Anda di halaman 1dari 93

BAB

Analisis Kualitas Lingkungan dan


Kebutuhan Pengembangan

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-0


Analisis Struktur Internal Kecamatan Lemahabang
4.1.1 Analisis Sistem Pusat Pelayanan
4.1.1.1 Analisis Indeks Pelayanan
Analisis pusat pelayanan dilakukan guna mendapatkan
sebuah pusat pelayanan yang unggul dari calon-calon
pusat pelayanan lainnya di Kecamatan Lemahabang.
Perhitungan analisis didasarkan kepada banyaknya
jumlah peringkat (ranking) dari setiap calon pusat
pelayanan. Dalam hal ini calon pusat pelayanan di ambil
berdasarkan kepada unit lingkungan (desa) yang
tersebar di desa-desa Kecamatan Lemahabang. Unit
lingkungan yang akan menjadi pusat pelayanan
haruslah unit lingkungan yang memiliki nilai dengan
peringkat paling tinggi, karena pemilihan pusat
pelayanan akan berpengaruh kepada perkembangan
daerah-daerah lainnya.
Tpi = Indeks pelayanan fasilitas i
Ui = Jumlah eksisting unit fasilitas i
(data dari buku profil kelurahan)
Ii = Total seluruh unit fasilitas i

Analisis yang dilakukan pertama adalah membandingkan indeks pelayanan fasilitas, unit
lingkungan mana yang memiliki kelengkapan fasilitas.

Tabel 4.1
Analisis Indeks Skala Pelayanan Fasilitas di Kecamatan Lemahabang
Sarana Pendidikan (Unit) Sarana Kesehatan (Unit) Sarana Peribadatan (Unit)

No Desa ∑ Rank
PSYN

DKTR
PSTU

WHR
SMU

PSKS
SLTP

BDN
SMK
MTs

MSJ

LGR

GRJ
BP
SD

PR
TK

RS

1 Picungpugur - 0,11 - - - - - - - 0,22 - - 0,11 0,11 0,67 - - - 1,22 RENDAH


2 Leuwidingding 0,11 0,11 0,11 - 0,11 0,11 - - - 0,33 - - 0,11 0,11 0,78 - - - 1,89 RENDAH
3 Asem 0,11 0,22 - 0,11 - 0,11 - - 0,11 0,33 - - 0,11 0,11 1,67 - - - 2,89 SEDANG
4 Cipeujeuh Kulon - 0,33 0,11 - - - - - - 0,67 - - 0,11 0,33 1,67 - - - 3,22 SEDANG
5 Sindanglaut - 0,22 - 0,11 - - - - - 0,44 - 0,11 0,11 0,11 1,00 - - - 2,11 RENDAH
6 Cipeujeuh Wetan 0,22 0,44 0,11 - 0,11 0,44 - - - 1,11 0,11 0,56 0,11 0,33 1,56 0,11 - - 5,22 TINGGI
7 Lemahabang Kulon 0,11 0,11 - - - - - 0,11 - 0,67 0,11 0,33 0,11 0,11 1,89 0,11 - - 3,67 SEDANG
8 Lemahabang 0,22 0,33 0,11 - 0,11 - - - - 0,56 - - 0,11 0,11 1,44 - - 0,11 3,11 SEDANG
9 Sigong - 0,44 - - - - - - - 0,67 - - 0,11 0,22 1,00 - - - 2,44 RENDAH
10 Sarajaya - 0,22 - - - - - - 0,11 0,56 0,11 - 0,11 0,11 2,11 - - - 3,33 SEDANG
11 Tuk Karangsuwung 0,11 0,11 - - - - - - - 0,33 - - 0,11 0,22 1,22 - - - 2,11 RENDAH
12 Belawa - 0,22 - 0,11 - - - - - 0,89 0,11 - 0,11 0,11 2,11 - - - 3,67 SEDANG
13 Wangkelang 0,11 0,11 - - - - - - 0,11 0,67 - - 0,11 0,11 1,33 - - - 2,56 RENDAH
Sumber : Analisis 2021
Keterangan: Rendah < 2,56, Sedang: 2,56-3,89, Tinggi: > 3,89

Berdasarkan hasil analisis indeks pelayanan terhadap fasilitas sosial dan ekonomi di atas, dapat
diketahui bahwa terdapat 1 Desa yaitu Desa Cipeujueh Wetan yang memiliki jumlah fasilitas

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-1


yang paling lengkap (Rangking Tinggi) di antara 12 desa lainnya di Kecamatan Lemahabang.
Adapun Kelurahan yang memiliki fasilitas sosial dan ekonomi cukup lengkap atau masuk dalam
kategori sedang dan dengan kategori fasilitas rendah atau tidak lengkap. Dengan demikian,Desa
yang termasuk dalam kategori fasilitas paling lengkap (Tinggi) maupun cukup lengkap (Sedang)
dipertimbangkan sebagai calon pusat-pusat lingkungan di Kecamatan Lemah Abang.

4.1.1.2 Analisis Ambang Batas Marshall dan Skalogram Guttman


Setelah mendapatkan calon pusat lingkungan, analisis berikutnya adalah penilaian Ambang
Batas Marshall. Pada analisis ini hanya diberi kode 1 dan 0 yang artinya 1 berarti ada dan 0
berarti tidak ada.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Analisis Indeks Ambang Batas Marshall dan Skalogram Guttman di Kecamatan Lemahabang

Sumber : Analisis 2021


Keterangan: Rendah < 129,33, Sedang: 129,33-220,21, Tinggi: > 220,21

Berdasarkan hasil analisis Ambang Batas Marshall dan Skalogram Guttman terdapat beberapa
Desa yang memiliki ranking Tinggi diantaranya adalah Desa Cipeujueh Wetan, Desa Lemahabang
Kulon, dan Desa Lemahabang.

4.1.1.3 Analisis Rank Size Penduduk


Setelah melakukan beberapa analisis untuk mencari pusat pelayanan di Kecamatan
Lemahabang, untuk lebih menguatkan output maka dilakukan analisis lagi dengan metode rank
size. Metode ini membandingkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di setiap Desa
yang ada di Kecamatan Lemahabang dimana banyaknya jumlah penduduk serta kepadatannya
menjadi pertimbangan terakhir yang penting sebagai penentu pusat-pusat pelayanan di
Kecamatan Lemahabang mengingat perencanaan yang dilakukan diprioritaskan untuk penduduk
yang tinggal di wilayah Kecamatan Lemahabang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-2


Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Analisis Rank Size Penduduk
Luas Jumlah Kepadatan Log Log
No Desa Wilayah Penduduk Penduduk Jumlah Kepadatan ∑ Rank
(Ha) (Jiwa) (Jiwa/Ha) Penduduk Penduduk
1 Picungpugur 74,00 2.089 28,23 3,32 1,45 4,77 RENDAH
2 Leuwidingding 131,00 2.974 22,70 3,47 1,36 4,83 RENDAH
3 Asem 191,00 2.888 15,12 3,46 1,18 4,64 RENDAH
4 Cipeujeuh Kulon 201,00 5.115 25,45 3,71 1,41 5,11 SEDANG
5 Sindanglaut 147,00 3.964 26,97 3,60 1,43 5,03 SEDANG
6 Cipeujeuh Wetan 174,00 7.844 45,08 3,89 1,65 5,55 TINGGI
7 Lemahabang Kulon 53,00 4.502 84,94 3,65 1,93 5,58 TINGGI
8 Lemahabang 44,00 4.568 103,82 3,66 2,02 5,68 TINGGI
9 Sigong 201,00 5.635 28,03 3,75 1,45 5,20 SEDANG
10 Sarajaya 202,00 4.635 22,95 3,67 1,36 5,03 SEDANG
11 Tuk Karangsuwung 87,00 3.918 45,03 3,59 1,65 5,25 SEDANG
12 Belawa 484,00 5.220 10,79 3,72 1,03 4,75 RENDAH
13 Wangkelang 160,00 2.790 17,44 3,45 1,24 4,69 RENDAH
Sumber : Analisis 2021
Keterangan: Rendah < 4,99, Sedang: 4,99-5,33, Tinggi: > 5,33

Berdasarkan hasil analisis rank size penduduk, berdasarkan jumlah penduduk yang memiliki rank
tertinggi adalah Desa Cipeujueh Wetan, Desa Lemahabang Kulon, dan Desa Lemahabang.

4.1.1.4 Analisis Pembobotan Penentuan Pusat Pelayanan


Kecamatan Lemahabang
Setelah melakukan seluruh analisis mengenai pemilihan pusat pelayanan di tiap unit lingkungan
diantaranya, seperti Indeks Pelayanan, Skalogram, dan Rank Size, dapat ditentukan unit
lingkungan (Desa-desa) mana yang terpilih untuk jadi pusat pelayanan, dengan
mempertimbangkan sistem pusat pelayanan pada RDTR Kecamatan Lemahabang. Untuk lebih
jelasnya mengenai analisis pembobotan pusat pelayanan Kecamatan Lemahabang dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4
Hasil Perhitungan Analisis Rank Size Penduduk
Rank Size
Indeks Pelayanan Skalogram
No Desa Penduduk Total Rank Akhir
Rank Skor Rank Skor Rank Skor
1 Picungpugur RENDAH 1 RENDAH 1 RENDAH 1 3 RENDAH
2 Leuwidingding RENDAH 1 SEDANG 2 RENDAH 1 4 RENDAH
3 Asem SEDANG 2 SEDANG 2 RENDAH 1 5 SEDANG
4 Cipeujeuh Kulon SEDANG 2 RENDAH 1 SEDANG 2 5 SEDANG
5 Sindanglaut RENDAH 1 RENDAH 1 SEDANG 2 4 RENDAH
6 Cipeujeuh Wetan TINGGI 3 TINGGI 3 TINGGI 3 9 TINGGI
7 Lemahabang Kulon SEDANG 2 TINGGI 3 TINGGI 3 8 TINGGI
8 Lemahabang SEDANG 2 TINGGI 3 TINGGI 3 8 TINGGI
9 Sigong RENDAH 1 RENDAH 1 SEDANG 2 4 RENDAH
10 Sarajaya SEDANG 2 RENDAH 1 SEDANG 2 5 SEDANG
11 Tuk Karangsuwung RENDAH 1 RENDAH 1 SEDANG 2 4 RENDAH
12 Belawa SEDANG 2 RENDAH 1 RENDAH 1 4 RENDAH
13 Wangkelang RENDAH 1 RENDAH 1 RENDAH 1 3 RENDAH
Sumber : Analisis 2021
Keterangan: Rendah < 5, Sedang: 5-7, Tinggi: > 7

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-3


Berdasarkan hasil rank akhir diketahui desa-desa dengan rank tinggi adalah Desa Cipeujueh
Wetan, Desa Lemahabang Kulon, dan Desa Lemahabang. Selanjutnya tetap harus dilihat sistem
pusat pelayanan berdasarkan RTRW Kabupaten Cirebon bahwa Kecamatan Lemahabang
merupakan bagian dari Pusat Kegiatan Lokal, namun tidak disebutkan secara spesifik desa-desa
mana saja yang menjadi PKL tersebut. Dengan mengacu pada analisa pusat kegiatan tersebut,
didapatkan bahwa ketiga desa tersebut ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan Perkotaan
dalam RDTR, yang memungkinkan bahwa delinieasi titik lokasi PKL dalam RTRW berada di ketiga
desa tersebut. Dengan demikian, ketiga desa tersebut masuk kedalam kategori Rank Akhir yang
memiliki potensi paling tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai analisis Pembobotan Penentuan
Pusat Pelayanan dapat dilihat pada gambar Peta Analisis Sistem Pusat Pelayanan di Kecamatan
Lemahabang.

Analisa Pusat-Pusat Kegiatan di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

4.1.2 Analisis Sistem Jaringan Jalan


4.1.2.1 Analisis Pola Pergerakan
Dalam Kawasan Perkotaan Lemahabang sistem pola pergerakan dan transportasi sangat
dipengaruhi oleh sistem transportasi moda transportasi darat. Elemen transportasi yang
dipertimbangkan adalah jaringan prasarana dan sarana transportasi darat (kendaraan).
Pergerakan yang ada adalah pergerakan orang dan barang.

Pola pergerakan di Kawasan Perkotaan Lemahabang secara umum sangat dipengaruhi oleh
dampak fungsional yaitu adanya fungsi permukiman, perdagangan dan jasa, sarana pendidikan

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-4


serta lokasi industri atau tempat bekerja. Terkait moda angkutan transortasi di Kawasan
Perkotaan Lemahabang terbagi menjadi :
 Transportasi darat pada umumnya menggunakan berbagai kelas jalan di wilayah Kawasan
Perkotaaan Lemahabang, termasuk Jalan Bebas Hambata;
 Transportasi Perkeretaapian yang melayani pergerakan orang dan barang baik pergerakan
ke luar wilayah maupun ke dalam wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang yang didukung
dengan keberadaan Stasiun Kereta Api Kecil/Stasiun Kelas III yaitu Stasiun Kereta Api
Sindanglaut.

Stasiun Kereta Api Sindanglaut

Pola pergerakan angkutan orang dan barang sangat berkaitan dengan rute angkutan yang ada,
dimana pada dasarnya pola pergerakan di Kawasan Perkotaan Lemahabang ini dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu (1) pola pergerakan lintas eksternal/wilayah yang melalui jalan bebas
hambatan, kereta api dan jalan arteri primer, (2) pola pergerakan eksternal yaitu pola
pergerakan yang keluar Kawasan Perkotaan Lemahabang menuju PKN Jakarta dan sekitarnya,
PKN Metropolitan Bandung maupun PKN Cirebon dan sekitarnya sampai dengan ke Provinsi
Jawa Tengah ataupun sebaliknya, (3) pola pergerakan internal dari wilayah kecamatan yang ada
disekitar wilayah Kecamatan Lemahabang sampai dengan wilayah desa yang ada di Kawasan
Perkotaan Lemahabang dan sebaliknya, yang ditunjukkan oleh Gambar 4.13.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-5


Analisis Pola Pergerakan Kawasan Perkotaan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-6


4.1.2.2 Analisis Jaringan Jalan
Untuk melayani pergerakan orang dan barang baik dari luar Kawasan Perkotaan Lemahabang
maupun dari dalam Kawasan Perkotaan Lemahabang saat ini dilayani oleh beberapa ruas jalan
seperti jalan bebas hambatan, jaringan Jalan Arteri Primer, Jalan Provinsi (Arteri Sekunder) serta
Jaringan Jalan Kolektor Primer, serta jaringan jalan lokal, serta jaringan perkeretaapian.

Berikut ini berbagai jenis jaringan yang kedepannya tentu akan sangat berpengaruh dalam
melayani pergerakan eksternal dan internal penduduk di Kawasan Perkotaan Lemahabang
dirinci dalam tabel berikut :
Tabel 4.5
Tabel Analisis Jaringan Pergerakan di Kawasan Perkotaan Lemahabang

NO. STATUS JALAN RUAS JALAN Analisis Pergerakan


1. Jalan Bebas Palimanan-Cirebon/ Kanci  Menghubungkan langsung wilayah
Hambatan (TOL) Kanci - Pejagan di Kawasan Perkotaan Lemahabang
dengan wilayah di Provinsi Jawa
Barat, DKI Jakarta dan Provinsi Jawa
Tengah.
2. Jalan Ateri Primer Ruas Pantura  Merupakan jalan strategis nasional
Nasional yang menghubungkan antara
Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi
Jawa Tengah yang lebih dikenal
dengan jalur pantura.
3. Jalan Lokal Primer Jl. Raya Karangsembung  Merupakan jalur utama internal
kawasan di wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang yang
ditetapkan sebagai jalan Lokal
Primer;
 Jalur utama di wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang yang
menghubungkan wilayah di
Kawasan Perkotaan Lemahabang
dengan wilayah di Kecamatan
Karangsembung.
Jl. KH. Wahid Hasyim  Merupakan jalur utama internal
kawasan di wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang yang
ditetapkan sebagai jalan kolektor
sekunder;
 Jaringan jalan yang menghubungkan
Kawasan Perkotaan Lemahabang
dengan wilayah di Kecamatan
Astanajapura dan wilayah
kecamatan sebelah utara Kawasan
Perkotaaan Lemahabang.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-7


NO. STATUS JALAN RUAS JALAN Analisis Pergerakan
Jl. Arief Rahman Hakim  Merupakan jalur utama internal
Jl. Susukan Tonggoh kawasan di wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang yang
ditetapkan sebagai jalan kolektor
sekunder;
 Jaringan jalan yang menghubungkan
Kawasan Perkotaan Lemahabang
dengan wilayah di Kecamatan
Susukan Lebak dan wilayah
kecamatan sebelah selatan Kawasan
Perkotaaan Lemahabang.
Jl. Cipeujeuh - Kamarang  Merupakan jalur utama internal
kawasan di wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang yang
ditetapkan sebagai jalan kolektor
sekunder;
 Jaringan jalan yang menghubungkan
Kawasan Perkotaan Lemahabang
dengan wilayah di Kecamatan
sebelah barat Kawasan Perkotaaan
Lemahabang.
4. Jalan Lokal Jl. Mertapada – Gemulunglebak Jaringan jalan lokal Sekunder,
Sekunder Jl. Lemahabang – Leuwidinding merupakan jaringan jalan di dalam
wilayah Kawasan Perkotaan
JK. Sigong – Sarajaya
Lemahabang yang menghubungkan dari
JK. Kanci – Sindanglaut jalan lokal primer menuju jalan
JK. Sindanglaut – Pabuaran lingkungan dalam kawasan wilayah
JK. Karangsuwung - Karangmekar Kawasan Perkotaan Lemahabang
5. Jalan Lingkungan - Jaringan jalan lingkungan, merupakan
jaringan jalan yang melayani pergerakan
didalam kawasan permukiman rumah
penduduk dengan lebar 2-3 meter
Sumber : Hasli Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-8


Peta Jaringan Jalan Kawasan Perkotaan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-9


4.1.3 Analisis Intensitas Pengembangan Ruang
Kecamatan Lemah Abang
Setelah diketahui desa-desa yang menjadi pusat-pusat pelayanan, langkah selanjutnya
menentukan intensitas pengembangan ruang. Pada dasarnya intensitas pengembangan ruang
merupakan usaha penditribusian lokasi komponen kegiatan perkotaan dengan kepadatan fisik
bangunan atau kegitan tertentu. Penentuan intensitas pengembangan ruang akan erat
hubungannya dengan usaha menciptakan kualitas lingkungan perkotaan yang baik dan aman.

