Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fatmawati

NIM : 200105010016

Mata Kuliah : Ekonomi Mikro Islam

LABA MENURUT PANDANGAN SEKULER DAN ISLAM


A. Maksimalisasi Laba dalam Pandangan Sekuler dan Islam
Hipotesis dalam memaksimalkan laba merupakan suatu hal yang perlu
membutuhkan penganalisisan karena karakternya tidak realistik. Dalam ilmu teori
islam maksimalisasi tersebut mengkaji tentang apa, bagaimana, dan untuk siapa adanya
maksimalisasi laba. Hasil produksi atau output merupakan hasil kerjasama antara
beberapa faktor ekonomi, yaitu modal dengan tenaga kerja serta input-input lain yang
dibutuhkan. Maka atas dasar hal tersebut maka dalam pencapaiaan hasil outputnya nanti
juga harus memberikan sumbangan yang adil atas seberapa besar tiap-tiap faktor dalam
memproduksi output tersebut.
Dalam teori ekonomi kapitalisme/sekuler dalam hal ini biasanya menggunakan
pendekatan impersonal dalam kegiatan distribusinya. Pendekatan ini terutama
berlandaskan pada kekuatan-kekuatan pasar, sebagaimana yang diatur oleh kompetisi
untuk menjadi suatu pembagian “adil” produk bagi faktor-faktor produksi. Bagian
pekerja biasanya masuk dalam biaya-biaya produksi, sehingga dapat mengurangi
bagian pekerja tersebut. Sedangkan pada teori ekonomi islam maksimalisasi laba
diperlakukan sebagai produk keseluruhan dikurangi depresiasi dan gaji minimum
sebagai laba antara pekerja dan pemilik modal atas dasar keadilan. Oleh karena itu
maka bunga tidak akan mendapatkan tempat dalam perolehan laba tersebut.
Dalam bidang ekonomi, orang dapat menyatakan bahwa keadilan menuntut
penggunaan sumberdaya dengan cara yang merata sehingga tujuan kemanusiaan yang
di hargai secara universal yaitu pemenuhan kebutuhan umum, pertumbuhan yang
optimal, lapangan kerja yang lengkap, pemerataan pendapatan dan kekayaan, dan
kesetabilan ekonomi terwujud. Dalam pandangan ekonomi sekuler maksimalisasi laba
sebagai kondisi rasional yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan antar individu-
individu.para usahawan justru akan bersaing untuk memperoleh laba pribadi sehingga
menyampingkan kesejahteraan sosial. Argumen inilah yang menyampingkan laba
sebagai sifat dasar terpenting dari perusahaan tersebut. Yaitu bahwa harga pasar produk
perusahaan pasti memiliki margin walaupun kecil yang mana proses penggandaan ini
seharusnya bergantung pada posisi atau kondisi persaingan sempurna pasar dengan
usahanya tersebut. Jika beberapa ahli sekuler ataupun islam masih menganggap laba
ialah reward atas usahanya berarti mereka hanya menunjukkan pola pikr yang salah,
dan bahwa sebenarnya mereka harus beranggapan bahwa return dari usahanya
merupakan suatu sewa/ upah, bukan profit. Sekali lagi, perusahaan akan memperoleh
kekuatan harga maksimalisasi laba biasanya sering menimbulkan konflik. Namun
konflik tersebut dapat diminimalkan jika konsep laba tersebut dilakukan dengan cara
berbagi hasil “sharing”.
B. Penentuan Posisi Laba secara Islami
Di dalam Islam penentuan posisi laba dan perilaku rasional dalam
maksimalisasi laba pada dasarnya dikondisikan oleh tiga faktor, yaitu:
1. Pandangan Islam Tentang Bisnis adalah Suatu Fardhu Kifayah

Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai


tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolahan barang
(produksi). Para ahli hukum Islam menngklasifikasi bisnis sebagai fardhu kifayah,
karena di dalamnya terdapat kewajiban sosial. Jika sekelompok orang sudah
berkecimpung dalam memproduksi barang-barang dalam jumlah yang mencukupi
masyarakat, maka kewajiban keseluruan masyarakat sudah terpenuhi dan
sebaliknya jika tidak mencukupi kebutuhan masyarakat maka akan diminta
pertanggungjawabannya di akhirat.1 Bisnis dalam kajian konvensional hanya dalam
rangka pengendalian pasar, namun bisnis Islam berupaya menemukan nilai ibadah
yang berdampak pada konsep perwujudan rahmatan lil ‘alamin, untuk mendapatkan
ridha Allah. Oleh karena itu, sasaran keuntungan, keridhoan konsumen harus
dibingkai dengan ridha Allah. Daromi (2002) konsep ini diformulasikan sebagai
berikut: G = f (p, s,...) R
2. Perlindungan Kepada Konsumen

