IMAM AL MAWARDI
DIAJUKAN OLEH:
HERI MUTTAQIN
NIM: 191908104010
ACEH UTARA
TAHUN 2023
LEMBARAN PERSETUJUAN
IMAM AL MAWARDI
RISALAH
QANUN
DIAJUKAN OLEH:
HERI MUTTAQIN
NIM: 191908104010
Pembimbing I Pembimbing II
i
RUMUSAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
lainnya. Transliterasi Arab-Latin di sini adalah huruf Arab dengan huruf Latin dan
pelengkapnya:
1. Konsonan
ii
2. Vokal
1) Vokal Tunggal
2) VokalRangkap
iii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga, yang telah
kebahagaiaan yang di ridhai oleh ALLAH SWT yaitu dengan agama Islam.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat guna
Distingsi Fiqh Siyasah Wa Qanun Mahad Aly Raudhatul Ma’arif Al-ziziyah Cot
trueng.
ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai
pihak, oleh karena itu izinkanlah penulis menganturkan ucapan terima kasih yang
Daud (ayah di balee) beserta keluarga. Semoga ayah beserta keluarga selalu
2. Abi Dr.Safriadi, SH.I, MA selaku mudir 1 Ma’had Aly Raudhatul Ma’arif Al-
aziziyah, juga sebagai masyaikh di Mahad Aly tercinta. Semoga abi beserta
iv
3. Waled Dr.Teungkeu Jufri Yahya, MA selaku wakil mudir 1 Ma’had Aly
Raudhatul Ma’arif Al-aziziyah juga sebagai masyaikh di Mahad Aly dan juga
sebgai masyaikh pembingbing skripsi saya, yang telah membuka jalan hingga
selesainya skripsi ini. Semoga waled beserta keluarga selalu dalam lindungan
Allah SWT.
4. Abana Tgk. Muhammad Abdul Aziz, S.PD.I selaku masyaikh Mahad Aly
kami. Dan juga sebgai masyaikh pembingbing skripsi saya, yang telah
membuka jalan hingga selesainya skripsi ini Semoga abana beserta keluarga
5. Abi Tgk. H. Adami, S.Sos MH selaku masyaikh di Mahad Aly kami. Semoga
v
ABSTRAK
data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau
pengumpulan data yang bersifat kepustakaan, atau telaah yang dilaksanakan untuk
memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis
penelitian ini bersumber dari buku-buku, jurnal ilmiah, dan karya tulis ilmiah
perempuan yaitu harus memiliki sikap asertif, yaitu penuh percaya diri,
vi
ﺧﻼﺻﺔ
ﻳﺪور اﻟﺒﺤﺚ ﺣﻮل آراء اﳌﻮاردي ﰲ ﻗﻴﺎدة اﳌﺮأة واﻟﱵ ﺗﺸﻤﻞ( ) 1:ﻣﺎ ﻫﻮ ﻣﻔﻬﻮم اﻟﻘﻴﺎدة