Penentuan intensitas pengembangan ruang tergantung pada karakter kegiatan pembentuk


kota. Pola intensitas pengembangan ruang juga dipengaruhi oleh pola penggunaan lahan
sehingga penggunaan ruang yang ada akan semakin intensif dalam memanfaatkan produktifitas
lahan. Untuk kategori intensitas terbangun merupakan penggunaan lahan berupa bangunan dan
badan jalan, sedangkan untuk kategori intensitas non terbangun merupakan penggunaan lahan
yang berupa lahan kosong, lahan pertanian, dan lahan yang belum didirkan bangunan, dengan
memepertimbangkan luas badan air (sungai, danau, waduk). Untuk lebih jelasnya mengenai
intensitas pengembangan ruang Kecamatan Lemahabang dapat dilihat pada tabel dan gambar
berikut ini:

Tabel 4.6 Analisis Intensitas Pengembangan Ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang


Terbangun Tidak Terbangun Luas Keseluruhan
No. Desa
Ha % Ha % Ha %
1 Asem 33,18 1,37 133,06 5,50 166,24 6,88
2 Belawa 41,36 1,71 428,93 17,74 470,52 19,47
3 Cipeujeuh Kulon 59,96 2,48 204,57 8,46 265,78 11,00
4 Cipeujeuh Wetan 95,83 3,96 43,59 1,80 140,53 5,81
5 Lemahabang Kulon 32,77 1,36 67,32 2,78 100,98 4,18
6 Lemahabang Wetan 39,16 1,62 87,01 3,60 127,04 5,26
7 Leuwidingding 32,53 1,35 111,15 4,60 144,07 5,96
8 Picungpugur 11,70 0,48 96,72 4,00 108,55 4,49
9 Sarajaya 41,66 1,72 305,85 12,65 351,80 14,55
10 Sigong 31,64 1,31 121,62 5,03 154,82 6,40
11 Sindanglaut 28,28 1,17 119,10 4,93 147,38 6,10
12 Tuk Karangsuwung 16,03 0,66 41,83 1,73 57,91 2,40
13 Wangkelang 21,99 0,91 159,63 6,60 181,63 7,51
KEC. LEMAHABANG 486,10 20,11 1.920,39 79,45 2.417,26 100,00
Sumber : Hasli Analisis, 2021

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa di setiap desa-desa memiliki
Kawasan Terbangun dan Non terbangun dalam jumlah yang beragam. Kawasan terbangun
permukiman dan tempat kegiatan serta jalan, sedangkan untuk kawasan terbangun terdiri dari
kawasan diluar kawasan terbangun dan dikurangi luasan sungai. Kawasan Terbangun terluas
berada di Desa Cipeujeuh Wetan seluas 95,83 Ha atau 3,96% dari luas total Kecamatan
Lemahabang, ini menandakan intensitas pengembangan ruang yang tinggi. Sedangkan untuk
Kawasan Non Tebangun terluas berada di Desa Belawa seluas 428,93 Ha atau 17,74 % dari luas
total Kecamatan Lemahabang, ini menandakan intensitas pengembangan ruang rendah. Untuk
lebih jelasnya mengenai intensitas pengembangan ruang, dapat dilihat dalam Peta Analisis
Intensitas Pengembangan Ruang di Kecamatan Lemahabang pada gambar berikut ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-10


Peta Intensitas Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-11


Analisis Sistem Penggunaan Lahan (Landuse)
4.2.1 Analisis Simpangan Pola Ruang dalam RTRW
dengan Tutupan Lahan Eksisting di Kecamatan
Lemah Abang
Rencana pola ruang dalam RTRW Kabupaten Cirebon merupakan rencana distribusi peruntukan
ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya baik pada wilayah daratan maupun laut.
Didalam perencanaan RDTR Kecamatan Lemahabang perlu diketahui bagaimana kondisi
perencanaan terdahulu yang termuat di RTRW Kabupaten Cirebon dengan kondisi sekarang.
Sehingga dapat diketahui simpangan Pola Ruang dengan Kondisi Penggunaan Lahan Eksisting.
Simpangan tersebut kemudian diberi nilai sesuai dengan seberapa besar perubahan yang terjadi
antara Rencana dengan Kondisi kenyataan sekarang.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya terkait besaran simpangan
perubahan Pola Ruang Rencana Tata Ruang RTRW Kabupaten Cirebon terhadap Kondisi
Penggunaan Lahan Eksisting, dapat diketahui bahwa simpangan terbesar didapat adalah sebagai
berikut:
1. Rencana Peruntukan Sempadan Sungai dengan Penggunaan Lahan berupa Permukiman.
2. Rencana peruntukan Suaka alam Margasatwa belawa yang kondisi saat ini adalah berupa
lahan perkebunan (melihat kondisi di lapangan berupa perkebunan tebu).
3. Rencana peruntukan pertanian tanaman pangan saat ini berupa permukiman.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Peta Analisis Simpangan Pola Ruang RTRW dan
Penggunaan Lahan Kabupaten Cirebon pada gambar berikut ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-12


Peta Pola Ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang dalam RTRW Kabupaten Cirebon

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-13


4.2.2 Analisis Kepemilikan Lahan
Analisis kepemilikan lahan dilakukan untuk mengetahui perubahan penguasaan hak atas tanah
yang terjadi agar sesuai dengan perencanaan pembangunan di Kabupaten Cirebon. Analisis ini
juga dilakukan untuk dapat mengontrol penguasaan hak atas tanahnya serta dapat membantu
dalam pengambulan keputusan bagi pemerintah di Kabupaten Cirebon terkait dengan
penguasaan lahan di Kabupaten Cirebon pada umumnya, dan khususnya di Kecamatan
Lemahabang. Nilai tanah selalu menjadi acuan dalam rangka transaksi jual – beli properti. Pada
dasarnya kita dapat mengetahui nilai tanah tersebut dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
ditagihkan kepada pemilik properti setiap tahunnya. NJOP seringkali menjadi obyek atas nilai
properti tersebut, sedangkan sebenarnya yang menjadi acuan nilai properti tersebut adalah
bagaimana status kepemilikan hak atas tanah tersebut.

Tabel 4.7
Tabel Kepemilikan Lahan di Kawasan Perkotaan Lemahabang
TIPE HAK (m2)
Desa
Hak Guna Bangunan Hak Milik Hak Pakai Hak Wakaf Kosong
Asem 148.716,21 703.785,06 4.476,66 302.478,85
Belawa 2.730.397,08 478.058,58 1.693.790,22
Cipeujeuh 838,98 7.528,51
Cipeujeuh Kulon 93.497,73 880.897,21 2.521,91 2.635,74 196.776,55
Cipeujeuh Wetan 193.717,77 408.375,36 515,51 78.993,32
Lemahabang 1.684,40 85.396,60 133,94 4.836,46
Lemahabang Kulon 31.728,63 32,00 7.776,94
Leuwidingding 4.031,23 371.040,92 27.126,08
Picungpugur 42.970,30 13.342,97
Sarajaya 5.674,40 189.544,47 14.288,37 7.676,64
Sigong 3.657,28 470.960,25 3.246,26 1.255,83 13.812,57
Sindanglaut 24.584,45 537.266,38 112.867,05
Tuk Karangsuwung 16.468,33 354.617,22 123.237,32
Wangkelang 390.210,58 308,53 21.297,55
BWP KEC. LEMAH ABANG 492.031,79 7.198.029,04 498.115,11 9.358,21 2.611.541,02
Sumber : Pengolahan Peta Persil Kepemilikan Lahan Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Cirebon, 2021

Dalam analisis ini, area bangunan terbangun di Kecamatan Lemahabang dioverlay dengan area
kepemilikan tanah, sehingga dapat teridentifikasi berapa luasan bangunan yang tidak memiliki
kepemilian tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.8
Analisis Kepemilikan Lahan di Kawasan Perkotaan Lemahabang
Hak Kepemilikan Lahan
Belum Luasan
No. Desa Kawasan Hak Guna Hak Hak Hak
Kosong Terdaftar Total
Bangunan Milik Pakai Wakaf
Terbangun 2,18 15,21 0,25 4,75 11,77 34,16
ASEM
1 Tidak Terbangun 8,29 43,16 0,20 18,56 68,36 138,57
ASEM Total 10,47 58,37 0,45 23,31 80,13 172,73
Terbangun 0,12 29,52 0,26 11,43 0,03 41,36
BELAWA
2 Tidak Terbangun 0,15 224,75 42,69 148,42 13,27 429,28
BELAWA Total 0,27 254,27 42,95 159,85 13,30 470,64
Terbangun 7,57 33,80 0,10 5,75 16,91 64,13
3 CIPEUJEUH KULON
Tidak Terbangun 1,63 62,14 0,25 0,17 14,72 129,10 208,01

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-14


Hak Kepemilikan Lahan
Belum Luasan
No. Desa Kawasan Hak Guna Hak Hak Hak
Kosong Terdaftar Total
Bangunan Milik Pakai Wakaf
CIPEUJEUH KULON Total 9,20 95,94 0,25 0,26 20,47 146,01 272,14
Terbangun 5,36 27,16 0,05 6,07 59,03 97,68
CIPEUJEUH WETAN
4 Tidak Terbangun 11,39 9,53 1,67 21,75 44,36
CIPEUJEUH WETAN Total 16,75 36,69 0,05 7,74 80,79 142,03
Terbangun 0,50 3,57 0,02 0,84 28,01 32,94
LEMAHABANG KULON
5 Tidak Terbangun 1,66 2,06 0,26 63,34 67,32
LEMAHABANG KULON Total 2,16 5,63 0,02 1,10 91,35 100,26
Terbangun 8,16 0,55 30,64 39,35
LEMAHABANG WETAN
6 Tidak Terbangun 4,77 0,99 81,29 87,05
LEMAHABANG WETAN Total 12,93 1,54 111,92 126,40
Terbangun 1,82 11,58 0,97 19,00 33,37
LEUWIDINGDING
7 Tidak Terbangun 2,99 28,42 2,89 79,50 113,80
LEUWIDINGDING Total 4,81 40,00 3,86 98,50 147,17
Terbangun 3,26 0,23 8,29 11,78
PICUNGPUGUR
8 Tidak Terbangun 6,15 6,33 84,30 96,77
PICUNGPUGUR Total 9,41 6,56 92,58 108,55
Terbangun 0,25 10,78 0,13 30,61 41,76
SARAJAYA
9 Tidak Terbangun 0,61 28,06 1,75 1,71 274,07 306,21
SARAJAYA Total 0,87 38,84 1,75 1,84 304,67 347,97
Terbangun 8,40 0,06 0,12 23,07 31,65
SIGONG
10 Tidak Terbangun 15,64 0,73 105,34 121,70
SIGONG Total 24,04 0,06 0,85 128,41 153,35
Terbangun 1,38 14,98 3,41 9,37 29,14
SINDANGLAUT
11 Tidak Terbangun 1,37 36,90 7,83 74,59 120,68
SINDANGLAUT Total 2,75 51,88 11,24 83,95 149,82
Terbangun 0,79 7,50 0,53 7,74 16,56
TUK KARANGSUWUNG
12 Tidak Terbangun 0,29 18,47 9,74 13,89 42,39
TUK KARANGSUWUNG Total 1,08 25,97 10,27 21,63 58,94
Terbangun 9,69 0,02 0,47 11,90 22,07
WANGKELANG
13 Tidak Terbangun 37,62 4,77 6,24 111,33 159,96
WANGKELANG Total 47,31 4,79 6,70 123,23 182,04
BWP KEC. LEMAHABANG 48,36 701,28 49,75 0,84 255,32 1.376,49 2.432,04
Sumber : Pengolahan Peta Persil Kepemilikan Lahan Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Cirebon dengan Peta
Tutupan Lahan Tahun 2019, 2021

Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diketahui Desa yang memiliki luas bangunan tanpa
kepemilikan lahan terbesar adalah Desa Sarajaya seluas 274,07 Ha, sedangkan untuk Desa yang
memiliki luas bangunan tanpa kepemilikan lahan terkecil adalah Desa Belawa seluas 13,27 Ha.
Untuk lebih jelasnya mengenai analisis kepemilikan di tiap desa dapat dilihat pada gambar
berikut ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-15


Peta Penguasaan Lahan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-16


Peta Analisis Kepemilikan Lahan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-17


Analisis Kedudukan dan Peran Kecamatan
Lemahabang dalam Lingkup yang lebih luas
4.3.1 Kedudukan Lemahabang dalam Perspektif
Kebijakan Tata Ruang
Kecamatan Lemahabang dalam kebijakan Perda Kab. Cirebon No. 7 Tahun 2018 Tentang RTRW
Kabupaten Cirebon Tahun 2018 – 2038, Kecamatan Lemahabang ditetapkan sebagai PKL (Pusat
Kegiatan Lokal). Fungsi Utama Pengembangan, adalah sebagai : industri manufaktur.

Arahan Pengembangan Jaringan Prasarana Utama di Wilayah Kecamatan Lemahabang, antara


lain :
1. Peningkatan Jalan Lokal;
2. Peningkatan Jalan Desa;
3. Optimalisasi Terminal Penumpang Tipe C;
4. Pengembangan Trayek Angkutan Perdesaan;
5. Pemantapan Jaringan Trayek Angkutan Perdesaan;
6. Pengembangan Jaringan Rel Kereta Api yang Menghubungkan Cirebon – Yogyakarta;
7. Pengembangan Stasiun Kereta Api Sindanglaut;
8. Pengembangan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) Zona Horizontal Luar;
9. Pengembangan Jaringan Listrik dan Telikomunikasi di wilayah yang belum terlayani;
10. Pengembangan Jaringan Air Bersih di seluruh wilayah kecamatan;
11. Pengembangan Sistem Pengangkutan Sampah dan Komposting Sampah;
12. Pengembangan TPS di wilayah perkotaan;
13. Pengembangan Sistem Jaringan Air Limbah;
14. Pengembangan Sistem Jaringan Drainase Lokal dan Jaringan Drainase Utama;
15. Pengembangan Sistem Jaringan Air Minum;
16. Pengembangan Jalur dan ruang evakuasi bencana

4.3.2 Kedudukan Kecamatan Lemahabang dalam


Perpektif Kebencanaan
Provinsi Jawa Barat yang merupakan wilayah makro dan Metopolitan Cirebon Raya sebagai
wilayah meso dari Kabupaten Cirebon. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah
penduduk terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 18% dari total penduduk Indonesia. Salah satu
bencana yang menimbulkan dampak besar pada kependudukan adalah tanah longsor. Tanah
longsor yang terjadi telah menyebabkan 249 jiwa meninggal dan 251 jiwa luka-luka dari tahun
2011 sampai 2015. Selain tanah longsor, bencana dengan dampak besar lainnya adalah banjir
yang telah menyebabkan 54 jiwa meninggal dan 42 jiwa luka-luka. Bencana tanah longsor dan
banjir ini merupakan bencana tahunan yang selalu saja terjadi dan bahkan cenderung
menunjukkan peningkatan. Banjir terjadi dipengaruhi oleh kondisi sungai dan faktor cuaca.
Sungai-sungai yang melewati daerah rendah di Jawa Barat seperti Karawang, Indramayu, Ciamis,
dan Kabupaten Bandung, sudah mengalami pendangkalan. Kondisi cuaca global juga mendorong

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-18


terjadinya bencana alam, misalnya akibat pemanasan global yang menyebabkan sering
pasangnya air laut.

Perubahan iklim secara global juga mempengaruhi provinsi Jawa Barat secara umum dan
Kabupaten Cirebon. Perubahan iklim adalah perubahan substansial iklim bumi yang berlangsung
dalam jangka waktu tertentu. Sementara pemanasan global mengacu pada perubahan iklim
yang menyebabkan peningkatan suhu rata-rata atmosfer bumi. Penyebab perubahan iklim dan
pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang berbeda diantaranya aktivitas manusia,
khususnya pelepasan gas rumah kaca yang berlebihan (Environmental Protection Agency, 2006).
Penelitian mengenai penyebab perubahan iklim dunia dilakukan dengan mempelajari pola data
iklim dunia dalam rentang waktu ratusan ribu tahun kebelakang, dengan menganalisis beberapa
faktor tidak langsung yang memiliki korelasi dengan iklim seperti inti es, lingkaran pohon,
panjang glerset, serbuk sari, sedimen laut, dan mempelajari perubahan orbit bumi mengelilingi
matahari (IPCC, 2013).

Tren Perubahan Suhu Global berdasarkan hasil observasi dan penambahan faktor alam dan
manusia
Sumber: EPA, Tahun 2006

Penyebab umum perubahan iklim dunia diantaranya


• Pembangkit listrik berbahan bakar fosil (BBF)
Emisi CO2 dari pembakaran BBF menyebabkan beberapa permasalahan lingkungan
diantaranya peningkatan GRK dan pencemaran udara yang secara langsung dapat
menyebabkan perubahan pola curah hujan dan suhu udara. Perubahan pola ini dapat
menyebabkan bencana hidrometeorologi terjadi lebih parah seperti banjir, tanah longsor,
peningkatan muka air laut, dan kekeringan.
• Sektor Transportasi
Emisi CO2 dari pembakaran bensin untuk transportasi menimbulkan dampak yang sama
dengan hasil pembakaran BBF pada pembangkit listrik, diantaranya bencana

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-19


hidrometeorologi. Transportasi bertanggung jawab terhadap sekitar 33% dari emisi CO 2 di
Provinsi Jawa Barat dan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi.
• Gas Metana
Metana adalah gas rumah kaca yang sangat kuat, peringkat kedua, setelah pencemaran
lingkungan yang dihasilkan oleh CO2. Emisi metana berasal dari hewan, pertanian seperti
sawah, dan dari dasar laut Arktik. Dengan meningkatnya jumlah produksi ternak
terkonsentrasi, tingkat metana yang dilepaskan ke atmosfer juga semakin meningkat.
• Deforestasi
Pemanfaatan hutan untuk bahan bakar merupakan salah satu penyebab deforestasi. Namun
di negara maju, permintaan produk kayu dan kertas, konsumsi daging ternak yang
merumput di lahan bekas hutan, penggunaan lahan hutan tropis untuk komoditas seperti
perkebunan kelapa sawit, memberikan kontribusi terhadap deforestasi massa bumi. Hutan
menghapus dan menyimpan CO2 dari atmosfer. Dengan penggundulan hutan akan
melepaskan sejumlah besar karbon, serta mengurangi jumlah penangkapan karbon di bumi.
Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan ini adalah pencemaran udara oleh CO 2 yang akan
meningkatkan suhu bumi. Deforestasi merupakan penyebab pencemaran lingkungan dan
tingginya emisi GRK hutan di Indonesia merupakan yang tertinggi setelah sektor transportasi
dan industri.

4.3.2.1 Kondisi Kebencanaan Gerakan Tanah


Dalam berbagai kajian dijelaskan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki potensi
dan kerentanan tinggi terhadap kejadian gerakan tanah. Hal ini disebabkan oleh bentuk
permukaan tanah dan curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan longsor. Dua faktor itu
yang kerap terjadi di wilayah kaki bukit di Jawa Barat. Selain itu tanah longsor juga terjadi karena
adanya perpindahan bahan pembentuk lereng, seperti tanah, batuan, bahan timbunan, atau
campuran yang bergerak ke bawah dan keluar lereng, sama halnya dengan potensi dan
kerentanan tanah longsor di Kabuapten Cirebon yang terjadi dikarenakan oleh daerah yang
perbukitan dan lereng. Tanah longsor ini memiliki karakteristik yang sama mengingat bentuk
permukaan, dan daerah perbukitan di Kabupaten Cirebon yang juga merupakan perbatasan
dengan Kota Cirebon, sehingga hal ini dapat dikatakan bahwa kebencanaan di daerah sekitar
Kabupaten Cirebon juga akan mempengaruhi terjadinya kebencanaan di Kabupaten Cirebon itu
sendiri. Berikut ini tabel potensi luas bahaya tanah longsor di Provinsi Jawa Barat:
Tabel 4.9
Potensi Luas Bahaya Gerakan Tanah Provinsi Jawa Barat
Bahaya
No Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1 Bogor 93.640 Tinggi
2 Sukabumi 142.093 Tinggi
3 Cianjur 159.519 Tinggi
4 Bandung 80.831 Tinggi
5 Garut 186.046 Tinggi
6 Tasikmalaya 104.629 Tinggi
7 Ciamis 45.162 Tinggi
8 Kuningan 47.593 Tinggi

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-20


Bahaya
No Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
9 Cirebon 2.995 Tinggi
10 Majalengka 29.976 Tinggi
11 Sumedang 61.162 Tinggi
12 Indramayu 442 Rendah
13 Subang 25.890 Tinggi
14 Purwakarta 24.257 Tinggi
15 Karawang 5.757 Tinggi
16 Bekasi 27 Sedang
17 Bandung Barat 54.581 Tinggi
18 Pangandaran 19.461 Tinggi
19 Bogor 61 Sedang
20 Sukabumi 37 Tinggi
21 Bandung 328 Tinggi
22 Cirebon 20 Sedang
23 Cimahi 182 Sedang
24 Tasikmalaya 472 Tinggi
25 Banjar 2.178 Tinggi
Provinsi Jawa Barat 1.087.339 Tinggi
Sumber : BNPB, Tahun 2016

Peta Bahaya Gerakan Tanah Wilayah Cirebon

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-21


4.3.2.2 Kondisi Kebencanaan Gempa Bumi
Gempabumi di Jawa Barat disebabkan oleh beberapa sesar yang berada di wilayah tersebut.
Salah satu sesar yang juga melewati Kabupaten Cirebon adalah sesar baribis. Sesar Baribis di
Jawa Barat, memanjang dari Majalengka sampai Subang, merupakan ujung utara dari imbrikasi
belakang busur di Jawa Barat. Sesar ini teridentifikasi sebagai sesar naik yang dapat diamati dari
topografi dan seismik refleksi. Sesar ini cukup sering menyebabkan kegempaan. Berikut ini
adalah tabel potensi bahaya gempa di Kabupaten Cirebon jika dibandingkan pada daerah makro
Provinsi Jawa Barat :
Tabel 4.10
Potensi Luas Bahaya Gempa Bumi Provinsi Jawa Barat
BAHAYA
No KABUPATEN/KOTA
LUAS (Ha) KELAS
1 Bogor 271.062 Sedang
2 Sukabumi 414.570 Tinggi
3 Cianjur 364.836 Tinggi
4 Bandung 176.796 Tinggi
5 Garut 307.407 Sedang
6 Tasikmalaya 255.119 Sedang
7 Ciamis 141.471 Sedang
8 Kuningan 111.056 Sedang
9 Cirebon 98.452 Sedang
10 Majalengka 120.424 Sedang
11 Sumedang 151.833 Tinggi
12 Indramayu 204.011 Rendah
13 Subang 189.395 Sedang
14 Purwakarta 76.728 Sedang
15 Karawang 165.220 Rendah
16 Bekasi 122.488 Sedang
17 Bandung Barat 126.210 Tinggi
18 Pangandaran 101.000 Sedang
19 Bogor 11.329 Sedang
20 Sukabumi 4.825 Tinggi
21 Bandung 16.767 Tinggi
22 Cirebon 3.736 Rendah
23 Bekasi 20.661 Sedang
24 Depok 20.029 Sedang
25 Cimahi 3.927 Tinggi
26 Tasikmalaya 17.161 Sedang
27 Banjar 11.349 Sedang
Provinsi Jawa Barat 3.507.862 Tinggi
Sumber : BNPB, Tahun 2016

