BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pidana denda adalah salah satu jenis sanksi pidana yang diatur dalam
KUHP. Pidana denda merupakan sanksi yang dikenakan kepada seseorang yang
sejumlah uang dengan maksud agar si pelaku merasakan efek jera untuk
KUHP dan berada di urutan ketiga setelah hukuman mati, pidana penjara, dan
pidana kurungan.
Pidana denda merupakan salah satu jenis sanksi pidana tertua dan sudah
ada sejak zaman dahulu sebelum Indonesia merdeka, akan tetapi masih dalam
Sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP hanya terbatas pada orang saja
karena dalam KUHP hanya menganggap orang atau manusia sebagai subjek
hukum, sehingga yang bisa dihukum atas perbuatannya itu hanyalah orang atau
manusia.
kemudian diterima sebagai subjek hukum karena korporasi juga dianggap dapat
subjek hukum maka juga bisa dikenakan sanksi pidana apabila mereka melakukan
tindak pidana.
luas. Oleh karena korporasi itu mempunyai kekuatan yang kuat seringkali mereka
bermain dengan hukum, bahkan dengan mudah mereka bisa menghilangkan bukti-
terdapat dalam KUHP dirasa tidak cukup untuk mengadili pelaku tindak pidana
lingkungan hidup. Terlebih lagi KUHP itu merupakan warisan Belanda yang akan
terasa tidak sinkron apabila digunakan untuk mengadili pelaku yang secara garis
besar adalah kejahatan berat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan diluar
Lingkungan Hidup
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
4
b. Manfaat Praktis
kuliah.
D. Kajian Kepustakaan
1. Kebijakan Formulasi
Formulasi adalah kebijakan yang dibuat untuk pertama kalinya serta dibuat untuk
mengatur suatu hal yang menyangkut tentang kebijakan publik mengenai suatu
publik merupakan tahap yang paling rumit, karena implementasi dan evaluasi.
selesai.
5
menyesuaikan antara kebijakan yang sudah ada dengan kebijakan formulasi baru
yang akan dibuat supaya terdapat keselarasan dan tidak berbenturan arah nya. Jadi
ketika kebijakan formulasi baru itu dikeluarkan akan ada manfaat, sebab, dan
akibatnya.
2. Pidana Denda
Pidana denda adalah salah satu jenis sanksi pidana yang diatur dalam
KUHP. Pidana denda merupakan sanksi yang dikenakan kepada seseorang yang
sejumlah uang dengan maksud agar si pelaku merasakan efek jera untuk
KUHP dan berada di urutan ketiga setelah hukuman mati, pidana penjara, dan
pidana kurungan.
Pidana denda merupakan salah satu jenis sanksi pidana tertua dan telah ada
sejak zaman dahulu sebelum Indonesia merdeka, akan tetapi masih dalam bentuk
Sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP hanya terbatas pada orang saja
karena dalam KUHP hanya menganggap orang atau manusia sebagai subjek
hukum, sehingga yang bisa dihukum atas perbuatannya itu hanyalah orang atau
manusia.
6
merasa hak nya dirugikan maka ia bisa menggugat ke pengadilan agar sehingga ia
akan mendapat ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang di alami nya.
Ketentuan ini menjadikan tujuan pengenaan pidana denda tidak terwujud ketika
keuntungan yang didapat oleh korporasi dari kejahatan lingkungan hidup yang
Milyar.
pelakunya juga harus dikenakan sanksi yang besar. Jadi semakin besar kerusakan
yang diakibatkan maka semakin besar sanksi nya. Hal ini bermaksud selain untuk
memperbaiki lingkungan hidup yang sudah tercemar dan/atau rusak, juga untuk
membuat pelaku merasakan efek jera. Denda yang dikenakan terhadap pelaku
termasuk dalam biaya operasional dalam proses pengadilan. Sanksi pidana yang
dibayarkan terpidana kemudian itu menjadi biaya untuk menutupi kerusakan atau
kerugian yang disebabkan oleh tindak pidana yang dilakukan pelaku, serta biaya
berasal dari kata corporatio dalam bahasa latin. Corporare berasal dari “corpus”
beberapa tokoh hukum. Menurut Subekti dan Tjitrosudibjo bahwa korporasi yaitu
perseorangan yang merupakan badan hukum; korporasi atau perseroan disini yang
dimaksud adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang oleh hukum disebut
sebagai pengemban hak dan kewajiban serta mempunyai hak menggugat satu
sama lain.
