Anda di halaman 1dari 5

RESUME

SISTEM SURVEILANS HIV/AIDS

DISUSUN OLEH :

N AMA : JUWAIRIYAH DZAKIYYAH

NIM : 201011011

PRODI : D-III SANITASI

JURUSAN : KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN

KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN AJARAN

2021/2022
Sistem Surveilansi HIV/AIDS

Tujuan dari surveilans AIDS ini adalah memberikan suatu data terhadap pelayanan kesehatan
di Indonesia agar melakukan suatu perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan terhadap
penanggulangan AIDS di Indonesia. Sedangakn definisi kasus AIDS guna keprluan
surveilans sendiri adalah seseorang yang HIV positif dan didapatkan minimal 2 tanda mayaor
seperti diare kronis selama 1 bulan, berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan,
demam berkepanjangan, dll disertai dengan 1 tanda minor yaitu seperti salah satunya batuk
menetap selama kuarang lebih 1 bulan dan dermatitis generalisata yang disertai sensasi gatal.

Prosedur pemeriksaan darah untuk penderita AIDS adalah yang pertama harus mengisi
informed consent yang artinya ketersediaan subjek untuk diambil darahnya kemudian
diberikan konseling sebelum serta sesudah test terhadap subjek dan yang terpenting harus
rahasia agar subjek yag diambil darahnya merasa nyaman dan tidak timbul rasa khawatir
misalnya tidak di beri nama bisa langsung nama kota atau nama samara saja.

Cara pencatatan kasus surveilans AIDS yaitu yang pertama malakukan pemeriksaan fisik
terhadap penderita yang mencurigakan terkena AIDS seperti terdapat 2 tanda mayor serta 1
tanda minor, kedua yaitu pemeriksaan laboratorium untuk menguatkan dugaan terhadap
penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan menghasilkan data apakah penderita
positif AIDS atau tidak. Apabila penderita positif menderita AIDS maka wajib mengisi
formuir penderita AIDS agar semua kasus dapat dilaporkan baik yang sudah meninggal atau
yang masih hidup untuk yang sudah meninggal meskipun sebelumnya sudah lapor pada saat
meninggal juga wajib lapor, karena penguburan mayat positif AIDS berbeda dengan yang
biasa.

Pelaporan kasus surveilans AIDS yaitu dengan menggunakan formulir dari laporan penderita
positif AIDS yang kemudian laporan kasus ini dikirim secepatnya tanpa menunggu suatu
periode waktu dan harus dilaporkan pada saat menemukan penderita positif AIDS bisa
melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul dengan data secara tertulis.

Salah satu faktor risiko untuk terjadinya penyakit adalah perilaku. Sistem surveilans perilaku
yang sudah berkembang di Indonesia adalah Survei Surveilans Perilaku (SSP).SSP bertujuan
untuk mementau perubahan perilaku seksual dan penyuntikan berisiko dari waktu ke
waktu.Survei perilaku ini menyediakan informasi untuk menilai efektifitas upaya pencegahan
dan mengembangkan program selanjutnya.SSP HIV dilaksanakan untuk mendapatkan
informasi dan menjelaskan tren HIV pada populasi.Data perilaku juga dibutuhkan untuk
merencanakan dan mengevaluasi dampak dari HIV.Populasi sasaran surveilans perilaku
dikelompokkan berdasarkan kontribusi terhadap epidemikHIV. Populasi sasaran survey
perilaku antara lain : WPS langsung, WPS tidak langsung, sopir truk dan kernetnya, pelaut
dan nelayan serta remaja berusia 15-24 tahun, belum menikah, laki-laki maupun perempuan,
sekolah dan tidak sekolah.