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-22


Peta Bahaya Gempa Bumi di Jawa Barat

Peta Bahaya Sesar Baribis di Jawa Barat

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-23


4.3.2.3 Kondisi Kebencanaan Banjir
Banjir merupakan bencana yang sering melanda Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat juga memiliki
karakteristik perpaduan antara daerah pegunungan yang berada di Wilayah Selatan dan dataran
rendah di Wilayah Pantai utara (Pantura). Memiliki curah hujan yang tinggi (rata-rata 219
mm/th). Dengan curah hujan yang tinggi tersebut, jelas mengakibatkan air sungai meluap
terkena wilayah Pantura. Berdasarkan sumbernya banjir di Kabupaten Cirebon, kejadian ini
terjadi karena posisi Kabupaten Cirebon yang juga dilewati oleh sungai besar sebagai wilayah
muara sungai. Sungai kritis yang berpotensi untuk menyebabkan banjir adalah Sungai Cimanuk
yang melewati Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Indramayu. Sungai
Wangan Ayam, Sungai Kedungpane yang sealiran dengan Sungai Kedungdawa dan Kali Cideng
melewati Kabupaten dan Kota Cirebon, Sungai Kesunean, Sungai Kalijaga dan Sungai Cikalong.
Berikut ini adalah tabel potensi luas bahaya banjir di Provinsi Jawa Barat:
Tabel 4.11
Potensi Luas Bahaya Banjir Provinsi Jawa Barat
KABUPATEN/KOTA BAHAYA
No
LUAS (Ha) KELAS
1 Bogor 107.624 Sedang
2 Sukabumi 63.080 Sedang
3 Cianjur 51.583 Tinggi
4 Bandung 44.300 Tinggi
5 Garut 34.554 Sedang
6 Tasikmalaya 37.947 Sedang
7 Ciamis 34.076 Sedang
8 Kuningan 34.040 Tinggi
9 Cirebon 94.889 Tinggi
10 Majalengka 72.809 Tinggi
11 Sumedang 30.135 Tinggi
12 Indramayu 204.011 Tinggi
13 Subang 154.344 Tinggi
14 Purwakarta 27.324 Tinggi
15 Karawang 165.220 Tinggi
16 Bekasi 122.488 Tinggi
17 Bandung Barat 17.021 Sedang
18 Pangandaran 35.905 Sedang
19 Bogor 9.577 Sedang
20 Sukabumi 4.419 Rendah
21 Bandung 14.570 Tinggi
22 Cirebon 3.736 Tinggi
23 Bekasi 20.661 Sedang
24 Depok 18.954 Sedang
25 Cimahi 3.383 Sedang
26 Tasikmalaya 11.806 Sedang
27 Banjar 7.839 Sedang
PROVINSI JAWA BARAT 1.442.014 Tinggi
Sumber : BNPB, Tahun 2016

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-24


Peta Kawasan Rawan Banjir di Jawa Barat

4.3.2.4 Analisis Zona Ruang Rawan Bencana Makro


RTRW Provinsi Jawa barat tahun 2009-2029 yang telah ditetapkan pada Perda Provinsi Jawa
Barat No.22 Tahun 2010 dan Metropolitan Cirebon Raya yang ditetapkan pada Perda Provinsi
jawa Barat No.12 Tahun 2014 belum mempertimbangkan mengenai beberapa kebencanaan
yang terjadi. Penyempurnaan RTRW Provinsi Jawa Barat dan Metropolitan Cirebon Raya dalam
aspek mitigasi Risiko bencana berdasarkan hasil analisis zona ruang rawan bencana (ZRB) Makro
dan Meso digunakan sebagai dasar perencanaan dan pemanfaatan wilayah dengan menekan
potensi dan Risiko bencana yang mungkin terjadi di Kabupaten Cirebon dalam konteks wilayah
makro RTRW Kabupaten Cirebon. Alur penetapan Zona Ruang Rawan Bencana dapat dilihat
pada gambar berikut:

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-25


Gambar 4.2 Alur Penentapan Zona Ruang Rawan Bencana
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2020

Untuk lebih jelasnya mengenai Zona Ruang Rawan Bencana Provinsi Jawa Barat dapat dilihat
pada tabel dan gambar tentang Peta Zona Ruang Rawan Bencana Provinsi Jawa Barat.
Tabel 4.12
Analisis Zona Ruang Rawan Bencana Provinsi Jawa Barat
Zona Kriteria
4B : Sempadan Sungai dan Sempadan Pantai
ZRB 4
4T : Sempadan Pantai
(Zona Terlarang)
4S : Sempadan sesar aktif (10 m)
ZRB 3 3G : KRB Gerakan Tanah Tinggi
(Zona Terbatas) 3B : KRB Banjir Sangat Tinggi
ZRB 2 2G : KRB Gerakan Tanah Menengah
(Zona Bersyarat) 2B : KRB Banjir Tinggi dan Sedang
ZRB 1
1G : KRB Gerakan Tanah Sangat Rendah dan Rendah
(Zona
1B : KRB Banjir Rendah dan Sangat Rendah
Pengembangan)
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2020

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-26


Gambar 4.3 Peta Zona Ruang Bencana di Jawa Barat

Analisis Kemampuan Lahan Pengembangan


Perkotaan
4.4.1 Dasar Analisis
Lahan pengembangan wilayah merupakan sumber daya alam
yang memiliki keterbatasan dalam menampung kegiatan manusia
dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Banyak contoh
kasus kerugian ataupun korban yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian penggunaan lahan yang melampaui
kapasitasnya. Untuk itulah perlu dikenali sedini mungkin
karakteristik fisik suatu wilayah maupun kawasan untuk
dikembangkan, baik potensi sumber daya alamnya maupun
kerawanan bencana yang dikandungnya, yang kemudian
diterjemahkan sebagai potensi dan kendala pengembangan
wilayah atau kawasan.

Menurut Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, Analisis Fisik dan

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-27


lingkungan yang dimaksud adalah Tahapan analisis merupakan tahapan yang harus dilakukan
dalam penyusunan Rencana Tata Ruang. Aspek yang dianalisis adalah aspek Fisik dan
Lingkungan. Dalam menganalisis aspek-aspek tersebut diperlukan teknik/cara tertentu agar
sesuai dengan tujuan Penataan Ruang. Dengan fungsi dasar untuk mengenali karakteristik
sumber daya fisik lingkungan, sehingga pemanfaatan lahan dalam pengembangan wilayah dan
kawasan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan
ekosistem. Sementara kedudukan legal aspek analisis sumber daya alam dalam peraturan tata
ruang dapat dilihat dalam bagan alir (Gambar 4.1) berikut ini.

Gambar 4.4 Kedudukan Analisis Fisik dan Daya Dukung Lingkungan dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Analisis fisik dan lingkungan pada Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang adalah untuk
mengenali karakteristik sumber daya alam tersebut, dengan menelaah kemampuan dan
kesesuaian lahan, agar penggunaan lahan dalam pengembangan kawasan perkotaan dapat
dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-28


Hasil studi analisis fisik dan lingkungan ini akan menjadi masukan dalam penyusunan rencana
tata ruang maupun rencana pengembangan wilayah dan/ atau kawasan (rencana tindak,
rencana investasi, dan lain-lain), karena akan memberikan gambaran kerangka fisik
pengembangan wilayah dan/atau kawasan. Secara garis besar tata cara analisis kelayakan fisik
atau dikenal juga sebagai studi kesesuaian lahan wilayah dan/atau kawasan ini dapat
digambarkan dalam bentuk bagan alir berikut.

Gambar 4.5 Tata Cara Analisis Kemampuan Lahan Pengembangan Perkotaan

Seperti yang terlihat dari gambar diatas maka dapat dijelaskan dalam analisis fisik alami akan
melalui 4 (empat) proses tahapan; pengumpulan data dasar; analisis kemampuan lahan; analisis
kesusaian lahan; rekomendasi kesesuaian lahan.

Dalam penataan ruang pada umumnya dan untuk kebutuhan pengembangan Kawasan
Perkotaan Kecamatan Lemahabang pada khususnya, analisis mengenai daya dukung fisik dan
lingkungan merupakan sesuatu yang penting, karena hasil dari analisis ini dapat membantu
dalam menentukan arah kesesuaian peruntukan lahan sehingga tidak menimbulkan berbagai
persoalan seperti :
1. Kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan ketersediaan sumber daya, terutama
yang terkait dengan aspek geologi,
2. Kegiatan pembangunan dengan skala yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan
(lingkungan geologi), sehingga sumber daya akan tereksploitasi secara berlebihan,

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-29


3. Kegiatan pembangunan yang lokasinya terletak pada daerah rawan bencana alam
(geologi),
4. Kegiatan pembangunan yang lokasinya rentan tehadap pencemaran dan degradasi
lingkungan.

Secara khusus, kebutuhan akan analisis daya dukung fisik di Kawasan Perkotaan Kecamatan
Lemahabang terkait dengan munculnya beberapa persoalan yang sedang berkembang, seperti :
❑ Alih fungsi lahan dari kawasan pertanian untuk pemanfaatan kawasan budidaya
terutama yang terkait kawasan perkotaan (permukiman, perdagangan dan jasa,
industri)
❑ Ketersediaan sumber daya air yang harus dipertimbangkan keberlanjutannya.

Untuk penataan ruang di kawasan perkotaan Lemahabang, analisis daya dukung fisik dan
lingkungan dilakukan berdasarkan kondisi fisik dan geologi. Analisis ini dilakukan dengan
melakukan pengolahan terhadap data geologi yang ada, baik yang berupa peta maupun laporan
tertulis hasil kajian atau penelitian yang ada. Adapun data dasar yang digunakan dalam proses
analisis ini meliputi peta geologi, peta topografi, peta hidrogeologi, peta bencana alam, peta
kemiringan lereng, dan berbagai data geologi lainnya.

Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) merupakan kegiatan analisis pemilahan bentuk
bentang alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk
dikembangkan sesuai dengan fungsinya. Secara garis besar untuk Kawasan Perkotaan
Lemahabang akan dilakukan dua analisis besar, yaitu analisis kemampuan lahan dan analisis
kesesuaian lahan. Sebelum dilakukan kedua analisis tersebut, dilakukan penyusunan Satuan
Kemampuan Lahan (SKL), yaitu suatu studi yang dilakukan untuk melihat kemampuan fisik
geografis suatu wilayah untuk dapat dikembangkan dari segi aspek fisik dan kegelogian.

Dalam kaitannya dengan hal ini, terdapat sembilan SKL yang dikeluarkan, yaitu :
1. SKL Morfologi
2. SKL Kemudahan Dikerjakan
3. SKL Kestabilan Lereng
4. SKL Kestabilan Pondasi
5. SKL Ketersediaan Air
6. SKL Untuk Drainase
7. SKL Terhadap Erosi
8. SKL terhadap bencana alam
9. SKL Pembuangan Limbah

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-30


4.4.2 Parameter dalam Analisis Satuan Kemampuan
Lahan
Dalam melakukan analisis kemampuan lahan ada beberapa parameter yang digunakan antara
lain yaitu sebagai berikut :
a. Kelerengan Wilayah
Peta lereng diturunkan dari peta topografi, karena penataan ruang dan peruntukannya
banyak sekali ditentukan oleh kondisi kemiringan suatu wilayah. Demikian juga
pengembangan jaringan utilitas sangat dipengaruhi oleh kondisi lereng ini. Peta ini memuat
pembagian atau klasifikasi kelas lereng di wilayah dan/atau kawasan perencanaan atas
beberapa kelas. Berikut ini adalah adalah kelas lereng yang biasa dipakai dalam penyusunan
rencana tata ruang :
1) Lereng 0 % - 2%
2) Lereng > 2% - 5%
3) Lereng > 5% - 15%
4) Lereng > 15% - 40%
5) Lereng > 40%

b. Morfologi Wilayah
 Datar/Dataran :
Satuan morfologi dataran adalah bentuk bentang alam yang didominasi oleh daerah
yang relative datar atau sedikit bergelombang, dengan kisaran kelas lereng 0% - 5%.
Lebih rinci lagi satuan morfologi dataran ini dapat dibedakan atas dua sub satuan, yakni
:
❖ Sub satuan morfologi dataran berkisar antara 0% - 2%; dan
❖ Sub satuan morfologi medan bergelombang dengan kisaran kelas lereng lebih dari
2% hingga 5%.
 Bukit/Perbukitan :
Satuan morfologi perbukitan adalah bentuk bentang alam yang memperlihatkan relief
baik halus maupun kasar, serta membentuk bukit-bukit dengan kemiringan lereng
yang bervariasi. Secara lebih rinci, satuan morfologi perbukitan dapat dibagi lagi atas
tiga sub satuan, yakni :
❖ Sub satuan morfologi perbukitan landai dengan kemiringan lereng antara 5% - 15%
dan memperlihatkan relief halus;
❖ Sub satuan morfologi perbukitan sedang dengan kemiringan lereng berkisar antara
15% - 40% dan memperlihatkan relief sedang, dan
❖ Sub satuan morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan lebih dari 40% dan
memperlihatkan relief kasar.
 Gunung/Gunung Berapi :
Satuan tubuh gunung/gunung berapi ini hampir sama dengan satuan morfologi
perbukitan, dan umumnya merupakan sub satuan perbukitan sedang hingga terjal,
namun membentuk kerucut tubuh gunung/gunung berapi. Satuan tubuh

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-31


gunung/gunung berapi ini perlu dipisahkan dari satuan perbukitan, karena tubuh
gunung/gunung berapi mempunyai karakterisitk tersendiri dan berbeda dari
perbukitan umumnya, seperti banyak dijumpai mata air, kandungan gas beracun, dan
sumber daya mineral lainnya yang khas gunung/gunung berapi.
c. Geologi
Data geologi permukaan adalah kondisi geologi tanah/batu yang ada di permukaan dan
sebarannya baik lateral maupun vertikal hingga kedalaman batuan dasar serta sifat-sifat
keteknikan tanah/batu tersebut, dalam kaitannya untuk menunjang pengembangan
kawasan.
Data geologi permukaan hanya dapat diperoleh dari penelitian lapangan (data primer),
dengan penyebaran vertikal diperoleh berdasarkan hasil pemboran dangkal. Sifat keteknikan
dengan keterbatasan biaya dan waktu penelitian hanya dapat disajikan berupa pengamatan
megaskopis, kecuali daya dukung tanah/batu yang dapat dipertajam dari hasil pengujian
sondir.
d. Air Tanah
• Air Tanah
Data air tanah dapat dipisahkan atas air tanah dangkal dan air tanah dalam, yang masing-
masing diupayakan diperoleh besaran potensinya. Air tanah dangkal adalah air tanah
yang umum digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih berupa sumur-sumur,
sehingga untuk mengetahui potensi air tanah bebas ini perlu diketahui kedalaman
sumur-sumur penduduk, dan kemudian dikaitkan dengan sifat fisik tanah/batunya dalam
kaitannya sebagai pembawa air. Selain besarannya, air tanah ini perlu diketahui mutunya
secara umum, dan kalau memungkinkan hasil pengujian mutu air dari laboratorium.
• Air Tanah Dalam (Geohidrologi)
Data air tanah dapat dipisahkan atas air tanah dangkal dan air tanah dalam, yang masing-
masing diupayakan diperoleh besaran potensinya. Air tanah dalam adalah air pada
akuifer yang berada diantara dua lapisan batuan geologis tertentu, yang menerima
resapan air dari bagian hulunya. PP No. 82/2001 tentang Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Selain besarannya, air tanah ini perlu diketahui mutunya secara umum,
dan kalau memungkinkan hasil pengujian mutu air dari laboratorium.
e. Hidrologi/Klimatologi
Untuk data hidrologi, yang dibutuhkan adalah: pola aliran dan karakteristik sungai, serta
debit air sungai. Untuk data klimatologi, data yang dibutuhkan untuk analisa SKL adalah :
curah hujan, serta kecepatan dan arah angin.
f. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan Kawasan Perkotaan Lemahabang diperoleh dari citra satelit tahun 2008
terakhir. Dari hasil interpretasi citra satelit ini, lengkapi pula cara dengan groundcheck dan
survey lapangan.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-32


4.4.2.1 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) ) Morfologi
SKL Morfologi pada dasarnya merupakan klasifikasi lahan yang menunjukan pemilahan bentuk
bentang alam/morfologi pada Kawasan Perkotaan Lemahabang yang mampu dikembangkan
sesuai dengan fungsinya (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta
Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007). Berdasarkan SKL Morfologi ini
akan diperoleh gambaran mengenai tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai
kawasan perkotaan dilihat dari segi morfologinyan, serta potensi dan kendala morfologi masing-
masing tingkatan kemampuan lahan terhadap morfologi.

Berdasarkan klasifikasi karakteristik Analisis SKL Morfologi, sebagian besar Kawasan Perkotaan
Lemahabang termasuk dalam SKL Morfologi Kurang, hal tersebut menunjukan bahwa Kawasan
Perkotaan Lemahabang dapat dikembangkan untuk kegiatan perkotaan.

Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan


Lahan (SKL) Morfologi
No SKL Morfologi Luas (Km2) %
1 Morfologi Sedang 128.42 5.98
2 Morfologi Kurang 1908.98 88.83
3 Morfologi Rendah 111.60 5.19
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

SKL Morfologi ini dilakukan dengan melakukan overlay terhadap peta morfologi dan peta
kemiringan lereng dengan sistem pembobotan. Terdapat 5 karakteristik penilaian terhadap
analisis satuan kemampuan lahan berdasarkan morfologi, yaitu :
1. SKL Morfologi Tinggi. Suatu karakteristik lahan dikategorikan memiliki SKL Morfologi tinggi
apabila memiliki nilai total 1, dimana menunjukkan bahwa kondisi tanahnya dari aspek
morfologi memiliki kemiringan lereng >40% dengan morfologi berupa Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan sehingga tidak sesuai digunakan untuk kepentingan pengembangan
kegiatan apapun;
2. SKL Morfologi Cukup. Suatu karakteristik lahan dikategorikan memiliki SKL Morfologi Cukup
apabila memiliki nilai total 2, dimana menunjukkan bahwa kondisi tanahnya dari aspek
morfologi memiliki kemiringan lereng 25-40% dengan morfologi berupa
Gunung/Pegunungan dan Bukit/Perbukitan sehingga kurang sesuai digunakan untuk
kepentingan pengembangan kegiatan apapun;
3. SKL Morfologi Sedang. Suatu karakteristik lahan dikategorikan memiliki SKL Morfologi
sedang apabila memiliki nilai total antara 2 sampai dengan 3, dimana menunjukkan bahwa
karakteristik tanahnya dari aspek kelayakan morfologi dan kemiringan lereng dapat
dikembangkan untuk berbagai kegiatan, hanya saja pada beberapa lokasi untuk

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-33


pengembangan kegiatan tertentu membutuhkan beberapa rekayasa teknik atau apabila
dipaksakan untuk dikembangkan akan membutuhkan banyak biaya dan rekayasa teknologi
cukup besar. SKL Morfologi sedang ditunjukan oleh bentuk morfologi berupa
bukit/perbukitan dengan kemiringan lereng antara 15-25%;
4. SKL Morfologi Kurang. Suatu karakteristik lahan dikategorikan memiliki SKL Morfologi
Kurang apabila memiliki nilai total kuran dari sama dengan 4, dimana menunjukkan bahwa
karakteristik tanahnya dari aspek kelayakan morfologi dan kemiringan lereng cukup
sesuai/dapat digunakan untuk pengembangan kegiatan apapun.
SKL Morfologi Kurang ditunjukan oleh bentuk morfologi datar dengan kemiringan lereng
antara 2-15%;
5. SKL Morfologi Rendah. Suatu karakteristik lahan dikategorikan memiliki SKL Morfologi
rendah apabila memiliki nilai total kuran dari sama dengan 5, dimana menunjukkan bahwa
karakteristik tanahnya dari aspek kelayakan morfologi dan kemiringan lereng sangat sesuai
untuk pengembangan kegiatan apapun/mudah dikembangkan. SKL Morfologi Rendah
ditunjukan oleh bentuk morfologi datar dengan kemiringan lereng antara 0-2%.

4.4.2.2 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan


Dikerjakan
SKL Kemudahan Dikerjakan pada dasarnya merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kemudahan lahan untuk digali/ dimatangkan dalam proses pembangunan
/pengembangan kawasan (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta
Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007).

Berdasarkan SKL Kemudahan Dikerjakan ini akan diperoleh :


1. Gambaran mengenai tingkat kemampuan lahan untuk digali, ditimbun, ataupun
pematangannya dalam proses pembangunan untuk pengembangan kawasan;
2. Potensi dan kendala dalam pengerjaan masing-masing tingkatan kemampuan lahan
kemudahan dikerjakan, serta
3. Dasar pertimbangan untuk menentukan metode pengerjaan yang sesuai untuk masing-
masing tingkatan kemampuan lahan. Adapun dalam penentuan SKL Kemudahan Dikerjakan
didasarkan pada Peta Morfologi, Peta Kemiringan Lereng, Peta Geologi Permukaan, dan
Peta Guna Lahan.

