desentralisasi memiliki beberapa asumsi, antara lain,
akuntabilitas,responsiveness dan partisipasi aktif warga negara (Hadiz, 2005: 290-292).

Pola relasi bisnis dan politik dalam periode reformasi adalah salah satu bentuk transformasi
dari pola relasi-relasi bisnis dan politik pada masa Orde Baru. Relasi ini melibatkan aktor-
aktor pada sektor politik dan ekonomi melalui tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
membagi sumber-sumber daya negara, dimana praktek pencarian rente dilakukan secara
terbuka dalam rezim demokrasi. Pencarian rente dalam periode reformasi ditransformasikan
melalui pergantian rezim, dari rezim otoritarian Orde Baru ke rezim demokratis pada periode
reformasi. Dalam proses transformasi tersebut, pencarian rente berkembang tidak hanya di
antara aktor-aktor ekonomi dan politik atau pemerintah di tingkat pusat namun juga meluas
kepada aktor-aktor di tingkat lokal. Perubahan dalam relasi kekuasaan dari pusat ke daerah
mengubah peta korupsi yang dulu tersentralisasi menjadi menyebar ke area yang lebih kecil.
Pola relasi bisnis dan politik bertransformasi melalui reorganisasi aktor-aktor bisnis pada
masa Orde Baru kepada situasi politik saat ini dalam rangka mengontrol sumber-sumber daya
ekonomi; kemunculan bisnis-bisnis baru sebagai kekuatan ekonomi baru; dan kehadiran
aktor-aktor politik/pemerintahan yang masih didominasi oleh relasi-relasi kekuasaan yang
predatorial dan klientelisme.

25
Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam
mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam kaitannya
dengan pembangunan ekonomi yang tidak terlepas dari peran negara tersebut, Indonesia di
era reformasi ditandai dengan sebuah cita-cita untuk melakukan perbaikan terhadap kondisi
ekonomi yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru, dimana pada masa pemerintahan
Orde baru tersebut praktek kekuasaan pemerintahan dijalankan secara
sentralistis.Dijalankannya model pengelolaan kekuasaan yang sentralistis dalam
pemerintahan (khususnya birokrasi) bertujuan untuk mendukung proyek stabilisasi ekonomi
dan politik secara cepat. Stabilisasi politik dilakukan untuk menopang pembangunan
ekonomi yang dijadikan komando.

Dalam hal ini pola relasi bisnis dan politik yang marak pada masa reformasi dan melibatkan
aktor-aktor politik (politisi/Pemerintah), aktoraktor ekonomi (pebisnis) disinyalir sebagai
tindakan yang dilakukan untuk berbagi sumber daya negara, dimana praktek rent seeking
(perburuan rente) menjadi hal yang menonjol dalam relasi bisnis dan politik tersebut dengan
dilakukan secara terbuka dan terjadi direzim yang demokratis, yang pada akhirnya
memunculkan dampak terjadinya korupsi yang semakin meningkat.

B. Display Data
Bisnis politik di Indonesia pada masa reformasi ditandai dengan adanya bentuk rent seeking
yang dilakukan secara terbuka dalam lingkungan politik yang demokratis dibandingkan rezim
pemerintahan sebelumnya. Pola relasi bisnis dan politik dalam bentuk rent seeking tersebut
merupakan transformasi dari pola relasi bisnis dan politik yang terjadi di masa Orde Baru,
yang selanjutnya menimbulkan maraknya korupsi di era desentralisasi dan demokratisasi.
Perilaku rent seeking yang muncul sebagai akibat dijalankannya relasi bisnis dan politik di
masa reformasi ini merupakan akar dari korupsi, dimana para pemburu rente (rent seekers)
menggunakan sebagian besar sumber daya negara untuk kepentingan pribadi dan kerabatnya.
Relasi tersebut dilakukan di luar hubungan publik dan formal, dimana pebisnis melakukan
lobi dengan memberikan atau membayar uang (secara pribadi) kepada pejabat publik
(politisi/ pemerintah/ birokrat) untuk memuluskan kepentingan pebisnis tersebut. Adanya
perubahan institusional di masa reformasi menyebabkan pola relasi bisnis dan politik dalam
bentuk rent seeking memiliki sedikit perbedaan dengan masa Orde Baru.

Di masa reformasi ini terdapat pola relasi bisnis dan politik yang dilakukan oleh aktor bisnis
dan aktor politik atau pemerintah sebagaimana dilakukan dimasa orde baru. Dengan kata lain
masih ditemukanya pola relasi bisnis dan politik yang diwariskan dari masa sebelumnya
kemasa sekarang.pola tersebut dicirkan dengan adanya aktor ekonomi / pebisnis yang
berusaha melindungi keentingan dengan menjalin relasi informal dan individu terhadap aktor
politik/ pemerintahan.

C. Verifiikasi Data

26
Laporan atas penelitian kajian historis kekuatan politik pebisnis dalam sistem politik
Indonesia atas keberhasilannya memanfaatkan data dengan metode kepustakaan.Adapun
yang kami gunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan referensi seperti
jurnal,buku,dan lain-lain.Sehingga kami dapat mengumpulkan kebenaran,kecocokan hingga
verifikasi data lebih akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

B. Pembahasan Hasil
Periodesasi Pemerintahan/Masa dalam Kajian Kekuatan Politik Pebisnis
1. Fungsi-fungsi politik yang dijalankan oleh pebisnis di Masa:
 Masa Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka dan bebas dari penjajahan baik Inggris, Belanda dan Jepang,
lantas bagaimana kondisi ekonomi Indonesia pada awal kemerdekaan saat Presiden Ir
Soekarno berkuasa? Kondisi ekonomi pada saat itu tentu berbeda dengan saat Orde Baru
(Presiden Soeharto), masa Orde Reformasi (Presiden SBY), atau pun zaman sekarang
(Presiden Jokowi). Secara singkat, kondisi perkembangan ekonomi Indonesia pada awal
kemerdekaan benar-benar kacau! kekacauan yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal, salah
satunya inflasi yang begitu tinggi. Kondisi keamanan dalam negeri sendiri tidak stabil akibat
sering terjadinya pergantian kabinet, dimana hal tersebut mendukung ketidakstabilan
ekonomi. Politik keuangan yang berlaku di Indonesia dibuat di negara Belanda guna
menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan untuk menghancurkan ekonomi nasional.
Belanda masih tetap tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia dan masih terus melakukan
pergolakan politik yang menghambat langkah kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi.
Kondisi Ekonomi Indonesia Awal Kemerdekaan Keadaan ekonomi Indonesia pada
akhir kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia sangat kacau dan sulit.
Latar belakang keadaan yang kacau tersebut disebabkan karena Indonesia yang baru saja
merdeka belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana belum ada pejabat khusus yang
bertugas untuk menangani perekonomian Indonesia. Sebagai negara baru Indonesia belum
mempunyai pola dan cara untuk mengatur ekonomi keuangan yang mantap. Kehidupan
ekonomi saat pendudukan Jepang memang sudah buruk akibat pengeluaran pembiayaan
perang Jepang membuat pemerintah baru Indonesia agak sulit untuk bangkit dari
keterpurukan. Inflasi yang berkepanjangan membawa dampak yang buruk bagi bisnis dan
perekonomian. Oleh sebab itu harus dicari cara agar dapat mengatasi inflasi supaya tidak
terjadi terus menerus. Maka dari itu, pebisnis melakukan politik dengan cara menaikkan
harga, agar perusahaan dapat bertahan.
Meski inflasi berkaitan dengan kenaikan harga, ternyata dengan adanya kenaikan harga
ini justru dapat menjadi cara mengatasi inflasi bagi perusahaan. Langkah ini bisa digunakan
bila kondisi lainnya sudah tidak mungkin digunakan lagi. Kenaikan harga pada suatu barang
akan menahan daya beli masyarakat dan peredaran uang yang ada di masyarakat. Daya beli
masyarakat yang tertahan akibat kenaikan harga bisa membuat peredaran uang di masyarakat
menurun. Sehingga inflasi dapat ditekan agar tidak menjadi semakin meningkat. Cara ini juga
bisa digunakan bagi perusahaan agar perusahaan dapat tetap bertahan.

27
 Masa Orde Lama
Dalam berbisnis sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya
terhadap organisasi. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan
maupun kebijakan politik di suatu negara dapat menimbulkan dampak besar pada sektor
keuangan dan perekonomian negara tersebut. Risiko politik umumnya berkaitan erat dengan
pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu negara. Setiap tindakan dalam
organisasi bisnis adalah politik, kecuali organisasi charity atau sosial. Faktor-faktor tersebut
menentukan kelancaran berlangsungnya suatu bisnis. Oleh karena itu, jika situasi politik
mendukung, maka bisnis secara umum akan berjalan dengan lancar.

Dari segi pasar saham, situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik.
Sebaliknya, jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian
dalam bisnis. Dalam konteks ini, kinerja sistem ekonomi-politik sudah berinteraksi satu sama
lain, yang menyebabkan setiap peristiwa ekonomi-politik tidak lagi dibatasi oleh batas-batas
tertentu Sebagai contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau bahkan para investor asing
mempertimbangkan peristiwa politik nasional dan lebih merefleksikan kompromi-kompromi
antara kekuatan politik nasional dan kekuatan-kekuatan internasional. Tiap pembentukan pola
bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian
keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan administrasi publik
di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau
perilaku bisnis.
Terdapat politik yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan pemerintah dalam
bidang perekonomian/bisnis. Sistemnya disebut sistem liberal dan politiknya demokratis.Ada
politik yang bersifat intervensionis secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih.
Ada pula politik yang cenderung mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan
dalam bidang ekonomi bisnis. Indonesia lebih mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah
terlibat atau turut campur tangan dalam bisnis. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian dan
bisnis.
Tentunya kondisi serupa dihadapi oleh para pebisnis, sulit sekali untuk secara akurat
memprediksi kondisi ekonomi. Hal ini antara lain juga dampak globalisasi yang
menyebabkan kondisi ekonomi di suatu negara dapat berpengaruh besar terhadap kondisi
ekonomi negara lainnya. Bahkan ketika ramalan tentang kondisi ekonomi akurat, masih
belum jelas dampak ekonomi terhadap industri tertentu. Sebagai contoh nyata, seperti yang
telah diketahui bersama saat ini beberapa sektor industri sedang digoncang krisis akibat
pengaruh krisis global yang tengah melanda dunia. Hubungan sektor bisnis dengan politik
lebih mengacu pada konteks ekonomi yang dipengaruhi oleh kebijakan politik, apabila
kondisi politik tidak menentu atau mengalami kekacauan (chaos) akan berdampak kepada
perekonomian terutama menyangkut sektor industri permintaan dan penawaran tidak
seimbang dan distribusi barang akan terganggu.
Apabila ini berlanjut maka akan terjadi inflasi tinggi yang ditandai dengan kenaikan
harga akibat permintaan yang menurun drastis atau bajhkan tidak adanya permintaan. Di sisi
lain, pengaruh gejolak politik pada kegiatan ekonomi, tidak dapat diukur dengan eksak dan
laporan angka-angka. Para pengamat hanya dapat menganalisa kualitas dampaknya.Peluang

28
mengatasi dampak negatif pengaruh politik terhadap bisnis. Dalam suasana sekarang yang
penuh ketidakpastian politik dan ekonomi, ada semacam peluang untuk mengatasi hubungan
antara pemerintah dan bisnis melalui pembagian kekuasaan,strategi pembangunan menurut
sektor-sektor yang sebaiknya diurus para pengusaha swasta ataunegara, dan seterusnya.
Selain itu, diperlukan juga semacam ideologi dan program tentang peranan bisnis,
harapannya, dan tanggung jawabnya pada masyarakat, tentang hak dan kewajibanyang
bersangkutan dengan penegakkan etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan
dansejenisnya.Hal ini tentu saja bukan pekerjaan yang mudah.
Berbagai masalah yang sedang melilitnegeri ini seperti stabilitas politik, kesulitan
ekonomi, peninggalan masa lalu terhadap buruknya praktik bisnis, serta ketegangan dalam
hubungan antara pemerintah dan perusahaan swastasangat mempengaruhi proses tersebut.
Memperbaiki pandangan umum terhadap dunia usahasangat penting sekaligus sangat sukar,
dan menghilangkan kecurigaan rakyat terhadap kalangan bisnis membutuhkan waktu. Tetapi
semua harus dilakukan secara terencana dan terorganisir.Sebuah harapan terwujudnya trias
etika: etika pemerintahan, etika profesi, dan etika bisnis.ICW mengambil posisi untuk
bersama-sama rakyat membangun gerakan sosial memberantas korupsidan berupaya
mengimbangi persekongkolan kekuatan birokrasi pemerintah dan bisnis.Dengandemikian
reformasi di bidang hukum,politik,ekonomi dan sosial untuk menciptakan tata kelola
pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan sosial serta berekonomi baik dapat
diwujudkan.Pada akhirnya kondisi perekonomian akan bisa tumbuh apabila pemerintah tetap
berperansebagai partner yang menguntungkan bagi berkembangnya perilaku bisnis yang
dipengaruhi oleh kondisi politik dalam negeri.Instrumen-intrumen investasi perlu diinovasi,
birokrasi perijinandan sektor perbankan diharapkan mampu mendukung sektor bisnis dalam
menghadapai pengaruhsituasi dan kondisi politik.

