Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fatmawati

NIM : 200105010016

Mata Kuliah : Ekonomi Makro Islam

KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Kemiskinan Dalam Berbagai Aspek


Kemiskinan mempunyai bermacam-macam aspek. Aspek-aspek ini berbeda-
beda tingkatannya dalam tiap-tiap negara. Kemiskinan dalam antrian manusia adalah
sedikit makan dan pakaian. Baldwin dan Meier mengemukakan 6 sifat ekonomis yang
terdapat di negara-negara miskin atau sedang berkembang yaitu: negara tersebut
merupakan produsen barang-barang primer (produksi dari sektor pertanian),
menghadapi masalah tekanan penduduk, sumber-sumber alam belum diolah,
penduduknya masih terbelakang dari segi ekonomi, kekurangan kapital dan orientasi
perdagangan ke luar negeri.
Secara garis besar, kemiskinan dapat dipilah menjadi dua aspek, yaitu aspek
primer dan aspek sekunder. Aspek primer berupa miskin aset (harta), organisasi sosial
politik, pengetahuan, dan keterampilan. Sementara aspek sekunder berupa miskin
terhadap jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Menurut Nugroho
dan Dahuri (2012), kemiskinan merupakan suatu kondisi absolut atau relatif di suatu
wilayah di mana seseorang atau kelompok masyarakat tidak mampu mencukupi
kebutuhan dasarnya sesuai tata nilai atau norma yang berlaku. Jika dipandang dari
aspek ekonomi, kemiskinan menunjuk pada gap antara lemahnya purchasing power
dan keinginan dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Secara konsep, kemiskinan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut memandang kemiskinan dalam suatu ukuran
yang besifat mutlak yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik, atau batas
kemiskinan. Sementara kemiskinan relatif, memandang kemiskinan dalam suatu
ukuran yang dipengaruhi ukuran-ukuran lain yang berhubungan dengan proporsi atau
distribusi. Seseorang atau keluarga dapat dikatakan miskin atau hidup dalam
kemiskinan jika pendapatan mereka atau akses mereka terhadap barang dan jasa relatif
rendah dibandingkan kebanyakan orang dalam perekonomian. Selain itu, kemiskinan
dapat dilihat sebagai tingkat absolut dari pendapatan atau standar hidup.
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekadar
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan,kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang
memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang menyatakanbahwa
kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatumasyarakat
atau ada yang menyatakan bahwa kemiskinan merupakanketidakberdayaan
sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan olehsuatu pemerintahan
sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dantereksploitasi (kemiskinan
struktural). Islam memandang kemiskinan berdasarkan norma dan nilai ideologisnya.
Dua tingkat kemiskinan telah tersirat dalam sumber-sumber Islam. Pertama,
kemiskinan kronis atau biasa disebut ‘hardcore poverty’ sebagaimana tersirat dalam
konsep ‘faqir‘ dan ‘miskin’ dalam terminologi Islam. Kedua, kemiskinan yang rendah,
yang dapat disebut ‘general poverty’, sebagaimana tercermin dalam nisab zakat.
Meskipun ada beberapa pendapat berbeda tentang (faqir dan miskin), tetapi dua konsep
itu masih mengacu kepada kemiskinan. Faqir mengacu pada seseorang yang tidak
memiliki tempat tinggal atau tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi keperluan
dasar seperti makanan, pakaian, akomodasi, dan kebutuhan lainnya, untuk dirinya
sendiri dan tanggungannya, dan miskin mengacu pada yang serupa, tetapi masih
memiliki penghasilan namun tidak mencukupi kondisinya. Kedua konsep itu merujuk
pada kondisi ekonomi seseorang yang tidak bias memenuhi kebutuhan dasar.
B. Zakat dan Kemiskinan
Zakat sebaigai syari’at dan sistem ekonomi Islam dapat berhadapan langsung
dengan kehidupan perdesaan dan sektor-sektor pertanian baik tradisional atau modern.