اﻟﻨﺴﺎﺋﻴﺔ ،و () 2ﻛﻴﻒ ﻫﻮ ﻣﻔﻬﻮم وآراء اﻟﻘﻴﺎدة اﻟﻨﺴﺎﺋﻴﺔ ﻋﻨﺪ اﻹﻣﺎم اﳌﺎوردي .ﻳﻬﺪف ﻫﺬا
اﻟﺒﺤﺚ إﱃ اﻟﺘﻌﺮف ﻋﻠﻰ ﻣﻔﻬﻮم اﻟﻘﻴﺎدة اﻟﻨﺴﺎﺋﻴﺔ وﻣﻔﻬﻮم ووﺟﻬﺎت ﻧﻈﺮ اﳌﺮأة اﻟﻘﻴﺎدﻳﺔ ﻋﻨﺪ اﻹﻣﺎم
اﳌﺎوردي .ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻫﻮ ﲝﺚ ﻣﻜﺘﺒﺔ أو ﲝﺚ ﻣﻜﺘﺒﺔ ،أي اﻟﺒﺤﺚ اﻟﺬي ﻳﺘﻢ إﺟﺮاؤﻩ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ
ﲨﻊ اﻟﺒﻴﺎmت أو اﻟﻜﺘﺎﺑﺔ اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ اﻟﱵ oﺪف إﱃ ﻛﺎﺋﻨﺎت اﻟﺒﺤﺚ أو ﲨﻊ ﺑﻴﺎmت اﳌﻜﺘﺒﺔ ،أو
اﻟﺪراﺳﺎت اﻟﱵ ﻳﺘﻢ إﺟﺮاؤﻫﺎ ﳊﻞ ﻣﺸﻜﻠﺔ ﺗﺴﺘﻨﺪ ﺑﺸﻜﻞ أﺳﺎﺳﻲ إﱃ اﻟﺘﺤﻠﻴﻞ اﻟﻨﻘﺪي واﳌﺘﻌﻤﻖ
ﻟﻠﻤﻜﺘﺒﺔ ذات اﻟﺼﻠﺔ ﻣﻮاد u.ﰐ ﻣﺼﺎدر ﺑﻴﺎmت ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻣﻦ اﻟﻜﺘﺐ واxﻼت اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ
واﻷوراق اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ اﻷﺧﺮى ذات اﻟﺼﻠﺔ .اﺳﺘﻨﺘﺞ ﻣﻦ ﻧﺘﺎﺋﺞ اﻟﺪراﺳﺔ أن اﻹﻣﺎم اﳌﻮردي ﻳﺸﱰط أن
ﻳﻜﻮن اﻟﻘﺎﺋﺪ رﺟﻼً .ﻫﺬا ﻳﻌﺘﻤﺪ ﻋﻠﻰ اﻋﺘﺒﺎرات ﳐﺘﻠﻔﺔ وﺣﺠﺞ ﺻﺤﻴﺤﺔ .ﺑﻴﻨﻤﺎ ƒﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﻠﻌﻠﻤﺎء
اﻟﺬﻳﻦ ﻳﺴﻤﺤﻮن ﺑﺬﻟﻚ ،ﻓﺈن ﻣﻔﻬﻮم اﻟﻘﻴﺎدة اﻟﻨﺴﺎﺋﻴﺔ ﻫﻮ أﻧﻪ ﳚﺐ أن ﻳﻜﻮن ﻟﺪﻳﻬﻢ ﻣﻮﻗﻒ ﺣﺎزم
ﻣﻠﻲء ƒﻟﺜﻘﺔ ،وﻟﺪﻳﻬﻢ إﳝﺎن ﻗﻮي Œﻓﻌﺎﳍﻢ وأن ﻳﻜﻮﻧﻮا ﻗﺎدرﻳﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﻌﺒﲑ ﻋﻦ ﻣﺸﺎﻋﺮﻫﻢ ،
.وآراﺋﻬﻢ ،دون اﻹﺿﺮار ﲟﺸﺎﻋﺮﻫﻢ أو ﻣﺸﺎﻋﺮ اﻵﺧﺮﻳﻦ دون اﳌﺴﺎس ﲝﻘﻮق اﻵﺧﺮﻳﻦ
vii
ABSTRACT
(1) What is the concept of women's leadership, and (2) How is the concept and
find out how the concept of women's leadership and how the concept and views of
studies carried out to solve a problem which is basically based on critical and in-
depth analysis of relevant library materials. Sources of data for this research
come from books, scientific journals, and other related scientific papers. From the
results of the study it was concluded that Imam Al Mawardi requires that a leader
Whereas for scholars who allow it, the concept of women's leadership is that they
must have an assertive attitude, that is full of confidence, have a strong belief in
their actions and be able to express their feelings and opinions, without hurting
their own feelings or the feelings of others, without disturbing the rights of others.