Untuk melindungi konsumen dari tindakan eksploitasi, syari’ah Islam


memberikan sejumlah kewajiban bagi penjual sehubungan dengan takaran,
kualitas, harga dan informasi. Perlindungan konsumen merupakan tindakan yang
berhubungan atas berbagai kemungkinan penyalahgunaan kelemahan yang
dimiliki oleh konsumen. Perlindungan konsumen yang berhubungan dengan
tindakan pratransaksi, meliputi:

a. Perlindungan dari Pemalsuan dan Informasi Tidak Benar

b. Perlindungan terhadap Hak Pilih dan Nilai Tukar Tidak Wajar

c. Perlindungan terhadap Keamanan Produk dan Lingkungan Sehat

d. Perlindungan dari Pemakaian Alat Ukur Tidak Tepat

e. Hak Mendapatkan Advokasi dan Penyelesaian Sengketa

f. Perlindungan dari Penyalahgunaan Keadaan

g. Hak Mendapatkan Ganti Rugi Akibat Negatif Produk


3. Bagi Hasil di antara Faktor yang Mendukung (Penghargaan
Kepada Faktor Produksi)
Teori ekonomi sekuler memenuhi salah satu kegagalan utamanya dalam hal
menunjukkan bagaimana nilai produk suatu perusahaan dapat dibagi secara adil di
antara faktor produksi. Bagi hasil antara tenaga kerja dan modal akan menjadi petunjuk
yang baik dari organisasi pada masa-masa mendatang. Sebab potensinya adalah untuk
meningkatkan efisiensi, keadilan, stabilitas, dan pertumbuhan. Namun, hal ini
bergantung pada umat Islam sendiri apakah mereka akan menanggapi pesan agama dan
memasukkan mekanisme bagi hasil menjadi mekanisme maksimalisasi laba yang dapat
bebas dari eksploitasi, mengecewakan dan menyusahkan.
C. Maksimalisasi Laba dan Efek Sosialnya
Dalam sistem islam, keseimbangan output adalah lebih besar, harga lebih
rendah, dan profit lebih besar daripada sistem sekuler. Untuk itu kita temukan sebagai
berikut:
X1 – X*

P1 – P*

Dan π
Perbedaan antara sistem sekuler dan sistem islam dapat dijelaskan lebih lanjut
dengan bantuan gambar sederhana sebagai berikut:

Gambar 8.1
Keseimbangan Output, Harga, Dan Profit Antar Perusahaan Islam
Dan Sekuler

Disini: π* = R*C*, π dan P

Perusahaan islami beroperasi dengan menggunakan sistem bagi hasil. Dalam


sistem bagi hasil, terdapat pembagian hasil dan resiko. Hubungan antara profit dan
resiko dalam perusahaan islam dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 8.2
Hubungan Antara Resiko Dan Laba Perusahaan Islam Dan
Sekuler
Gambar diatas melukiskan bahwa dalam perusahaan sekuler, bunga bersih yang
dibayar atas pinjaman ditunjukkan dengan kurva AA1 dengan tangen dari kurva
indifferen I1 pada titik T1. Kurva AA1 merupakan kurva cembung terhadap sumbu laba,
hal ini menunjukan bahwa jika ada penambahan laba perusahaan yang diharapkan, maka
resiko akan bertambah setingkat penambahannya.
Sedangkan dalam perusahaan Islam yang menghilangkan bunga dan
menggantinya dengan bagi hasil, kurva akan cenderung bergeser kearah kanan yaitu ke
posisi BB1. BB1 adalah tangen dari kurva indifferent I1 pada titik T2. Dalam perusahaan
islami bisa memungkinkan perusahaan memiliki lebih banyak laba untuk resiko sama,
atau laba yang sama untuk resiko yang lebih rendah.
Gambar diatas melukiskan bahwa dalam perusahaan sekuler, bunga bersih yang
dibayar atas pinjaman ditunjukkan dengan kurva AA1 dengan tangen dari kurva
indifferen I1 pada titik T1. Kurva AA1 merupakan kurva cembung terhadap sumbu laba,
hal ini menunjukan bahwa jika ada penambahan laba perusahaan yang diharapkan, maka
resiko akan bertambah setingkat penambahannya.
Sedangkan dalam perusahaan Islam yang menghilangkan bunga dan
menggantinya dengan bagi hasil, kurva akan cenderung bergeser kearah kanan yaitu ke
posisi BB1. BB1 adalah tangen dari kurva indifferent I1 pada titik T2. Dalam perusahaan
islami bisa memungkinkan perusahaan memiliki lebih banyak laba untuk resiko sama,
atau laba yang sama untuk resiko yang lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai