Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan merupakan suatu tempat terjadinya kegiatan produksi dan
berkumpulnya semua faktor produksi. Produksi adalah suatu kegiatan yang
dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu barang atau menciptakan benda baru
sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pada kegiatan
produksi, kita dituntut untuk dapat menggunakan faktor produksi dengan optimal
hingga dapat menghasilkan barang atau jasa yang bernilai tinggi dan juga
dibutuhkan masyarakat.
Barang hasil produksi atau output selanjutnya akan dibutuhkan masyarakat
dalam jumlah tertentu sehingga dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang di
dapat oleh produsen. Tingkat permintaan yang terjadi di masyarakat akan
mempengaruhi jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen. Apabila
permintaan banyak, maka produsen akan meningkatkan produksinya sehingga
produsen dapat memaksimalkan laba yang ingin didapat. Setiap perusahaan dalam
berproduksi pasti akan selalu berusaha untuk memaksimalkan labanya. Agar
tujuan perusahaan dalam memaksimalkan laba dapat tercapai, perusahaan harus
dapat bersaing dengan perusahaan lain dalam suatu pasar.
Ada masalah ketika setiap perusahaan ingin memaksimalkan labanya.
Yaitu berapa jumlah barang yang harus diproduksi sehingga laba ekonomi dapat
diperoleh secara optimum. Laba yang optimum dapat diperoleh apabila dalam
berproduksi menggunakan kualitas kerja yang baik dan tertata sempurna. Laba
dalam kegiatan ekonomi dapat menjadi pendorong bagi para pengusaha untuk
melakukan usaha. Laba dalam pandangan sistem ekonomi konvensional berbeda
dengan pandangan dari sistem ekonomi Islam. Perbedaan itu muncul karena
adanya perbedaan pendekatan yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui
perbedaan tersebut, maka di bawah ini kami akan mencoba membahas mengenai
sub pokok pembahasan maksimalisasi laba dalam pandangan sekuler, posisi laba
secara Islami, serta maksimalisasi laba dan efek sosialnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah maksimalisasi Laba dalam pandangan sekuler?
2. Bagaimanakah posisi Laba Secara Islami?
3. Bagaimanakah maksimalisasi laba dan efek sosialnya?

C. Tujuan
1. Bagaimanakah maksimalisasi Laba dalam pandangan sekuler.
2. Bagaimanakah posisi Laba Secara Islami.
3. Bagaimanakah maksimalisasi laba dan efek sosialnya?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Maksimalisasi Laba dalam Pandangan Sekuler


Dalam ilmu teori Islam, memaksimalisasi tersebut mengkaji tentang
apa, bagaimana, dan untuk siapa adanya maksimalisasi laba. Hasil produksi atau
output merupakan hasil kerja sama antara beberapa faktor ekonomi, yaitu modal
dengan tenaga kerja serta input-input lain yang dibutuhkan. Dalam teori ekonomi
kapitalisme/ sekuler dalam hal ini biasanya menggunakan pendekatan impersonal
dalam kegiatan distribusinya. Pendekatan ini terutama berlandaskan pada
kekuatan-kekuatan pasar, sebagaimana yang diatur oleh kompetisi untuk menjadi
suatu pembagian ‘adil’ produk bagi faktor-faktor produksi. Bagian pekerja
biasanya masuk dalam biaya-biaya produksi, sehingga dapat mengurangi bagian
pekerja tersebut.1
“Profit maximizing condition for a competitive firm: MC = MR = P. If
marginal revenue des not equal marginal Coast, a firm cam increase profit Bay
changing output.”2
Sedangkan pada teori ekonomi Islam, maksimalisasi laba diperlakukan
sebagai produk keseluruhan dikurangi depresiasi dan gaji minimum sebagai laba
antara pekerja dan pemilik modal atas dasar keadilan. Oleh karena itu, maka
bunga tidak akan mendapatkan tempat dalam perolehan laba tersebut. Dalam
bidang ekonomi, orang dapat menyatakan bahwa keadilan menuntut penggunaan
sumber daya dengan cara yang merata sehingga tujuan kemanusiaan yang dihargai
secara universal yaitu pemenuhan kebutuhan umum, pertumbuhan yang optimal,
lapangan kerja yang lengkap, pemerataan pendapatan dan kekayaan, dan
kestabilan ekonomi terwujud.3
Dalam pandangan ekonomi sekuler, maksimalisasi laba sebagai kondisi
rasional yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan antar individu-individu.
Para usahawan justru akan bersaing untuk memperoleh laba pribadi sehingga
menyampingkan kesejahteraan sosial. Argumen inilah yang menyampingkan laba
1
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Alim’s Publishing, 2016), hlm.107.
2
David C Colander, Microeconomics, (New York: McGraw-Hill Companies, 2004),
hlm.247.
3
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam..., hlm.107—108.