Dari hasil Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan, sebagian besar Kawasan Perkotaan Lemahabang
termasuk dalam SKL Kemudahan Dikerjakan Tinggi, yaitu 94,02 % dari wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang. Hal tersebut menunjukan bahwa Kawasan Perkotaan Lemahabang
mudah dalam dikembangkan untuk kegiatan perkotaan.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-34


Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
No SKL Kemudahan Dikerjakan Luas (Km2) %
1 Sedang 128.42 5.98
2 Tinggi 2020.58 94.02
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Berdasarkan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan yang dilakukan, di Kawasan Perkotaan


Lemahabang terdapat dua karakteristik lahan berdasrkan kemudahan dikerjakannya, yaitu :
1. SKL Kemudahan Dikerjakan Tinggi. Suatu lahan dikategorikan memiliki tingkat kemudahan
dikerjakan tinggi jika memiliki nilai total di atas 12 yang menunjukkan bahwa karakteristik
lahannya tidak memiliki kendala yang berarti untuk digali, ditimbun, atau diperlakukan apa
pun dalam proses pembangunan.
2. SKL Kemudahan Dikerjakan Sedang. Suatu lahan dikategorikan memiliki tingkat kemudahan
dikerjakan sedang jika memiliki nilai total antara 8 – 12 yang menunjukkan bahwa
karakteristik lahannya memiliki kendala apabila digali, ditimbun, ataupun dimatangkan
hanya saja dapat diantisipasi dengan beberapa rekayasa teknik.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-35


Gambar 4.6 Peta Analisis SKL Morfologi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-36


Gambar 4.7 Peta Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-37


4.4.2.3 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan
Lereng
SKL Kestabilan Lereng merupakan proses analisis untuk mengetahui tingkat kemantapan lereng
dalam menerima beban pada pengembangan wilayah dan kawasan (Pedoman Teknik Analisis
Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang).

Berdasarkan SKL Kestabilan Lereng ini akan dapat diperoleh gambaran tingkat kestabilan lereng
untuk pengembangan kawasan, daerah-daerah yang berlereng cukup aman untuk
dikembangkan sesuai fungsi kawasan, serta batasan-batasan pengembangan pada masing-
masing tingkatan kestabilan lereng.

SKL Kestabilan Lereng ini pada dasarnya diperoleh dengan melakukan overlay terhadap data fisik
dasar yang ada, yang meliputi peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta geologi permukaan,
dan peta guna lahan. Unsur pembentuk SKL Kestabilan Lereng ini apabila dilihat sama dengan
unsur pembentuk SKL Kemudahan Dikerjakan, hanya saja pemahaman hasilnya dilihat dari sisi
yang berbeda.

Berdasarkan Analisis SKL Kestabilan Lereng, Kawasan Perkotaan Lemahabang sebagian besar
memiliki karakteristik tingkat kestabilan lereng yang tinggi mencapai 94,02%, hal ini
menandakan bahwa Kawasan Perkotaan Lemahabang sebagian besar dapat dikembangkan
untuk kegiatan perkotaan.

Tabel 4.13
Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
No SKL Kestabilan Lereng Luas (Km2) %
1 Kestabilan Sedang 19.80 0.92
2 Kestabilan Kurang 108.61 5.05
3 Kestabilan Tinggi 2020.58 94.02
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Adapun berdasarkan kestabilan lerengnya, terdapat 3 karakteristik umum lahan di Kawasan


Perkotaan Lemahabang, yaitu :
1. SKL Kestabilan Lereng Tinggi, dimana karakteristik lahannya memiliki kemampuan menerima
beban pengembangan wilayah dan kawasan yang tinggi sehingga dapat dikembangkan untuk
berbagai jenis kegiatan pengembangan kawasan perkotaan. Kawasan disebut kestabilan
lerengnya tinggi, maka kondisi wilayahnya stabil artinya tidak ada atau minim bahaya
longsor, tidak bergerak yang artinya aman dikembangkan untuk bangunan atau permukiman

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-38


dan budi daya. Lahan yang dikategorikan dalam kelompok ini adalah lahan dengan nilai total
di atas 11;
2. SKL Kestabilan Lereng Sedang, dimana karakteristik lahannya memiliki kemampuan
menerima beban pengembangan wilayah dan kawasan yang tidak terlalu berat sehingga
untuk pengembangan beberapa kegiatan tidak dimungkinkan atau dimungkinkan tetapi
dengan berbagai syarat dan rekayasa teknologi. Adapun lahan yang dikategorikan dalam
kelompok ini adalah lahan yang dengan penilaian kuantitatif terhadap komponen
pembentuknya sebagaimana dijelaskan di atas memiliki nilai total berkisar 6 sampai dengan
11.
3. SKL Kestabilan Lereng Kurang, dimana karakteristik lahannya tidak memiliki kemampuan
menerima beban pengembangan sehingga untuk pengembangan kegiatan yang
mengakibatkan perubahan fisik lingkungan tidak memungkinkan. kawasan disebut kestabilan
lerengnya kurang, maka kondisi wilayahnya dapat dikatakan tidak stabil. Tidak stabil artinya
mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan
atau permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan, perkebunan dan
resapan air. Lahan yang dikategorikan dalam kelompok ini adalah lahan dengan nilai total di
bawah 3.

4.4.2.4 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan


Pondasi
SKL Kestabilan Pondasi merupakan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam
mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi yang
sesuai untuk masing-masing tingkatan (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007).

Dari hasil analisis ini akan dapat diketahui gambaran daya dukung tanah secara umum,
gambaran tingkat kestabilan pondasi di Kawasan Perkotaan Lemahabang, dan perkiraan jenis
pondasi dari masing-masing tingkatan kestabilan pondasi. SKL Kestabilan Pondasi ini diperoleh
dari hasil overlay dari beberapa data dasar fisik yaitu Peta Kestabilan Lereng, Peta Geologi
Permukaan, dan Peta Guna Lahan.

Berdasarkan tingkat kestabilan pondasi, Kawasan Perkotaan Lemahabang memiliki karakteristik


tingkat kestabilan pondasi yang tinggi, mencapai 64,27%, sehingga memungkinkan untuk
pengembangan gedung-gedung bertingkat.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-39


Tabel 4.14
Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
No SKL Kestabilan Pondasi Luas (Km2) %
1 Kestabilan Sedang 19.80 0.92
2 Kestabilan Kurang 748.12 34.81
3 Kestabilan Tinggi 1381.07 64.27
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Berdasarkan hasil analisis SKL Kestabilan pondasi, secara umum karakteristik lahan di Wilayah
Perkotaan Kecamatan Lemahabang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu SKL
Kestabilan Pondasi tinggi, sedang, dan kurang.
❑ SKL Kestabilan Pondasi Tinggi, dimana karakteristik lahannya menunjukkan kemampuan
yang tinggi untuk menahan konstruksi berat, sehingga memungkinkan untuk
pengembangan gedung-gedung bertingkat. Suatu lahan dikategorikan kedalam kelompok
ini apabila memiliki nilai total terhadap semua aspek fisik pembentuknya di atas 10.
❑ SKL Kestabilan Pondasi Sedang, dimana karakteristik lahannya menunjukkan kemampuan
yang kurang untuk dapat menahan konstruksi berat, sehingga membutuhkan rekayasa
teknologi seperti pemadatan dan sejenisnya. Suatu lahan dikategorikan ke dalam kelompok
ini apabila memiliki nilai total terhadap semua aspek fisik pembentuknya berkisar 4-10.
❑ SKL Kestabilan Pondasi Kurang, dimana karakteristik lahannya tidak memiliki kemampuan
untuk menahan konstruksi berat, sehingga pada lahan dengan kategori ini diminimalkan
suatu pembangunan fisik apapun terutama yang sifatnya membutuhkan pembangunan
pondasi terlebih dahulu. Adapun lahan yang yang dikategorikan ke dalam kelompok ini
adalah lahan dengan nilai total kurang dari 10.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-40


Gambar 4.8 Peta Analisis SKL Kestabilan Lereng Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-41


Gambar 4.9 Peta Analisis SKL Kestabilan Pondasi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-42


4.4.2.5 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan
Air
SKL Ketersediaan Air pada dasarnya merupakan analisis untuk mengetahui tingkat ketersediaan
air guna pengembangan kawasan, dan kemampuan penyediaan air masing-masing tingkatan
(Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007). Dari hasil SKL Ketersediaaan Air ini dapat diketahui
kapasitas air untuk pengembangan kawasan, sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk
keperluan pengembangan kawasan dengan tidak menganggu keseimbangan tata air, serta untuk
memperoleh gambaran mengenai penyediaan air untuk tiap tingkatan ketersediaan air dan
pengolahan secara umum untuk air dengan mutu kurang memenuhi persyaratan kesehatan.
Adapun SKL Ketersediaan Air ini dihasilkan dari proses overlay terhadap Peta Morfologi, Peta
Kemiringan Lereng, Peta Geologi Permukaan, dan Peta Guna Lahan.

Berdasarkan proses analisis SKL Ketersediaan Air, Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang
secara umum dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu :
❑ SKL Ketersediaan Air tinggi, dimana karakteristik lahannya menunjukkan adanya
kecenderungan kandungan air tanah yang tinggi, yang berarti dapat dimanfaatkan sebagai
sumber air bersih. Lahan dengan karakteristik ini adalah lahan secara kuantitatif dari hasil
overlay memiliki nilai total di atas 15.
❑ SKL Ketersediaan Air sedang, dimana karakteristik lahannya menunjukkan kecenderungan
kandungan air tanahnya yang kurang bagus, sehingga kurang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber air bersih. Lahan dengan karakteristik ini adalah lahan yang secara kuantitatif dari
hasil overlay memiliki nilai antara 5-15.

Hasil Analisis SKL Ketersediaan Air, sebagian besar Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang
memiliki kandungan ketersediaan air tanahnya tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa persediaan
air di kawasan ini tergolong besar, artinya ketersediaan air tanah dalam dan dangkal cukup
banyak untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih.

Tabel 4.15
Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Ketersediaan Air
No SKL Ketersediaan Air Luas (Km2) %
1 Ketersediaan Sedang 1069.30 49.76
2 Ketersediaan Tinggi 1079.70 50.24
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-43


Gambar 4.10 Peta Analisis SKL Ketersediaan Air Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-44


4.4.2.6 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase
SKL untuk Drainase pada dasarnya merupakan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan dalam mematuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat
lokal maupun meluas dapat dihindari (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007). Dari SKL tersebut
akan dapat diketahui tingkat kemampuan lahan dalam proses pematusan, gambaran
karakteristik drainase alamiah masing-masing tingkatan kemampuan drainase, serta daerah-
daerah yang cenderung tergenang di musim penghujan.

SKL Untuk ketersediaan ini merupakan proses overlay dari Peta Morfologi, Peta Kemiringan
Lereng, Peta Geologi Permukaan, Peta Guna Lahan, dan Peta Porositas Batuan. Berdasarkan
proses overlay tersebut, karakteristik lahan di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
❑ SKL untuk drainase cukup, dimana menunjukkan bahwa karakteristik lahannya memiliki
kemampuan yang kurang baik dalam mematuskan air hujan secara alami, dalam artian air
tidak dapat dilalirkan secara cepat sehingga pada beberapa bagian dan pada kondisi air
hujan besar akan dapat menyebabkan terjadinya sedikit genagan. Adapun lahan yang
termasuk dalam kategori ini adalah lahan yang memiliki nilai total antara 5-14.
❑ SKL untuk drainase kurang, dimana menunjukkan bahwa karakteristik lahannya tidak
memiliki kemampuan yang baik untuk mengalirkan air sehingga pada lahan ini akan muncul
genangan. Adapun lahan yang termasuk dalam kategori ini adalah lahan yang memiliki nilai
total kurang dari 5.

Hasil Analisis SKL Drainase, menunjukan sebagian besar Kawasan Perkotaan Kecamatan
Lemahabang karakteristik lahannya tidak memiliki kemampuan yang baik untuk mengalirkan air
sehingga pada lahan ini akan muncul genangan. Berdasarkan hal tersebut, dalam
pengembangan kawasan perkotaan di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang diharuskan
memperhatikan rencana drainase kawasan untuk dapat mencegah terjadinya genangan,
mengingat sebagian besar Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang merupakan daerah yang
relatif datar.

Tabel 4.16
Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Drainase
No SKL Drainase Luas (Km2) %
1 Drainase Kurang 2020.58 94.02
2 Drainase Cukup 128.42 5.98
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-45


Gambar 4.11 Peta Analisis SKL Drainase Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-46


4.4.2.7 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi
SKL terhadap Erosi merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keterkikisan
tanah, tingkat ketahanan lahan terhadap erosi, gambaran batasan pada masing-masing
tingkatan kemampuan terhadap erosi, daerah yang peka terhadap erosi dan perkiraan arah
pengendapan hasil erosi tersebut pada bagian hilirnya (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007).
Adapun SKL terhadap Erosi ini disusun berdasarkan Peta Geologi Permukaan, Peta Morfologi,
Peta Kemiringan Lereng, dan Peta Guna Lahan.

Berdasarkan kemampuannya terhadap erosi, Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang


dapat dikelompokkan dalam tiga karaktertistik, yaitu :
1. SKL terhadap erosi tinggi, dimana menunjukkan bahwa lahan tersebut memiliki
kemungkinan yang tinggi untuk terjadi erosi, lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa
oleh angin dan air, sehingga perlu untuk diantisipasi. Lahan yang dikategorikan memiliki
karakteristik ini adalah lahan dengan nilai total di atas 16;
2. SKL terhadap erosi sedang, dimana menunjukkan bahwa lahan tersebut memiliki
kemungkinan yang sedang untuk terjadi erosi. Lahan yang dikategorikan memiliki
karakteristik ini adalah lahan dengan nilai total antara 5-16.
3. SKL terhadap erosi rendah, dimana menunjukkan bahwa lahan tersebut memiliki
kemungkinan rendah untuk terjadi erosi, lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air.
Adapun lahan yang dikategorikan memiliki karakteristik ini adalah dengan nilai total kurang
dari 5.

Mengingat kondisi morfologi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang yang merupakan


dataran maka sebagian besar didominasi oleh SKL terhadap erosi rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang memiliki kemungkinan untuk terjadinya
erosi sangat kecil, akan tetapi dalam pengembangan wilayah perkotaan harus memperhatikan
perencanaan drainase untuk dapat mencegah terjadinya genangan air.

Tabel 4.17
Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Terhadap Erosi
No SKL Terhadap Erosi Luas (Km2) %
1 Erosi Sedang 128.42 5.98
2 Erosi Rendah 1908.98 88.83
3 Tidak Ada Erosi 111.60 5.19
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-47


Gambar 4.12 Peta Analisis SKL Terhadap Erosi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-48


4.4.2.8 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan
Limbah
SKL Pembuangan Limbah merupakan suatu analisis untuk mengetahui daerah-daerah yang
mampu untukditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah, baik limbah
padat maupun limbah cair (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta
Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007). Adapun berdasarkan SKL
Pembuangan Limbah ini dapat diketahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai
lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah padat atau sampah, daerah yang mampu
ditempati lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah cair, daerah-daerah yang sesuai
dan pengamanannya sebagai lokasi pembuangan akhir limbah.

Untuk menentukan kesesuaiannya terhadap pembuangan limbah dilakukan dengan mengacu


pada Peta Morfologi, Peta Kemiringan Lereng, Peta Geologi Permukaan, Peta Guna Lahan, dan
Peta Porositas Batuan. Berdasarkan overlay terhadap data tersebut diperoleh tiga karakteristik
lahan yang mungkin di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang, yaitu :
1. SKL pembuangan limbah sedang, dimana lahan yang memiliki karakteristik ini
memungkinkan untuk dikembangkan sebagai lokasi pembuangan limbah karena dari sisi
lokasi dapat meminimasi dampak yang ditimbulkan dari pembuangan limbah terhadap
masyarakat sekitarnya. Lahan yang memiliki karakteristik ini ditunjukkan dengan total nilai
lebih dari 16.
2. SKL pembuangan limbah kurang, dimana lahan yang memiliki karakteristik ini kurang sesuai
untuk dikembangkan sebagai lokasi pembuangan limbah karena dari sisi lokasi kurang
meminimasi dampak negatif dari limbah yang dibuang. Adapun lahan yang memiliki
karakteristik ini ditunjukkan dengan nilai total antara 8-16.
3. SKL pembuangan limbah cukup, dimana lahan yang memiliki karakteristik ini tidak sesuai
untuk lokasi pembuangan limbah. Adapun lahan yang memiliki karakteristik ini ditunjukkan
dengan nilai total kurang dari 8.

Hasil Analisis SKL Pembuangan Limbah, menunjukan Kawasan Perkotaan Kecamatan


Lemahabang memiliki karakteristik tidak sesuai untuk lokasi pembuangan limbah.

Tabel 4.18
Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Pembuangan Limbah
No SKL Pembuangan Limbah Luas (Km2) %
1 Cukup 1262.59 58.75
2 Kurang 763.39 35.52
3 Sedang 123.02 5.72
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-49


Gambar 4.13 Peta Analisis SKL Pembuangan Limbah Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-50


4.4.2.9 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap
Bencana Alam
SKL terhadap Bencana Alam merupakan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
dalam menerima bencana lama khususnya yang beraspekan geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dan korban akibat bencana alam (Pedoman Teknik Analisis
Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang, 2007).

Dari SKL terhadap Bencana Alam dapat diketahui tingkat kemampuan kawasan terhadap
berbagai jenis bencna alam beraspekan geologi, daerah rawan bencana alam dan mempunyai
kecenderungan untuk terkena bencana alam, termasuk bahaya ikutan dari bencana tersebut,
serta pola pengembangan dan pengamanan masing-masing tingkat kemampuan lahan terhadap
bencana alam.

SKL terhadap bencana alam ini dibentuk dari data fisik Peta Morfologi, Peta Kemiringan Lereng,
Peta Geologi Permukaan, Peta Guna Lahan, Peta potensi Gerakan, dan peta Tanah dan Batuan.

Untuk Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang karakteristik lahan berdasarkan SKL


terhadap bencana alam dapat dibedakan menjadi tiga yaitu SKL terhadap bencana alam tinggi,
sedang, rendah.
1. SKL terhadap Bencana Alam Tinggi, dimana lahan yang termasuk dalam karakteristik ini
memiliki potensi yang tinggi terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam terutama
gempa akibat sesar yang terbentang di kawasan ini, sehingga sangat berbahaya jika
dilakukan kegiatan pembangunan di atasnya. Adapun kawasan yang tergolong sebagai SKL
terhadap Bencana Alam tinggi adalah kawasan yang memiliki total nilai di atas 17.
2. SKL terhadap Bencana Alam Cukup, dimana lahan yang termasuk dalam karakteristik ini
memiliki potensi terhadap bencana alam gempa, hanya saja potensi yang muncul tidak
terlalu besar. Adapun kawasan yang tergolong dalam SKL terhadap Bencana Alam cukup
adalah kawasan yang memiliki nilai total antara 8-17.
3. SKL terhadap Bencana Alam Kurang, dimana lahan yang termasuk dalam karakteristik ini
memiliki potensi yang rendah terhadap bencana alam terutamanya terhadap bencana
gempa akibat sesar yang terbentang di kawasan ini. Adapun kawasan yang tergolong dalam
SKL terhadap Bencana Alam rendah adalah kawasan yang memiliki nilai total kurang dari 8.

Berdasarkan Analisis SKL Terhadap Bencana Alam, menunjukan sebagian besar Kawasan
Perkotaan Kecamatan Lemahabang termasuk dalam karakteristik memiliki potensi yang rendah
terhadap bencana alam terutamanya terhadap bencana gempa akibat sesar yang terbentang
di kawasan ini. Hal tersebut menunjukan bahwa Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang
dapat dikembangkan untuk kegiatan perkotaan, hanya dalam pengembangan kawasan
perkotaan di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang diharuskan memperhatikan rencana
drainase kawasan untuk dapat mencegah terjadinya genangan, mengingat sebagian besar
Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang merupakan daerah yang relatif datar.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-51


Tabel 4.19
Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam
No SKL Bencana Alam Luas (Km2) %
1 Potensi Cukup 128.42 5.98
2 Potensi Kurang 2020.58 94.02
Jumlah 2149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

4.4.3 Kesimpulan Hasil Analisis Kemampuan Lahan


Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang
Analisis kemampuan lahan ini pada dasarnya merupakan analisis untuk memperoleh gambaran
tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-
arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik
dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007).

Dari hasil analisis kemampuan lahan ini akan diperoleh gambaran mengenai potensi dan kendala
dari tiap karakteristik lahan Adapun analisis kemampuan lahan ini diperoleh dari hasil overlay
terhadap semua SKL yang dihasilkan melalui proses pembobotan dengan bobot untuk tiap
kriteria sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 4.20
Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Hasil Analisis
Satuan Kesesuaian Lahan (SKL)

Sumber : Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan
Rencana Tata Ruang, 2007

Berdasarkan proses pembobotan diperoleh tiga kelas kemampuan lahan, meliputi kemampuan
lahan sangat tinggi, agak tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Kemampuan lahan tinggi
menunjukkan bahwa karakteristik lahannya sesuai untuk pengembangan kegiatan perkotaan
seperti industri, permukiman, perdagangan dan jasa, dan lain sebagainya.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-52


Tabel 4.21
Tingkat Klasifikasi Pengembangan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan
Kelas Kemampuan Lahan

No Kemampuan Lahan Luas (Ha) %

1 Pengembangan Lahan Tinggi 100.52 4.68


2 Pengembangan Lahan Agak Tinggi 1,907.19 88.75
3 Pengembangan Lahan Sedang 141.29 6.57
Jumlah 2,149.00 100.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Berdasarkan Analisis Kemampuan Lahan, menunjukan sebagian besar Wilayah Perkotaan


Kecamatan Lemahabang memiliki karakteristik kemampuan lahan agak tinggi untuk kegiatan
pengembangan kawasan perkotaan, yaitu sebesar 88,75%. Kemampuan lahan agak tinggi
menunjukkan bahwa karakteristik lahannya dapat digunakan untuk pengembangan kegiatan
perkotaan seperti industri, permukiman, perdagangan dan jasa, dan lain sebagainya, hanya
dalam pengembangan kawasan perkotaan di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang
diharuskan memperhatikan rencana drainase kawasan untuk dapat mencegah terjadinya
genangan, mengingat sebagian besar Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang merupakan
daerah yang relatif datar, serta pengembangan ruang terbuka hijau mengingat sebagian besar
Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang memiliki suhu udara yang leratif panas, yaitu
sekitar 27 – 34 0C.

Tabel 4.22
Tingkat Klasifikasi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan per Desa
di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang
Kemampuan Lahan
No Desa Luas
Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 Asem 2.65 184.10 4.25 191.00
2 Belawa 108.38 373.34 2.28 484.00
3 Cipeujeuh Kulon 6.73 186.37 7.90 201.00
4 Cipeujeuh Wetan - 162.08 11.92 174.00
5 Lemahabang Kulon - 48.71 4.29 53.00
6 Lemahabang - 40.84 3.16 44.00
7 Leuwidingding - 118.83 12.17 131.00
8 Picungpugur - 71.94 2.06 74.00
9 Sarajaya 4.19 172.72 25.09 202.00
10 Sigong 3.76 179.61 17.63 201.00
11 Sindanglaut - 142.20 4.80 147.00
12 Tuk Karangsuwung - 82.97 4.03 87.00
13 Wangkelang 15.59 143.47 0.94 160.00
Jumlah 141.29 1,907.19 100.52 2,149.00
Sumber : Analisis Berdasarkan Permen PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2018

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-53


Gambar 4.14 Peta Analisis SKL Terhadap Bencana Alam Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-54


Gambar 4.15 Peta Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-55


Analisis Kependudukan
4.5.1 Analisis Proyeksi Penduduk
Analisis pertumbuhan jumlah penduduk atau proyeksi penduduk adalah perhitungan yang
menunjukkan keadaan fertilitas, mortalitas, dan migrasi di masa yang akan datang. Dari hasil
perhitungan proyeksi tersebut, dapat dijadikan sebagai salah satu dasar penambahan berbagai
fasilitas dan utilitas yang diperlukan. Untuk mendapatkan hasil prediksi penduduk yang
mendekati kebenaran dipergunakan 2 metode pendekatan yaitu : Metode Aritmatik dan
Geometrik.

A. Model Aritmatik
Model aritmatik mengasumsikan bahwa jumlah penduduk pada masa depan akan
bertambah dengan jumlah yang sama setiap tahun. Bentuk matematis model aritmatik
adalah :
Pt = Po (1+rt)

Keterangan
Pt : Jumlah penduduk tahun proyeksi
Po : Jumlah penduduk tahun dasar
r : laju pertumbuhan penduduk
t : periode waktu antar tahun t dengan o

Berdasarkan metode artmatika, proyeksi penduduk Kecamatan Lemahabang pada tahun 2041
mencapai 78.344 jiwa.

B. Model Geometrik
Proyeksi penduduk dengan metode geometrik menggunakan asumsi bahwa jumlah
penduduk akan bertambah secara geometrik menggunakan dasar perhitungan bunga
majemuk. Laju pertumbuhan penduduk dianggap sama untuk setiap tahun. Model
geometrik adalah sebagai berikut :
Pt = Po (1 + r)t
Keterangan
Pt : jumlah penduduk tahun proyeksi
Po : jumlah penduduk tahun dasar
r : laju pertumbuhan penduduk
t : periode waktu antar tahun t dengan o

Berdasarkan metode geometrik, proyeksi penduduk Kecamatan Lemahabang pada tahun 2037
mencapai 80.404 jiwa.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-56


Tabel 4.23
Jumlah Proyeksi Penduduk Kecamatan Lemahabang Tahun 2021 - 2041 Berdasarkan Metode Geometrik
Jumlah Penduduk Eksisting (Jiwa) Proyeksi Penduduk (Jiwa)
No Desa
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2021 2024 2029 2034 2039 2041
1 Picungpugur 1.509 1.613 1.621 1.629 1.628 1.636 1.647 1.736 2.089 1.672 1.748 1.883 2.029 2.185 2.252
2 Leuwidingding 2.512 2.854 2.890 2.927 2.713 3.049 3.063 3.155 2.974 3.167 3.501 4.138 4.891 5.781 6.181
3 Asem 2.377 3.073 3.088 3.119 2.565 3.079 3.090 3.385 2.888 3.229 3.685 4.592 5.723 7.131 7.788
4 Cipeujeuh Kulon 5.114 5.341 5.377 5.415 5.472 5.426 5.434 5.524 5.115 5.488 5.655 5.943 6.246 6.565 6.697
5 Sindanglaut 3.843 4.230 4.286 4.344 4.150 4.246 4.260 4.079 3.964 4.332 4.557 4.958 5.394 5.868 6.069
6 Cipeujeuh Wetan 8.008 8.143 8.168 8.189 8.649 7.948 7.958 7.547 7.844 8.038 8.281 8.704 9.148 9.614 9.807
7 Lemahabang Kulon 4.162 4.607 4.639 4.671 4.453 4.293 4.302 4.633 4.502 4.345 4.477 4.705 4.945 5.197 5.302
8 Lemahabang 3.264 3.244 3.257 3.266 3.492 3.246 3.260 3.807 4.568 3.293 3.392 3.565 3.747 3.938 4.018
9 Sigong 5.762 6.080 6.158 6.240 6.223 6.209 6.217 6.409 5.635 6.298 6.547 6.983 7.449 7.946 8.154
10 Sarajaya 4.213 4.514 4.639 4.767 4.550 4.661 4.668 4.811 4.635 4.747 4.994 5.433 5.910 6.430 6.651
11 Tuk Karangsuwung 2.393 2.693 2.783 2.879 2.584 2.849 2.859 3.718 3.918 2.945 3.218 3.730 4.324 5.013 5.319
12 Belawa 5.313 5.313 5.337 5.362 5.738 5.763 5.769 5.678 5.220 5.850 6.099 6.538 7.009 7.513 7.725
13 Wangkelang 2.277 2.400 2.437 2.448 2.459 2.641 2.645 2.629 2.790 2.711 2.920 3.303 3.737 4.228 4.442
Jumlah 50.747 54.105 54.680 55.256 54.676 55.046 55.172 57.111 56.142 56.115 59.073 64.476 70.553 77.413 80.404
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-57


Jumlah Proyeksi Penduduk Kecamatan Lemahabang Tahun 2021 - 2041 Berdasarkan Metode Aritmatik
Jumlah Penduduk Eksisting (Jiwa) Proyeksi Penduduk (Jiwa)
No Desa
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2021 2024 2029 2034 2039 2041
1 Picungpugur 1.509 1.613 1.621 1.629 1.628 1.636 1.647 1.736 2.089 1.680 1.779 1.943 2.108 2.273 2.339
2 Leuwidingding 2.512 2.854 2.890 2.927 2.713 3.049 3.063 3.155 2.974 3.124 3.308 3.614 3.921 4.227 4.349
3 Asem 2.377 3.073 3.088 3.119 2.565 3.079 3.090 3.385 2.888 3.152 3.337 3.646 3.955 4.264 4.388
4 Cipeujeuh Kulon 5.114 5.341 5.377 5.415 5.472 5.426 5.434 5.524 5.115 5.543 5.869 6.412 6.956 7.499 7.716
5 Sindanglaut 3.843 4.230 4.286 4.344 4.150 4.246 4.260 4.079 3.964 4.345 4.601 5.027 5.453 5.879 6.049
6 Cipeujeuh Wetan 8.008 8.143 8.168 8.189 8.649 7.948 7.958 7.547 7.844 8.117 8.595 9.390 10.186 10.982 11.300
7 Lemahabang Kulon 4.162 4.607 4.639 4.671 4.453 4.293 4.302 4.633 4.502 4.388 4.646 5.076 5.507 5.937 6.109
8 Lemahabang 3.264 3.244 3.257 3.266 3.492 3.246 3.260 3.807 4.568 3.325 3.521 3.847 4.173 4.499 4.629
9 Sigong 5.762 6.080 6.158 6.240 6.223 6.209 6.217 6.409 5.635 6.341 6.714 7.336 7.958 8.579 8.828
10 Sarajaya 4.213 4.514 4.639 4.767 4.550 4.661 4.668 4.811 4.635 4.761 5.041 5.508 5.975 6.442 6.629
11 Tuk Karangsuwung 2.393 2.693 2.783 2.879 2.584 2.849 2.859 3.718 3.918 2.916 3.088 3.374 3.660 3.945 4.060
12 Belawa 5.313 5.313 5.337 5.362 5.738 5.763 5.769 5.678 5.220 5.884 6.231 6.807 7.384 7.961 8.192
13 Wangkelang 2.277 2.400 2.437 2.448 2.459 2.641 2.645 2.629 2.790 2.698 2.857 3.121 3.386 3.650 3.756
Jumlah 50.747 54.105 54.680 55.256 54.676 55.046 55.172 57.111 56.142 56.275 59.586 65.103 70.620 76.137 78.344
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-58


4.5.2 Analisis Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Lemahabang pada tahun proyeksi terus meningkat
seiring meningkatnya jumlah perkembangan penduduk. Pada Tahun 2041 berdasarkan proyeksi
kepadatan penduduk alami di wilayah Kecamatan Lemahabang mencapai 37,41 jiwa/Ha.

Berdasarkan kondisi eksisting wilayah Kecamatan Lemahabang terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk, yaitu :
1. Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Lemahabang pada tahu 2041 cenderung lebih
padat terdapat di Desa Cipeujeuh Wetan, Desa Lemahabang, dan Desa Lemahabang Kulon;
2. Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Lemahabang cenderung lebih padat di wilayah
yang memiliki tingkat kemudahan aksesibilitas (jaringan jalan dan kondisi fisik wilayah) dan
kelengkapan sarana prasarana yang lebih memadai.
3. Kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi tingkat kepadatan penduduk terdapat di
wilayah Desa yang memiliki luas wilayah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan wilayah
disekitarnya.
4. Wilayah dengan kepadatan penduduk relatif lebih tinggi merupakan pusat-pusat kegiatan
lokal di wilayah Kecamatan Lemahabang. Dalam hal ini kelurahan yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Lemahabangmerupakan pusat-pusat kegiatan
perdagangan dan jasa serta pusat pemerintahan kecamatan.

Tabel 4.24
Analisis Kepadatan Penduduk Alami di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021 - 2041
Luas Wilayah Proyeksi Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
No Desa
(Ha) 2021 2024 2029 2034 2039 2041
1 Picungpugur 74.00 22,59 23,62 25,45 27,41 29,53 30,43
2 Leuwidingding 131.00 24,18 26,73 31,59 37,34 44,13 47,19
3 Asem 191.00 16,91 19,29 24,04 29,96 37,34 40,77
4 Cipeujeuh Kulon 201.00 27,31 28,13 29,57 31,08 32,66 33,32
5 Sindanglaut 147.00 29,47 31,00 33,73 36,69 39,92 41,29
6 Cipeujeuh Wetan 174.00 46,19 47,59 50,02 52,57 55,25 56,36
7 Lemahabang Kulon 53.00 81,98 84,47 88,77 93,30 98,06 100,03
8 Lemahabang 44.00 74,83 77,10 81,03 85,17 89,51 91,31
9 Sigong 201.00 31,33 32,57 34,74 37,06 39,53 40,57
10 Sarajaya 202.00 23,50 24,72 26,89 29,26 31,83 32,92
11 Tuk Karangsuwung 87.00 33,85 36,99 42,88 49,71 57,62 61,13
12 Belawa 484.00 12,09 12,60 13,51 14,48 15,52 15,96
13 Wangkelang 160.00 16,94 18,25 20,65 23,36 26,43 27,77
Jumlah 2,149.00 26,11 27,49 30,00 32,83 36,02 37,41
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-59


4.5.3 Analisis Daya Tampung
Analisis daya tampung lahan digunakan untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk yang bias
ditampung di wilayah dan/atau kawasan, dengan pengertian masih dalam batas kemampuan
lahan. Adapun output yang diperoleh dari analisis daya tampung lahan ini yaitu :
1. Gambaran daya tampung lahan di wilayah dan/atau kawasan.
2. Gambaran distribusi penduduk berdasarkan daya tampungnya.
3. Persyaratan pengembangan penduduk untuk daerah yang melampaui daya tampung.

Ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan pada analisis daya tampung lahan yaitu :
1. Menghitung daya tampung berdasarkan ketersediaan air, kapasitas air yangbisa
dimanfaatkan, dengan kebutuhan air per orang perharinya disesuaikan dengan jumlah
penduduk yang ada saat ini, atau misalnya rata-rata 100 L/jiwa/hari (tergantung standard
yang digunakan).
2. Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi masing-
masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan anggapan luas lahan yang
digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh tertutup (30% untuk
fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya). Kemudian dengan asumsi 1KK
yang terdiri dari 5 orang memerlukan lahan seluas 100 m. Maka dapat diperoleh daya
tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan ini sebagai berikut:

Daya Tampung (n) = 50% (n% x luas lahan (m2)) x 5


100

3. Membandingkan daya tampung ini dengan jumlah penduduk yang ada saat ini dan
proyeksinya untuk waktu perencanaan. Untuk daerah yang melampaui daya tampung
berikan persyaratan pengembangannya.

Terdapat beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu :


❑ Daya tampung ideal adalah dengan mengambil batasan minimal darimasing-masing
perkiraan di atas.
❑ Dalam kasus daya tampung ini dilampaui, maka arahan pengembangandisesuaikan dengan
batasan daya tampung masing-masing seperti : perlunya tambahan air untuk keperluan
penduduk pada daerah yang melampaui daya tampung berdasarkan ketersediaan air, dan
pengembangan vertikal/bertingkat untuk daerah yang daya tampung berdasarkan rasio
tutupan lahannya dilampaui.
❑ Daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan didasarkan pada asumsi bahwa
lahan permukiman adalah 50% dari daerah yang boleh ditutup. Bila ada angka yang lebih
pasti tentunya persentase ini bisa diubah.

Berdasarkan analisis daya tampung lahan Kawasan Perkotaan Lemahabang, adalah sebagai
berikut :

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-60


1. Daya tampung lahan dihitung untuk melihat daya tampung kawasan perkotaan 20 (dua
puluh) tahun kedepan pada masa akhir perencanaan yaitu tahun 2041;
2. Proyeksi penduduk berdasarkan Daya Tampung Maksimum Kawasan Perkotaan pada tahun
2041 mencapai 2.966.543 Jiwa;
3. Penetapan kawasan yang dilarang untuk permukiman (Negative List), yaitu :
a. Kawasan lindung yang mengacu pada Keppres No. 32 Tahun 1990, mengenai
Penetapan Kawasan Lindung, dengan jenis kawasan lindung :
• Kawasan Hutan Lindung.
• Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya (Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman
Nasional).
• Kawasan Rawan Bencana Alam (Rawan Letusan Gunung Api, Gempa Bumi, Tanah
Longsor, Gelombang Pasang dan Banjir)
• Waduk atau Danau atau Bendungan dan sekitar mata air.
• Sungai dan Sempadannya.
• Kawasan Pesisir.
4. Kawasan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah, sebagai kawasan dengan fungsi
khusus dan strategis (Penetapan Kawasan PL2B)

Berdasarkan hasil analisis daya tampung kawasan, untuk Kawasan Perkotaan Lemahabang
penduduk pada akhir tahun perencanaan kapasitas daya tampung kawasan masih
memungkinkan untuk menampung jumlah penduduk sampai dengan 20 tahun. Berdasarkan hal
tersebut, maka arahan terkait pengembangan Kawasan perkotaan Palimanan, yaitu :
1. Pengembangan perumahan diarahkan untuk lebih mengoptimalkan lahan-lahan kosong
dengan intensitas yang lebih tinggi dengan tata letak yang lebih teratur. Hal penting untuk
dijaga adalah mengarahkan pengembangan perumahan tersebut agar tidak membentuk
perumahan dengan kepadatan tinggi dan menimbulkan kekumuhan.
2. Pengembangan perumahan ini juga harus mengikuti peraturan yang disertai dengan
pengawasan dilapangan, dengan tujuan untuk mengurangi ketidakteraturan
perkembangan perumahan. Peraturan-peraturan yang mengikuti perkembangan
perumahan antara lain Garis Sempadan Bangunan (GSB), KDB, dan KLB.
3. Pengembangan kawasan permukiman dan sarana penunjang perkotaan diharuskan
memperhatikan kawasan-kawasan yang termasuk kedalam kawasan lindung dan kawasan
negative list, serta kawasan pertanian yang ditetapkan sebagai kawasan PL2B.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-61


Tabel 4.25
Daya Tampung Kawasan Wilayah Perkotaaan Lemahabang

Proyeksi
Luas Lahan
No Desa Daya Tampung Penduduk Tahun
Terbangun (M2)
2041

1 Picungpugur 12,732,048 63,660 2,339


2 Leuwidingding 52,089,364 260,447 4,349
3 Asem 71,416,990 357,085 4,388
4 Cipeujeuh Kulon 55,554,955 277,775 7,716
5 Sindanglaut 51,069,274 255,346 6,049
6 Cipeujeuh Wetan 102,921,151 514,606 11,300
7 Lemahabang Kulon 16,241,877 81,209 6,109
8 Lemahabang 14,491,355 72,457 4,629
9 Sigong 52,799,639 263,998 8,828
10 Sarajaya 32,271,655 161,358 6,629
11 Tuk Karangsuwung 36,428,916 182,145 4,060
12 Belawa 37,804,321 189,022 8,192
13 Wangkelang 57,487,076 287,435 3,756
Jumlah 593,308,621 2,966,543 78,344
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Analisis Tingkat Pelayanan dan Proyeksi Kebutuhan


Utilitas Umum
4.6.1 Analisis Kebutuhan Rumah
Lahan untuk kegiatan perumahan dan permukiman termasuk penggunaan yang paling dominan
berkembang di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang. Berdasarkan kondisi eksisting dan sifat
pemenuhan kegiatannya, perumahan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang merupakan
perumahan swadaya.

Sedangkan berdasarkan karakteristik tingkat kepadatannya kawasan permukiman di wilayah


Kawasan Perkotaan Lemahabang merupakan kawasan permukiman kepadatan tinggi, sedang
dan rendah.