Kelompok risiko tinggi tertular HIV & AIDS menurut Jayadi (1991) adalah pria
homoseksual, wanita dan pria tuna susila, penyalahguna narkotik suntik, penderita
hemophilia, penderita transfusi darah dan produk darah serta anak yang lahir dari ibu yang
sero pesitif HIV. Penderita penyakit menular seksual, narapidana, remaja, korban narkotika di
pusat-pusat rehabilitasi juga merupakan kelompok risiko tinggi (Depkes RI,1998). Yang
termasuk kelompok risiko rendah adalah : ibu hamil yang diperiksa di BKIA/Puskesmas/RS,
ibu-ibu yang diperiksa di klinik KB, donor darah, petugas kesehatan yang terpapar dengan
darah penderita, bayi baru lahir, anggota ABRI/Polri yang baru masuk (Depkes RI, 1998).

Survei Surveilans Perilaku bertujuan memantau perubahan perilaku seksual dan penyuntikan
berisiko dari waktu ke waktu. Survei perilaku ini menyediakan informasi untuk menilai
efektifitas upaya pencegahan dan mengembangkan program selanjutnya.Salah satu populasi
sasaran surveilans perilaku yang dikelompokkan berdasarkan kontribusi terhadap epidemi
HIV dalam penelitian ini adalah remaja berusia 15-24 tahun, baik laki-laki maupun
perempuan, sekolah dan tidak sekolah.

Konsep surveilans HIV-AIDS mengikuti konsep surveilans secara umum dimana dilakukan
studi eidemiologi terhadap perjalanan dinamis suatu penyakit dengan berdasar pada sumber
data yang diperoleh. Berikut secara garis besar konsep dari tahapan surveilans :

1. Prosedur pemeriksaan darah untuk penderita HIV-AIDS yang pertama adalah harus
mengisi informed consent yang artinya kebersediaan subjek untuk diambil sampel duh
tubuhnya kemudian diberikan konseling sebelum dan sesudah tes terhadap subjek dan
yang terpenting harus bersifat rahasia agar subjek merasa nyaman dan tidak timbul rasa
khawatir misalnya tidak di beri nama bisa atau langsung nama kota atau inisial nama saja.
2. Cara pencatatan kasus surveilans HIV-AIDS yaitu yang pertama malakukan pemeriksaan
fisik terhadap penderita yang mencurigakan terkena HIV-AIDS , kedua yaitu pemeriksaan
laboratorium untuk menguatkan dugaan terhadap penderita, selanjutnya pemeriksaan
laboratorium akan menghasilkan data apakah penderita positif HIVAIDS atau tidak.
3. Pelaporan kasus surveilans HIV-AIDS yaitu dengan menggunakan formulir dari laporan
penderita positif HIV-AIDS yang kemudian laporan kasus ini dikirim secepatnya tanpa
menunggu suatu periode waktu dan harus dilaporkan pada saat menemukan penderita
positif HIV-AIDS bisa melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul
dengan data secara tertulis.

Prosedur pelaksaan surveilans HIV-AIDS sudah memiliki ketentuan sebagai berikut.

1. Menentukan populasi sesuai dengan sasaran dan lokasi tertentu


2. Menentukan jumlah sampel yang akan diperiksa
3. Tes dilakukan tanpa nama untuk mengurangi bias partisipasi sehingga hasilnya berupa
jumlah yang positif, bukan siapa yang positif
4. Surveilans dilakukan pada beberapa lokasi yang telah ditentukan dan dapat dikembangkan
sesuai kebutuhan
5. Surveilans tidak dapat dan tidak boleh digunakan untuk mencari kasus HIV-AIDS
6. Surveilans harus menjamin kerahasiaan identitas sampel dengan tidak mencantumkan
identitas pada spesimen yang diambil untuk pemeriksaan.

Pencegahan Penularan HIV

Pencegahan penularan HIV dapat dicapai secara efektif dengan cara menerapkan pola hidup
aman dan tidak berisiko.

1. pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual;


2. pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual; dan
3. pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya

Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual

1. peningkatan peran pemangku kepentingan;


2. intervensi perubahan perilaku;
3. manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan; dan
4. penatalaksanaan IMS.

Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Non Seksual


Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual ditujukan untuk mencegah
penularan HIV melalui darah

1. uji saring darah pendonor;


2. pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh; dan
3. pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik.

Anda mungkin juga menyukai