3
sebagai sifat dasar terpenting dari perusahaan tersebut. Yaitu bahwa harga pasar
produk perusahaan pasti memiliki margin walaupun kecil yang mana proses
penggandaan ini seharusnya bergantung pada posisi atau kondisi persaingan
sempurna pasar dengan usahanya tersebut. Jika beberapa ahli sekuler maupun
Islam masih menganggap laba adalah reward atas usahanya berarti mereka hanya
menunjukkan pola pikir yang salah, dan bahwa sebenarnya mereka harus
beranggapan bahwa return dari usahanya merupakan suatu sewa atau upah, bukan
profit. Sekali lagi perusahaan akan memperoleh kekuatan harga maksimalisasi
laba biasanya sering menimbulkan konflik. Namun konflik tersebut dapat
diminimalkan jika konsep laba tersebut dilakukan dengan cara berbagi hasil
“sharing”.4
Economic profit is The main energizer of The capitalistic economy. It
influences both The level of Economic output and The allocation of Resources
among alternative uses. Economic profit has Three sources: The bearing of
uninsurable risk, The uncertainty of innovation, and monopoly Power.5

B. Penentuan Posisi Laba secara Islami


Di dalam kondisi ketidakpastian yang dinamis, maksimalisasi laba
menunjukkan upaya perusahaan untuk menciptakan, memperbesar, dan terus
membuka selebar mungkin ruang tambahan laba.6
Dalam konsep islam penentuan posisi laba, perilaku rasional dalam
maksimalisasi laba dipengaruhi oleh tiga faktor, di antaranya:7

1. Bisnis adalah suatu fardu kifayah


Bisnis islami adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya
yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaannya karena aturan halal
haram. Aturan halal haram tersebut sangat diperlukan untuk setiap individu yang
berhubungan dengan ekonomi. Dalam dunia bisnis terdapat beberapa istilah
4
Ibid.
5
Campbell R. McConnell, Microeconomics: principles, problem, and policies, (New
York: McGraw-Hill Companies, 2002),hlm.325.
6
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,
2004), hlm.276.
7
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam...hlm.108—109.