 Masa Orde Baru


Pada masa orde baru, para pengusaha memiliki kedekatan khusus dengan pemerintah
khususnya dengan presiden. Dalam banyak literature disebutkan bahwa pada masa itu
Soeharto telah berhasil membangun kerajaan politik sekaligus kerajaan bisnisnya. Beberapa
analis politik menyebut Soeharto membentuk sebuah oligarki politik, yaitu politik
mempertahankan kekayaan atau kesejahteraan.
Hasil studi Vedi Hadiz (2015) menunjukkan bahwa Soeharto telah membentuk oligarki
politik yang terdiri dari anggota militer, pengusaha cina, beberapa pengusaha pribumi,
sekaligus kerajaan bisnis yang dibangun oleh anak-anaknya. Diantarnya adalah Bob Hasan
(pengusaha kayu lapis), Liem Sioe Liong (pemilik Salim Group), keluarga Ryadi (pemilik
Lippo Grup), Siti Hardianti Rukmana (anak Soeharto, pemilik Citra Lamtoro Gung)
Bambang Tri Hatmojo (anak Soeharto pemilik perusahaan Bimantara), Tomy Soeharto
(pemilik Humpuss) . Pada orde baru peran pengusaha hanya menjadi supporting system
dengan anggpan para pengusaha tersebut memiliki relasi ekonomi dan politik yang lebih luas.
Pasca Orde Baru, sistem politik Indonesia mengalami perubahan dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Indonesia
memulai babak baru dengan menerapkan sistem multi partai. Sistem ini telah melahirkan
partai-partai baru. Bila selama orde baru peserta pemilu hanya dua Partai dan satu golongan,
yaitu partai hanya ada tiga, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya

29
(Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Terdapat 48 partai yang bersaing dalam
perebutan kekuasaan pada pemilu 1999. Sistem multi partai ini juga mengharuskan setiap
partai untuk menghidupi diri sendiri. Kekuatan finasial partai menjadi salah satu penentu
kekuatan partai bersaing memperebutkan kekuasaan di parlemen yang selanjutnya berdampak
pada ‘bargaining’ bagi penempatan orang-orang partai di legislatif. Salah satu akses bagi
kekuatan finansial itu didapatkan dari para pengusaha Aris Kelana & Rohmat Haryadi
(2002). Sistim multi partai memberi kesempatan sangat luas bagi para pengusaha untuk
terlibat langsung dalam politik praktis. Pengusaha memiliki kebebasan untuk bergabung
dengan 48 partai politik yang ada di Indonesia, sehingga mereka tidak terkonsentrasi pada
Golkar seperti pada masa orde baru. Gerbang demokrasi telah terbuka lebar bagi siapapun
untuk mengikuti kontestasi politik yang diselengarakan oleh negara, termasuk pengusaha.
Para pengusaha seakan berlomba memasuki dunia politik. Apabila sebelumnya para
pengusaha lebih banyak memilih berada di balik layar, tetapi pasca orde baru para pengusaha
berpikir lebih untuk mendapat kekuasan. Kalau dulu pengusaha hanya supporting tim, berada
di balik layar, sekarang jadi aktor utama. Sejumlah pengusaha papan atas bergabung ke partai
politik, seperti; Jusuf Kalla (Pemilik Kalla Group, politisi Partai Golkar), Aburizal Bakrie
(politisi Partai Golkar, pemilik Bakrie Group), Surya Paloh (politisi Partai Nasdem, Pemilik
Media Group), Hari Tanoe Sudibyo (politisi Partai Perindo, Pemilik MNC Group), Rusdi
Kirana (politisi Partai Kebangkitan Bangsa, Pemilik Lion Air), M Nazaruddin (politisi Partai
Demokrat, pemilik Permai Group), Zulkifli Hasan (politisiPartai Amanat Nasional,
pengusaha asal Lampung,), Pramono Anung ( politisi PDI Perjuangan, pengusaha
pertambangan), dan masih banyak lagi. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda pasca jatuhnya
rezim orde baru dan masuknya era reformasi. Oligarki tetap bertengger dalam perpolitikan
Indonesia. Reformasi tidak mampu mengubah tatanan politik oligarki meski rezim telah
terganti. Panggung politik Indonesia masih dihiasi oleh waja-wajah pengusaha. Meskipun
sebagian dari mereka memiliki latar belakang politik yang kuat, namun mereka juga memiliki
jaringan usaha yang sangat besar. Fakta ini semakin menguatkan argumen bahwa dunia
politik di indonesia sangat erat dengan pengusaha. Mayoritas yang menduduki parelemen dan
pemerintahan diisi oleh kalangan pengusaha, hal itu menegaskan bahwa pengusaha memiliki
kesempatan besar terpilih dan duduk di kursi pemerintahan. Gerbang demokrasi yang dibuka
pada era reformasi malah membuat ketimpangan baru antara para pengusaha dan masyarakat
biasa dalam konteks kontestasi politik.
Dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi yang tidak terlepas dari peran negara
tersebut, Indonesia di era reformasi ditandai dengan sebuah cita-cita untuk melakukan
perbaikan terhadap kondisi ekonomi yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru, dimana
pada masa pemerintahan Orde baru tersebut praktek kekuasaan pemerintahan dijalankan
secara sentralistis. Dijalankannya model pengelolaan kekuasaan yang sentralistis dalam
pemerintahan (khususnya birokrasi) bertujuan untuk mendukung proyek stabilisasi ekonomi
dan politik secara cepat. Stabilisasi politik dilakukan untuk menopang pembangunan
ekonomi yang dijadikan komando. Pada masa Orde Baru juga terjadi maraknya praktek
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang bukan hanya melibatkan aktor-aktor politik di
dalam pemerintahan, melainkan juga para aktor ekonomi (pebisnis) sebagai klien dari
pemerintah. Praktek KKN tersebut pada dasarnya berkaitan dengan relasi antara bisnis dan
politik.

30
 Masa Orde Reformasi
Bercermin dari keadaan ekonomi dan politik masa Orde Baru tersebut, maka pemerintah
di masa reformasi melakukan berbagai perubahan institusional. Perubahan yang signifikan
dalam masa reformasi adalah adanya pelembagaan demokrasi dan desentralisasi (Robison
and Hadiz, 2004: 197). Demokratisasi mempunyai tujuan agar sistem politik dapat lebih
terbuka dan demokratis. Artinya, setiap kelompok politik dapat menjadiinputdalam
pembuatan kebijakan. Sehingga setiap warga negara diasumsikan bisa terlibat dalam
pembuatan keputusan politik. Sedangkan, desentralisasi mempunyai tujuan utama untuk
mencegah adanya kekuasaan yang tersentralisasi pada segelintir orang, yang diyakini pada
akhirnya akan selalu korup. Desentralisasi memiliki beberapa asumsi, antara lain,
akuntabilitas,responsiveness dan partisipasi aktif warga negara (Hadiz, 2005: 290-292).
Bergesernya model pengelolaan kekuasaan dari sentralistik ke desentralisasi diharapkan
sesuai dengan tujuan di atas.

2.Struktur Politik dalam Pebisnis yang Menjalankannya di Masa:

 Masa Awal Kemerdekaan


Gerakan ekonomi Islam di Indonesia sejak pra-kemerdekaan hingga kini memiliki
corak yang beragam. Namun gerakan ini menggambarkan misi-misi nasionalisme, solidaritas
keagamaan dan Islamisasi. Pada masa pra dan menjelang kemerdekaan, konfrontasi dengan
pemerintahan kolonial Belanda memunculkan sentimen nasionalisme dan
keagamaan.Nasionalisme diarahkan sebagai respons terhadap kolonialisme Belanda yang
bertindak diskriminatif terhadap pribumi. Sentimen agama digunakan sebagai gerakan
solidaritas komunitas Muslim terutama di Jawa dan Sumatera untuk membangkitkan kesatuan
keagamaan dan kemerdekaan. Pasca kemerdekaan hingga reformasi, gerakan ekonomi Islam
lebih kental dengan dinamika kapitalisasi organisasi keagamaan untuk kesejahteraan umat
dan dakwah, seperti Muhammadiyah, Persis dan Nahdlatul Ulama.
Pasca 1990an semangat Islamisasi mulai menguat yang didasari dua hal: pertama,
kesulitan akses pada sumber daya ekonomi, terutama karena dominasi asing dan Cina; kedua,
pencarian identitas keislaman dalam gerakan ekonomi, utamanya untuk memperkuat
solidaritas dan Islamisasi yang disebabkan menguatnya kapitalisme di kalangan kelas
penguasa (elite). Gerakan BMT, Bank Islam dan lembaga-lembaga filantropi Islam pada
akhir 70an hingga saat ini dapat dipahami untuk merespons fenomena itu. Semangatnya yaitu
untuk merespons pasar dan gerakan pemberdayaan masyarakat yang bercirikan semangat
keislaman baru untuk kesejahteraan dan kebangkitan dari kebodohan (pendidikan).Tulisan ini
hanya akan membahas gerakan ekonomi Islam Indonesia modern, tepatnya awal abad ke-20
dengan perspektif sistem entrepreneurship sosial.
Dalam perkembangan selanjutnya, terutama menjelang dan awal kemerdekaan, usaha-
usaha pengembangan ekonomi Islam dilakukan para aktivis Masjumi (Majlis Sjuro Muslimin
Indonesia) yang didirikan tahun 1943, seperti Sjafruddin Prawiranegara (l. 1911),Prawoto
Mangkusasmito (l. 1910), Muhaammad Roem (l. 1908) serta Kasman Singodimejo
(1908).Visi ekonomi Masjumi menginginkan perkembangan ekonomi yang bebas dan sehat
dengan modal nasional untuk merespons persaingan bisnis secara luas, khususnya dengan
pengusaha Cina. Salah satu asosasi yang didirikan Sjafruddin bersama teman-temannya di

31
atas adalah Himpunan Usahawan Muslim Indonesia (HUSAMI) pada 24 Juli 1967 yang
bertujuan untuk mempelajari dan mengembangkan ajaran dan aturan Islam dalam bidang
keuangan dan ekonomi, membantu dan memperkuat usaha-usaha dalam bidang ekonomi
umat Islam juga membantu melayani dan membantu pembangunan Negara serta rakyat
Indonesia.25 Gerakan bisnis HUSAMI masuk pada sektor haji dan ekspor-impor dan
pendirian Bank Pembangunan, walaupun akhirnya mengalami kekurangan dana.Disamping
kegiatan praktis, perdebatan teoretis filosofis tentang riba juga berlangsung pada saat itu,
utamanya dalam merespons bagaimana tentang kehalalan bunga bank.Pada tahun 1968
diadakan seminar untuk mendiskusikan keterlibatan umat Islam dalam politik pembangunan
dan bisnis. Isu tentang riba juga didiskusikan dan mengemuka pandangan tentang halalnya
bank sehingga umat Islam bisa mendapatkan dana pinjaman untuk bisnis.26 Seminar ini
diprakarsai oleh Jajasan Dana Bantuan Untuk Tjalon Hadji Indonesia (JDBTHI).
Gerakan ekonomi Islam mengalami perubahan orientasi dari masa awal kemerdekaan
hingga saat ini.Misi gerakan masa awal lebih menonjolkan semangat nasionalisme dan
keagamaan dengan melibatkan kelompok Islam dalam gerakan ini terutama diwakili oleh
perwakilan-perwakilan ormas.Sarekat Islam adalah salah satu gerakan Islam yang bersifat
terbuka dari kelompok etnik yang merespons diskriminasi kolonial terhadap pribumi.Pada
masa kemerdekaan hingga masa reformasi, gerakan ekonomi lebih menekankan
entrepreneurship untuk pengembangan masyarakat. Semangat Islam juga menguat pada masa
ini, terutama dalam menyikapi system kapitalisme yang dianggap tidak memberikan kondisi
perbaikan sosial dan ekonomi masyarakat.Karena itu semangat pendirian bank syariah dan
lembaga-lembaga filantropi Islam hadir sebagai kesadaran untuk mengembangkan
masyarakat Muslim. Dalam perkembangannya, semangat keislaman ini melebur pada konteks
demokratisasi yang menekankan transparansi dan akuntabilitas, bukan semata-mata
keagamaan.Karena itu, model gerakan ekonomi diarahkan pada pemberdayaan masyarakat
yang lebih bersifat public dan kesejahteraan.Di sinilah respons masyarakat dalam system
ekonomi Islam lebih bersifat substansial dari pada simbolik keagamaan.