Masing-masing kegiatan perumahan mempunyai pola sebaran berbeda. Untuk perkampungan


yang berada di sekitar pusat kota/pusat kegiatan pada umumnya menunjukkan pola sebaran
menerus merapat dan berkembang secara linier sepanjang jalan utama, sedangkan di lokasi-
lokasi lainnya yang relatif jauh dari pusat kota/pusat kegiatan pada umumnya mempunyai pola
kluster/mengelompok.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-62


Proyeksi kebutuhan perumahan di Wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang akan berpatokan
pada asumsi sebagai berikut :
1. Konsep Penyediaan Hunian Berimbang : 1:2:3
2. 1 KK : 4 Orang
3. Kavling/Rumah Besar : 200 m2
4. Kavling/Rumah Menengah : 120 m2
5. Kavling/Rumah Kecil : 90 m2

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan kawasan permukiman hunian
berimbang, antara lain :
1. Untuk rencana pengalokasiaan/pendistribusian kawasan perumahan akan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Perumahan dengan kapling besar
▪ Mempunyai kualitas lingkungan yang cukup tinggi seperti kenyamanan dan sedapat
mungkin terhindar dari polusi udara maupun kebisingan
▪ Mempunyai hubungan erat dengan ruang terbuka hijau (open space) ataupun
tempat-tempat rekeasi lainnya
▪ Mempunyai akses yang tinggi terhadap jaringan jalan utama ataupun jaringan jalan
regional, sehingga memberikan kemudahan bagi penduduk golongan ini untuk
mengadakan pergerakan dengan kendaraan pribadi
b. Perumahan dengan kapling menengah
▪ Memberikan standar kualitas lingkungan yang relatif baik
▪ Dialokasikan diantara kawasan kapling besar dan kecil. Hal ini dimaksudkan sebagai
buffer (penyangga) ataupun sebagai penetral antara kapling besar dan kecil
▪ Memiliki akses yang tinggi terhadap jalan-jalan utama dalam kota dan kawasan sub
pusat pelayanan kota
c. Perumahan dengan kapling kecil
▪ Berlokasi di daerah yang dekat dengan tempat kerja dan tempat pelayanan umum
▪ Memungkinkan untuk pembangunan perumahan dengan tingkat kepadatan yang
relatif tinggi

Untuk lebih jelasnya mengenai kebutuhan rumah di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang
dapat dilihat pada tabel berikut.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-63


Tabel 4.26
Analisis Proyeksi Kebutuhan Rumah Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021- 2041
Proyeksi Kebutuhan Rumah (Unit)
No Desa
2021 2024 2029 2034 2041
1 Picungpugur 420 461 502 544 585
2 Leuwidingding 781 858 934 1,011 1,087
3 Asem 788 865 943 1,020 1,097
4 Cipeujeuh Kulon 1,386 1,522 1,657 1,793 1,929
5 Sindanglaut 1,086 1,193 1,299 1,406 1,512
6 Cipeujeuh Wetan 2,029 2,228 2,427 2,626 2,825
7 Lemahabang Kulon 1,097 1,205 1,312 1,420 1,527
8 Lemahabang 831 913 994 1,076 1,157
9 Sigong 1,585 1,741 1,896 2,052 2,207
10 Sarajaya 1,190 1,307 1,423 1,541 1,657
11 Tuk Karangsuwung 729 801 872 944 1,015
12 Belawa 1,471 1,615 1,760 1,904 2,048
13 Wangkelang 675 741 807 873 939
Jumlah 14,068 15,450 16,826 18,210 19,585
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Untuk kebutuhan lahan kavling pada tahun 2041 di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang
adalah sebagai berikut :
1. Untuk kavling besar kebutuhan lahan mencapai 635.200 m2;
2. Unyuk kavling sedang kebutuhan lahan mencapai 783.480 m2;
3. Untuk kavling kecil kebutuhan lahan mencapai 881.820 m2.

Sedangkan untuk kebutuhan rumah di Kawasan Perkotaan Lemahabang berdasarkan kavling


rumah dan kebutuhan kavling rumah, yang terdiri dari kavling besar, kavling sedang dan kavling
kecil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-64


Tabel 4.27
Analisis Kebutuhan Kavling Rumah di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021– 2041
Proyeksi Kebutuhan Kavling Rumah (Unit)
No Desa Kebutuhan Kavling Besar Kebtuhan Kavling Sedang Kebutuhan Kavling Kecil
2021 2024 2029 2034 2041 2021 2024 2029 2034 2041 2021 2024 2029 2034 2041
1 Picungpugur 70 77 84 91 98 140 154 167 181 195 210 231 251 272 293
2 Leuwidingding 130 143 156 169 181 260 286 311 337 362 391 429 467 506 544
3 Asem 131 144 157 170 183 263 288 314 340 366 394 433 472 510 549
4 Cipeujeuh Kulon 231 254 276 299 322 462 507 552 598 643 693 761 829 897 965
5 Sindanglaut 181 199 217 234 252 362 398 433 469 504 543 597 650 703 756
6 Cipeujeuh Wetan 338 371 405 438 471 676 743 809 875 942 1,015 1,114 1,214 1,313 1,413
7 Lemahabang Kulon 183 201 219 237 255 366 402 437 473 509 549 603 656 710 764
8 Lemahabang 139 152 166 179 193 277 304 331 359 386 416 457 497 538 579
9 Sigong 264 290 316 342 368 528 580 632 684 736 793 871 948 1,026 1,104
10 Sarajaya 198 218 237 257 276 397 436 474 514 552 595 654 712 771 829
11 Tuk Karangsuwung 122 134 145 157 169 243 267 291 315 338 365 401 436 472 508
12 Belawa 245 269 293 317 341 490 538 587 635 683 736 808 880 952 1,024
13 Wangkelang 113 124 135 146 157 225 247 269 291 313 338 371 404 437 470
Jumlah 2,345 2,576 2,806 3,036 3,266 4,689 5,150 5,607 6,071 6,529 7,038 7,730 8,416 9,107 9,798
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-65


Tabel 4.28 Analisis Kebutuhan Lahan Kavling Rumah di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021 – 2041
Kebutuhan Lahan Kavling Rumah (M2)
No Desa Kebutuhan Lahan Kavling Besar Kebutuhan Lahan Kavling Sedang Kebutuhan Lahan Kavling Kecil
2021 2024 2029 2034 2041 2021 2024 2029 2034 2041 2021 2024 2029 2034 2041
1 Picungpugur 14,000 15,400 16,800 18,200 19,600 16,800 18,480 20,040 21,720 23,400 18,900 20,790 22,590 24,480 26,370
2 Leuwidingding 26,000 28,600 31,200 33,800 36,200 31,200 34,320 37,320 40,440 43,440 35,190 38,610 42,030 45,540 48,960
3 Asem 26,200 28,800 31,400 34,000 36,600 31,560 34,560 37,680 40,800 43,920 35,460 38,970 42,480 45,900 49,410
4 Cipeujeuh Kulon 46,200 50,800 55,200 59,800 64,400 55,440 60,840 66,240 71,760 77,160 62,370 68,490 74,610 80,730 86,850
5 Sindanglaut 36,200 39,800 43,400 46,800 50,400 43,440 47,760 51,960 56,280 60,480 48,870 53,730 58,500 63,270 68,040
6 Cipeujeuh Wetan 67,600 74,200 81,000 87,600 94,200 81,120 89,160 97,080 105,000 113,040 91,350 100,260 109,260 118,170 127,170
7 Lemahabang Kulon 36,600 40,200 43,800 47,400 51,000 43,920 48,240 52,440 56,760 61,080 49,410 54,270 59,040 63,900 68,760
8 Lemahabang 27,800 30,400 33,200 35,800 38,600 33,240 36,480 39,720 43,080 46,320 37,440 41,130 44,730 48,420 52,110
9 Sigong 52,800 58,000 63,200 68,400 73,600 63,360 69,600 75,840 82,080 88,320 71,370 78,390 85,320 92,340 99,360
10 Sarajaya 39,600 43,600 47,400 51,400 55,200 47,640 52,320 56,880 61,680 66,240 53,550 58,860 64,080 69,390 74,610
11 Tuk Karangsuwung 24,400 26,800 29,000 31,400 33,800 29,160 32,040 34,920 37,800 40,560 32,850 36,090 39,240 42,480 45,720
12 Belawa 49,000 53,800 58,600 63,400 68,200 58,800 64,560 70,440 76,200 81,960 66,240 72,720 79,200 85,680 92,160
13 Wangkelang 22,600 24,800 27,000 29,200 31,400 27,000 29,640 32,280 34,920 37,560 30,420 33,390 36,360 39,330 42,300
Jumlah 469,000 515,200 561,200 607,200 653,200 562,680 618,000 672,840 728,520 783,480 633,420 695,700 757,440 819,630 881,820
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-66


4.6.2 Analisis Kebutuhan Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang meliputi Taman kanak-kanak, SD,
SLTP, dan SMU. Untuk sarana pendidikan di di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang relatif
tersebar di seluruh kecamatan. Untuk menghitung sarana pendidikan dilakukan dengan
mengacu pada standard yang ada yaitu SNI 03-1733-2004 mengenai Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

Jumlah penduduk pendukung untuk masing-masing sarana pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Sarana pendidikan Taman Kanak-kanak, jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan
adalah 1.250 jiwa/unit;
2. Sarana pendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 1.600
jiwa/unit;
3. Sarana pendidikan tingkat menengah pertama dan tingkat menengah atas serta sederajat
dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 4.800 jiwa/unit

Berdasarkan tingkat pelayanan sarana pendidikan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang


dilihat dari kondisi eksisting tahun 2017 masih memerlukan penambahan untuk setiap fasilitas
pendidikan yang terdapat di wilayah Perkotaan Lemahabang, hal ini dikarenakan berdasarkan
standar pelayanan fasilitas pendidikan yang ada belum memenuhi standar pelayanan kebutuhan
masyarakat di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang. Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat
pelayanan sarana kesehatan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4.29
Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2020

Standar Tingkat
Jumlah Penduduk Sarana Sarana Sarana
Penduduk Pelayanan Keterangan
Tahun 2020 Pendidikan Standar Yang Ada
(Jiwa) (%)

TK 1,250 44 9 20.39 Kurang


SD / Sederajat 1,600 34 27 78.30 Kurang
56.142 SLTP / Sederajat 4,800 11 4 34.80 Kurang
SMU / Sederajat 4,800 11 3 26.10 Kurang
SMK / Sederajat 4,800 11 6 52.20 Kurang
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Kebutuhan lahan sarana pendidikan pada tahun 2041 di wilayah Perkotaan Lemahabang
mencapai 1.588.000 m2. Untuk lebih jelanya mengenai proyeksi kebutuhan sarana pendidikan
dan kebutuhan lahan sarana pendidikan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang tahun
2021-2041 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-67


Tabel 4.30
Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021 - 2041
Proyeksi Kebutuhan Sarana Pendidikan (Unit)
Kebutuhan Sarana TK Kebutuhan Sarana SD Kebutuhan Sarana SLTP Kebutuhan Sarana SMU Kebutuhan Sarana SMK
No Desa (unit) (unit) (unit) (unit) (unit)

2021

2024

2029

2034

2041

2021

2024

2029

2034

2041

2021

2024

2029

2034

2041

2021

2024

2029

2034

2041

2021

2024

2029

2034

2041
1 Picungpugur 1 0 2 0 2 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Leuwidingding 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0
3 Asem 2 1 2 1 3 0 2 0 3 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
4 Cipeujeuh Kulon 4 1 4 2 4 0 4 0 4 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 2 1 0 1 0 2
5 Sindanglaut 3 1 3 1 4 1 2 1 3 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1
6 Cipeujeuh Wetan 4 3 5 3 6 1 5 1 6 1 1 1 0 2 0 1 1 1 1 1 2 0 2 0 2
7 Lemahabang Kulon 3 1 3 2 3 2 1 2 2 2 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1
8 Lemahabang 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1
9 Sigong 5 1 5 2 5 0 4 1 4 2 1 0 1 1 1 1 0 2 0 2 1 0 2 0 2
10 Sarajaya 4 0 5 0 5 1 2 2 2 2 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1
11 Tuk Karangsuwung 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1
12 Belawa 5 0 6 0 7 2 2 2 3 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1
13 Wangkelang 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1
Jumlah 35 15 40 18 45 11 27 13 34 16 9 4 4 11 5 10 3 11 4 12 11 2 12 3 13
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-68


Tabel 4.31 Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Pendidikan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021 - 2041
Kebutuhan Sarana Pendidikan (Unit)
No. Desa Kebutuhan Sarana TK (unit) Kebutuhan Sarana SD (unit) Kebutuhan Sarana SLTP (unit)
2021 2024 2029 2034 2041 2021 2024 2029 2034 2041 2021 2024 2029 2034 2041
1 Picungpugur 500 0 1000 0 1000 0 2000 0 2000 0 0 0 0 0 0
2 Leuwidingding 500 1000 500 1000 500 2000 2000 2000 4000 2000 0 9000 0 9000 0
3 Asem 1000 500 1000 500 1500 0 4000 0 6000 0 9000 0 9000 0 9000
4 Cipeujeuh Kulon 2000 500 2000 1000 2000 0 8000 0 8000 2000 0 9000 0 9000 9000
5 Sindanglaut 1500 500 1500 500 2000 2000 4000 2000 6000 2000 9000 0 9000 0 9000
6 Cipeujeuh Wetan 2000 1500 2500 1500 3000 2000 10000 2000 12000 2000 9000 9000 0 18000 0
7 Lemahabang Kulon 1500 500 1500 1000 1500 4000 2000 4000 4000 4000 9000 0 0 9000 0
8 Lemahabang 500 1000 500 1000 1000 2000 2000 2000 4000 2000 0 9000 0 9000 0
9 Sigong 2500 500 2500 1000 2500 0 8000 2000 8000 4000 9000 0 9000 9000 9000
10 Sarajaya 2000 0 2500 0 2500 2000 4000 4000 4000 4000 9000 0 0 9000 0
11 Tuk Karangsuwung 500 1000 500 1000 500 2000 2000 2000 2000 4000 9000 0 0 9000 0
12 Belawa 2500 0 3000 0 3500 4000 4000 4000 6000 4000 9000 0 9000 9000 9000
13 Wangkelang 500 500 1000 500 1000 2000 2000 2000 2000 2000 9000 0 0 9000 0
Jumlah 17500 7500 20000 9000 22500 22000 54000 26000 68000 32000 81000 36000 36000 99000 45000
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-69


Kebutuhan Sarana Pendidikan (Unit)
No. Desa Kebutuhan Sarana SMU (unit) Kebutuhan Sarana SMK (unit) Total
2021 2024 2029 2034 2041 2021 2024 2029 2034 2041
1 Picungpugur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6500
2 Leuwidingding 0 12500 0 12500 0 0 12500 0 12500 0 83500
3 Asem 12500 0 12500 0 12500 0 12500 0 12500 0 104000
4 Cipeujeuh Kulon 12500 0 12500 0 25000 12500 0 12500 0 25000 152500
5 Sindanglaut 12500 0 12500 0 12500 12500 0 12500 0 12500 124000
6 Cipeujeuh Wetan 12500 12500 12500 12500 12500 25000 0 25000 0 25000 212000
7 Lemahabang Kulon 12500 0 12500 0 12500 12500 0 12500 0 12500 117000
8 Lemahabang 0 12500 0 12500 0 12500 0 12500 0 12500 96500
9 Sigong 12500 0 25000 0 25000 12500 0 25000 0 25000 192000
10 Sarajaya 12500 0 12500 0 12500 12500 0 12500 0 12500 118000
11 Tuk Karangsuwung 12500 0 12500 0 12500 12500 0 12500 0 12500 108500
12 Belawa 12500 0 12500 12500 12500 12500 0 12500 12500 12500 167000
13 Wangkelang 12500 0 12500 0 12500 12500 0 12500 0 12500 106500
Jumlah 125000 37500 137500 50000 150000 137500 25000 150000 37500 162500 1588000
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-70


4.6.3 Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan
Untuk menghitung ketersediaan/kebutuhan sarana kesehatan tetap mengacu kepada standard
yang ada yaitu SNI 03-1733-2004 mengenai Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan dengan membandingkan pada jumlah penduduk pendukungnya. Jumlah penduduk
pendukung untuk masing-masing sarana kesehatan adalah sebagai berikut :
a) Posyandu memiliki standard penduduk pendukung sebanyak 1.250 jiwa/unit.
b) Balai Pengobatan memiliki standard penduduk pendukung sebanyak 2.500 jiwa/unit.
c) Puskesmas memiliki standard penduduk pendukung sebesar 120.000 jiwa/unit.
d) Puskesmas Pembantu memiliki standard penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit.
e) Apotik/Rumah Obat memiliki standard penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit
f) Tempat Praktek Dokter memiliki standard penduduk pendukung sebesar 5.000 jiwa/unit.

Berdasarkan tingkat pelayanan sarana kesehatan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang


dilihat dari kondisi eksisting pada tahun 2017, terdapat beberapa fasilitas kesehatan yang belum
memenuhi standar pelayanan kebutuhan masyarakat di wilayah Kawasan Perkotaan
Lemahabang. Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pelayanan sarana kesehatan di wilayah
Kawasan Perkotaan Lemahabang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.32
Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2020

Standar Tingkat
Jumlah Penduduk Sarana Sarana
Sarana Pendidikan Penduduk Pelayanan Keterangan
Tahun 2020 Standar Yang Ada
(Jiwa) (%)

Pos Yandu 1,250 44 67 151.80 Cukup


Balai Pengobatan
2,500 22 4 18.13 Kurang
Warga
BKIA / Klinik Bersalin 30,000 2 0 - Kurang
56.142
Puskesmas Pembantu 30,000 2 3 163.13 Cukup
Puskesmas 120,000 0 1 217.50 Cukup
Tempat Praktek Dokter 5,000 11 9 81.56 Kurang
Apotik 30,000 2 0 - Kurang
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Untuk kebutuhan lahan sarana kesehatan pada tahun 2041 di wilayah Perkotaan Lemahabang
mencapai 111.450 m2. Untuk proyeksi kebutuhan sarana kesehatan dan kebutuhan lahan sarana
kesehatan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang tahun 2021-2041 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-71


Tabel 4.33
Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021 - 2041
Proyeksi Kebutuhan Sarana Kesehatan (Unit)
Tahun 2021 Tahun 2024 Tahun 2029

Rumah Bersalin

Rumah Bersalin

Rumah Bersalin
Praktek Dokter

Praktek Dokter

Praktek Dokter
Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes

Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes

Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes
Pos Yandu
Pembantu

Pos Yandu

Pembantu

Pembantu

Pos Yandu
No Desa

Apotik

Apotik

Apotik
1 Picungpugur 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0
2 Leuwidingding 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 0 1 1 0 0
3 Asem 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 2 2 0 2 1 0 0
4 Cipeujeuh Kulon 2 1 1 2 1 0 0 0 1 0 0 0 5 0 3 2 1 3 1 0 0
5 Sindanglaut 2 1 0 2 0 0 0 0 1 0 0 1 4 0 2 1 1 2 0 0 0
6 Cipeujeuh Wetan 3 2 1 3 0 0 0 0 2 0 1 2 7 0 4 2 1 3 0 1 0
7 Lemahabang Kulon 2 0 0 2 0 0 0 1 2 0 0 1 4 0 1 0 1 2 0 0 0
8 Lemahabang 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 2 2 0 2 1 0 0
9 Sigong 3 1 1 3 1 0 0 0 2 0 0 0 6 0 3 1 1 3 2 0 0
10 Sarajaya 2 1 0 2 1 0 0 0 1 1 0 0 4 0 2 1 0 2 1 1 0
11 Tuk Karangsuwung 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 0 1 1 0 0
12 Belawa 2 1 1 2 1 0 0 1 2 0 0 0 5 0 2 1 1 3 1 1 0
13 Wangkelang 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 1 0 1 1 1 0
Jumlah 22 12 4 22 9 0 0 2 12 1 1 4 50 0 25 15 6 26 10 5 0
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-72


Proyeksi Kebutuhan Sarana Kesehatan (Unit)
Tahun 2034 Tahun 2041

Rumah Bersalin

Rumah Bersalin
Praktek Dokter

Praktek Dokter
Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes

Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes
Pembantu

Pos Yandu

Pembantu

Pos Yandu
No Desa

Apotik

Apotik
1 Picungpugur 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0
2 Leuwidingding 1 0 0 1 0 3 0 1 1 0 1 1 0 0
3 Asem 0 0 0 0 0 3 0 2 1 0 2 1 1 0
4 Cipeujeuh Kulon 0 0 0 0 0 6 0 3 2 1 3 2 0 0
5 Sindanglaut 0 0 0 0 1 4 0 2 1 1 2 0 1 0
6 Cipeujeuh Wetan 0 0 0 1 2 7 0 5 2 1 4 0 2 0
7 Lemahabang Kulon 1 1 0 0 1 5 0 1 0 1 2 0 0 0
8 Lemahabang 0 0 0 0 0 3 0 2 1 0 2 1 1 0
9 Sigong 0 1 0 0 0 7 0 4 1 1 4 2 0 0
10 Sarajaya 0 0 1 0 0 4 0 3 1 0 3 1 1 0
11 Tuk Karangsuwung 1 0 0 1 0 3 0 1 1 0 1 1 0 0
12 Belawa 1 1 0 0 1 5 0 2 1 1 3 1 2 0
13 Wangkelang 0 0 0 0 0 2 0 2 1 0 2 1 1 0
Jumlah 4 3 1 3 5 53 0 29 13 6 30 11 10 0
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-73


Tabel 4.34
Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021-2041
Proyeksi Kebutuhan Lahan Sarana Kesehatan (M2)

Tahun 2021 Tahun 2024 Tahun 2029

Total (M2)

Total (M2)