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 58
x
BAB I
PENDAHULUAN
terhadap hukum-hukum fiqih dalam segala hal. Isu kesetaraan gender menjadi
segala kegiatanya tidak terlalu memiliki banyak batasan sedangkan wanita dalam
segala bentuk kegiatanya mempunyai banyak batasan. Salah satu batasan wanita
mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang
untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Maka kepemimpinan itu lahir dari
kepribadian maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang dan didorong oleh
Islam juga memandang bahwa seorang pemimpin merupakan hal yang penting
1 Raihan Putri, Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam Antara Konsep Dan Realita, (Yogyakarta: AK Group, 2006), hal. 53
1
2
syariat agama.
Kepemimpinan adalah kemampuan yang ada pada diri seorang leader yang
gaya dan perilaku pemimpin tersebut, serta interaksi antara pemimpin, pengikut
untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela
Dalam konsep Islam, seorang pemimipin dianjurkan dari kaum adam (laki-
laki), hal ini menguatkan bahwa laki-laki adalah seorang pemimpin bagi dirinya
dan keluarganya, selain itu pemimpin dari laki-laki mempunyai sidat tegas dan
pantang menyerah. Namun menurut beberapa pendapat ulama ada sebagian yang
Islam karena ada perbedaan ulama tentang hadits sahih dari Abu Bakrah di mana
Nabi menyatakan bahwa suatu kaum tidak akan berjaya apabila dipimpin oleh
2
Soekarso dan Iskandar Putong, Kepemimpinan: Kajian Teoritis dan Praktis, h. 71. Diakses melalui
https://books.google.co.id/books?id=g6hxBgAAQBAJ&dq=sifatsifat+kepemimpinan&hl=id&source=gbs_navlinks_s pada 19
Maret 2019
3
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan: Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis
4
kh. Muwafik Saleh, Komunikasi dalam Kepemimpinan Organisasi, (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2016), h. 19
3
seorang wanita, yakni putra Raja Kisra yang bernama Bûran, beliau
berkata,“Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh wanita.” Hadis
pandang dalam menilai kepemimpinan semacam ini, apakah termasuk bagian dari
dalam hal ibadah, mu’amalah, beramar ma’ruf dan nahi mungkar, menuntut ilmu
berpendapat bahwa sama antara laki-laki dan perempuan dalam hal eksistensi al-
(keahlian) dalam masalah ibadah, dan dalam hal balasan dari perbuatan baik
buruk yang dilakukan. dan beliau juga tidak menyinggung Hadits di atas,
4
hadits tersebut, tetapi ia tidak memahami hadist itu secara tekstual seperti yang di
sebagai kepala negara. Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansury al-Sinkily melihat
dimasa sekarang. Baginya yang terpenting adalah setiap umat harus memiliki
diduduki oleh kaum wanita baik muslim maupun non muslim yang menjabat
menjadi pemimpin suatu perusahaan daerah bahkan negara. Hal ini bertentangan
penyebab perilaku itu menjadi hal yang biasa bahkan sudah menjadi darah daging
syarat pemimpin (ahlu imamah) mempunyai tujuh syarat, yaitu: adil, berilmu,
normal panca indera mendengar, melihat dan berbicara, normal anggota tubuh,
mampu berpikir, berani dan dari suku Quraisy. Al-Mawardi, salah seorang ulama
5
Khairuddin, Kepemimpinan Perempuan Menurut Islam Dalam Konteks Kekinian, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2014) hal. 64.
6
Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, (terj. Khalifurrahman Fath dan Fathurrahman), Cet. 1, (Jakarta: Qistthi Press, 2015), h.
9.