4
untung-rugi. Islam menempatkan bisnis di tempat yang paling mulia. Namun di
sisi lain bisnis ditempatkan sebagai kewajiban sosial individu untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Para ahli hukum islam mengklasifikasikan bisnis sebagai
fardhu kifayah. Dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 111 dijelaskan tentang
janji Allah sebagai berikut :
َ‫وْ ن‬HHُ‫بِي ِْل هّٰللا ِ فَيَ ْقتُل‬H ‫اتِلُوْ نَ فِ ْي َس‬HHَ‫۞ اِ َّن هّٰللا َ ا ْشت َٰرى ِمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ اَ ْنفُ َسهُ ْم َواَ ْم َوالَهُ ْم بِا َ َّن لَهُ ُم ْال َجنَّ ۗةَ يُق‬
H‫رُوْ ا‬H‫ ِد ٖه ِمنَ هّٰللا ِ فَا ْستَب ِْش‬H‫رْ ٰا ۗ ِن َو َم ْن اَوْ ٰفى بِ َع ْه‬HHُ‫ ِل َو ْالق‬H‫ ِة َوااْل ِ ْن ِج ْي‬H‫ا فِى التَّوْ ٰرى‬HHًّ‫َويُ ْقتَلُوْ نَ َو ْعدًا َعلَ ْي ِه َحق‬
‫بِبَ ْي ِع ُك ُم الَّ ِذيْ بَايَ ْعتُ ْم بِ ٖ ۗه َو ٰذلِكَ هُ َو ْالفَوْ ُز ْال َع ِظيْم‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang yang mukmin harta
dan jiwa mereka dan sebagai imbalannya mereka memperoleh surga. Siapakah
yang lebih menepati janjinya (selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli
yang kamu lakukan itu. Itulah kemenangan yang besar.”8

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa orang-orang yang melakukan aktivitas


dengan mengharapkan keuntungan dilayani Allah dengan menawarkan satu bursa
yang tidak mengenal kerugian maupun penipuan. Dalam ayat lain dijelaskan pula
bahwa seorang muslim tidak diperkenankan untuk menganggur sepanjang saat.
Prinsip dasar hidup yang ditekankan dalam Al-Qur’an adalah kerja dan kerja
keras. Bekerja di sini bukanlah bekerja asal bekerja, namun bekerja yang serius
sehingga melahirkan keletihan. Dalam islam terdapat prinsip dalam kesulitan
selalu ada kemudahan agar tidak ada keputusasaan dalam bekerja dan dapat
bekerja secara maksimal. Dalam islam dijelaskan bahwa setiap amal tidak akan
berarti jika tanpa disertai iman. Dalam Al-Quran surat Al Jumu’ah ayat 9-10
dijelaskan sebagai berikut :9

‫ ۗ َع‬H‫ر هّٰللا ِ َو َذرُوا ْالبَ ْي‬H ٰ ْ َ‫ ِة ف‬H‫ي لِلص َّٰلو ِة ِم ْن يَّوْ ِم ْال ُج ُم َع‬
ِ H‫ َعوْ ا اِلى ِذ ْك‬H ‫اس‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نُوْ ِد‬
‫ م ْن فَ ْ هّٰللا‬H‫ فى ااْل َرْ ض وا ْبتَ ُغوْ ا‬H‫ٰذل ُكم َخ ْي ٌر لَّ ُكم ا ْن ُك ْنتُم تَ ْعلَموْ نَ فَا َذا قُضيت الص َّٰلوةُ فَا ْنتَشرُوْ ا‬
ِ ‫ ِل‬HH‫ض‬ ِ َ ِ ِ ِ ِ َِ ِ ُ ْ ِ ْ ْ ِ
َ‫َو ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ َكثِ ْيرًا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan


sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
8
Departemen Agama Republik Indonesia, Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-
Hidayah, 2007),hlm.274.
9
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam... hlm.110—111.

5
dan tinggalkan jual-beli. Yang demikian lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka bumi, dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.”10

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa berbisnis dilakukan dengan tidak


mengesampingkan kewajiban beribadah sholat agar dapat mencapai tujuan yang
hakiki yaitu keuntungan yang dijanjikan Allah. Dalam bisnis islami yang
terpenting adalah berupaya untuk menemukan nilai ibadah yang berdampak pada
perwujudan konsep rahmatan lil ‘alamin. Dalam islam diajarkan pula bahwa
dalam berbisnis selain mengejar keuntungan kita juga harus berorientasi pada
masa depan. Dengan demikian visi masa depan merupakan etika pertama dan
utama yang digariskan oleh Al-Quran. Sehingga kita dapat mengetahui apa yang
akan terjadi pada masa yang akan datang. Dan kita bisa menjadi manusia yang
lebih baik lagi di masa depan.11