Total (M2)
No Desa
Rumah Bersalin

Rumah Bersalin

Rumah Bersalin
Praktek Dokter

Praktek Dokter

Praktek Dokter
Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes

Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes

Puskesmas

Puskesmas

Pos Kesdes
Pembantu

Pos Yandu

Pembantu

Pos Yandu

Pembantu

Pos Yandu
Apotik

Apotik

Apotik
1 Picungpugur 3000 0 0 300 0 0 0 3300 0 700 0 0 0 60 0 760 3000 0 0 300 0 60 0 3360

2 Leuwidingding 3000 700 0 300 250 0 0 4250 0 0 0 0 0 180 0 180 3000 700 0 300 250 0 0 4250
3 Asem 3000 700 0 300 250 0 0 4250 0 0 0 0 0 180 0 180 6000 1400 0 600 250 0 0 8250

4 Cipeujeuh Kulon 6000 700 500 600 250 0 0 8050 0 700 0 0 0 300 0 1000 9000 1400 500 900 250 0 0 12050
5 Sindanglaut 6000 700 0 600 0 0 0 7300 0 700 0 0 250 240 0 1190 6000 700 500 600 0 0 0 7800

6 Cipeujeuh Wetan 9000 1400 500 900 0 0 0 11800 0 1400 0 300 500 420 0 2620 12000 1400 500 900 0 60 0 14860
7 Lemahabang Kulon 6000 0 0 600 0 0 0 6600 3000 1400 0 0 250 240 0 4890 3000 0 500 600 0 0 0 4100

8 Lemahabang 3000 700 0 300 250 0 0 4250 0 0 0 0 0 180 0 180 6000 1400 0 600 250 0 0 8250
9 Sigong 9000 700 500 900 250 0 0 11350 0 1400 0 0 0 360 0 1760 9000 700 500 900 500 0 0 11600

10 Sarajaya 6000 700 0 600 250 0 0 7550 0 700 500 0 0 240 0 1440 6000 700 0 600 250 60 0 7610
11 Tuk Karangsuwung 3000 700 0 300 250 0 0 4250 0 0 0 0 0 180 0 180 3000 700 0 300 250 0 0 4250

12 Belawa 6000 700 500 600 250 0 0 8050 3000 1400 0 0 0 300 0 4700 6000 700 500 900 250 60 0 8410
13 Wangkelang 3000 700 0 300 250 0 0 4250 0 0 0 0 0 120 0 120 3000 700 0 300 250 60 0 4310

Jumlah 66000 8400 2000 6600 2250 0 0 85250 6000 8400 500 300 1000 3000 0 19200 75000 10500 3000 7800 2500 300 0 99100
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-74


Proyeksi Kebutuhan Lahan Sarana Kesehatan (M2)
Tahun 2034 Tahun 2041

Puskesmas Pembantu

Puskesmas Pembantu
Rumah Bersalin

Rumah Bersalin
Praktek Dokter

Praktek Dokter
Total (M2)

Total (M2)
Puskesmas

Pos Kesdes

Puskesmas

Pos Kesdes
No Desa

Pos Yandu

Pos Yandu
Apotik

Apotik
1 Picungpugur 0 0 0 0 0 250 0 250 3000 0 0 300 0 60 0 3360
2 Leuwidingding 3000 0 0 300 0 750 0 4050 3000 700 0 300 250 0 0 4250
3 Asem 0 0 0 0 0 750 0 750 6000 700 0 600 250 60 0 7610
4 Cipeujeuh Kulon 0 0 0 0 0 1500 0 1500 9000 1400 500 900 500 0 0 12300
5 Sindanglaut 0 0 0 0 3000 1000 0 4000 6000 700 500 600 0 60 0 7860
6 Cipeujeuh Wetan 0 0 0 300 6000 1750 0 8050 15000 1400 500 1200 0 120 0 18220
7 Lemahabang Kulon 3000 700 0 0 3000 1250 0 7950 3000 0 500 600 0 0 0 4100
8 Lemahabang 0 0 0 0 0 750 0 750 6000 700 0 600 250 60 0 7610
9 Sigong 0 700 0 0 0 1750 0 2450 12000 700 500 1200 500 0 0 14900
10 Sarajaya 0 0 500 0 0 1000 0 1500 9000 700 0 900 250 60 0 10910
11 Tuk Karangsuwung 3000 0 0 300 0 750 0 4050 3000 700 0 300 250 0 0 4250
12 Belawa 3000 700 0 0 3000 1250 0 7950 6000 700 500 900 250 120 0 8470
13 Wangkelang 0 0 0 0 0 500 0 500 6000 700 0 600 250 60 0 7610
Jumlah 12000 2100 500 900 15000 13250 0 43750 87000 9100 3000 9000 2750 600 0 111450
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-75


4.6.4 Analisis Kebutuhan Sarana Peribadatan
Untuk menghitung ketersediaan/kebutuhan sarana ibadah tetap mengacu kepada Petunjuk
perencanaan kawasan perumahan kota (standar SNI 03-6981-2004) dengan membandingkan
pada jumlah penduduk pendukungnya. Jumlah penduduk pendukung untuk masing-masing
sarana peribadatan adalah sebagai berikut :
1. Mesjid Skala Kelurahan, perhitungan jumlah kebutuhan sarananya berdasarkan penduduk
pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit;
2. Mesjid Skala Lingkungan (Warga), perhitungan jumlah kebutuhan sarananya berdasarkan
penduduk pendukung sebesar 3.000 jiwa/unit;
3. Langgar dan Musolla, dengan standard penduduk pendukung sebesar 250 jiwa/unit.

Dilihat dari kondisi eksisting sarana peribadatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang pada tahun
2017, terdapat beberapa sarana peribadatan yang belum memenuhi standar pelayanan
kebutuhan masyarakat di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang. Untuk lebih jelasnya
mengenai tingkat pelayanan sarana peribadatan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang
dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.35
Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2020

Standar Sarana Tingkat


Jumlah Penduduk Sarana
Sarana Pendidikan Penduduk Yang Pelayanan Keterangan
Tahun 2020 Standar
(Jiwa) Ada (%)

Musholah / Langgar 250 221 166 75.22 Kurang


Masjid 2,500 22 19 86.09 Kurang
Masjid Lingkungan 30,000 2 1 54.38 Kurang
56.142
Masjid Kecamatan 120,000 0 1 217.50 Cukup
Gereja 120,000 0 2 435.00 Disesuaikan Kebutuhan
Wihara 120,000 0 1 217.50 Disesuaikan Kebutuhan
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Sedangkan untuk kebutuhan lahan sarana peribadatan pada tahun 2041 di wilayah Perkotaan
Lemahabang mencapai 17.800 m2. Untuk proyeksi kebutuhan sarana peribadatan dan
kebutuhan lahan sarana peribadatan di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang tahun 2021-
2041 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-76


Tabel 4.36
Analisis Kebutuhan Sarana Peribadatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021-2041
Kebutuhan Sarana Peribadatan (Unit)
Tahun 2021 Tahun 2024 Tahun 2029 Tahun 2034 Tahun 2041

Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan


Langgar / Musholah

Langgar / Musholah

Langgar / Musholah

Langgar / Musholah

Langgar / Musholah
Masjid Skala

Masjid Skala

Masjid Skala

Masjid Skala

Masjid Skala
Lingkungan

Lingkungan

Lingkungan

Lingkungan

Lingkungan
No Desa

1 Picungpugur 0 0 1 0 1 6 0 0 2 0 1 7 0 0 2
2 Leuwidingding 0 0 5 0 1 9 0 0 6 0 2 10 0 0 7
3 Asem 0 0 0 0 1 14 0 1 1 0 1 15 0 1 3
4 Cipeujeuh Kulon 0 0 7 0 2 17 0 1 10 0 2 19 0 1 12
5 Sindanglaut 0 1 8 0 1 11 0 1 10 0 1 12 0 1 12
6 Cipeujeuh Wetan 0 0 18 0 4 18 0 0 21 0 4 21 0 1 24
7 Lemahabang Kulon 0 1 1 0 1 18 0 1 3 0 1 20 0 1 4
8 Lemahabang 0 0 0 0 1 15 0 1 1 0 1 16 0 1 3
9 Sigong 0 1 16 0 2 12 0 1 18 0 2 15 0 2 20
10 Sarajaya 0 1 0 0 1 21 0 1 2 0 1 23 0 2 4
11 Tuk Karangsuwung 0 0 1 0 1 12 0 0 2 0 2 13 0 0 3
12 Belawa 0 1 5 0 2 21 0 1 7 0 2 23 0 1 10
13 Wangkelang 0 0 0 0 1 12 0 0 1 0 1 13 0 1 2
Jumlah 0 5 62 0 19 186 0 8 84 0 21 207 0 12 106
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4 - 77


Tabel 4.37 Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Peribadatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021-2041
Kebutuhan Lahan Sarana Peribadatan (M2)
Tahun 2021 Tahun 2024 Tahun 2029 Tahun 2034 Tahun 2041

Masjid Skala Lingkungan

Masjid Skala Lingkungan

Masjid Skala Lingkungan

Masjid Skala Lingkungan

Masjid Skala Lingkungan


Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan

Masjid Skala Kelurahan


Langgar / Musholah

Langgar / Musholah

Langgar / Musholah

Langgar / Musholah

Langgar / Musholah
Total (M2)

Total (M2)

Total (M2)

Total (M2)

Total (M2)
No Desa

1 Picungpugur 0 0 100 100 0 600 600 1200 0 0 200 200 0 600 700 1300 0 0 200 200
2 Leuwidingding 0 0 500 500 0 600 900 1500 0 0 600 600 0 1200 1000 2200 0 0 700 700
3 Asem 0 0 0 0 0 600 1400 2000 0 600 100 700 0 600 1500 2100 0 600 300 900
4 Cipeujeuh Kulon 0 0 700 700 0 1200 1700 2900 0 600 1000 1600 0 1200 1900 3100 0 600 1200 1800
5 Sindanglaut 0 600 800 1400 0 600 1100 1700 0 600 1000 1600 0 600 1200 1800 0 600 1200 1800
6 Cipeujeuh Wetan 0 0 1800 1800 0 2400 1800 4200 0 0 2100 2100 0 2400 2100 4500 0 600 2400 3000
7 Lemahabang Kulon 0 600 100 700 0 600 1800 2400 0 600 300 900 0 600 2000 2600 0 600 400 1000
8 Lemahabang 0 0 0 0 0 600 1500 2100 0 600 100 700 0 600 1600 2200 0 600 300 900
9 Sigong 0 600 1600 2200 0 1200 1200 2400 0 600 1800 2400 0 1200 1500 2700 0 1200 2000 3200
10 Sarajaya 0 600 0 600 0 600 2100 2700 0 600 200 800 0 600 2300 2900 0 1200 400 1600
11 Tuk Karangsuwung 0 0 100 100 0 600 1200 1800 0 0 200 200 0 1200 1300 2500 0 0 300 300
12 Belawa 0 600 500 1100 0 1200 2100 3300 0 600 700 1300 0 1200 2300 3500 0 600 1000 1600
13 Wangkelang 0 0 0 0 0 600 1200 1800 0 0 100 100 0 600 1300 1900 0 600 200 800
Jumlah 0 3000 6200 9200 0 11400 18600 30000 0 4800 8400 13200 0 12600 20700 33300 0 7200 10600 17800
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4 - 78


Analisis Tingkat Pelayanan dan Kebutuhan Utilitas
Umum
4.7.1 Analisis Kebutuhan Air Bersih
Secara kapasitas air bersih ditentukan berdasarkan area
dan tingkat pelayanan di daerah pelayanan, jumlah
penduduk yang dilayani serta pelayanan terhadap
prasarana daerah yang ada sesuai dengan kondisi-
kondisi yang ada. Besarnya kapasitas sistem dihitung
dengan program dan kriteria dasar perencanaan air
bersih yang merupakan pedoman untuk menyusun
suatu program dan secara rinci besarannya disesuaikan
dengan proyeksi penduduk serta pertambahan
prasarana daerah tersebut.

Proyeksi kebutuhan air bersih di Kawasan Perkotan Lemahabang dengan menggunakan standar,
yaitu :
a. Setiap penduduk membutuhkan air bersih 120 liter/orang/hari, sehingga rumah tangga
dengan jumlah keluarga 4 orang membutuhkan air bersih 480 liter/KK/hari.
b. Fasilitas sosial dan perkantoran membutuhkan air bersih 15% dari total kebutuhan air
bersih rumah tangga.
c. Fasilitas komersial membutuhkan air bersih 20% dari total kebutuhan air bersih rumah
tangga.
d. Industri membutuhkan air bersih 10% dai total kebutuhan air bersih rumah tangga.
e. Cadangan kebocoran membutuhkan 10% dari total kebutuhan air bersih rumah tangga.
f. Pemadam kebakaran membutuhkan 10% dari total kebutuhan air bersih rumah tangga

Untuk proyeksi kebutuhan air bersih di Kawasan Perkotaan Lemahabang pada tahun 2041 dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-79


Tabel 4.38
Analisis Kebutuhan Air Bersih di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2041
Jumlah Kebutuhan Air Bersih tahun 2041 (liter/hari)
Jenis Sarana
Desa Fasilitas
Rumah Fasilitas Cadangan Pemadam
Sosial dan Industri Total
No Tangga (RT) Komersial Kebocoran kebakaran
Perkantoran (liter/hari)
Jumlah
15% x 20% x 10% x 10% x 10% x
penduduk x
Perhitungan kebutuhan kebutuhan kebutuhan kebutuhan kebutuhan
120
RT RT RT RT RT
liter/org/hari
1 Picungpugur 280,680 42,102.00 56,136.00 28,068.00 28,068.00 28,068.00 463,122
2 Leuwidingding 521,880 78,282.00 104,376.00 52,188.00 52,188.00 52,188.00 861,102
3 Asem 526,560 78,984.00 105,312.00 52,656.00 52,656.00 52,656.00 868,824
4 Cipeujeuh Kulon 925,920 138,888.00 185,184.00 92,592.00 92,592.00 92,592.00 1,527,768
5 Sindanglaut 725,880 108,882.00 145,176.00 72,588.00 72,588.00 72,588.00 1,197,702
6 Cipeujeuh Wetan 1,356,000 203,400.00 271,200.00 135,600.00 135,600.00 135,600.00 2,237,400
7 Lemahabang Kulon 733,080 109,962.00 146,616.00 73,308.00 73,308.00 73,308.00 1,209,582
8 Lemahabang 555,480 83,322.00 111,096.00 55,548.00 55,548.00 55,548.00 916,542
9 Sigong 1,059,360 158,904.00 211,872.00 105,936.00 105,936.00 105,936.00 1,747,944
10 Sarajaya 795,480 119,322.00 159,096.00 79,548.00 79,548.00 79,548.00 1,312,542
11 Tuk Karangsuwung 487,200 73,080.00 97,440.00 48,720.00 48,720.00 48,720.00 803,880
12 Belawa 983,040 147,456.00 196,608.00 98,304.00 98,304.00 98,304.00 1,622,016
13 Wangkelang 450,720 67,608.00 90,144.00 45,072.00 45,072.00 45,072.00 743,688
Jumlah 9,401,280 1,410,192.00 1,880,256.00 940,128.00 940,128.00 940,128.00 15,512,112
Sumber : Hasil Analisis, 2021

4.7.2 Analisis Jaringan Air Limbah


Prasarana pembuangan air limbah yang baik dan teratur belum terdapat di Wilayah
Perencanaan. Hal ini mengakibatkan pembuangan air limbah masih dilakukan secara manual
artinya disalurkan kesaluran-saluran yang terdapat di sekitar rumah. Begitupula yang terdapat
di sepanjang jalan raya belum memiliki saluran air limbah. Air limbah berupa air limbah rumah
tangga ini setiap hari selalu ada. Untuk itu perlu adanya upaya penanganan air limbah berupa
pembuatan salura-saluran pembuangan air limbah.

Didalam upaya penanganan air limbah ini maka di dalam proses perencanaan pembuatan
saluran-saluran pembuangannya terlebih dahulu harus diperhitungkan besarnya volume air
buangan. Untuk menghitung besarnya volume air buangan/ limbah di wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang dibedakan menjadi dua sumber air buangan/limabah, yaitu :

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-80


1. Grey Water
Dalam memprediksi jumlah air buangan (limbah) digunakan standar sebagai berikut :
• Aliran Air Kotor Domestik : 75% dari Kebutuhan Air Bersih Domestik
• Aliran Air Pekat Domestik : 5% dari Kebutuhan Air Bersih Domestik
• Aliran Air Kotor Perdagangan dan jasa : 20% dari Kebutuhan Air Bersih Domestik
• Aliran Air Kotor Perkantoran : 10% dari Kebutuhan Air Bersih Domestik
• Aliran Air Kotor Fasilitas Sosial : 10% dari Kebutuhan Air Bersih Domestik
2. Black Water
Black water adalah limbah hasil kegiatan WC. Berdasarkan standar proyeksi timbunan dari
black water adalah sebagai berikut :
Proyeksi Jumlah penduduk x 0,15 liter/jiwa/hari
Berikut merupakan proyeksi timbulan air limbah di Wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang
pada tahun 2041.

Tabel 4.39
Analisis Proyeksi Timbunan Air Limbah (Grey Watter) Di Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2041
Jumlah Timbunan Air Limbah Tahun 2041 (liter/hari)
Jenis Sarana
Desa Air Kotor Air Kotor
Air Kotor Air Pekat Air Kotor
Perdagangan Fasilitas
No Domestik Domestik Perkantoran Total (Lt/Hari)
Jasa Umum
10% x air 20% x air 10% x air 10% x air
75% x air bersih
Perhitungan bersih bersih bersih bersih
domestik
domestik domestik domestik domestik
1 Picungpugur 210,510 21,051 42,102 21,051 21,051 315,765
2 Leuwidingding 391,410 39,141 78,282 39,141 39,141 587,115
3 Asem 394,920 39,492 78,984 39,492 39,492 592,380
4 Cipeujeuh Kulon 694,440 69,444 138,888 69,444 69,444 1,041,660
5 Sindanglaut 544,410 54,441 108,882 54,441 54,441 816,615
6 Cipeujeuh Wetan 1,017,000 101,700 203,400 101,700 101,700 1,525,500
Lemahabang
7 549,810 54,981 109,962 54,981 54,981 824,715
Kulon
8 Lemahabang 416,610 41,661 83,322 41,661 41,661 624,915
9 Sigong 794,520 79,452 158,904 79,452 79,452 1,191,780
10 Sarajaya 596,610 59,661 119,322 59,661 59,661 894,915
Tuk
11 365,400 36,540 73,080 36,540 36,540 548,100
Karangsuwung
12 Belawa 737,280 73,728 147,456 73,728 73,728 1,105,920
13 Wangkelang 338,040 33,804 67,608 33,804 33,804 507,060
Jumlah 7,050,960 705,096 1,410,192 705,096 705,096 10,576,440
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-81


Tabel 4.40
Proyeksi Timbulan Black Water Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021-2041

Jumlah Timbunan Air Kotor (Black Water) (Liter/Jiwa/Hari) Total


No Desa
(Lt/Jiwa/Hari)
2018 2023 2028 2033 2041
1 Picungpugur 252.00 276.75 301.35 326.10 350.85 1,507.05
2 Leuwidingding 468.60 514.65 560.55 606.45 652.35 2,802.60
3 Asem 472.80 519.15 565.50 611.85 658.20 2,827.50
4 Cipeujeuh Kulon 831.45 912.90 994.35 1,075.95 1,157.40 4,972.05
5 Sindanglaut 651.75 715.65 779.55 843.45 907.35 3,897.75
6 Cipeujeuh Wetan 1,217.55 1,336.95 1,456.35 1,575.75 1,695.00 7,281.60
7 Lemahabang Kulon 658.20 722.70 787.20 851.85 916.35 3,936.30
8 Lemahabang 498.75 547.65 596.55 645.45 694.35 2,982.75
9 Sigong 951.15 1,044.45 1,137.75 1,230.90 1,324.20 5,688.45
10 Sarajaya 714.15 784.20 854.25 924.30 994.35 4,271.25
11 Tuk Karangsuwung 437.40 480.30 523.20 566.10 609.00 2,616.00
12 Belawa 882.60 969.15 1,055.70 1,142.25 1,228.80 5,278.50
13 Wangkelang 404.70 444.30 484.05 523.65 563.40 2,420.10
Jumlah 8,441.10 9,268.80 10,096.35 10,924.05 11,751.60 50,481.90
Sumber : Hasil Analisis, 2021

4.7.3 Analisis Jaringan Listrik


Berdasarkan SK Mentri Permukiman dan Prasarana No. 534/KPTS/M/2001 kebutuhan listrik
diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
• Rumah tangga kapling besar: 1.300 watt
• Rumah tangga kapling sedang: 900 watt
• Rumah tangga kapling kecil: 450 watt
• Perdagangan dan jasa: 10% dari kebutuhan rumah tangga
• Fasilitas sosial: 10% dari kebutuhan rumah tangga
• Penerangan jalan: 40% dari kebutuhan rumah tangga
• Industri: 25% dari kebutuhan rumah tangga
• Kehilangan daya: 10% dari kebutuhan rumah tangga