5
jauh berbeda, dimana kekuasaan seorang presiden hanya terbatas pada bidang
ada pada lembaga Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan rakyat atau Majelis
sedang banyak diperdebatkan. Ini menjadi sesuatu yang penting untuk dibahas
masalah pertama, ialah tentang perbedaan penafsiran surat Al-Quran An-Nisa ayat
34: " Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Yang kedua, hadis "tidak akan ada kemakmuran bagi umat yang menyerahkan
melarangnya dari sudut pandang agama. Islam dengan keras melarang perempuan
untuk menampilkan kecantikannya dalam konteks ini disebut aurat tetapi Islam
jelas peran perempuan dalam pemerintahan, baik sebagai gubernur atau pejabat
sama sekali terdengar asing dalam sejarah dan teologi Islam. Beberapa
sebagai pandangan yang konservatif dan kaku. Namun, dengan masuknya dan
mereka untuk kemajuan umat manusia. Kontroversial debat table terjadi sejak
dahulu hingga sekarang. Hal ini terjadi secara metodologis berpikir sistematis
terhadap eksistensi ijma’ ulama sebagai sumber dan dalil hukum atau sebagai
pemimpin termasuk dalam rana ijtihadiyah yang dinamis sepanjang masa. Maka
wajar kiranya kalau para ulama‟ berbeda pendapat dalam mensikapi permasalahan
menentukan posisi perempuan dan mengkaji dari perspektif Islam. Makalah ini
tersebut. Makalah ini juga mengevaluasi secara singkat tanggapan para ulama
ini. Diharapkan ide-ide yang dimunculkan pada akhirnya akan berkontribusi untuk
yang kontemporer.
Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender.7 Buku ini lahir dari
7
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2002).
8
ketidakadilan pada wanita, serta banyaknya pelecehan dan kejahatan seksual pada
wanita.8
Oleh karena itu dari latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik
Imam Mawardi.
8 Ibid, hal 23
9
yang berarti bimbing atau tuntut.9 Setelah di tambah dengan awalan “pe” maka
lain untuk melakukan sesuatu yang di inginkan pemimpin dalam mencapai tujuan
tertentu.10
dan kelabihan, khususnya kecekapan dan kelebihan disatu bidang sehingga dia
pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu, seperti kepribadian,
hamil, melahirkan anak dan menyusui.13 Perempuan yang dimaksud dalam skripsi
9 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994) cet.4 hal. 967
10 Matondang, Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategic (Yogyakarta: gharailmu, 2008), hal. 5
11 Adib Sofia Sugihastuti, Feminisme dan Sastra Menguak Citra Perempuan dalam Loyar Terkembang (Bandung: Katarsis, 2003),
hal 181
12 Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hal. 26
13
Hasan Alwi dkk, Kamus Besar Basahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 1268.
10
Harus penulis akui bahwa sangat banyak literatur yang membahas tentang
melihat perbedaan atau persamaan antara objek peneliti penulis dengan penelitian
yang pernah diteliti oleh peneliti lain agar terhindar dari duplikasi. Penulis
dengan judul “Kepemimpinan Wanita Dalam Ranah Sosial Dan Politik Menurut
manusia, bukan kekuasaan tiranik, otoriter dan sentralistik. Oleh karena itu, ayat-
ayat Alquran dan hadis nabi yang “terlanjur” dipahami sebagai landasan untuk
sosial. Karena, fakta sejarah menunjukkan beberapa wanita yang sukses dengan
dan Hubungannya dengan Hukum Tata Negara” pada tahun 2017. Penelitian
Ketiga, dalam penelitian yang dilakukan oleh H.Kosim dari Institut Agama
mempunyai hak untuk dipilih dan memilih yang walaupun terdapat berdedaan
Dari hasil kajian pustaka di atas berbeda dengan isi kajian ilmiah yang
ulama lainnya.
12
merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam setiap penelitian agar apa yang
metode dan teknik pengumpulan data tertentu sesuai masalah yang diteliti.
luas.
dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research, yakni
penelitian yang dilakukan melalui mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah
yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat
yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap
14
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis,(Jakarta : Salemba Empat,2016), h.32
13
adalah data yang bersuber literatur pustaka. Menurut Peter Mahmud Marzuki,
sumber- sumber penelitian hukum dibedakan menjadi sumber hukum primer dan
b. Bahan skunder yakni, bahan pustaka atau buku-buku yang berkaitan dengan
kepemimpinan perempuan dalam islam, jurnal ilmiah dan karya tulis ilmiah
2.1 Kepemimpinan
imbuhan “ke” dan “an”. Kepemimpinan dalam bahasa Arab disebut “Al-
Imamah”.1 Dalam ilmu Fiqih, Imamah diartikan dengan kepemimpinan dalam hal
menjadi ketua dalam memimpin seperti shalat jamaah atau pemerintah. Ibnu
akhirat bagi ummat. Sehingga dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah suatu
tugas yang menyeluruh, mengurus segala urusan, baik agama maupun politik
wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah wafat menyentuh juga maksud
yang terkandung di dalam perkataan amir (yang jamaknya umara) atau penguasa.
Oleh karena itu, kedua istilah ini di dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin.
Namun jika merujuk kepada Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah 1: 30.
ۤ
ِ ﯨَﻜِﺔ ِا ِﻧّْﻲ َﺟﺎِﻋٌﻞ ِﻓﻰ اْﻻَْر5َوِاْذ ﻗَﺎَل َرﺑﱡَﻚ ِﻟْﻠَﻤٰﻠ
ض َﺧِﻠْﯿﻔَﺔً ۗ ﻗَﺎﻟُ ْٓﻮا ا َﺗ َْﺠﻌَُﻞ ِﻓْﯿَﮭﺎ َﻣْﻦ ﯾﱡْﻔِﺴﺪُ ِﻓْﯿَﮭﺎ
س ﻟََﻚ ۗ ﻗَﺎَل ِا ِﻧّ ْٓﻲ ا َْﻋﻠَُﻢ َﻣﺎ َﻻ ﺗ َْﻌﻠَُﻤْﻮَن َ َُوﯾَْﺴِﻔُﻚ اﻟ ِﺪَّﻣۤﺎَۚء َوﻧَْﺤُﻦ ﻧ
ُ ّﺴ ِﺒُّﺢ ِﺑَﺤْﻤِﺪَك َوﻧُﻘَ ِﺪ
Artinya: Ingatlah ketika tuhan berfiman kepada para malaikat: “sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata: mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah)di bumi itu
15 Raihan Putri, Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam: Antara Konsep dan Realita, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press), hlm. 58.
14
15
Selain kata khalifah disebut juga kata ulil amri yang satu akar dengan kata
amir. Kata ulil amri berarti pemimpin tertinggi dalam masyarakat islam,
ﺴُﻦ ﺗ َﺄ ِْوﯾًﻼ
َ َوأ َْﺣ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Alqur’an) dan Rasul
(sunahnya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
dalam hal ibadah, mu’amalah beramal ma’ruf dan nahi mungkar, menuntut ilmu
tugas yang menyeluruh, mengurus segala urusan, baik agama maupun politik
kehidupan dan memberi kesan yang baik bagi semua pihak yang terlibat.