Islam tidak mengizinkan kelambanan, pasifitas, dan stagnasi dalam semua


wilayah kehidupan manusia. Islam menegaskan bahwa setiap individu hendaknya
berjuang keras untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.12

2. Perlindungan Konsumen
Perlindungan terhadap konsumen merupakan tindakan yang berhubungan
atas berbagai kemungkinan terjadi penyalahgunaan kelemahan yang dimiliki oleh
konsumen. Penyalahgunaan dapat terjadi sebelum transaksi berlangsung, pada
saat transaksi sedang berlaku berupa tipu muslihat dan dapat pula terjadi setelah
transaksi berlangsung. Dalam islam diharamkan melakukan tindak penipuan
terhadap konsumen. Oleh karena itu dalam islam dibuat aturan berupa
perlindungan terhadap konsumen untuk melindungi konsumen dari kemungkinan
penipuan ataupun kelalaian dari penjual dalam memasarkan produk.13
Perlindungan tersebut antara lain :14

10
Departemen Agama Republik Indonesia, Qur’an dan Terjemahannya,...hlm.809
11
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam... hlm.112.
12
Tahta Jabir al-Alwani, Bisnis Islam, (Yogyakarta: AK Group, 2005), hlm.142.
13
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam...hlm.112.
14
Ibid, hlm.112—113.

6
a) Perlindungan terhadap pemalsuan dan informasi yang tidak benar. Dalam islam
kebenaran dan keakuratan saat promosi harus sesuai dengan keadaan produk.
Selain itu informasi tentang halal haramnya juga harus dicantumkan.
b) Perlindungan terhadap hak pilih dan nilai tukar tidak wajar. Hal ini berkaitan
dengan perlindungan terhadap pemaksaan dalam memilih suatu barang akibat
mekanisme pasar yang monopolistik, oleh karena itu dalam islam tidak
diperkenankan melakukan monopoli.
c) Perlindungan terhadap keamanan produk dan lingkungan sehat. Hal ini berkaitan
dengan risiko yang timbul akibat penggunaan produk yang ditawarkan. Selain itu
perlindungan atas pencemaran lingkungan yang terjadi akibat proses produksi.
d) Perlindungan atas pemakaian alat ukur yang tidak tepat. Hal ini berkaitan dengan
ketepatan kualifikasi barang yang diminta. Mulai dari ukuran berat, isi,
kandungan isi dan semua yang tertulis pada label kemasan.
e) Hak mendapat advokasi dan penyelesaian sengketa. Hal ini berkaitan dengan
adanya kemungkinan terjadi pelanggaran dan tidak dapat diselesaikan dengan
jalan damai, maka jalan terakhir adalah melalui peradilan.
f) Perlindungan atas penyalahgunaan keadaan. Hal ini dapat terjadi karena keadaan
terjepit, keunggulan informasi produk, keadaan terpelajar yang dimiliki oleh
seorang pedagang. Sehingga ini dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen.
g) Hak mendapatkan ganti rugi. Hal ini berkaitan dengan adanya cacat barang atau
kerugian yang disebabkan atas pemakaian produk, karena kebanyakan pelaku
usaha tidak mau tahu atas kerugian yang diderita.
3. Bagi Hasil Di antara Faktor Yang Mendukung
Dalam masa yang akan datang diperkirakan sistem bagi hasil akan menjadi
pola yang dominan dalam organisasi bisnis. Karena dalam sistem bagi hasil
berpotensi untuk meningkatkan efisiensi, keadilan dan stabilitas dalam produksi.
Namun hal ini sangat sangat bergantung kepada masyarakat islam sendiri dalam
pelaksanaannya. Apabila mereka menggunakan fatwa agama dan memasukkan
mekanisme bagi hasil dalam setiap kegiatan maka memaksimalisasi laba akan
berjalan dengan baik. Selain itu hal ini dapat menghindarkan pebisnis dari
perilaku eksploitasi maupun perilaku yang dapat menimbulkan kerugian bagi
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga bagi hasil menjadi lebih baik,