tugas dan/atau dalam menjalankan suatu usaha melakukan suatu perbuatan yang
tidak sejalan dengan aturan yang sudah ditetapkan serta bertentangan dengan
manusia maupun badan hukum yang dapat merusak atau mencemari lingkungan,
sebagaimana sudah disebutkan dalam UUPPLH dilakukan oleh badan usaha yang
melakukan usaha di suatu wilayah dan usaha nya tersebut terus berkembang pesat.
Dalam UUPPLH jika badan usaha melakukan pelanggaran maka yang harus
perbuatannya.
bahwasanya subjek hukumnya hanya terbatas pada subjek hukum orang. Akan
tetapi jika diperhatikan pernyataan pada Pasal 1 yang dikatakan dengan orang
adalah perseorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum, sehingga
9
untuk korporasi seperti istilah badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan, dan
lain selain istilah-istilah diatas sebagai subjek tindak pidana. Artinya bahwa
melakukan kejahatan karena mereka juga merupakan bagian dari korporasi. Jadi
tidak terpaku pada istilah Korporasi yang dijelaskan dalam Pasal saja, melainkan
E. Metode Penelitian
berikut :
melalui norma-norma dan sumber hukum yang ada, serta kajian para ahli.
10
Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis, sehingga dapat lebih mudah
2. Metode Pendekatan
Dalam hal ini penulis akan mengkaji Kebijakan Formulasi Pidana Denda
a. Sumber Data
b. Jenis Data
Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibagi menjadi dua,
yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang
sekunder.
antara lain:
penelitian.
yang digunakan dalam penulisan ini. Bahan ini didapat dari kamus
hingga berbagai temuan yang berkaitan dengan isu hukum yang menjadi
fokus penelitian.
a. Pengolahan Data
dikemukakan.
b. Analisis Data
bersifat kualitatif.
BAB II
KEBIJAKAN FORMULASI PIDANA DENDA TERHADAP KORPORASI
DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP
A. Sistem Perumusan Pidana Denda Dalam UU No. 32/2009 Tentang PPLH.
Pidana denda adalah satu dari sekian banyak jenis sanksi pidana tertua dan
sudah ada sejak zaman dahulu, akan tetapi masih dalam bentuk yang sangat
Sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP hanya terbatas pada orang saja
Pidana denda ialah jenis sanksi pidana yang disebutkan dalam KUHP.
Pidana denda merupakan hukuman yang dikenakan kepada seseorang yang tidak
pembayaran sejumlah uang dengan maksud agar pelaku merasakan efek jera
yang terdapat dalam KUHP itu dirumuskan dengan alternatif, sedangkan untuk
15
mandiri (tunggal) hanya sebagian kecil saja dan hanya tertuang dalam delik
pelanggaran saja. Dalam KUHP hanya mengenal batas maksimum khusus dan
sanksi pidana ini dirasa tidak begitu adil terhadap masyarakat dan juga dirasa
terlalu ringan. Sehingga hukuman ini tidak memberikan efek jera kepada pelaku
kejahatan. Hal iulah yang membuat hakim di pengadilan lebih sering menjatuhkan
pidana penjara dibandingkan sanksi denda. Terlebih lagi dalam KUHP tidak
diatur mengenai siapa yang harus membayar denda, sehingga ada kemungkinan
lain denda dibayarkan oleh orang lain dan bukan dibayarkan oleh yang
bersangkutan. Akibatnya, sanksi denda ini menjadi tidak efektif apabila dikenakan
terhadap pelaku kejahatan. Selain itu, dalam KUHP juga tidak disebutkan
tenggang waktu pelaksanaan hukuman serta tidak ada tindakan pengadilan untuk
dituang dalam KUHP tidak cukup untuk menampung segala persoalan yang
modern yang terjadi saat ini serta tidak dapat diselesaikan dengan aturan hukum
yang lama. Sehingga pemerintah membuat suatu aturan hukum diluar KUHP yang
hukum lebih terjaga dan semua persoalan yang terjadi dalam masyarakat ada
pidana denda dan pidana penjara dapat dikenakan berbarengan. Pidana denda
terhadap orang yang mewakili korporasi tersebut. Jadi baik orang maupun
merupakan kejahatan berat semua. Selain itu pidana kurungan juga tidak mungkin
KUHP. Bedanya, dalam UUPPLH ini lebih detail dijabarkan dan lebih dijelaskan
lagi bentuk hukumannya. Salah satu contohnya adalah pidana perampasan barang
UUPPLH memiliki kemiripan, akan tetapi dalam UUPPLH ini lebih luas cakupan
redaksinya.
waktu pelaksanaan pidana denda yang dijatuhkan pengadilan serta tidak ada
sebagai Undang-Undang khusus diluar KUHP. Selain itu juga tidak disebutkan
berapa lama perusahaan yang sudah ditutup tersebut dapat dibuka kembali.
penjaranya maupun dendanya, dimana untuk pidana penjaranya itu mulai dari 1-
15 Tahun dan untuk pidana denda nya itu mulai dari 500jt-1M. Pasal tentang
kejahatan dalam UUPPLH itu mulai dari pasal 98 sampai pasal 120.
bisa kita lihat bahwa untuk sistem pemidanaannya menganut sistem komulatif,
dimana pidana denda dan penjara dapat dikenakan bersamaan. Sedangkan untuk
hukuman minimum dan maksimum. Dengan adanya batas minimal tersebut maka
apakah hakim akan menjatuhkan pidana diatas batas minimal atau sama dengan
pelaku kejahatan ini dihukum dengan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang
dianggap remeh, banyak korban berjatuhan dan juga kerugian yang dialami
masyarakat. Selain itu dengan adanya batas minimum juga tidak menyebabkan
terhadapnya pada saat ini dan masa depan, dan banyak hal lain yang harus
keadaan pelaku agar dia dapat terhindar dari pidana penjara, misalnya faktor usia
pelaku, apakah kejahatan itu pertama kali dilakukan atau tidak, tingkat kerugian
yang dialami si korban, apakah sudah ada ganti rugi dan sebagainya.
praktiknya hakim lebih banyak menggunakan pidana penjara dan pidana kurungan
daripada sanksi denda. Akan tetapi dalam hal suatu kejahatan yang diancam
boleh menjatuhkan pidana lain selain pidana kurungan atau pidana penjara yaitu
pidana denda.
19
dipertimbangkan secara benar-benar, supaya tidak ada orang yang dirugikan baik
si pelaku ataupun korban. Akan tetapi pidana denda itu seringkali dianggap tidak
memberikan rasa adil bagi si korban karena pidana denda ini kurang efektiv dan
diangap terlalu ringan, juga dalam aturannya tidak ada disebutkan siapa yang
wajib membayar denda sehingga bisa saja memungkinkan pihak ketiga yang
membayar nya. Pidana denda ini juga mempunyai pengganti jika denda nya tidak
dalam UUPPLH No. 32/2009 mulai dari Pasal 98-120. Berdasarkan UUPPLH
maka yang dapat dikenakan hukuman adalah orang atau badan hukum. Salah satu
terhadap korporasinya, dan pidana penjara dapat dikenakan terhadap orang yang
mewakili korporasi tersebut. Jadi baik orang maupun korporasi tetap harus
semua. Selain itu pidana kurungan juga tidak mungkin bisa dikenakan kepada
korporasi.
terhadap pelaku kejahatan. Jika kita perhatikan lagi sebenarnya pidana tambahan
tambahan yang disebutkan dalam Pasal 10 KUHP. Bedanya, dalam UUPPLH ini
lebih detail dijabarkan dan lebih dijelaskan lagi bentuk hukumannya. Salah satu
BAB III
21
Pasal 98-Pasal 120. Dapat kita lihat berdasarkan Pasal-Pasal tersebut sanksi yang
dikenakan terhadap pelaku adalah pidana penjara dan sanksi denda. Dalam
bahwa kedua hukuman tersebut sanksi denda dan penjara dapat dikenakan
subjek hukum orang maka bisa dikenakan hukuman penjara, sedangkan untuk
subjek hukum badan hukum dalam hal ini adalah korporasi tidak bisa dikenakan
pidana denda.