 Masa Orde Lama


Tindakan diskriminatif pemerintah Indonesia yang pertama adalah berusaha membatasi
peranan orang Cina dibidang ekonomi, yaitu dengan dikeluarkannya sistem Benteng. Sistem
itu mulai dikenalkan pada bulan April tahun 1950. Menteri Kesejahteraan Juanda
mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia akan melindungi “para importir nasional”
Indonesia agar dapat bersaing dengan importir luar negeri. Para importir nasional itu
dikemudian hari didefinisikan sebagai para importir pribumi Indonesia atau perusahaan impor
yang 70 persen dari modalnya dimiliki pribumi. Perlindungan diberikan dalam bentuk
perlakuan istimewa untuk para importir itu, yang kemudian disebut ‘importir-importir
Benteng’. Hal-hal yang diberi keistimewaan seperti pemberian kredit, ijin dan barang tertentu
yang diimpor disebut ‘Barang Benteng’. Sistem tersebut diperkenalkan dengan maksud untuk
mendorong perkembangan kelas wiraswastawan pribumi Indonesia. Untuk dapat
dikategorikan sebagai importir Benteng, seseorang haruslah importir pribumi baru dalam
bidang tersebut, mempunyai perusahan sendiri atau patungan legal, memiliki modal kerja
minimum sebanyak Rp. 100.000, dan mempunyai kantor yang cukup besar untuk
memperkerjakan beberapa pegawai tetap.Sebenarnya sistem Benteng tidak betul-betul

32
bertujuan membentuk ‘kerjasama yang sehat antara sesama warga negara’, seperti yang
dikemukakan. Dalam sejarah Indonesia, sistem Benteng dikenal sebagai suatu strategi yang
digunakan untuk merebut kembali daerah yang hilang karena diduduki musuh yang kuat.
Menurut strategi itu, benteng didirikan secara melingkar di daerah sekitar wilayah yang
dikuasai oleh musuh. Makin lama lingkaran akan menjadi kecil dan akhirnya pasukan yang
ada dalam benteng itu akan dapat membasmi musuh. Pemilihan istilah ‘Benteng’
menunjukkan orang Indonesia asli ingin memperoleh kembali kendali perekonomian
Indonesia yang pada umumnya berada ditangan orang asing, dengan jalan membuat peraturan
dibidang impor dan sedikit meluas ke bidang perekonomian lainnya sampai akhirnya orang
pribumi dapat memegang sepenuhnya kendali perekonomian Indonesia.
Sistem Benteng tidak berhasil mencapai tujuannya untuk menciptakan kelas
wiraswastawan pribumi yang tangguh. Faktor kegagalan itu terletak pada kekurangpahaman
orang pribumi Indonesia, kuatnya oposisi dari orang Cina, dan inflasi yang terus menerus
yang memaksa pemerintah mengadakan penilaian kembali atas program tersebut.Sistem
Benteng ini hanya dimanfaatkan oleh sekelompok elit politik untuk menumpuk kekayaan
pribadi atau menghimpun dana-dana politik. Mereka menguasai lisensi impor, mendapat
kemudahan dalam kontrak dan pencairan kredit, tetapi sama sekali tidak memiliki
kemampuan untuk mengelola fasilitas yang menguntungkan tersebut. Oleh karena itu,
umumnya yang menjalankan usaha-usaha tersebut adalah golongan Cina. Sindiran yang
paling lazim untu kolusi ini adalah ‘Ali-Baba”. Orang pribumi yang mempunyai ijin usaha
dikenal dengan istilah ‘Ali’, sedangkan Cina yang menjalankan perusahaan disebut ‘Baba’.
Tentu saja hal ini merugikan pihak pribumi, karena yang mendapatkan keuntungan besar
adalah orang Cina.Kebijakan pemerintah lainnya yang menyangkut bidang ekonomi
dikeluarkan pada tahun 1954, yaitu mengenai penguasaan penggilingan beras. Seperti
diketahui, bahwa orang Cina menguasai penggilingan beras di Indonesia, misalnya di Jawa
Timur dari 154 penggilingan beras, 138 adalah milik orang Cina. Peraturan tersebut bertujuan
untuk pengalihan pemilikan dari orang Cina kepada orang Indonesia asli. Peraturan itu
menyebutkan bahwa tidak akan diberi ijin baru untuk usaha penggilingan beras, yang ada
harus dipindahtangankan kepada warga negara Indonesia, yaitu mereka yang tidak
mempunyai kewarganegaraan ganda.
Sebenarnya, bisnis yang dikelola oleh Cina ditentukan oleh kebijaksanaan penguasa.
Dalam arti tertentu, mereka tidak bisa menjadi pengendali kebijaksanaan ekonomi. Para
pengusaha Cina hanya mampu menarik manfaat, tetapi tidak bisa menjalankan siasat politis
tertentu terhadap kebijaksanaan penguasa.
Kalaupun mereka dapat mempengaruhi penguasa, maka itu tidak lebih dari sebatas
kepentingan bisnis mereka. Ada nilai-nilai penentu yang membuat orang Cina dapat
menghadapi tantangan dalam bisnis mereka.Keberanian yang dimiliki pengusaha Cina pada
umumnya didukung oleh tiga nilai yang sering disebut sebagai penentu perilaku bisnis Cina,
yaitu hopeng, hong sui, dan hoki.
 Masa Orde Baru
Pada periode awal Orde Baru timbul situasi ketidakpastian, keamanan tidak terjamin
dan kehidupan ekonomi terganggu, sepertinya tidak ada harapan lagi bagi Indonesia untuk
meraih kemajuan, apalagi bila perubahan tersebut diinginkan secara cepat. Digambarkan oleh

33
Booth dan McCawley (1990), pada masa itu tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor
menunjukkan kemunduran semenjak tahun 1950. pendapatan riil per kapita dalam tahun 1966
sangat mungkin lebih rendah daripada tahun 1938. Sektor industri menyumbangkan hanya
sekitar 10 % dari GDP dan dihadapkan pada masalah pengangguran kapasitas yang serius. Di
awal dasawarsa tersebut defisit anggaran belanja negara mencapai 50 % dari pengeluaran
total negara, penerimaan ekspor sangat menurun, dan selama tahun 1964 – 1966 hiperinflasi
melanda negara ini dengan akibat lumpuhnya perekonomian.
Dari beberapa analisis yang dilakukan, setidaknya terdapat empat faktor penting yang
menyebabkan terjadinya kemunduran ekonomi pada masa awal Orde Baru. Pertama, tidak
adanya stabilitas politik. Kedua, orientasi dan prioritas dalam kebijaksanaan pemerintah yang
terlalu mengejar sasaran-sasaran politik dan idiil. Ketiga, hubungan dengan luar negeri,
khususnya negara-negara barat, juga tidak terlalu baik, oleh karena mereka ini tidak
dipandang masuk dalam kubu ideologis yang sama. Hasilnya bantuan ekonomi luar negeri
lebih banyak dari Blok Timur, yang oleh berbagai kelemahan dalam perencanaan dan
pelaksanaannya jarang menghasilkan proyek-proyek yang layak dan produktif. Keempat,
kecenderungan ideologis pemerintah pada masa itu untuk mengatur ekonomi dengan campur
tangan langsung yang luas sekali (ekonomi terpimpin), misalnya untuk menentukan harga,
mengatur produksi dan impor dengan sistem lisensi, dan sebagainya (Sadli, 1987).
Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Bisnis di Indoenesia Era Orde Baru.Pada awal
pemerintahan Orde Baru, pemerintah mencanangkan pembangunan ekonomi dan industri.
Pada waktu itu posisi pengusaha dalam negeri masih dalam keadaan yang tidak kuat untuk
berdiri sendiri.. Akibatnya, pemerintah (negara) menjadi dominan dalam perekonomian.
Pengusaha menggantungkan diri kepada pemerintah.
Hal ini menimbulakan konsekuensi yaitu pemerintah menjadi mesin pertumbuhan
ekonomi atau dengan kata lain pemerintah menjadi sumber penggerak investasi dan
pengalokasian kekayaan nasional. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya menyediakan
proyek, kontrak, konsesi pengeboran minyak dan eksploitasi hutan, serta lisensi agen tunggal,
melainkan juga kredit besar dan subsidi. Pemerintah juga menunjang dengan kebijakan
proteksi serta pemberian hak monopoli impor dan pasar.
Pada masa tersebut, pemerintah cenderung menghasilkan dua lapisan ekonomi-politik
utama, yaitu birokrat-politik yang melibatkan lingkup keluarganya dalam bisnis, serta
pengusaha yang dapat berkembang berkat dukungan khusus dari pemerintah (mulai
berkembangnya KKN). Kedua lapisan ini mendominasi perekonomian dan politik. Dalam
perkembangan sistem ekonomi tersebut, pemerintah sebagai sumber penggerak investasi dan
pengalokasian kekayaan nasional hanyalah bersifat jangka pendek.
Kemampuan pemerintah menyediakan segalanya dibatasi oleh gerak sistem ekonomi.
Indonesia menjadi rawan akan krisis. Pola bisnis tersebut memerlukan sebuah rezim politik
yang mampu mengendalikan reaksi kaum buruh dan gerakan demokratisasi. Untuk keperluan
ini rakyat berhasil dijauhkan dari partisipasi politik. Pembangunan ekonomi dijaga dengan
kekuatan militer yang kuat sehingga terlihat stabil. Pertumbuhan partai politik dan
pengekpresian politik dilarang dalam upaya menciptakan kestabilan untuk pertumbuhan
ekonomi.
Rakyat seakan dibungkam untuk menuntut hak-haknya atas nama pembangunan
ekonomi. Pada masa Orde baru, bentuk partisipasi rakyat diatur agar hanya terlibat pada

34
pemilihan umum anggota DPR dan DPRD. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kaitan
politik dan birokratik dalam pola bisnis. Pemerintah sudah sejak awal jadi mesin
pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan para birokrat-politik terlibat bisnis yang bersifat
jangka pendek. Pola ini tidak mendorong tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka
panjang.. Sistem politik Indonesia pada masa itu mempunyai kelemahan, salah satu
diantaranya adalah sedikitnya sumber-sumber yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang
atas kekuatan pemerintah, di tingkat nasional atau daerah. Padahal, kekuatan penekan sangat
diperlukan untuk melakukan kontrol, maupun sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran
untuk membentuk bangunan sosial politik yang lebih aspiratif.
Pengaruh kalangan non-pemerintah, termasuk dari pengusaha dan profesional sangat
terbatas dan acap diabaikan. Kecuali para pengusaha tertentu yang mempunyai koneksi
langsung dengan penguasa. Ketergantungan ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan
hubungan yang sangat tidak sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari sudut politik,
bisnis, dan masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi dari hubungan yang tidak
sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi, sosial dan politik sekaligus, yang
mengalami kesulitan untuk diperbaiki. Kalangan bisnis dan profesi swasta yang merupakan
unsur krusial dalam pembentukan kelas menengah, selama zaman Orde Baru tidak memiliki
kesempatan untuk membentuk asosiasi maupun organisasi yang mampu berfungsi sebagai
sumber kritik, pengaruh, dan sumbangan ide pada perencanaan politik, ekonomi dan sosial.
Unsur-unsur baru dari kalangan profesional maupun kalangan bisnis cenderung
menghindarkan diri dari politik dan berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang sempit.
Semua hal tersebut membuat sistem ekonomi Indonesia menjadi cukup rawan krisis, terutama
krisis fiskal dan krisis keuangan. Terjadinya krisis rupiah dan berbagai dampaknya membuat
pemerintah terpaksa harus mengeluarkan sejumlah kebijakan deregulasi di bidang ekonomi.
Secara politik, kebijakan ini memacu pertumbuhan sektor swasta, termasuk swastanisasi
BUMN. Hal ini menuntut pemerintah untuk melakukan pembenahan besar- besaran.
Pemerintah terpaksa menerima tawaran IMF untuk menyetujui Nota Kesepakatan menuju
reformasi ekonomi. Krisis ekonomi memang menimbulkan dampak politik yang lebih kuat.
pemerintah semakin didesak untuk melepaskan keterlibatannya dari bisnis dan untuk lebih
menjalankan fungsi sebagai perlengkapan politik supaya dapat bertugas menyehatkan sistem
ekonomi. Sistem peraturan hukum yang kuat sangat dibutuhkan untuk menopang kinerja
reformasi ekonomi. Kalangan dunia usaha semakin menuntut kepastian hukum. Krisis rupiah
yang semakin parah sampai menggerogoti sistem ekonomi, telah memperlemah posisi
birokrat-politik. Banyak dari mereka yang mulai terbuka terhadap reformasi politik.
Banyak telah menyatakan perlunya reformasi. Hasil kemajuan ekonomi secara internal
telah menghasilkan sebagian lapisan yang menghendaki reformasi politik. Kalangan bisnis
menghendaki tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang. Semua ini hanya
dapat dicapai dengan program reformasi ekonomi dan diperkuat dengan reformasi politik
Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Bisnis di Indonesia pada Era Reformasi.Struktur dan
pandangan rezim Orde Baru telah menjadikan kalangan bisnis dan profesional merasa lebih
mudah dan aman untuk mengikuti keadaan daripada mencoba mendorongnya ke arah lain
yang lebih sehat. Kecenderungan ini dengan sendirinya memperluaskan korupsi, kolusi, dan
penyalahgunaan kekuasaan pada zaman Orde Baru.