Sistem zakat dikalangan masyarakat pedesaan dapat dikembangkan berdasarkan faktor-
faktor berikut ini:
1. Faktor zakat disalurkan untuk menggarap lahan pertanian kolektif bagi para petani
miskin dengan kelengkapan alat-alatnya. Atau membukan lahan-lahan pertanian
baru, yang masih banyak dan luas yang terdapat di daerah luar Jawa.
2. Faktor zakat membangun kredit pertanian, yang tidak mengikat dan berbunga.
3. Faktor zakat mengatur transmigrasi khusu umat Islam untuk membuka tanah-tanah
pertanian baru.
4. Faktor zakat dapat membina desa-desa yang berpenghuni muslim yang lebih segar
dan udara hidup baru.
Cara mengatasi kemiskinan bisa dengan berbagai langkah dan strategi. Hal
yang harus dilakukan sejak awal untuk mengatasi kemiskinan yang melilit
masyarakat kita adalah dengan cara mewujudkan tatanan ekonomi yang
memungkinkan lahirnya sister distribusi yang adil, mendorong lahirnya kepedulian
dari orang yang berpunya (aghniya’) terhadap kaum fakir, miskin, dhu’afa’ dan
mustadh’afin. Salah satu bentuk kepedulian aghniya’ adalah kesediaannya untuk
membayar zakat dan mengeluarkan shadaqah. Zakat merupakan infaq atau
pembelanjaan harta yang bersifat wajib, sedang shadaqah adalah sunnah. Dalam
konteks ekonomi, keduanya merupakan bentuk distribusi kekayaan di antara
sesama manusia. Lebih dari itu, zakat memiliki fungsi yang sangat strategis dalam
konteks sistem ekonomi, yaitu sebagai salah satu instrument distribusi kekayaan
Dari masa ke masa distribusi zakat mengalami perubahan, bahkan seiring
berjalannya waktu fungsi dan peranan zakat dalam perekonomian mului menyusut
dan bahkan termarjinalkan serta dianggap sebagai sebuah ritual ibadah semata,
sehingga terjadi disfungsi terhadap fungsi zakat sebagai suatu jaminan sosial,
bahkan akhirnya zakat hanya bersifat sebagai kewajiban dan tidak ada rasa empati
serta solidaritas sosial untuk membantu sesamanya. Hal ini berimplikasi pada
keberlangsungan zakat yang lambat laun berubah menjadi semacam aktivitas
kesementaraan, yang dipungut dalam waktu bersamaan dengan zakat fitrah.
Akibatnya, pendayagunaan zakat harnya mengambil bentuk konsumtif yang
bersifat peringanan beban sesaat yang diberikan setahun sekali, dan tidak ada upaya
untuk membebaskan mereka agar menjadi mandiri. Sehingga beban kehidupan
orang-orang fakir dan miskin hanya akan hilang untuk sementara waktu saja dan
selanjutnya akan kembali menjadi fakir dan miskin lagi.
Oleh karena itu, zakat sangat tepat dalam memperbaiki pola konsumsi,
produksi dan distribusi dalam rangka mensejahterakan umat. Sebab, salah satu
kejahatan terbesar dari kapitalisme adalah penguasaan dan kepemilikan sumber
daya produksi oleh segelintir manusia yang diuntungkan secara ekonomi, sehingga
hal ini berimplikasi pada pengabaian mereka terhadap orang yang kurang mampu
serta beruntung secara ekonomi. Dengan demikian, zakat disalurkan akan mampu
meningkatkan produksi, hal ini dilakukan untuk memenuhi tingginya permintaan
terhadap barang. Dalam rangka mengoptimalkan pengaruh zakat, maka harusnya
digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan parsial dan pendekatan.
Al-Qardhawi (2005: 30) memberikan penjelasan bahwa peran zakat dalam
pengentasan kemiskinan adalah suatu keniscayaan, meskipun strategi dalam
pelaksanaan banyak mengalami kendala. Lebih dari itu, menurut al-Qardhawi,
peranan zakat tidak hanya terbatas pada pengentasan kemiskinan, namun bertujuan
pula mengatasi permasalahanpermasalahan kemasyarakatan lainnya. Maka,
peranan yang sangat menonjol dari zakat adalah membantu masyarakat muslim
lainnya dan menyatukan hati agar senantiasa berpegang teguh terhadap Islam dan
juga membantu segala permasalahan yang ada di dalamnya. Apabila seluruh orang
kaya diberbagai Negara Islam mau mengeluarkan zakatnya secara proporsional dan
didistribusikan secara adil dan meratas niscaya kemiskinan akan menjadi sirna.

Anda mungkin juga menyukai