agama dan politik, dunia dan akhirat mempunyai hubungan dan keterkaitan yang
sangat kuat dan kokoh. Salah satu yang diperdebatkan dalam islam adalah hak
menjadi kepala negara, menjadi hakim dan pemimpin didalamnya ada laki-laki.9
b. Laki-laki
18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alqur’an, Vol. 9, (Jakarta: Lantera Hati, 2010), 422-423
17
diperlukan
e. Menasehati rakyat
h. Lemah lembut
setelah wafatnya Baginda Rasul. Para sahabat telah memberi penekanan dan
keutamaan dalam melantik pengganti beliau dalam memimpin umat Islam. Umat
Islam tidak seharusnya dibiarkan tanpa pemimpin. Sayyidina Umar R.A pernah
berkata, “Tiada Islam tanpa jamaah, tiada jamaah tanpa kepemimpinan dan tiada
oleh setiap umat Islam di negeri yang mayoritas warganya beragama Islam ini,
meskipun Indonesia bukanlah negara Islam. Allah SWT telah memberi tahu
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
س ﻟََﻚ ۗ ﻗَﺎَل ِا ِﻧّ ْٓﻲ ا َْﻋﻠَُﻢ َﻣﺎ َﻻ ﺗ َْﻌﻠَُﻤْﻮَن َ َُوﯾَْﺴِﻔُﻚ اﻟ ِﺪَّﻣۤﺎَۚء َوﻧَْﺤُﻦ ﻧ
ُ ّﺴ ِﺒُّﺢ ِﺑَﺤْﻤِﺪَك َوﻧُﻘَ ِﺪ
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
manusia dimuka bumi. ”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah SWT dan
ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah SWT (Al Qur’an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah SWT dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (QS An-Nisa: 59)Ayat ini menunjukan ketaatan kepada ulil amri
(pemimpin) harus dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT dan rasulnya.
19
2.3.1 Al Qur’an
kebudayaan Islam biasa digunakan khalifah, amir, dan sultan. Istilah lain yaitu
menjadi pemimpin karena mereka memiliki dasar moral (akhlak yang dapat
menyamakan arti khilafah dan imamah. Ia berkata “Imamah” itu disebut juga
sebagai Khilafah. Sebab orang yang menjadi Khilafah adalah penguasa tertinggi
bagi umat islam yang menggantikan Rasul SAW. Khalifah itu juga disebut
19 11 Drs. K. Permadi, S.H., Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta : Rineke Cipta, 1996), 57-63.
20
Nabi Muhammad SAW Rasul Muhammad sebagai suri teladan yang harus diikuti
kaum muslimin, memiliki akhlak yang agung dan luhur. Dengan keluhuran akhlak
itulah beliau berdakwah, mengajak manusia menuju jalan yang di Ridhoi Allah.
Diantara akhlak Nabi yang terpuji, ialah sikap pemaaf dan kasih terhadap
sesamanya, meskipun beliau sering dihina, difitnah dan disakiti orang lain.
Selain bersikap pemaaf, Nabi SAW, bersikap kasih terhadap sesamanya, kasih
terhadap fakir miskin dan anak-anak yatim. Dalam berbagai kegiatan dakwahnya
beliau selalu memulai kebaikan dari dirinya sendiri dan keluarganya. Ia senantiasa
Jadi selain Nabi dan Rasul Allah, Muhammad SAW, adalah seorang kepala
memberi perlindungan (proteksi) kepada umat non islam, beliau mengirim dan
menerima duta serta membuat ikrar kebulatan tekad aqabah. Inilah negara yang
20Al-Milal wan-Nihal I/24 atau dilihat Dr Ali As salus, Imamh dan Khalifah dalam tinjauan Syar’i (Jakarta : Gema Insani Press,
2010), 16
21
2.3.2 Al Hadits
Islam. Etika yang paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggung jawab.
Semua orang yang hidup di dunia ini disebut pemimpin. Karenanya sebagai
melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar)
bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggungjawab
kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra,a sendiri secara bahasa
bermakna gembala dan kata ra’in berarti penggembala. Ibarat penggembala, maka
sedangkan bentuk jamaknya adalah an-Nisa yang sepadan dengan kata wanita,
perempuan dewasa atau lawan jenis pria. Penjelasan mengenai perempuan dalam
22
konteks Islam, kita perlu merujuk pada dua sumber utama hukum Islam yakni al-
Qur’an dan Hadits. Maka, penjelasan ini akan dibagi menjadi dua, yakni wacana
perempuan dalam Al-Qur’an yang ditemui dalam kitab tafsir dan wacana
Wacana tentang perempuan dalam al-Qur’an bisa kita temui dalam banyak
perempuan. Contohnya Surat An Nisa dan surat Maryam. Di dalam surat Maryam
dikisahkan putri dari Imran yang memiliki derajat ketakwaan paling tinggi di
kemudian ia dipilih untuk melahirkan Nabi Isa AS meski tak pernah berhubungan
dengan laki-laki. Satu-satunya ibunda Nabi yang namanya diabadikan dalam Al-
dan mengabdi kepada Allah SWT. Ketika ia dipilih untuk mengandung bayi Nabi
konsekuensi yang akan ia terima berupa celaan dari masyarakat. Namun Maryam
tetap menjalaninya sebagai ketetapan dari Allah SWT dan bukti kepasrahannya
terhadap Allah.