35
Pada era reformasi, gejala-gejala itu sulit dihilangkan karena telah mengakar di setiap
lembaga negara, maupun di kalangan bisnis dan profesional. Masalahnya bukan hanya
korupsi yang sulit diatasi, tetapi juga hilangnya orientasi terhadap kepentingan masyarakat
luas dan lemahnya kemauan untuk merombak sistem politik, termasuk lembaga-lembaga
negara yang amat perlu diperbaiki, struktur ekonomi, dan hubungan antara warga negara dan
negara. Di dalam negeri, perubahan di bidang politik dan pemerintahan yang diwarnai dengan
adanya perubahan signifikan dalam sistem politik (terjadi proses demokratisasi) membuka
suatu peluang baru dan juga ancaman baru bagi dunia usaha di Indonesia. Keputusan-
keputusan politik atau hukum perlu juga selalu dicermati. Perubahan-perubahan
kepemimpinan seringkali berakibat terjadinya perubahan dalam keputusan politik dan yang
akhirnya berdampak secara langsung terhadap kondisi bisnis.

 Masa Orde Reformasi


Pola relasi bisnis dan politik dalam periode reformasi adalah salah satu bentuk
transformasi dari pola relasirelasi bisnis dan politik pada masa Orde Baru. Relasi ini
melibatkan aktor-aktor pada sektor politik dan ekonomi melalui tindakan-tindakan yang
dilakukan untuk membagi sumber-sumber daya negara, dimana praktek pencarian rente
dilakukan secara terbuka dalam rezim demokrasi. Pencarian rente dalam periode reformasi
ditransformasikan melalui pergantian rezim, dari rezim otoritarian Orde Baru ke rezim
demokratis pada periode reformasi. Dalam proses transformasi tersebut, pencarian rente
berkembang tidak hanya diantara aktor-aktor ekonomi dan politik atau pemerintah di tingkat
pusat namun juga meluas kepada aktoraktor di tingkat lokal. Perubahan dalam relasi
kekuasaan dari pusat ke daerah mengubah peta korupsi yang dulu tersentralisasi menjadi
menyebar ke area yang lebih kecil. Pola relasi bisnis dan politik bertransformasi melalui
reorganisasi aktor-aktor bisnis pada masa Orde Baru kepada situasi politik saat ini dalam
rangka mengontrol sumber-sumber daya ekonomi; kemunculan bisnis-bisnis baru sebagai
kekuatan ekonomi baru; dan kehadiran aktor-aktor politik/pemerintahan yang masih
didominasi oleh relasi-relasi kekuasaan yang predatorial dan klientelisme.
Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah
dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam
kaitannya dengan pembangunan ekonomi yang tidak terlepas dari peran negara tersebut,
Indonesia di era reformasi ditandai dengan sebuah cita-cita untuk melakukan perbaikan
terhadap kondisi ekonomi yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru, dimana pada masa
pemerintahan Orde baru tersebut praktek kekuasaan pemerintahan dijalankan secara
sentralistis.Dijalankannya model pengelolaan kekuasaan yang sentralistis dalam
pemerintahan (khususnya birokrasi) bertujuan untuk mendukung proyek stabilisasi ekonomi
dan politik secara cepat. Stabilisasi politik dilakukan untuk menopang pembangunan
ekonomi yang dijadikan komando. Pada masa Orde Baru juga terjadi maraknya praktek
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang bukan hanya melibatkan aktor-aktor politik di
dalam pemerintahan, melainkan juga para aktor ekonomi (pebisnis) sebagai klien dari
pemerintah. Praktek KKN tersebut pada dasarnya berkaitan dengan relasi antara bisnis dan
politik. Bercermin dari keadaan ekonomi dan politik masa Orde Baru tersebut, maka
pemerintah di masa reformasi melakukan berbagai perubahan institusional. Perubahan yang
signifikan dalam masa reformasi adalah adanya pelembagaan demokrasi dan desentralisasi

36
(Robison and Hadiz, 2004: 197). Demokratisasi mempunyai tujuan agar sistem politik dapat
lebih terbuka dan demokratis. Artinya, setiap kelompok politik dapat menjadiinputdalam
pembuatan kebijakan. Sehingga setiap warga negara diasumsikan bisa terlibat dalam
pembuatan keputusan politik. Sedangkan, desentralisasi mempunyai tujuan utama untuk
mencegah adanya kekuasaan yang tersentralisasi pada segelintir orang, yang diyakini pada
akhirnya akan selalu korup. Desentralisasi memiliki beberapa asumsi, antara lain,
akuntabilitas,responsiveness dan partisipasi aktif warga negara (Hadiz, 2005: 290-292).
Bergesernya model pengelolaan kekuasaan dari sentralistik ke desentralisasi diharapkan
sesuai dengan tujuan di atas. Tujuan besarnya adalah sistem politik dapat lebih demokratis,
sehingga praktek korup pada pemerintahan Orde Baru tidak terjadi lagi. Dalam
kenyataannya, adanya berbagai perubahan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Hal ini menunjukkan bahwa kasus KKN yang diharapkan hilang pasca runtuhnya
pemerintahan Orde Baru ternyata belum terjadi. Kasus korupsi yang tinggi ini penting untuk
diamati sebagai bagian dari pola relasi bisnis dan politik, karena pada dasarnya tindakan
korupsi merupakan masalah sistemik yang melibatkan kepentingan ekonomi dan politik.
Dalam hal ini pola relasi bisnis dan politik yang marak pada masa reformasi dan melibatkan
aktor-aktor politik (politisi/Pemerintah), aktoraktor ekonomi (pebisnis) disinyalir sebagai
tindakan yang dilakukan untuk berbagi sumber daya negara, dimana praktek rent seeking
(perburuan rente) menjadi hal yang menonjol dalam relasi bisnis dan politik tersebut dengan
dilakukan secara terbuka dan terjadi direzim yang demokratis, yang pada akhirnya
memunculkan dampak terjadinya korupsi yang semakin meningkat. Berdasarkan apa yang
dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana pola relasi bisnis dan
politik di Indonesia dalam kasus rent seeking di masa reformasi.

3.Sumber Kekuasaan Politik Pebisnis yang Menjalankannya di Masa

 Masa Awal Kemerdekaan


Pada pertengahan 1960an, perpolitikan dan perekonomian di Indonesia berada di dalam
bencana. Setelah kemerdekaan di tahun 1945 (dan penghentian konflik dengan Belanda di
tahun 1949), negara muda ini dilanda dengan politik internal yang berbahaya karena beberapa
kekuatan politik - termasuk militer, nasionalis, partai-partai Islam, dan komunis - saling
berlawanan satu sama lain. Selama satu dekade, Soekarno Presiden pertama Indonesia, cukup
sukses untuk membendung ancaman dari kekuatan-kekuatan ini dengan menggunakan
kekuatan kharismanya. Namun, pada pertengahan 1960an, kegagalannya terbukti nyata.
Setelah Pemerintah Kolonial Belanda - karena tekanan internasional - telah melepaskan
kontrol atas wilayah Indonesia di tahun 1949 (kecuali bagian Barat dari Pulau Papua), negara
muda ini menghadapi tugas sulit untuk membangun pemerintahan dan kebangsaan melalui
sistem parlementer. Menjadi jelas bahwa bangsa ini terdiri dari berbagai kelompok yang
semuanya bersaing meraih kekuatan politik dan ingin memaksakan pandangan mereka pada
negara baru ini.
Sebelumnya, selama periode kolonial, kelompok-kelompok ini telah ada. Namun,
mereka memiliki satu musuh bersama - para penjajah Belanda - yang berarti mereka harus
mengesampingkan perbedaan-perbedaan mereka. Setelah kemerdekaan, perbedaan-perbedaan
ini kembali terasa nyata. Melalui konsep Pancasila (lima prinsip dari dasar filosofi resmi

37
Indonesia, diperkenalkan pada 1945) Sukarno mencoba menyatukan kelompok-kelompok
yang berbeda ini di dalam sebuah bangsa yang baru (dan sangat pluralistis).
Pancasila Indonesia adalah gabungan dari elemen-elemen sosialisme, nasionalisme,
monoteisme dan berfungsi sebagai pemersatu dari semua ideologi yang ada di masyarakat
Indonesia (penerus Sukarno, Suharto, kemudian menggunakan konsep Pancasila sebagai alat
kuat untuk menekan pihak-pihak lain pada masa pemerintahan otoriter Orde Baru). Satu-
satunya kelompok yang keberatan dengan Pancasila yang diformulasikan oleh Sukarno
adalah kelompok Muslim ortodoks. Mereka ingin ada tambahan bahwa umat Muslim harus
mempraktekkan syariat Islam. Hal ini tidak disetujui oleh Sukarno karena akan
membahayakan persatuan bangsa. Kendati menjadi rumah dari populasi Muslim terbesar di
dunia, ada jutaan pemeluk agama Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha dan juga ada
kelompok Muslim tradisional yang besar (yang tidak mendukung pemberlakuan syariat
Islam).

 Masa Orde Lama


Keterkaitan antara pengusaha dengan dunia politik sudah lama ada di Indonesia.
Konteks sejarah menunjukkan bahwa relasi antara pengusaha dan politisi di Indonesia telah
terjalin sejak lama dikarenakan Pengusaha Yang memiliki kekuasaan sehingga mereka dapat
dekat dengan presiden.dan dikarenakan para pengusaha yang memiliki sumber kekuasaan
yang berupa kekayaan seperti mereka memiliki tanah pertanian,pabrik,Perdagangan,Produksi
tambang,angkutan.Sehingga dengan kekayaan yang dimiliki para pengusaha membuat para
pengusaha dapat masuk ke dalam dunia politik karena mereka dapat memberi biaya untuk
perkembangan politik di indonesia.

 Masa Orde Baru


Kekuatan ekonomi di masa Orde Baru, yang disebut Oligarki, tetap bertahan pasca
rezim pemerintahan Orde Baru runtuh. Bahkan mereka tetap menjadi kekuatan bisnis yang
utama di masa reformasi. Dengan demikian, kekuatan ekonomi tetaplah sama. Namun,
mereka kemudian dipaksa untuk mengikuti pola yang mengharuskannya beraktivitas dalam
suatu arena tarik menarik politik yang berbeda dengan rezim pemerintahan Orde Baru.
Situasi tersebut berhubungan dengan pola perubahan institusional pasca reformasi. Selain itu
kekuatan ekonomi di masa Orde Baru juga menguasai demokratisasi dengan terlibat dalam
partai politik, bahkan menjadi petingginya. Mereka kemudian selain menjadi pebisnis juga
sebagai politisi. Partai yang memerlukan uang dalam jumlah besar untuk memenangkan
kontestasi pemilu mambawa para pebisnis menjadi petinggi partai.
Kekuatan ekonomi juga berubah lokuspatron-klien-nya dengan adanya desentralisasi.
Kekuatan ekonomi ini beralih pada relasi patronase yang terdesentralisasi. Hal tersebut
mengikuti pola beralihnya sebagian kekuasaan Pusat ke Daerah. Terlebih lagi dengan adanya
Pemilukada yang membutuhkan uang sangat banyak untuk kontestasi. Keterlibatan kekuatan
ekonomi (para pebisnis) pun secara langsung maupun tidak langsung (melalui deregulasi),
tetaplah yang paling untung karena merupakan kekuatan ekonomi yang paling kuat. Oleh
karenanya, saat pengaturan (regulasi) dibebaskan di pasar dengan adanya demokratisasi,
mereka telah menguasai pasar tersebut.

38
Adanya perubahan institusional di masa reformasi menyebabkan dilakukannya
perubahan strategi dan reorganisasi oleh kekuatan ekonomi di jaman Orde Baru agar tetap
bertahan dan menjadi aktor utama dalam perekonomian masa reformasi. Aktor ini menjadi
penting dalam mempengaruhi pola relasi bisnis dan politik yang bertahan saat ini. Karena
mereka dulunya dibesarkan dengan pola patronase secara terpusat di masa Orde Baru, maka
pola itu sekarang berubah dengan menjadi lebih terdesentralisasi. Namun, pola relasi bisnis-
politik tidak banyak berubah.