Analisis jaringan listrik adalah berupa proyeksi kebutuhan daya listrik di Kawasan Perkotaan
Lemahabang di tahun 2041. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.32 dibawah
ini.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-82


Tabel 4.41
Analisis Kebutuhan Jaringan Listrik di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2041
Jumlah Kebutuhan Listrik Tahun 2041 (Kw)
Desa Jenis Sarana
Rumah Rumah Rumah
Tangga Tangga Tangga Perdagangan Fasilitas Penerangan Kehilangan
Industri
No Kapling Kapling Kapling dan Jasa Sosial Jalan Daya Total (Kw)
Besar Sedang Kecil
10% x 10% x 40% x 10% x 25% x
Perhitungan Rumah Rumah Rumah
kebutuhan kebutuhan kebutuhan kebutuhan kebutuhan
besar x sedang x kecil x
rumah rumah rumah rumah rumah
1.300 900 450
tangga tangga tangga tangga tangga
1 Picungpugur 127,400 175,500 131,850 43,475 43,475 173,900 43,475 108,688 847,763
2 Leuwidingding 235,300 325,800 244,800 80,590 80,590 322,360 80,590 201,475 1,571,505
3 Asem 237,900 329,400 247,050 81,435 81,435 325,740 81,435 203,588 1,587,983
4 Cipeujeuh Kulon 418,600 578,700 434,250 143,155 143,155 572,620 143,155 357,888 2,791,523
5 Sindanglaut 327,600 453,600 340,200 112,140 112,140 448,560 112,140 280,350 2,186,730
6 Cipeujeuh Wetan 612,300 847,800 635,850 209,595 209,595 838,380 209,595 523,988 4,087,103
7 Lemahabang Kulon 331,500 458,100 343,800 113,340 113,340 453,360 113,340 283,350 2,210,130
8 Lemahabang 250,900 347,400 260,550 85,885 85,885 343,540 85,885 214,713 1,674,758
9 Sigong 478,400 662,400 496,800 163,760 163,760 655,040 163,760 409,400 3,193,320
10 Sarajaya 358,800 496,800 373,050 122,865 122,865 491,460 122,865 307,163 2,395,868
11 Tuk Karangsuwung 219,700 304,200 228,600 75,250 75,250 301,000 75,250 188,125 1,467,375
12 Belawa 443,300 614,700 460,800 151,880 151,880 607,520 151,880 379,700 2,961,660
13 Wangkelang 204,100 281,700 211,500 69,730 69,730 278,920 69,730 174,325 1,359,735
Jumlah 4,245,800 5,876,100 4,409,100 1,453,100 1,453,100 5,812,400 1,453,100 3,632,750 28,335,450
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4 - 83


4.7.4 Analisis Jaringan Telekomunikasi
Menurut SNI 03-1733-2004 kriteria kebutuhan telepon yang harus terpenuhi adalah penyediaan
sambungan telepon dan jaringan telepon. Pada penyediaan sambungan telepon terbagi menjadi
sambungan telepon rumah dan sambungan telepon. Penyediaan jaringan telepon yaitu dengan
penyediaan Stasiun Telepon Otomat (STO).

Adapun penyediaan sambungan telepon rumah 0,13 dari jumlah penduduk, sedangkan
penyediaan telepon umum untuk satu unit telepon umum dapat melayani 250 jiwa.
Ketersediaan telepon umum harus memiliki jarak 200-400 m. Penyediaan satu unit STO dapat
melayani 3000 sambungan dengan radius pelayanan 3-5 km dihitung dari copper center, yang
berfungsisebagai pusat pengendali jaringan dan tempat pengaduan pelanggan.

Tabel 4.42
Kebutuhan Sarana Telekomunikasi Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2041
Kebutuhan Sarana Telekomunikasi Tahun 2041
Sambungan
No Desa Sambungan Stasiun Telepon
Telpon
Telpon Rumah Otomat (STO)
Umum
1 Picungpugur 304 9 1
2 Leuwidingding 565 17 1
3 Asem 570 18 1
4 Cipeujeuh Kulon 1,003 31 3
5 Sindanglaut 786 24 2
6 Cipeujeuh Wetan 1,469 45 4
7 Lemahabang Kulon 794 24 2
8 Lemahabang 602 19 2
9 Sigong 1,148 35 3
10 Sarajaya 862 27 2
11 Tuk Karangsuwung 528 16 1
12 Belawa 1,065 33 3
13 Wangkelang 488 15 1
Jumlah 10,184 313 26
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-84


4.7.5 Analisis Jaringan Persampahan
Sistem pembuangan sampah di Wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang tampaknya belum
merupakan pengelolaan persampahan yang terpadu. Sifat pembuangan adalah individu, dengan
ditimbun pada lubang tanah yang telah digali sebelumnya. Apabila sudah penuh, baru dibakar.
Namun masih banyak juga yang membuang pada suatu lokasi tertentu yang terbuka dan agak
jauh dari perumahan, mengingat lahan kosong masih banyak tersedia di Wilayah Kawasan
Perkotaan Lemahabang.

Berdasarkan pada kondisi eksisting sistem pengolahan persampahan di wilayah Kawasan


Perkotaan Lemahabang, maka arahan pengembangan sistem persampahan, meliputi :
a. Pengembangan tempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah regional sebagai bagian
dari sistem pengelolaan sampah terpadu;
b. Menerapkan sistem pengolahan sampah terpadu melalui pendekatan 3R;
c. Meningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah;
d. Mendorong pengelolaan sampah melalui alternatif kerjasama antardaerah dan kerjasama
pemerintah dan swasta;
e. Meningkatkan peran kelembagaan yang mengelola sistem persampahan; dan
f. Mengelola sampah organik, anorganik dan bahan berbahaya dan beracun.

Berdasarkan standar spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia dari
departemen PU besaran timbunan sampah diklasifikasikan menjadi kota kecil dan sedang
berdasarkan jumlah penduduk. Untuk klasifikasi kota kecil dengan jumlah penduduk 20.000-
100.000 jiwa memiliki timbunan sampah dengan volume 2,5 - 2,75 liter/orang/hari.

Berikut merupakan timbunan sampah di tahun 2037 di wilayah Kawasan Perkotaan Lemahabang
:
Total Timbunan Sampah = Jumlah Penduduk x Volume Sampah
= 78.344 x 2,75 = 215.446 liter/hari atau
= 215,45 m3/hari

Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah timbunan sampah pada tahun 2021-2041 di wilayah
Kawasan Perkotaan Lemahabang dapat dilihat pada tabel berikut.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-85


Tabel 4.43
Proyeksi Timbunan Sampah di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun 2021-2041

Proyeksi Timbunan Sampah (Liter/Hari)


No Desa

2018 2023 2028 2033 2041


1 Picungpugur 4,620 5,074 5,525 5,979 6,432
2 Leuwidingding 8,591 9,435 10,277 11,118 11,960
3 Asem 8,668 9,518 10,368 11,217 12,067
4 Cipeujeuh Kulon 15,243 16,737 18,230 19,726 21,219
5 Sindanglaut 11,949 13,120 14,292 15,463 16,635
6 Cipeujeuh Wetan 22,322 24,511 26,700 28,889 31,075
7 Lemahabang Kulon 12,067 13,250 14,432 15,617 16,800
8 Lemahabang 9,144 10,040 10,937 11,833 12,730
9 Sigong 17,438 19,148 20,859 22,567 24,277
10 Sarajaya 13,093 14,377 15,661 16,946 18,230
11 Tuk Karangsuwung 8,019 8,806 9,592 10,379 11,165
12 Belawa 16,181 17,768 19,355 20,941 22,528
13 Wangkelang 7,420 8,146 8,874 9,600 10,329
Jumlah 154,754 169,928 185,100 200,274 215,446
Sumber : Hasil Analisis, 2021

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-86


Analisis SWOT Wilayah Perencanaan
Berdasarkan hasil kajian terhadap kondisi eksisting kawasan perencanaan dan hasil analisis yang
telah dilakukan tersebut, maka dapat disimpulkan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, serta
Ancaman di kawasan perencanaan yang dituangkan dalam analisis SWOT ini. Adapun hasil
analisis SWOT kawasan perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.

STRENGTH WEAKNESS
 Daya tampung kawasan yang  Perkembangan Kawasan Perkotaan
masih sangat besar; yang beririsan dengan fungsi
 Tingkat aksesibilitas yang lindung;
cukup tinggi ditunjang dengan  Konflik pemanfaatan ruang antara
keberadaaan moda pengembangan sektor-sektor
transportasi kereta api; strategis (perdagangan, jasa,
 Tersedianya lahan bagi pertanian, perkebunan,
pengembangan kawasan permukiman, fungsi lindung, dll);
perkotaan;  Perkembangan perkotaan
 Potensi pertanian; cenderung linier pada koridor Jalan
 Potensi wisata kura-kura Utama Kawasan → sebaran Fasum
Belawa sebagai identitas & Fasos cenderung terkonsentrasi
kawasan selain sebagai pada koridor utama;
pengembangan industri  Percampuran pergerakan lokal
manufaktur dengan regional (antar
Kabupaten/Kota);

OPPORTUNITY  Perlunya pengendalian  Diperlukannya penataan dan


 Terdapat akses jalan bebas hambatan : perkembangan kawasan pengendalian pada koridor jalan
 Ruas jalan bebas hambatan disekitar jalur utama kawasan; utama;
Palimanan-Kanci  Pengembangan produksi  Pengembangan sarana dan
 Ruas jalan bebas hambatan Kanci- pertanian dapat ditingkatkan prasarana transportasi angkutan
Pejagan dengan penambahan kawasan umum;
 Kemudahan transportasi dengan wilayah produksi / sawah produktif;  Penataan dan pengembangan
luar → potensi distribusi barang dan jasa;  Pengembangan kawasan sarana dan prasarana dasar
 Kawasan yang difungsikan sebagai perkotaan sesuai dengan daya kawasan perkotaan;
pengembangan industri manufaktur dukung dan daya tampung  Pengembangan sarana dan
lingkungan; prasarana penunjang kegiatan
 Minimnya sarana dan pertanian;
prasarana pendukung wisata;  Pengembangan sarana dan
 Penyiapan lahan sebagai prasarana penunjang kegiatan
pengembangan kawasan wisata.
industri.

THREAT  Keterbatasan prasarana  Terjadinya penumpukan sampah


 Masih minimnya sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan: yang diakibatkan belum adanya
dasar perkotaan; sistem sanitasi, pengolahan sistem pegolahan sampah terpadu;
 Transfoemasi pedesaan menjadi limbah, dan persampahan.;  Pembuangan limbah rumah tangga
perkotaan;  Perkembangan kawasan menyatu dengan saluran drainase
 Kawasan yang relatif datar rawan perdagangan dan jasa yang lingkungan ataupun langsung
terhadap terjadinya genangan; secara sporadis pada jalur dibuang ke sungai yang
 Keseimbangan pembangunan terhadap utama kawasan; menyebabkan tercemarnya air
kawasan lindung. sungai.

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-87


Contents
............................................................................................................................................... 4-1
Analisis Struktur Internal Kecamatan Lemahabang .................................................. 4-1
4.1.1 Analisis Sistem Pusat Pelayanan ....................................................................... 4-1
4.1.1.1 Analisis Indeks Pelayanan ............................................................................. 4-1
4.1.1.2 Analisis Ambang Batas Marshall dan Skalogram Guttman ........................... 4-2
4.1.1.3 Analisis Rank Size Penduduk ......................................................................... 4-2
4.1.1.4 Analisis Pembobotan Penentuan Pusat Pelayanan Kecamatan Lemahabang 4-3
4.1.2 Analisis Sistem Jaringan Jalan ........................................................................... 4-4
4.1.2.1 Analisis Pola Pergerakan ............................................................................... 4-4
4.1.2.2 Analisis Jaringan Jalan ................................................................................... 4-7
4.1.3 Analisis Intensitas Pengembangan Ruang Kecamatan Lemah Abang ............. 4-10
Analisis Sistem Penggunaan Lahan (Landuse) ........................................................ 4-12
4.2.1 Analisis Simpangan Pola Ruang dalam RTRW dengan Tutupan Lahan Eksisting di
Kecamatan Lemah Abang ............................................................................................... 4-12
4.2.2 Analisis Kepemilikan Lahan ............................................................................. 4-14
Analisis Kedudukan dan Peran Kecamatan Lemahabang dalam Lingkup yang lebih luas
4-18
4.3.1 Kedudukan Lemahabang dalam Perspektif Kebijakan Tata Ruang ................. 4-18
4.3.2 Kedudukan Kecamatan Lemahabang dalam Perpektif Kebencanaan ............. 4-18
4.3.2.1 Kondisi Kebencanaan Gerakan Tanah ......................................................... 4-20
4.3.2.2 Kondisi Kebencanaan Gempa Bumi ............................................................ 4-22
4.3.2.3 Kondisi Kebencanaan Banjir........................................................................ 4-24
4.3.2.4 Analisis Zona Ruang Rawan Bencana Makro............................................... 4-25
Analisis Kemampuan Lahan Pengembangan Perkotaan ......................................... 4-27
4.4.1 Dasar Analisis.................................................................................................. 4-27
4.4.2 Parameter dalam Analisis Satuan Kemampuan Lahan .................................... 4-31
4.4.2.1 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) ) Morfologi ................................. 4-33
4.4.2.2 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan .............. 4-34
4.4.2.3 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng ...................... 4-38
4.4.2.4 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi ..................... 4-39
4.4.2.5 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air ........................ 4-43

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-88


4.4.2.6 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase ..................................... 4-45
4.4.2.7 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi ........................... 4-47
4.4.2.8 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah ................. 4-49
4.4.2.9 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam ............ 4-51
4.4.3 Kesimpulan Hasil Analisis Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan
Lemahabang ................................................................................................................... 4-52
Analisis Kependudukan........................................................................................... 4-56
4.5.1 Analisis Proyeksi Penduduk ............................................................................ 4-56
4.5.2 Analisis Kepadatan Penduduk......................................................................... 4-59
4.5.3 Analisis Daya Tampung ................................................................................... 4-60
Analisis Tingkat Pelayanan dan Proyeksi Kebutuhan Utilitas Umum ...................... 4-62
4.6.1 Analisis Kebutuhan Rumah ............................................................................. 4-62
4.6.2 Analisis Kebutuhan Sarana Pendidikan ........................................................... 4-67
4.6.3 Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan ............................................................ 4-71
4.6.4 Analisis Kebutuhan Sarana Peribadatan ......................................................... 4-76
Analisis Tingkat Pelayanan dan Kebutuhan Utilitas Umum .................................... 4-79
4.7.1 Analisis Kebutuhan Air Bersih ......................................................................... 4-79
4.7.2 Analisis Jaringan Air Limbah ........................................................................... 4-80
4.7.3 Analisis Jaringan Listrik ................................................................................... 4-82
4.7.4 Analisis Jaringan Telekomunikasi .................................................................... 4-84
4.7.5 Analisis Jaringan Persampahan ....................................................................... 4-85
Analisis SWOT Wilayah Perencanaan ..................................................................... 4-87

Tabel 4.1 Analisis Indeks Skala Pelayanan Fasilitas di Kecamatan Lemahabang ... 4-1
Tabel 4.2 Analisis Indeks Ambang Batas Marshall dan Skalogram Guttman di
Kecamatan Lemahabang .......................................................................................... 4-2
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Analisis Rank Size Penduduk ..................................... 4-3
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Analisis Rank Size Penduduk ..................................... 4-3
Tabel 4.5 Tabel Analisis Jaringan Pergerakan di Kawasan Perkotaan Lemahabang4-7
Tabel 4.6 Analisis Intensitas Pengembangan Ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang
4-10
Tabel 4.7 Tabel Kepemilikan Lahan di Kawasan Perkotaan Lemahabang ............ 4-14

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-89


Tabel 4.8 Analisis Kepemilikan Lahan di Kawasan Perkotaan Lemahabang ........ 4-14
Tabel 4.9 Potensi Luas Bahaya Gerakan Tanah Provinsi Jawa Barat.................... 4-20
Tabel 4.10 Potensi Luas Bahaya Gempa Bumi Provinsi Jawa Barat ..................... 4-22
Tabel 4.11 Potensi Luas Bahaya Banjir Provinsi Jawa Barat ................................ 4-24
Tabel 4.12 Analisis Zona Ruang Rawan Bencana Provinsi Jawa Barat ................. 4-26
Tabel 4.13 Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng ............................................... 4-38
Tabel 4.14 Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi ............................................. 4-40
Tabel 4.15 Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air ................................................. 4-43
Tabel 4.16 Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase ............................................................. 4-45
Tabel 4.17 Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi ................................................... 4-47
Tabel 4.18 Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah .......................................... 4-49
Tabel 4.19 Luas Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang Berdasarkan Analisis
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam .................................... 4-52
Tabel 4.20 Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang
Berdasarkan Hasil Analisis Satuan Kesesuaian Lahan (SKL) .................................... 4-52
Tabel 4.21 Tingkat Klasifikasi Pengembangan Kawasan Perkotaan Kecamatan
Lemahabang Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan ............................................. 4-53
Tabel 4.22 Tingkat Klasifikasi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Kelas
Kemampuan Lahan per Desa di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang ...... 4-53
Tabel 4.23 Jumlah Proyeksi Penduduk Kecamatan Lemahabang Tahun 2021 - 2041
Berdasarkan Metode Geometrik ............................................................................ 4-57
Tabel 4.24 Analisis Kepadatan Penduduk Alami di Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2021 - 2041 .................................................................................................. 4-59
Tabel 4.25 Daya Tampung Kawasan Wilayah Perkotaaan Lemahabang .............. 4-62
Tabel 4.26 Analisis Proyeksi Kebutuhan Rumah Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2021- 2041................................................................................................... 4-64
Tabel 4.27 Analisis Kebutuhan Kavling Rumah di Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2021– 2041 .................................................................................................. 4-65
Tabel 4.28 Analisis Kebutuhan Lahan Kavling Rumah di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2021 – 2041............................................................................ 4-66

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-90


Tabel 4.29 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2020 ....................................................................................... 4-67
Tabel 4.30 Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2021 - 2041 ............................................................................ 4-68
Tabel 4.31 Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Pendidikan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2021 - 2041 ............................................................................ 4-69
Tabel 4.32 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2020 4-71
Tabel 4.33 Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2021 - 2041 ............................................................................ 4-72
Tabel 4.34 Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2021-2041 .............................................................................. 4-74
Tabel 4.35 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan di Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2020 4-76
Tabel 4.36 Analisis Kebutuhan Sarana Peribadatan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2021-2041 ..................................................................................77
Tabel 4.37 Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Peribadatan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang Tahun 2021-2041 ..................................................................................78
Tabel 4.38 Analisis Kebutuhan Air Bersih di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun
2041 4-80
Tabel 4.39 Analisis Proyeksi Timbunan Air Limbah (Grey Watter) Di Kawasan
Perkotaan Lemahabang Tahun 2041 ...................................................................... 4-81
Tabel 4.40 Proyeksi Timbulan Black Water Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun
2021-2041 4-82
Tabel 4.41 Analisis Kebutuhan Jaringan Listrik di Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2041 83
Tabel 4.42 Kebutuhan Sarana Telekomunikasi Kawasan Perkotaan Lemahabang
Tahun 2041 4-84
Tabel 4.43 Proyeksi Timbunan Sampah di Kawasan Perkotaan Lemahabang Tahun
2021-2041 4-86

Gambar 4.1 Analisa Pusat-Pusat Kegiatan di Kawasan Perkotaan Kecamatan


Lemahabang 4-4
Gambar 4.2 Analisis Pola Pergerakan Kawasan Perkotaan Lemahabang .......... 4-6
Gambar 4.3 Peta Jaringan Jalan Kawasan Perkotaan Lemahabang ................... 4-9

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-91


Gambar 4.4 Peta Intensitas Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang
4-11
Gambar 4.5 Peta Pola Ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang dalam RTRW
Kabupaten Cirebon ............................................................................................. 4-13
Gambar 4.6 Peta Penguasaan Lahan Kecamatan Lemahabang ....................... 4-16
Gambar 4.7 Peta Analisis Kepemilikan Lahan Kecamatan Lemahabang .......... 4-17
Gambar 4.8 Tren Perubahan Suhu Global berdasarkan hasil observasi dan
penambahan faktor alam dan manusia .............................................................. 4-19
Gambar 4.9 Peta Bahaya Gerakan Tanah Wilayah Cirebon ............................. 4-21
Gambar 4.10 Peta Bahaya Gempa Bumi di Jawa Barat ................................... 4-23
Gambar 4.11 Peta Bahaya Sesar Baribis di Jawa Barat .................................... 4-23
Gambar 4.12 Peta Kawasan Rawan Banjir di Jawa Barat................................. 4-25

Bab 04 ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN 4-92

Anda mungkin juga menyukai