pemimpin dari sebuah kerajaan besar, yaitu Ratu Balqis dari kerajaan Saba’.
Kisah tentang Ratu Balqis ada dalam dua surat dalam al-Qur’an, yakni surat an-
23
Naml dan surat al-Anbiya. Kerajaan Saba’ digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai
kerajaan yang makmur, rakyatnya sejahtera, dan memiliki angkatan perang yang
kuat. Ketika Nabi Sulaiman mengirimkan surat kepada Ratu Balqis yang berisi
ajakan untuk mengadakan hubungan diplomatik dan menyeru agar Ratu Balqis
dan rakyatnya menyembah kepada Allah SWT, pada saat itu rakyat kerajaan
Selain Ratu Balqis dan Maryam ibu Nabi Isa AS, masih ada beberapa
orang perempuan lagi yang kisahnya tercantum dalam al-Qur’an. Contohnya, ibu
Nabi Musa AS, istri Imran, dan Zulaikha. Kecuali Zulaikha yang memperdaya
Nabi Yusuf AS, kesemua perempuan yang diceritakan dalam al-Qur’an tersebut
menempati posisi yang mulia, sebagai ibu atau istri dari laki-laki shalih yang
mengabdi kepada Allah. Ada pula Istri dari Nabi Luth AS dan Nabi Nuh AS yang
Al Qur’an sebagai sumber hukum utama yang menjadi rujukan bagi umat muslim,
memandang wanita sebagai makhluk yang mulia, baik dalam posisinya sebagai
ibu maupun sebagai individu yang utuh. Dan apabila ia beriman dengan sebenar
berikut.
a. Secara esensial, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
SAW yang menyangkut ajaran Islam berlaku untuk semua jenis kelamin.
Seruan untuk menuntut ilmu, berbuat amal sholeh, dan ajakan untuk
semua jenis ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji. Bahkan
dan perempuan.
pula terjadi tawar-menawar antara Nabi dan kaum perempuan dalam hal
yang khusus ini. Hingga kemudian dicari jalan keluar yang bersifat
25
akomodatif di kedua belah pihak. Hal yang sama juga terjadi pada laki-
laki.
agamanya karena tidak melakukan shalat dan puasa saat haid, akan tetapi
dan puasa saat sedang haid dan nifas merupakan perintah Allah yang jika
seperti halnya larangan berzina dan memakan daging babi. Di sisi lain,
membuahkan tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh laki-laki. Jika
tanggung jawab ini diabaikan oleh laki-laki, maka derajat lebih yang
melindungi dan menjaga keselamatan bagi wanita. Jika tanggung jawab ini
diabaikan, laki-laki akan jatuh ke tingkat derajat yang paling hina, bukan
oleh Badriyah Fayuni dan Alai Najib ini, ditemukan sebuah pemahaman bahwa
26
jenis kelamin dari jenis kelamin yang lainnya dilakukan sesuai kebutuhan dari
masing-masing jenis kelamin itu sendiri, dan bukan untuk memarginalkan satu
jenis dari jenis lainnya. Adapun kelebihan dan kekurangan antara jenis kelamin
yang satu dengan yang lainnya dibarengi dengan catatan-catatan penting yang
tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa perempuan
SAW.