 Masa Orde Reformasi


Bisnis politik di Indonesia pada masa reformasi ditandai dengan adanya bentuk rent
seeking yang dilakukan secara terbuka dalam lingkungan politik yang demokratis
dibandingkan rezim pemerintahan sebelumnya. Pola relasi bisnis dan politik dalam bentuk
rent seeking tersebut merupakan transformasi dari pola relasi bisnis dan politik yang terjadi di
masa Orde Baru, yang selanjutnya menimbulkan maraknya korupsi di era desentralisasi dan
demokratisasi. Perilaku rent seeking yang muncul sebagai akibat dijalankannya relasi bisnis
dan politik di masa reformasi ini merupakan akar dari korupsi, dimana para pemburu rente
(rent seekers) menggunakan sebagian besar sumber daya negara untuk kepentingan pribadi
dan kerabatnya. Relasi tersebut dilakukan di luar hubungan publik dan formal, dimana
pebisnis melakukan lobi dengan memberikan atau membayar uang (secara pribadi) kepada
pejabat publik (politisi/ pemerintah/ birokrat) untuk memuluskan kepentingan pebisnis
tersebut. Adanya perubahan institusional di masa reformasi menyebabkan pola relasi bisnis
dan politik dalam bentuk rent seeking memiliki sedikit perbedaan dengan masa Orde Baru.
Hal ini dapat dilihat dari adanya desentralisasi dan demokratisasi, yang juga
menyebabkan terjadinya perubahan institutional (reorganisasi) dari pebisnis tersebut untuk
tetap bertahan. Dengan adanya desentralisasi, pola relasi bisnis dan politik di Indonesia dalam
bentuk rent seeking menjadi bergeser dan lebih tersebar ke Daerah, tidak hanya terjadi di
pusat pemerintahan, sehingga pelaku rent seeking dan korupsi pada masa reformasi lebih
beragam dan tidak terpusat. Adanya rent seeking yangberujung pada terjadinya korupsi di
masa reformasi disebabkan beberapa hal yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pola
relasi bisnis politik di masa Orde Baru, dimana aktor/kekuatan ekonomi yang menguasai
perekonomian masa reformasi relatif masih sama dengan kekuatan ekonomi yang ada di masa
Orde Baru.
Aktor ekonomi tersebut bertransformasi dengan perubahan institusional yang terjadi di
masa reformasi. Pada masa reformasi ini tidak banyak memunculkan kapitalis baru sebagai
akibat dominannya kekuatan/aktor ekonomi lama dan berlakunya kebijakan desentralisasi
yang menjadikan BUMD sebagai kekuatan ekonomi di Daerah. Terjadinya rent seeking juga
disebabkan adanya pola relasi kekuasaan yang predatoris dalam membuat kebijakan publik,
baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Untuk memberantas maraknya rent seeking
yang berujung pada terjadinya korupsi tersebut perlu dilakukan beberapa hal yaitu,
memperkuat keterbukaan dan demokrasi, terutama dengan memperluas partisipasi
masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan publik, khususnya dengan memberdayakan
LSM, kalangan akademisi dan organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya untuk berperan
serta dalam berbagai tahapan pengambilan keputusan publik, seperti dilibatkannya organisasi
masyarakat sipil dan stakeholders dalam bentuk public hearing dalam proses formulasi

39
kebijakan, advokasi kebijakan dan pengawasan kebijakan yang meyangkut kepentingan
publik.
Selain itu juga perlunya meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan para
penyelenggara negara melalui reformasi birokrasi dan perbaikan sistem renumerasinya. Tak
kalah pentingnya adalah mempertegas low enforcement. Adanya penegakkan hukum yang
tegas, pasti dan tidak diskriminasi akan menjadi alat yang efektif dalam memberantas korupsi
di Indonesia. Di samping itu perlu memperkuat ajaran agama, khususnya budaya kejujuran
dan kedisiplinan, sehingga menjadi tradisi yang melekat dalam kehidupan dan pendidikan;
serta adanya konsistensi dan kejelasan peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

4.Pengaruh Pebisnis sebagai Kekuatan Politik pada Proses Input Sistem Politik
Indonesia di Masa

 Masa Awal Kemerdekaan


Dari aspek historis Indonesia dalam dunia perpolitikannya pada tahun 1900-an para
pemuda melakukan berbagai gerakan politis yang bertujuan melawan penjajah dan
memerdekakan bangsa melalui organisasi dagang, organisasi kepemudaan, organisasi
komunitas, organisasi agama bahkan organisasi politik (partai). Dengan jiwa Bhineka
Tunggal Ika meskipun tersebar di 1300 pulau dengan ratusan suku bangsa dan bahasa
ternyata pemuda-pemuda Indonesia mampu memerdekaakan bangsanya dari penjajah.
Ketika kondisi politik negara ditandai oleh ketidakjelasan dan ketidakstabilan yang
besar, ini menjadi masalah berat yang menghambat pertumbuhan ekonomi karena sektor
swasta ragu untuk berinvestasi. Sekalipun pada tahun-tahun awalnya setelah kemerdekaan
Indonesia mengalami sedikit perkembangan ekonomi, perkembangan ini segera hilang karena
ketidakstabilan situasi politik (terutama setelah pemberontakan-pemberontakan wilayah dan
nasionalisasi aset-aset Belanda pada 1957-1958). Pada tahun 1960an, ekonomi Indonesia
dengan cepat hancur karena hutang dan inflasi, sementara ekspor menurun.
Pendapatan devisa dari sektor perkebunan jatuh dari 442 juta dollar Amerika Serikat
(AS) pada tahun 1958 ke 330 juta dollar AS di tahun 1966. Puncak inflasi berada di atas
100% (year-on-year) pada tahun 1962-1965 karena pemerintah dengan mudahnya mencetak
uang untuk membayar hutang dan mendanai proyek-proyek megah (seperti pembangunan
Monas). Pendapatan per kapita Indonesia menurun secara signifikan (terutama di tahun 1962-
1963). Sementara itu, bantuan asing yang sangat dibutuhkan berhenti mengalir setelah
Sukarno menolak bantuan dari AS dan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena masuknya Malaysia sebagai negara anggota PBB
(Indonesia menentang pendirian Malaysia pada tahun 1963). Sebaliknya, Sukarno menjalin
hubungan lebih erat dengan Republik Rakyat Tionghoa dan Korea Utara.

 Masa Orde Lama


Kondisi ekonomi yang carut marut pada masa Orde Lama mulai dibenahi dengan
berbagai kebijakan oleh pemerintah, antara lain pelaksanaan anggaran berimbang untuk
menekan inflasi, maka sedikit demi sedikit laju inflasi berhasil ditekan menjadi 9 persen pada
tahun 1970. Pemerintah juga melaksanakan pembangunan untuk menciptakan stabilitas

40
ekonomi dan politik. Namun pada tahun 1997 Indonesia diterpa krisis ekonomi yang
berdampak pada krisis politik, sosial budaya dan kepercayaan yang berakhir dengan
runtuhnya pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun menuju cita-cita
Indonesia baru dengan adanya perubahan di berbagai aspek kehidupan rakyat melalui
reformasi pada pengelolaan pemerintahan.
Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia, roda pemerintahan
berjalan berdasarkan demokrasi yang dapat dibagi dalam empat masa. Pertama, masa
Repubik Indonesia I (1945-1959) atau yang lebih dikenal dengan era Demokrasi Liberal atau
Demokrasi Parlementer. Kedua, masa Republik Indonesia II (1959-1965) atau yang lebih
dikenal dengan era Orde Lama/Orla atau Demokrasi Terpimpin. Ketiga, masa Republik
Indonesia III (1966-1998) atau yang lebih dikenal dengan era Orde Baru/Orba atau
Demokrasi Pancasila. Dan yang terakhir yang berlaku sampai saat ini adalah masa Republik
Indonesia IV (1998-sekarang) atau yang lebih dikenal dengan era Reformasi.
Konfigurasi politik yang ada pada masa Orde Lama membawa bangsa Indonesia berada
dalam suatu rezim pemerintahan yang otoriter dengan berbagai produk-produk hukum yang
konservatif dan pergeseran struktur pemerintahan yang lebih sentralistik melalui ketatnya
pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Pada masa ini pula politik
kepartaian sangat mendominasi konfigurasi politik yang terlihat melalui revolusi fisik serta
sistem yang otoriter sebagai esensi feodalisme. Masih kentalnya mekanisme, fungsi dan
struktur politik yang tradisional berlandaskan ideologi sosialisme komunisme di masa Orde
Lama menimbulkan permasalahan politik dan kepemimpinan sehingga terjadi disintegrasi
dan 4 instabilisasi nasional yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945
sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan Orde Baru,
yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama.
Masih kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan
ideologi sosialisme komunisme di masa Orde Lama menimbulkan permasalahan politik dan
kepemimpinan sehingga terjadi disintegrasi dan 4 instabilisasi nasional yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik
lahirnya tonggak pemerintahan Orde Baru, yang merupakan koreksi total terhadap budaya
dan sistem politik Orde Lama.

 Masa Orde Baru


Tiap pembentukan pola bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya
politik merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap
kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan
dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis. Terdapat politik yang dirancang untuk
menjauhkan campur tangan pemerintah dalam bidang perekonomian/bisnis. Sistemnya
disebut sistem liberal dan politiknya demokratis. Ada politik yang bersifat intervensionis
secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih. Ada pula politik yang cenderung
mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan dalam bidang ekonomi bisnis.
Indonesia lebih mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah terlibat atau turut campur
tangan dalam bisnis. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian dan bisnis. Pengaruh Politik
terhadap Ekonomi dan Bisnis di Indoenesia Era Orde Baru.Pada awal pemerintahan Orde

41
Baru, pemerintah mencanangkan pembangunan ekonomi dan industri. Pada waktu itu posisi
pengusaha dalam negeri masih dalam keadaan yang tidak kuat untuk berdiri
sendiri.Akibatnya, pemerintah (negara) menjadi dominan dalam perekonomian. Pengusaha
menggantungkan diri kepada pemerintah.
Hal ini menimbulakan konsekuensi yaitu pemerintah menjadi mesin pertumbuhan
ekonomi atau dengan kata lain pemerintah menjadi sumber penggerak investasi dan
pengalokasian kekayaan nasional. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya menyediakan
proyek, kontrak, konsesi pengeboran minyak dan eksploitasi hutan, serta lisensi agen tunggal,
melainkan juga kredit besar dan subsidi. Pemerintah juga menunjang dengan kebijakan
proteksi serta pemberian hak monopoli impor dan pasar. Pada masa tersebut, pemerintah
cenderung menghasilkan dua lapisan ekonomi-politik utama, yaitu birokrat-politik yang
melibatkan lingkup keluarganya dalam bisnis, serta pengusaha yang dapat berkembang berkat
dukungan khusus dari pemerintah (mulai berkembangnya KKN). Kedua lapisan ini
mendominasi perekonomian dan politik. Dalam perkembangan sistem ekonomi tersebut,
pemerintah sebagai sumber penggerak investasi dan pengalokasian kekayaan nasional
hanyalah bersifat jangka pendek.
Kemampuan pemerintah menyediakan segalanya dibatasi oleh gerak sistem ekonomi.
Indonesia menjadi rawan akan krisis. Pola bisnis tersebut memerlukan sebuah rezim politik
yang mampu mengendalikan reaksi kaum buruh dan gerakan demokratisasi. Untuk keperluan
ini rakyat berhasil dijauhkan dari partisipasi politik. Pembangunan ekonomi dijaga dengan
kekuatan militer yang kuat sehingga terlihat stabil. Pertumbuhan partai politik dan
pengekpresian politik dilarang dalam upaya menciptakan kestabilan untuk pertumbuhan
ekonomi. Rakyat seakan dibungkam untuk menuntut hak-haknya atas nama pembangunan
ekonomi. Pada masa Orde baru, bentuk partisipasi rakyat diatur agar hanya terlibat pada
pemilihan umum anggota DPR dan DPRD. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kaitan
politik dan birokratik dalam pola bisnis.
Pemerintah sudah sejak awal jadi mesin pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan
para birokrat-politik terlibat bisnis yang bersifat jangka pendek. Pola ini tidak mendorong
tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang.. Sistem politik Indonesia pada
masa itu mempunyai kelemahan, salah satu diantaranya adalah sedikitnya sumber-sumber
yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang atas kekuatan pemerintah, di tingkat nasional
atau daerah. Padahal, kekuatan penekan sangat diperlukan untuk melakukan kontrol, maupun
sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran untuk membentuk bangunan sosial politik
yang lebih aspiratif.
Pengaruh kalangan non-pemerintah, termasuk dari pengusaha dan profesional sangat
terbatas dan acap diabaikan. Kecuali para pengusaha tertentu yang mempunyai koneksi
langsung dengan penguasa. Ketergantungan ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan
hubungan yang sangat tidak sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari sudut politik,
bisnis, dan masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi dari hubungan yang tidak
sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi, sosial dan politik sekaligus, yang
mengalami kesulitan untuk diperbaiki. Kalangan bisnis dan profesi swasta yang merupakan
unsur krusial dalam pembentukan kelas menengah, selama zaman Orde Baru tidak memiliki
kesempatan untuk membentuk asosiasi maupun organisasi yang mampu berfungsi sebagai
sumber kritik, pengaruh, dan sumbangan ide pada perencanaan politik, ekonomi dan sosial.