bersangkutan tidak membayarkan denda nya, apakah ada jenis tindak pidana lain
sebagai penggantinya atau tidak. Sehingga ini menjadi salah satu kelemahan
Undang-Undang ini
Salah satu kelemahan dalam UUPPLH adalah disana tidak mengatur jenis
sanksi pengganti jika pelaku yang bersangkutan tidak mau membayar uang denda
nya yang dikenakan pengadilan terhadap pelaku kejahatan. Oleh sebab itu kita
kembali mengacu ke Pasal 30 KUHP yang mana disana mengatur apabila denda
22
tidak dibayarkan maka dapat ditukar dengan kurungan, belum ada Undang-
Undang yang belum mengatur mengenai hal itu maka pengaturannya tetap
korporasi, dan korporasi tersebut tidak mau membayarkan denda, maka hukuman
korporasi, karena korporasi tidak mungkin bisa dikurung. Dalam KUHP pidana
pengganti denda yaitu pidana kurungan itu hanyalah untuk pelaku tindak pidana
berupa orang. Sehingga Pasal 30 KUHP tidak berlaku untuk korporasi dan untuk
manusia atau badan hukum. Dalam pemidanaannya tidak terdapat kendala dalam
UUPPLH bahkan untuk pidana pengganti pun sudah disebutkan dalam KUHP
dikenakan maka dapat diganti dengan pidana kurungan. Dalam KUHP sudah ada
alternatif pidana pengganti nya. Akan tetapi bagaimana jika pidana denda tersebut
denda, maka hukuman pidana kurungan sebagai pengganti tetap tidak dapat
KUHP pidana pengganti denda yaitu pidana kurungan itu hanyalah untuk pelaku
tindak pidana berupa orang. Sehingga Pasal 30 KUHP tidak berlaku untuk
23
korporasi dan untuk korporasi tersebut tidak memiliki aturan hukum atau
kekososngan hukum.
Oleh sebab itu maka terjadilah kekosongan hukum sanksi apakah yang
akan dikenakan sebagai pengganti denda jika sanksi denda tersebut tidak
pidana denda serta tidak memberikan pilihan sanksi pengganti jika denda tidak
dibayar oleh yang bersangkutan, ada putusan pengadilan yang memberikan pidana
ada pula putusan yang memberikan pidana perampasan aset sebagai pidana
pengganti denda. Dari jenis pidana pengganti denda yang dikenakan pengadilan,
perampasan aset korporasi inilah yang paling ideal untuk dikenakan terhadap
penjatuhan putusan oleh hakim di pengadilan. Selain itu juga tidak semua putusan
ada menyebutkan tenggang waktu pelaksanaan denda nya, ada juga putusan yang
dalam membayarkan dendanya karena mereka merasa tidak ada paksaan yang
pengaturan mengenai bentuk pidana pengganti denda jika denda tersebut tidak
dibayarkan oleh si pelaku. Sementara itu pidana denda yang dikenakan oleh
24
bentuk pidana pengganti jika denda tersebut tidak dibayar oleh si pelaku, karena
pidana pengganti tersebut bermaksud supaya sanksi denda yang diterapakan lebih
kejahatan tersebut.
