Kemiskinan mempunyai bermacam-macam aspek. Aspek-aspek ini berbeda- beda tingkatannya dalam tiap-tiap negara. Kemiskinan dalam antrian manusia adalah sedikit makan dan pakaian. Baldwin dan Meier mengemukakan 6 sifat ekonomis yang terdapat di negara-negara miskin atau sedang berkembang yaitu: negara tersebut merupakan produsen barang-barang primer (produksi dari sektor pertanian), menghadapi masalah tekanan penduduk, sumber-sumber alam belum diolah, penduduknya masih terbelakang dari segi ekonomi, kekurangan kapital dan orientasi perdagangan ke luar negeri. Secara garis besar, kemiskinan dapat dipilah menjadi dua aspek, yaitu aspek primer dan aspek sekunder. Aspek primer berupa miskin aset (harta), organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan. Sementara aspek sekunder berupa miskin terhadap jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Menurut Nugroho dan Dahuri (2012), kemiskinan merupakan suatu kondisi absolut atau relatif di suatu wilayah di mana seseorang atau kelompok masyarakat tidak mampu mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai tata nilai atau norma yang berlaku. Jika dipandang dari aspek ekonomi, kemiskinan menunjuk pada gap antara lemahnya purchasing power dan keinginan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Secara konsep, kemiskinan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang besifat mutlak yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik, atau batas kemiskinan. Sementara kemiskinan relatif, memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang dipengaruhi ukuran-ukuran lain yang berhubungan dengan proporsi atau distribusi. Seseorang atau keluarga dapat dikatakan miskin atau hidup dalam kemiskinan jika pendapatan mereka atau akses mereka terhadap barang dan jasa relatif rendah dibandingkan kebanyakan orang dalam perekonomian. Selain itu, kemiskinan dapat dilihat sebagai tingkat absolut dari pendapatan atau standar hidup. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekadar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan,kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang menyatakanbahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatumasyarakat atau ada yang menyatakan bahwa kemiskinan merupakanketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan olehsuatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dantereksploitasi (kemiskinan struktural). Islam memandang kemiskinan berdasarkan norma dan nilai ideologisnya. Dua tingkat kemiskinan telah tersirat dalam sumber-sumber Islam. Pertama, kemiskinan kronis atau biasa disebut ‘hardcore poverty’ sebagaimana tersirat dalam konsep ‘faqir‘ dan ‘miskin’ dalam terminologi Islam. Kedua, kemiskinan yang rendah, yang dapat disebut ‘general poverty’, sebagaimana tercermin dalam nisab zakat. Meskipun ada beberapa pendapat berbeda tentang (faqir dan miskin), tetapi dua konsep itu masih mengacu kepada kemiskinan. Faqir mengacu pada seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal atau tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi keperluan dasar seperti makanan, pakaian, akomodasi, dan kebutuhan lainnya, untuk dirinya sendiri dan tanggungannya, dan miskin mengacu pada yang serupa, tetapi masih memiliki penghasilan namun tidak mencukupi kondisinya. Kedua konsep itu merujuk pada kondisi ekonomi seseorang yang tidak bias memenuhi kebutuhan dasar. B. Zakat dan Kemiskinan Zakat sebaigai syari’at dan sistem ekonomi Islam dapat berhadapan langsung dengan kehidupan perdesaan dan sektor-sektor pertanian baik tradisional atau modern. Sistem zakat dikalangan masyarakat pedesaan dapat dikembangkan berdasarkan faktor- faktor berikut ini: 1. Faktor zakat disalurkan untuk menggarap lahan pertanian kolektif bagi para petani miskin dengan kelengkapan alat-alatnya. Atau membukan lahan-lahan pertanian baru, yang masih banyak dan luas yang terdapat di daerah luar Jawa. 2. Faktor zakat membangun kredit pertanian, yang tidak mengikat dan berbunga. 