42
Unsur-unsur baru dari kalangan profesional maupun kalangan bisnis cenderung
menghindarkan diri dari politik dan berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang sempit.
Semua hal tersebut membuat sistem ekonomi Indonesia menjadi cukup rawan krisis, terutama
krisis fiskal dan krisis keuangan. Terjadinya krisis rupiah dan berbagai dampaknya membuat
pemerintah terpaksa harus mengeluarkan sejumlah kebijakan deregulasi di bidang ekonomi.

 Masa Orde Reformasi


Pola relasi bisnis dan politik dalam periode reformasi adalah salah satu bentuk
transformasi dari pola relasi-relasi bisnis dan politik pada masa Orde Baru. Relasi ini
melibatkan aktor-aktor pada sektor politik dan ekonomi melalui tindakan-tindakan yang
dilakukan untuk membagi sumber-sumber daya negara, dimana praktek pencarian rente
dilakukan secara terbuka dalam rezim demokrasi. Pencarian rente dalam periode reformasi
ditransformasikan melalui pergantian rezim, dari rezim otoritarian Orde Baru ke rezim
demokratis pada periode reformasi. Dalam proses transformasi tersebut, pencarian rente
berkembang tidak hanya diantara aktor-aktor ekonomi dan politik atau pemerintah di tingkat
pusat namun juga meluas kepada aktor-aktor di tingkat lokal. Perubahan dalam relasi
kekuasaan dari pusat ke daerah mengubah peta korupsi yang

dulu tersentralisasi menjadi menyebar ke area yang lebih kecil. Pola relasi bisnis dan politik
bertransformasi melalui reorganisasi aktor-aktor bisnis pada masa Orde Baru kepada situasi
politik saat ini dalam rangka mengontrol sumber-sumber daya ekonomi; kemunculan bisnis-
bisnis baru sebagai kekuatan ekonomi baru; dan kehadiran aktor-aktor politik/pemerintahan
yang masih didominasi oleh relasi-relasi kekuasaan yang predatorial dan klientelisme.

5.Pengaruh Pebisnis sebagai Kekuatan Politik pada Proses Konversi Sistem Politik
Indonesia di Masa

 Masa Awal Kemerdekaan


Pada awal Kemerdekaan, keadaan ekonomi bangsa Indonesia masih belum stabil hal ini
disebabkan oleh masalah ekonomi yang terjadi saat itu. Misalkan inflasi yang terlalu tinggi
dan blokade laut yang dilakukan Belanda.Setelah mengerjakan aktivitas kelompok di atas,
kamu dapat mengetahui beberapa masalah ekonomi yang memengaruhi keadaan ekonomi
Indonesia pada awal Kemerdekaan beserta upaya-upaya mengatasinya Perkembangan
Ekonomi Pada Awal Kemerdekaan. Untuk menambah wawasan tentang perkembangan
ekonomi Indonesia pada awal Kemerdekaan, kamu dapat membaca uraian berikut.

a. Permasalahan inflasi
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi
yang terlalu tinggi. Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak terkendali.
Pada saat itu, pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena
belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya. Kas Negara pun kosong, pajak dan
bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil kebijakan
berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah hindia belanda dan mata
uang kependudukan jepang.

b. Blokade Laut

43
Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade
ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan
milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang
impor yang sangat dibutuhkan Perkembangan Ekonomi Pada Awal Kemerdekaan. Tujuan
Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia. Dalam
rangka menghadapi blokade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya
sebagai berikut.
1). Melaksanakan Program Pinjaman Nasional
Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Pinjaman yang
direncanakan sebanyak 1 miliar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan dibayar
kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun.
Pada bulan Juli 1946, seluruh penduduk Jawa dan Madura diharuskan menyetorkan
sejumlah uang kepada Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian. Pelaksanaan
pinjaman ini dinilai sukses. Kesuksesan merupakan bukti dukungan rakyat terhadap negara.
Tanpa dukungan dan kesadaran rakyat yang tinggi, dapat dipastikan negara akan mengalami
kebangkrutan dalam Perkembangan Ekonomi Pada Awal Kemerdekaan.
2). Melakukan Diplomasi ke India
Pada tahun 1946, Indonesia membantu pemerintah India yang tengah menghadapi
bahaya kelaparan dengan mengirimkan beras seberat 500.000 ton. Sebagai imbalannya,
pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat indonesia. Selain bersifat ekonomis pengiriman bantuan ke india juga bersifat politis
karena india merupakan negara asiang yang paling aktif mendukung perjuangan diplomatik
dalam rangka solidaritas negara-negara Asia.

3). Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri


Usaha mengadakan hubungan dagang ke luar negeri itu dirintis oleh banking and
tranding coperation (BTC), suatu badan perdagangan semipemerintah. BTC berhasil
mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Dalam transaksi pertama,
pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor seperti gula, teh, dan karet.
Usaha lain untuk mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri juga dilakukan
melalui Sumatra. Tujuan utamanya adalah Singapura dan Malaya. Usaha ini dilakukan
dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Pelaksanaan penembusan blokade dilakukan oleh
angkatan laut Republik Indonesia dengan bantuan dari pemerintah daerah penghasil barang-
barang ekspor. Melalui upaya ini, Indonesia berhasil menjual barang-barang ekspor dan
memperoleh barang-barang impor yang dibutuhkan.

 Masa Orde Lama


Pada masa Orde Lama, Soekarno dengan prinsip berdikari yaitu berdiri di kaki sendiri
telah mengukuhkan kendali negara dalam perekonomian. Melalui hal ini pula dapat diyakini
bahwa dirinya telah secara perlahan mengurangi peranan pihak asing dalam ekonomi
Indonesia (Mas’oed, 1989). Oleh karena itu, dapat diketahui juga pada dasarnya
pemerintahan Orde Lama, Soekarno turut mangajukan idealisme mengenai kemandirian
ekonomi Indonesia yang ditopang oleh sistem demokrasi terpimpin yang kemudian juga

44
mengarah kepada ekonomi terpimpin (Robison & Hadiz, 2004). Pembangunan Indonesia
yang digalakkan oleh Soekarno lebih berorientasi ke dalam dengan menggali potensi sumber
daya alam beserta sumber daya manusia dalam negeri. Pendapat soekarno mengenai potensi
sumber daya manusia yang harus diperhatikan ini sejalan dengan yang diungkapka oleh Van
Der Kroef (1956) yang menilai bahwa pendapatan masyarakat masih terbilang kecil dengan
cara-cara tradisional dan menyebabkan angka tenaga kerja Indonesia terbilang rendah.
Melalui semangat berdikarinya, Soekarno mengharapkan Indonesia dapat keluar dari
pengaruh kapital yang menyerang dan membuat masyarakat Indonesia terpuruk. Akan tetapi,
pada masa Soekarno ini juga pada akhirnya membawa rakyat jatuh sengsara pula. Hal ini
terjadi disebabkan oleh kondisi Indonesia yang pada saat itu benar-benar memulai
perkembangan ekonominya dari titik nol. Banyak permasalahan yang ditanggung pada zaman
Orde Lama dengan cara yang kurang efektif dan justru memperburuk keadaan seperti halnya
ketika defisit anggaran justru ditangani dengan mencetak uang, bukan pemungutan pajak.
Kebijakan tersebut pada akhirnya menghasilkan inflasi pada masa itu (Mas’oed, 1989).
Selanjutnya, pada zaman itu juga infrastruktur negara seperti pelabuhan dan bandara, jalan
dan kereta api, pabrik-pabrik dan pembangkit listrik tidak berkembang sama sekali dan malah
mengalami kemelaratan, hal ini terjadi disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan (Booth,
1999).
Era Orde Lama lambat laun kemudian berganti ke masa Orde Baru yang pada saat itu
dipimpin oleh Soeharto yang kemudian merombak ulang sistem ekonomi yang telah
diterapkan. Pada era kepemimpinan Soeharto, sistem ekonomi lebih mengedepankan jalinan
internasional dalam rangka untuk mengembangkan dan membangun perekonomian di
Indonesia. Hal ini ditandai dengan Indonesia yang mulai menerima modal asing dan juga
peminjaman uang kepada IMF (International Monetary Fund) serta bank dunia (Mas’oed,
1989:73). Secara tidak langsung, zaman yang dipimpin oleh Soeharto ini pada dasarnya telah
membawa masyarakat kembali pada dualisme kepemimpinan, serta mendatangkan kembali
aktor-aktor kapitalisme yang telah dibuang jauh-jauh pada zaman kepemimpinan Soekarno
yang apabila melihat pada kondisi saat ini banyak sekali investasi asing besar-besaran yang
pada akhirnya mendominasi perekonomian Indonesia. Hampir sama kasusnya dengan apa
yang dihadapi Indonesia pada masa kolonialisme belanda, bedanya adalah bahwa sekarang
Indonesia sudah menjadi sebuah negara dan dominasi ekonomi masih dapat diatasi sedikit
oleh regulasi dari rezim pemerintahan Soeharto.
Tidak hanya itu, melalui tulisan Anne Booth (1999) juga disebutkan bahwa secara
historis, Orde Baru berdampak pada transformasi struktural di Indonesia yang melibatkan
beberapa jenis industrialisasi, antara lain proses produk agrikultural dan sumber daya alam,
substitusi impor untuk pasar domestik, dan manufaktur ekspor labor-intensive. Namun,
berbeda dengan yang diungkapkan oleh Bresnan (2005) yang menyatakan bahwa atas dasar
kegiatan pembangunan nasional, maka pada saat itu pula yang memicu menggunungnya
hutang luar negeri Indonesia. Faktor-faktor tersebutlah yang pada akhirnya mengakibatkan
penggulingan rezim Soeharto dari pemerintahannya akibat gagalnya pemerintah dalam
membawa Indonesia keluar dari krisis moneter. Walaupun demikian, Soeharto tidak dapat
dianggap remeh begitu saja, di lain pihak dirinya telah banyak memberikan kontribusi pada
pembangunan infrastruktur maupun perekonomian Indonesia.