penjatuhan sanksi dan pelaksanaan pidananya yang mana semua elemen tersebut
ditentukan, kemudian baru ditentukan jenis dan bentuk sanksi apa yang paling
ideal untuk dijatuhkan terhadap pelaku. Selain itu, orientasi hukuman yang
dikenakan dengan orientasi kejahatan yang dilakukan itu harus sama agar tujuan
peran sebagai upaya paksa yang berupa untuk pemulihan lingkungan hidup dan
Sanksi yang bisa dikenakan terhadap korporasi hanya lah pidana sanksi
saja. Selain itu, mereka juga mengusulkan macam sanksi tindakan atau tata tertib
sebagai pidana tambahan, akan tetapi mereka tidak menjelaskan lebih rinci jenis
sanksi yang manakah yang bisa dijadikan pengganti pidana denda. Agar sanksi
pertimbangan jangka waktu eksekusi pembayaran denda serta upaya paksaan yang
25
dilakukan apabila terpidana tetap tidak membayarkan denda dalam jangka waktu
Menurut penulis, jika ada korporasi yang tidak mau membayarkan denda
maka hukuman pengganti denda dapat diambil dari pidana tambahan seperti
ini bukan lagi sebagai pidana tambahan melainkan jadi pidana pengganti denda.
Jika hakim ingin memberikan pidana tambahan maka bisa dikenakan pidana
tambahan yang lain seperti perbaikan akibat tindak pidana. Sebenarnya pidana
pengganti denda itu secara tidak langsung merupakan upaya paksa terhadap
sebab itu maka tenggang waktu sangat diperlukan dalam putusan haki, yang bisa
menjadi acuan kapan waktu pembayaran denda nya habis dan segera bisa
membayarkan denda yang ditetapkan oleh pengadilan. Akan tetapi hal inilah yang
lingkungan ini merupakan kejahatan yang berat yang seharusnya dipercepat dalam
eksekusinya dan memiliki aturan yang jelas dan tidan rancu. Hal ini jugalah yang
membuat kejahatan korporasi sampai saat ini masih banyak sekali terjadi
dikarenakan hukumannya yang tidak jelas bahkan tidak jarang banyak korporasi
UUPPLH agar menjadi acuan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana, atau bahkan
26
pelaksanaan denda nya, agar tujuan dan kepastian huku menjadi lebih jelas dan
tidak kabur.
pidana denda dan pidana penjara dapat dikenakan bersamaan. Pidana denda dapat
orang yang mewakili korporasi tersebut. Jadi baik orang maupun korporasi tetap
berat semua. Selain itu pidana kurungan juga tidak mungkin bisa dikenakan
kepada korporasi.
Pasal 98-Pasal 120. Dapat kita lihat berdasarkan Pasal-Pasal tersebut sanksi yang
dikenakan kepada pelaku adalah pidana penjara dan sanksi denda. Dalam
bahwa kedua hukuman tersebut sanksi denda dan penjara dapat dikenakan
subjek hukum orang maka bisa dikenakan hukuman penjara, sedangkan untuk
subjek hukum badan hukum dalam hal ini adalah korporasi tidak bisa dikenakan
pidana denda.
27
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
28
dan alternatif. Ada Pasal yang dirumuskan dengan alternatif yaitu pidana
penjara dan pidana kurungan, ada Pasal yang dirumuskan dengan alternatif
yaitu pidana penjara dan denda, dan ada Pasal yang dirumuskan dengan
tunggal yaitu pidana denda saja. KUHP hanya mengenal batas maksimum
khusus dalam setiap Pasal nya dan tidak mengenal batas maksimum umum
pidana penjara dan denda bisa dikenakan secara bersamaan dengan pidana
denda yang dapat dijtuhkan kepada pelaku, yang pertama : hanya pidana
denda dan tidak ada pidana pengganti, yang kedua : pidana kurungan
dapat diambil kesimpulan bahwa jenis pidana pengganti denda yang palig
ketiga macam bentuk pidana ini dapat kita lihat bahwa terdapat
pidana denda.
B. Saran
1. Pidana denda sampai saat ini masih dirasa kurang efektif dalam
penerapannya bisa kita lihat hingga saat ini masih banyak nya kejahatan
mengkaji lebih dalam lagi terkait dengan pidana pengganti denda. Karena
jika hanya pidana ini yang diterapkan kepada pelaku kejahatan akan sangat
diberatkan kepada orang lain dan biaya denda yang dibayarkan bersama.
bentuk pidana pengganti denda jika terpidana tidak membayar denda yang
Undang tersebut juga tidak dijelaskan terkait dengan konsekuensi jika aset
korporasi yang dirampas tidak cukup untuk membayar denda yang sudah
ditetapkan.
30