7
karena kedua belah pihak sama-sama untung dan tidak merugikan satu sama
lain.15

Semua faktor itu akan mempengaruhi tingkat kurva penerimaan dan biaya untuk
menentukan profit space sedemikian rupasehingga usaha maksimalisasi laba tidak
melanggar norma-norma perilaku Islam. Bahkan hal ini cenderung mendorong
pertumbuhan yang adil dan beruaha mengharmoniskan kepentingan-kepentingan
individu dan sosial.16

C. Maksimalisasi Laba dan Efek Sosialnya


Dalam sistem Islam, keseimbangan output adalah lebih besar, harga
lebih rendah, dan profit lebih besar daripada sistem sekuler. Untuk itu kita
temukan sebagai berikut:17
1 Y
X1 – X* = [ ]
2 b+c
1 by
P1 – P* = a- [ ]
2 b+c
y Y +2 a
Dan π1 – π* = [ ]
4 b+ c
Perbedaan antara sistem sekuler dan sistem Islam dapat dijelaskan lebih
lanjut dengan bantuan gambar sederhana sebagai berikut:18

15
Ibid, hlm.114.
16
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam... hlm.276.
17
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam...hlm.114.
18
Ibid, hlm.115.

8
Perusahaan Islami beroperasi dengan menggunakan sistem bagi hasil.
Dalam sistem bagi hasil terdapat pembagian hasil dan risiko. Hubungan antara
profit dan risiko dalam perusahaan Islam dapat digambarkan sebagai berikut:19

19
Ibid, hlm.116.

9
Gambar di atas melukiskan bahwa dalam perusahaan sekuler, bunga
bersih yang dibayar atas pinjaman ditunjuk dengan kurva AA1 dengan tangen dari
kurva indifferen pada titik I1. Kurva AA1 merupakan kurva cembung terhadap
sumbu laba, hal ini menunjukkan bahwa jika ada penambahan laba perusahaan
yang diharapkan, maka risiko akan bertambah setingkat penambahannya.
Sedangkan dalam perusahaan Islam yang menghilangkan bunga dan
menggantinya dengan bagi hasil, kurva akan cenderung bergeser ke arah kanan
yaitu ke posisi BB1. BB1 adalah tangen dari kurva indifferent I1 pada titik T2.
Dalam perusahaan Islami bisa memungkinkan perusahaan memiliki lebih banyak
laba untuk risiko sama, atau laba yang sama untuk risiko yang lebih rendah.20

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka kami dapat memberikan beberapa
kesimpulan yaitu,
1. Dalam pandangan ekonomi sekuler, maksimalisasi laba sebagai kondisi rasional
yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan antar individu-individu. Para
usahawan justru akan bersaing untuk memperoleh laba pribadi sehingga
menyampingkan kesejahteraan sosial.
2. Penentuan posisi laba dalam Islam yaitu mencakup pandangan Islam tentang
bisnis, perlindungan kepada konsumen, dan bagi hasil di antara faktor-faktor yang
mendukung.
3. Perusahaan Islami beroperasi dengan menggunakan sistem bagi hasil. Dalam
sistem bagi hasil terdapat pembagian hasil dan risiko.

20
Ibid,.

10
B. Saran
Dalam pembahasan makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Para pembaca diharapkan
untuk bisa mencari referensi yang lebih lengkap agar pengetahuan mengenai judul
makalah kami dapat lebih luas. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Alwani, Tahta Jabir. 2005. Bisnis Islam. Yogyakarta: AK Group.


Colander, David C. 2004. Microeconomics. New York: McGraw-Hill Companies.
McConnell, Campbell R. 2002. Microeconomics: principles, problem, and policies. New
York: McGraw-Hill Companies.
Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Subagiyo, Rokhmat. 2016. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Alim’s Publishing.

12

Anda mungkin juga menyukai