45
Terjadinya penurunan nilai rupiah, gelombang penjualan yang masih berkaitan di pasar
saham Jakarta, serta revisi penurunan yang dihasilkan dalam perkiraan pertumbuhan ekonomi
jangka pendek menunjukkan bahwa tidak sampai tiga dekade ekonomi Indonesia berhasil
selamat dari kemunduran yang lebih parah. Inflasi yang terjadi pada akhir tahun 1997 tidak
seluruhnya menghancurkan ekonomi Indonesia. Adanya optimisme yang sedikit berlebih,
Indonesia mampu bangkit dari kondisi tersebut. Bahkan terdapat pernyataan yang berisi
Indonesia suatu saat nanti dapat menjadi negara adikuasa ekonomi se-Asia Tenggara, namun
tidak dalam jangka waktu dekat. Memang telah diakui bahwa pada era kepemimpinan
Soeharto Indonesia sempat mengalami kemajuan ekonomi. Namun kesuksesan ini tidak dapat
digunakan sebagai alat untuk melihat kemungkinan yang terjadi pada masa depan,
sebagaimana peristiwa tahun 1997 hingga tahun 1998. Semua ini tergantung kepada
keputusan dan kebijakan yang diambil oleh para pemimpin Indonesia dalam menghadapi
tantangan-tantangan abad ke-20 (Booth, 1999).
Walaupun begitu, kondisi Indonesia pada tahun 1990-an sebenarnya merupakan hasil
dari pertumbuhan ekonomi selama tiga dekade. Sebagaimana yang dikatakan oleh Benjamin
Higgins, seorang ahli ekonomi, Indonesia pada tahun 1960-an merupakan sebuah negara
dengan kegagalan ekonomi terburuk diantara keseluruhan negara terbelakang di dunia.
Kondisi ini bahkan lebih buruk daripada saat penjajahan Jepang dan Belanda. Pada awal-awal
tahun 1960an, penjualan barang ekspor ditolak, mata uang asing menyusut habis serta
terjadinya inflasi hingga 600% per tahun. Pada pertengahan dekade disusul dengan kondisi
perokonomian Indonesia yang menyebabkan lebih dari setengah jumlah penduduk yang
hidup di wilayah pedalaman pulau Jawa sangat miskin. Infrastruktur negara seperti jalan, rel
kereta api, bandara, pelabuhan, dan pabrik-pabrik tidak terurus. Bahkan pengunjung ibu kota
dapat melihat sendiri kemiskinan dan keterpurukan yang ada (Booth, 1999).
Meskipun begitu, hal tersesbut berubah setelah masa kepemimpinan berganti dari
Soekarno ke Soeharto. Kebijakan-kebijakan yang diambil seolah bertolak belakang dari
sistem yang telah diterapkan pada Orde Lama yang mana kondisi fiskalnya ceroboh, menolak
materi, serta revolusioner retorik dan dirombak ke dalam rezim Orde Baru. Rezim tersebut
terbentuk karena adanya kekuatan militer di belakang suksesi kepemimpinan tersebut.
Meskipun begitu, Soeharto dan para koleganya dapat menikmati dukungan dari kaum
muslim, siswa, maupun kaum intelektual. Kondisi ekonomi yang ingin dirombak
membuatnya menyadari bahwa Indonesia membutuhkan bantuan asing untuk bangkit. Maka
dari itu ia merekrut jajaran lulusan dari Universitas Kalifornia di Berkeley yang ahli dalam
bidang ekonomi dan demografi. Tindakan ini dikritik oleh Prof. Widjojo Nitisastro, seorang
anti-radikal Barat karena dianggap mengimplementasikan agenda kebijakan ultraliberal
berdasarkan keyakinan dogmatis pada pasar bebas (Booth, 1999).
Dinamika perjalanan ekonomi Indonesia-pun tidak hanya berhenti pada masa Soeharto
saja. Lengsernya kedudukan Soeharto dari pemerintahan yang kemudian digantikan oleh
Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden Indonesia untuk
kemudian menandakan bahwa ekonomi Indonesia mulai berkembang kembali melalui aspek
industrial yang menggantikan agrikultur pada zaman-zaman sebelumnya. Perkembangan dari
industri yang saat itu membantu pertumbuhan Indonesia dengan pesat diawali dengan industri
bahan bakar dan gas alam (Booth, 1999). Hal ini terjadi disebabkan oleh tidak mampunya

46
Soeharto menangani permasalahan ekonomi serta semakin mewabahnya KKN (korupsi,
kolusi, nepotisme).

 Masa Orde Baru


Pada Pasca Orde Baru sistem politik di Indonesia mengalami perubahan dengan
diberlakukanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang partai politik. Indonesia
memulai babak baru dengan menerapkan sistem multi partai. Sistem multi partai memberi
kesempatan bagi pengusaha atau pebisnis terlibat langsung dalam politik praktis. Pengusaha
memiliki kebebasan untuk bergabung dengan 48 partai politik yang ada di Indonesia,
sehingga mereka tidak terkonsentrasi pada Golkar seperti masa orde baru. Gerbang
demokrasi tersebut terbuka lebar bagi siapapun untuk mengikuti kontestasi politik ysng
diselenggarakan oleh Negara, termasuk pengusaha. Para pengusaha seakan berlomba
memasuki dunia politik. apabila sebelumnya pengusaha lebih memilih berada dibalik layar,
tetapi pasca orde baru para pengusaha berpikir lebih untuk mendapat kekusaan.

 Masa Orde Reformasi


Pola relasi bisnis dan politik periode reformasi adalah salah satu transformasi dari pola
relasi-relasi bisnis politik pada masa Orde Baru. Relasi ini melibatkan kator-aktor pada sektor
politik dan ekonomi melalui tindakan-tindakan yang dilakukan membagi sumber-sumber
daya Negara, dimana praktek pencarian rente dilakukan secara terbuka dalam rezim
demokrasi . pencarian rente dalam periode reformasi distranformasikan melalui pergantian
rezim, dan rezim otoritarian Orde Baru ke rezim demokratis pada periode reformasi. Dalam
proses transformasi tersebut, pencarian rente berkembang tidak hanya diantara actor-aktor
ekonomi dan politik atau pemerintah tingkat pusat namun juga meluas kepala actor-aktor
ditingkat local. Perubahan dalam relasi kekuasaan dari pusat ke daerah mengubah peta
korupsi yang dulu tersentralisasi menjadi menyebar ke area yang lebih kecil. Pola relasi
politik dan bisnis bertransformasi melalui reorganisasi aktor-aktor bisnis ipada Masa Orde
Baru kepada situasi politik saat ini dalam rangka mengontrol sumber-sumber daya ekonomi;
kemunculan bisnis-bisnis baru sebagai kekuatan ekonomi baru dan kehadiran actor-aktor
politik/perubahan yang masih didominasi oleh relasi-relasi kekuasaan yang predatorial dan
klientelisme.
Di masa reformasi ini terdapat pola relasi bisnis dan politik yang dilakukan oleh aktor
bisnis dan aktor politik atau pemerintah sebagaimana dilakukan dimasa orde baru. Dengan
kata lain masih ditemukanya pola relasi bisnis dan politik yang diwariskan dari masa
sebelumnya kemasa sekarang.pola tersebut dicirkan dengan adanya aktor ekonomi / pebisnis
yang berusaha melindungi keentingan dengan menjalin relasi informal dan individu terhadap
aktor politik/ pemerintahan.

6.Pengaruh Pebisnis sebagai Kekuatan Politik pada Pembuatan dan Pelaksanaan


Keputusan/Kebijakan atau Output Sistem Politik Indonesia di Masa

 Masa Awal Kemerdekaan


Pada masa awal kemerdekaan pengembangan administrasi negara lebih diarahkan pada
upaya memenangkan dan mempertahankan kemerdekaan sebagai suatu bentuk upaya
membangun pemerintahan yang berdaulat. Jadi terlihat bahwa sistem administrasi negaranya

47
lebih memperlihatkan atau menonjolkan pada aspek manajerial, legal dan politik. Pada saat
itu, belum terlihat kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penyempurnaan administrasi
negara. Sebagai konsekuensi logisnya, pada saat itu banyak terjadi kepincangan-kepincangan
yang dialami dalam mengelola administrasi negara baik berkenaan dengan bidang legislatif,
eksekutif maupun judisialnya. Namun, perjuangan para pemimpin bangsa pada awal
kemerdekaan berhasil dengan diakuinya kedaulatan negara Indonesia pada Tahun 1949 bukan
saja oleh Pemerintah Kerajaan Belanda, tetapi juga oleh dunia internasional.
Segera setelah perang kemerdekaan, yaitu pada Tahun 1951, dimulailah usaha-usaha
pengembangan administrasi negara karena dipengaruhi oleh semakin besarnya peranan
pemerintahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia seiring dengan timbulnya permintaan
bagi perbaikan disegala sektor kehidupan sesuai dengan harapan terhadap Negara Indonesia
yang sudah merdeka. Namun, rekruitmen pegawai negeri pada waktu itu cenderung banyak
dipengaruhi oleh pertimbangan spoils system, seperti faktor loyalitas kepada penguasa saat
itu maupun faktor nepotisme dan patronage, seperti hubungan keluarga, suku, daerah dan
sebagainya. Di lain pihak, mulai disadari perlunya peningkatan efisiensi administrasi
pemerintahan, kemudian berkembang usaha-usaha perencanaan program di sektor tertentu
dan akhirnya menjurus ke arah perencanaan dan pembangunan ekonomi dan sosial.
Administrasi negara yang ada pada waktu itu dirasakan sudah tidak mampu memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional karena terikat oleh berbagai ketentuan perundangan yang
berlaku, administrasi negara didesain hanya untuk kegiatan rutin pelayanan masyarakat
(Tjokroamidjojo, 1984).
Dari kurun waktu pertama penerapan administrasi negara yang kental diwarnai oleh
nuansa politik dapat ditarik pelajaran betapa pentingnya dimensi ekonomi oleh karena
pengaruh belum majunya pembangunan negara, menjadi penghambat pengembangan sumber
daya manusia secara utuh. Pada gilirannya keterlambatan pengembangan sumber daya
manusia yang kodratnya memerlukan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya, seperti
sandang, pangan, papan, menghambat pula pengembangan daya pikir, nalar dan
pemahamannya akan makna pentingnya inisiatif, kreasi serta inovasi untuk mendapatkan
terobosan-terobosan teknologi bagi pembangunan administrasi negara.
Jika diperhatikan, di era 70 an sampai 90 an pembangunan nasional sudah berlandaskan
pada prinsip-prinsip managerial, legal, dan judisial. Seperti tampak dalam Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem pembangunan nasional
berdasar Repelita (rencana pembangunan lima Tahun) di hampir semua sektor pembangunan.
Hasil yang telah diperoleh bangsa ini dalam kurun waktu tiga dasawarsa tersebut sungguh
luar biasa manfaatnya dan sekaligus dampaknya baik positif maupun negatif terhadap tahap-
tahap pembangunan nasional selanjutnya.

 Masa Orde Lama


Indonesia Era Demokrasi Terpimpin adalah sebuah periode dalam sejarah peradaban
Indonesia modern. Demokrasi Terpimpin adalah sebuah sistem politik yang digagas oleh
Soekarno. Sistem politik yang merupakan konsep gagasan Soekarno ini secara resmi dikenal
pada tanggal 21 Februari 1957, yaitu pada saat Presiden Soekarno mengeluarkan “Konsepsi
Presiden". Secara praktik resmi, demokrasi terpimpin ini pernah berlangsung di Indonesia

48
dari tanggal 5 Juli 1959 hingga 11 Maret 1966.Periode ini juga dapat disebut dengan istilah
“Orde Lama”.
Dalam sistem politik ini, negara menggunakan prinsip-prinsip demokrasi beserta
nilainya namun dengan satu pengecualian. Negara dibuat dengan tujuan untuk
menyejahterakan masyarakat secara umum dan juga untuk melindungi segenap bangsa yang
ada di dalamnya, namun tugas negara tersebut haruslah berada dalam panduan dan pimpinan
seorang tokoh pusat (tokoh sentral) yaitu presiden. Gagasan ini disebabkan oleh keadaan
sebelumnya yaitu di masa demokrasi liberal yang sempat mengalami krisis politik berupa
perseteruan antar partai politik di tubuh parlemen yang menyebabkan pemerintahan tidak
berjalan dengan baik untuk menghasilkan program kerja kesejahteraan rakyat.
Ciri yang paling khas dari masa ini adalah adanya konsep demokrasi terpimpin, yaitu
kehadiran peran dan campur tangan presiden selaku pemimpin tertinggi demokrasi dan
revolusi. Terdapat lembaga tinggi negara yang berdiri pada periode Indonesia era demokrasi
terpimpin, seperti Dewan Perwakilan Rakyat – Gotong Royong (DPR-GR), Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS).

 Masa Orde Baru


Pada masa Orde Baru lalu, peran pengusaha hanya sebatas supporting system belaka,
dari jejaring politik dan ekonomi. Hal ini disebabkan pemerintah pada waktu itu dihadapkan
pada permasalahan kekurangan modal sehingga pemerintah memberikan insentif kepada
pemilik capital swasta atau pengusaha berupa kepercayaan mau bekerjasama dengan
pemerintah (Barr, 1990). Peran negara spada masa itu angat penting dalam menumbuhkan
borjuasi seperti yang dikemukakan oleh Barington Moore diatas. Pada masa itu modal,
kontrak, konsesi, dan kredit dari negara diberikan secara langsung kepada pengusaha, namun
pada kesempatan yang sama pengusaha-pengusaha swasta itu telah menja-lankan atau
memanfaatkannya. Pengusaha-pengusaha jenis ini dengan dukungan dibawah proteksi rezim
pemerintah; mereka mempunyai patron dalam kelompok kekuasaan politik-birokrasi. Mereka
diatur dibawah aparat birokrasi dan biasanya sangat tergantung dengan modal asing. oleh
sebab itu mereka hanya sebagai pemain pendukung dibelakang pemerintah.
Dewasa ini kesempatan itu telah masuk ke wilayah politik dengan terbuka lebar.
Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan, dengan daya pikat finansial
yang besar, nominasi bisa dibeli agar mereka dicalonkan sebagai anggota legislatif (Nuryanti,
2005). Berubahnya konstelasi politik dan ekonomi pasca-Soeharto membuat kekuasaan
tersebar kemana-mana serta pengaruh politiknya yang luas. Akibatnya, upaya untuk
mendapatkan kemudahan dan proteksi politik dalam berbisnis makin lebar dan berbiaya
tinggi. Semakin banyak kelompok pengusaha mendekati pusat kekuasaan dengan cara
menyuap, sehingga menimbulkan biaya transaksi keuntungan pemburuan rente dalam
kekuasaan. Dalam konteks kekinian, persyaratan itu semakin mendekati harapan karena
beberapa alasan pokok yang mendasari fenomena itu sebagai berikut. Pertama, atmosfer
politik di Indonesia didominasi ideologi pragmatisme yang mengakibatkan jagat perpolitikan
nasional keruh dengan perebutan kepentingan politik. Kedua, hukum danperundang-
undangan masih merupakan produk politik kepentingan sempit dan sesaat. Ketiga, birokrasi
yang korup dan parasitik telah menjadi medan pertarungan politik partai-partai politik untuk

49
menjadi sarana akses terhadap kekayaan negara. Keempat, partai politik dan lembaga
perwakilan rakyat masih sekadar broker politik yang memberlakukan politik sebagai
dagangan yang dapat diperjualbelikan untuk kepentingan yang sangat subyektif. Kondisi ini
dapat saja dimanfaatkan oleh pengusaha dalam pola permainan rent seeking yang
mengakibatkan adanya ketidakadilan ekonomi.