3. Faktor zakat mengatur transmigrasi khusu umat Islam untuk membuka tanah-tanah pertanian baru. 4. Faktor zakat dapat membina desa-desa yang berpenghuni muslim yang lebih segar dan udara hidup baru. Cara mengatasi kemiskinan bisa dengan berbagai langkah dan strategi. Hal yang harus dilakukan sejak awal untuk mengatasi kemiskinan yang melilit masyarakat kita adalah dengan cara mewujudkan tatanan ekonomi yang memungkinkan lahirnya sister distribusi yang adil, mendorong lahirnya kepedulian dari orang yang berpunya (aghniya’) terhadap kaum fakir, miskin, dhu’afa’ dan mustadh’afin. Salah satu bentuk kepedulian aghniya’ adalah kesediaannya untuk membayar zakat dan mengeluarkan shadaqah. Zakat merupakan infaq atau pembelanjaan harta yang bersifat wajib, sedang shadaqah adalah sunnah. Dalam konteks ekonomi, keduanya merupakan bentuk distribusi kekayaan di antara sesama manusia. Lebih dari itu, zakat memiliki fungsi yang sangat strategis dalam konteks sistem ekonomi, yaitu sebagai salah satu instrument distribusi kekayaan Dari masa ke masa distribusi zakat mengalami perubahan, bahkan seiring berjalannya waktu fungsi dan peranan zakat dalam perekonomian mului menyusut dan bahkan termarjinalkan serta dianggap sebagai sebuah ritual ibadah semata, sehingga terjadi disfungsi terhadap fungsi zakat sebagai suatu jaminan sosial, bahkan akhirnya zakat hanya bersifat sebagai kewajiban dan tidak ada rasa empati serta solidaritas sosial untuk membantu sesamanya. Hal ini berimplikasi pada keberlangsungan zakat yang lambat laun berubah menjadi semacam aktivitas kesementaraan, yang dipungut dalam waktu bersamaan dengan zakat fitrah. Akibatnya, pendayagunaan zakat harnya mengambil bentuk konsumtif yang bersifat peringanan beban sesaat yang diberikan setahun sekali, dan tidak ada upaya untuk membebaskan mereka agar menjadi mandiri. Sehingga beban kehidupan orang-orang fakir dan miskin hanya akan hilang untuk sementara waktu saja dan selanjutnya akan kembali menjadi fakir dan miskin lagi. Oleh karena itu, zakat sangat tepat dalam memperbaiki pola konsumsi, produksi dan distribusi dalam rangka mensejahterakan umat. Sebab, salah satu kejahatan terbesar dari kapitalisme adalah penguasaan dan kepemilikan sumber daya produksi oleh segelintir manusia yang diuntungkan secara ekonomi, sehingga hal ini berimplikasi pada pengabaian mereka terhadap orang yang kurang mampu serta beruntung secara ekonomi. Dengan demikian, zakat disalurkan akan mampu meningkatkan produksi, hal ini dilakukan untuk memenuhi tingginya permintaan terhadap barang. Dalam rangka mengoptimalkan pengaruh zakat, maka harusnya digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan parsial dan pendekatan. Al-Qardhawi (2005: 30) memberikan penjelasan bahwa peran zakat dalam pengentasan kemiskinan adalah suatu keniscayaan, meskipun strategi dalam pelaksanaan banyak mengalami kendala. Lebih dari itu, menurut al-Qardhawi, peranan zakat tidak hanya terbatas pada pengentasan kemiskinan, namun bertujuan pula mengatasi permasalahanpermasalahan kemasyarakatan lainnya. Maka, peranan yang sangat menonjol dari zakat adalah membantu masyarakat muslim lainnya dan menyatukan hati agar senantiasa berpegang teguh terhadap Islam dan juga membantu segala permasalahan yang ada di dalamnya. Apabila seluruh orang kaya diberbagai Negara Islam mau mengeluarkan zakatnya secara proporsional dan didistribusikan secara adil dan meratas niscaya kemiskinan akan menjadi sirna.