 Masa Orde Reformasi


Penelitian yang membahas mengenai motivasi pengusaha dalam kontestasi politk juga
sudah banyak diliakukan oleh beberapa orang, salah satunya adalah penelitian dari Nur Satya
(2013). Hasil dari penelitian ini dapat simpulkan bahwa seorang kandiditan memiliki dua
kriteria ketika mengikuti kontestasi politik, yang pertama adalah. Motivasi ekonomi menjadi
salah satu factor untuk dijadikan pertimbangan ketika membuat kebijakan harus melihat
untung dan ruginya. Motivasi politik lebih cenderung untuk mendapatkan keuntungan dari
kebijakan yang dibuat. Selain itu penelitan dari Izzatun Nikmah (2016). Hasil dari penelitian
tersebut Partai PDIP memberikan rekomendasi kepada para pengusaha yang memiliki
peluang lebih besar dari pada yang bukan pengusaha, motivasi caleg yaitu meliputi dorongan
dari partai, motivasi personal, dorongan masyarakat serta orang-orang terdekat. Contoh lain
adalah seperti penelitian dari M. Ali Azhar (2012). Hasil dari penelitian tersebut adalah
bahwa perpindahan para pengusaha menjadi seorang penguasa adalah sebuah pilihan yang
rasional karena dianggap dengan modal ekonomi yang telah cukup mereka, tidak akan
mencari untung dari kekuasaan yang dimiliki, tetapi dari sudut pandang negatif dengan
gelontoran uang ketika proses pemilihan ditakutkan bahwa pengusaha tersebut akan mencoba
mencari keuntungan dari kekuasaan yang dimiliki. Contoh berikutnya adalah hasil penelitian
dari Dodi Suprihanto (2011) yang dimana ditemukan bahwa dengan adanya hubungan antara
pengusah dan penguasa malah menjadikan praktek KKN menjamur dan merambah dari pusat
hingga kedaerah. Dengan biaya yang dikeluarkan ketika proses kontestasi maka rasionalnya
para pengusaha tersebut ingin mengembalikan modal awal ketika mereka terpilih
menggunakan praktek-praktek yang melanggar hukum. Yang terakhir adalah contoh
penelitian dari JR. Situmorang (2016), yang dimana bagi para pengusaha stabilitas politik itu
penting dikarenakan stabilitas politik berperan besar terhadap keamanan usaha dari para
pengusaha agar masyarakat yang makmur tidak berbuat anarkis.

50
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Secara lugas dapat dikatakan bahwa kekuatan politik tersentral di fungsi input oleh
infrastruktur, maka kekuatan politik ini dapat berupa kekuatan formal dan non formal.
Kekuatan politik Indonesia merupakan suatu daya yang dimiliki oleh lembaga-lembaga di
Indonesia dalam bidang politik.

Kekuatan politik pebisnis dalam mempengaruhi sistem politik Indonesia yaitu dinamika
ekonomi politik lokal yang terekselerasi dengan penerapan otonomi daerah yang beragam.
Tradisi pergumulan kekuasaan yang lebih plural dan dinamis.Kepentingan pluralis yang
begitu banyak kelompok yang saling bersaing mendominasi kekuasaan. Dukungan pebisnis
terkesan terbagi-bagi diantara berbagai kelompok yang berhasil mendominasi. Usaha-usaha
untuk mengontrol lembaga eksekutif baik dari dalam struktur pemda maupun dari luar yang
menjadi tidak efektif. Hal ini disebabkan karena kecenderungan kooptasi elit berkuasa atas
organisasi-organisasi massa dan intitusi-intitusi pemerintahan yang ada termasuk dunia bisnis
sehingga menjadi sangat tergantung pada sang patron utama.

Umumnya pebisnis yang masuk ke partai politik diterima dengan senang hati oleh partai
politik yang bersangkutan. Alasannya apalagi kalau bukan soal dana. Partai politik
membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menggerakkan roda organisasinya dan
mempunyai anggota yang pebisnis sukses diharapkan dapat menjadi donator internal partai.

Dari masa kemasa sejak awal kemerdekaan hingga saat ini pebisnis atau pengusaha memiliki
relasi dengan pemerintahan dalam politik Indonesia. Baik dalam dukungan terhadap
ekonomi Negara pada masa orde baru dalam membantu pemerintah dan juga berpartisipasi
menjadi aktor politik sejak adanya kebebasan dalam berpolitik pasca orde baru yang
diberlakukannya UU tentang partai politik dan menerapkan sistem multi partai. sistem multi
partai memberi kesempatan sangat luas bagi para pengusaha untuk terlibat langsung dalam
politik praktis. Gerbang demokrasi telah terbuka lebar bagi siapapun untuk mengikuti
kontestasi politik yang diselengarakan oleh negara, termasuk pengusaha. Para pengusaha
seakan berlomba memasuki dunia politik. Apabila sebelumnya para pengusaha lebih banyak
memilih berada di balik layar, tetapi pasca orde baru para pengusaha berpikir lebih untuk
mendapat kekuasan. Relasi antara politik dengan bisnis memiliki dampak negatif tetapi juga
memiliki hubungan yang positif dalam pembangunan maupun kebijakan publik.

B. Saran
Kekuatan politik pebisnis dalam sistem politik Indonesia baik proses input dan output yang
saling mempengaruhi dan saling berkaitan kiranya mampu membantu satu sama lain di
karenakan para pebisnis memiliki hubungan kedekatan khusus dengan pemerintah. Terkhusus
pada sistem multi partai yang memberikan kesempatan bagi para pebisnis untuk terlibat

51
langsung dalam politik partai. Pebisnis membatu sistem politik Indonesia dengan menyokong
segala aktifitas-aktifitas dengan ikut serta berpartisipasi dalam dunia politik. Selain itu
pebisnis membutuhkan pemasokan barang yang membutuhkan peran pemerintah sebagai
lembaga yang mempunyai wewenang dalam membuat peraturan yang berkaitan dengan
bisnis. Itulah alasan mengapa sistem politik Indonesia dan pebisnis harus saling mendukung
agar terciptanya hubungan yang baik dan saling menguntungkan

52
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR BUKU
Bawazeer, Mohamad. 2020. Ekonomi, Politik dan Peluang Bisnis di Negara-Negara Teluk.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi (Pudatin) Kadim Komite Tetap Timur Tengah & OKI

Bob Sugeng Hadiwinata,Ph.D.2002.Politik Bisnis Internasional.Yogyakarta:Kanisius.

Dr. Haniah Hanafie, M.Si. 2018. Kekuatan-kekuatan Politik. Depok. Raja grafindo persada

Dr. Ujang Komarudim, M.Si. 2020. system social dan Politik Indonesia. Jakarta. PT Pencerah
Generasi Antarbangsa

Dr.Eko Handoyo.M.Si.2016.Etika Politik.Semarang:Widya Karya Semarang.

Febrianty,Dkk.2020.PengantarBisnis:Etika,Hukum danBisnisInternasional.
Jakarta:YayasanKitaMenulis.

Gatut L Budiono,MEc,MBA,PhD 2009.Bisnis Internasional Jakarta:Febsos.

Hadiwinata Sugeng, Bob., D, Ph. 2002. Politik Bisnis Internasional. Kasinus: Yogyakarta

Harymawan, Iman., Ayuningtyas Sari, Eka. 2020. Koneksi Politik Dalam Bisnis: Variabel
Dan Pengukuran. Airlangga University Press: Surabaya

K.F. Macdonald. 2017. Elit Politik Dalam Pusaran Bisnis Batu Bara. Yauriga: Kalimantan

Muhaimin, Yahya A. 1991. Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-
1980.Jakarta: LP3S

Muhaimin,A.Yahya.2007.BisnisdanPolitik:KebijakanEkonomiIndonesia,1950-
1980.Jakarta:LembagaPenelitian,PendidikandanPeneranganEkonomidanSosial,1991.

Prof. Dr. Heru Nugroho. 2017. Potret politik dan ekonomi local di Indonesia. Yogyakarta.
IRE

Sasmito,Cahyodkk.2019.PengantarEkonomiPolitik.Jakarta:Deepublish.

Suradinata, Ermaya. 2006. Otonomi Daerah dan Paradigma Baru Kepemimpinan


Pemerintahan Dalam Politik dan Bisnis. Jakarta: Suara Bebas

DAFTAR JURNAL
Aji, D. A. Pengusaha dan politik : Studi motivasi pengusaha mengikuti pemilu legislatif di
kabupaten bojonegoro tahun 2009-2019. fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas
airlangga.

53
Aji.D.A.M.Pengusaha dan Politik: Studi Motivasi Pengusaha Mengikuti Pemilu Legislatif di
Kabupaten Bojonegoro tahun 2009-2019.
ejournal. struktur dan sistem pembangunan ekonomi indonesia masa orde baru, ida bagus
gede udayana

Evaquarta, R. 2010. Bisnis dan Politik di Tingkat Lokal Dalam Era Otonomi Daerah.
Jakarta : Fisip UI

Harsasto, P. (2017). Bisnis sebagai Kekuatan Politik: Kajian Pengembangan Strategi Kota
Surakarta dalam Pengembangan Industri Pariwisata (2005-2012). JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pemerintahan, 1(2), 5-14.

Harsato, P. 2015. Bisnis Sebagai Kekuatan Politik.

Kartiasih, F. (2019). Inflasi dan Siklus Bisnis Politik di Indonesia. Media Trend, 14(2), 219-
228.

Karyana,Ayi.Administrasi Negara sebagai Suatu Sistem

Kuizo, T. Crime, Politics and Bussines In 1990. Elsevier : USA

Lux, S., Crook, T. R., & Woehr, D. J. (2011). Mixing business with politics: A meta-analysis
of the antecedents and outcomes of corporate political activity. Journal of management,
37(1), 223-247.

Solihah, R. (2016). Pola relasi bisnis dan politik di indonesia masa reformasi : Kasus RENT
SEEKING. Jurnal Wacana Politik
Widodo, T. (2006). From Dutch Mercantilism to liberalism: Indonesian historical    
perspective. Journal of Indonesian Economy and Business, 21(4), 323-343.

Wijayanti,Y.2015.Kebijakan Pemerintah Indonesia Masa Orde Lama di Bidang Ekonomi


Terhadap Bisnis Orang Cina.Jurnal Artefak,3(2),113-118.
Yamin, Mohammad. 2018. Pengaruh Faktor Politik Terhadap Bisnis Dari Era Orde Lama
Sampai Orde Baru. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.
Zulkarnain & Anisa Onifah. Keadaan Sosial Ekonomi Pasca Kemerdekaan Indonesia.    
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

DAFTAR WEBSITE

file_1517808815.pdf
http://jurnal.unpad.ac.id/wacanapolitik/article/download/10546/pdfhttps://bbs.binus.ac.id
http://meirinaannisa.blogspot.ci.id/2015/10/keadaan-politik-dari-orde-lama-sampai.html
http://www.indonesia-investments.com

54
http://www.markijar.com/2017/08/perkembangan-politik-orde-lama-orde.html?m=1

https://bbs.binus.ac.id

https://bbs.binus.ac.id/ibm/2018/04/pengaruh-faktor-politik-terhadap-bisnis-dari-era-orde-
lama-sampai-orde-baru/
https://dianpuspaharuniasari.wordpress.com/2013/06/26/perkembangan-politik-pada-masa-
orde-lama-orde-baru-dan-reformasi/

https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/kolom-budaya/sejarah-indonesia-politik-
dan-ekonomi-di-bawah-sukarno/item5271
https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/kolom-budaya/sejarah-indonesia-politik-
dan-ekonomi-di-bawah-sukarno/item5271
https://www.kompasiana.com

55

Anda mungkin juga menyukai