sejak dahulu hingga sekarang. Hal ini terjadi secara metodologi berpikir sistematis
terhadap eksistensi ijma’ ulama sebagai sumber dan dalil hukum atau sebagai
hukum yang berbeda pula. Karena itu dapat dikatakan bahwa permasalahan
ﻋﻦ اﺑﻲ ﺑﻜﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ﻗﺎل ﻋﺼﻤﻨﻲ ﷲ ﺑﺸﻲء ﺳﻤﻌﺘﮫ ﻣﻦ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ
ھﻠﻚ ﻛﺴﺮى ﻗﺎل ﻣﻦ اﺳﺘﺨﻠﻔﻮا ﻗﺎﻟﻮا ﺑﻨﺘﮫ ﻗﺎل ﻟﻦ ﯾﻔﻠﺢ ﻗﻮم وﻟﻮا ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻟﻤﺎ
أﻣﺮھﻤﺎﻣﺮأةرواه اﻟﺒﺨﺎرى
pengangkatan tersebut. Kedua, hadis ini diriwayatkan oleh banyak perawi yang
keshahihannya, dan sanadnya pun tidak ada yang terputus (munqathi). Bahkan
baik sanad maupun matannya. Ketiga, kata wanita, (imra’ah) pada hadis tersebut
menunjukkan kepada keumuman (nakirah), artinya wanita mana saja tidak boleh
menjadi pemimpin.21
Menurut jumhur ulama, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi, dan
Imam Hanbali, bahwa wanita tidak boleh menjabat sebagai hakim atau pemimpin,
dan telah bersepakat bahwa seorang pemimpin itu harus laki-laki tidak boleh
21Nurul fajriah, dkk, Dinamika Peran Perempuan Aceh Dalam Lintasan Sejarah, (Banda Aceh, PSW IAIN AR-Raniry dan NAD-
Nias, 2007), hlm. 77-79.
28
bahagia suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka pada wanita”. dan Hadis
yang mengatakan bahwa “akal dan keberagaman wanita kurang dibanding akal
matan hadits tersebut terdapat kata "wallu amrakum" (yang memerintah kamu
semua), yang ditafsirkan sebagai Khalifah dalam sistem politik Islam. Sehingga
memandang perlu untuk mengetengahkan bahwa hak menjadi khalifah adalah hak
laki-laki, bukan wanita. Ini diungkapkan baik oleh Al-Ghazali, Al-Mawardi, Ibnu
ditetapkan olehnya. Begitu juga halnya dengan tugas-tugas lain yang terpaksa
menanggung tanggung jawab besar lagi berbahaya. Menurut beliau, Islam telah
Beliau berhujjah kepada hadis Rasulullah Saw, dan beliau juga berpendapat
bahwa hadist ini khusus menerangkan tentang pimpinan tertinggi dalam suatu
leh perempuan. Menurut beliau, para ulama sepakat menetapkan hal itu dan
22Norma Dg.Siame, “Kepemimpinan Wanita Dalam Perspektif Syariat Islam”, Jurnal keislaman, Vol. 4, No. 1, ( Juni 2012), hlm.
78.
29
memelihara anak dan orang yang lemah akalnya dan boleh juga wanita menjadi
saksi. Larangan bagi perempuan untuk menjabat sebagai kepala negara, karena
dalam islam bukanlah hanya suatu jabatan formalitas saja, tetapi juga merupakan
pemimpin rakyat, dan lidahnya berbicara serta memiliki kharisma yang tinggi.
Allah Q.S An-nisa’ 4: 34 juga, yang mengambil kesimpulan bahwa, wajah dilalah
pada ayat ini menurut mereka tidak bersifat umum, akan tetapi bersifat khusus,
juga tidak dengan lafad suruhan (amar) tetapi dengan lafaz informatif (khabasr).
Hadis riwayat dari Abu Bakrah juga dipahami oleh mereka yang bahwa
saat itu ketika Nabi Saw mendengar informasi atas kematian Raja Persia yang
penggantinya memimpin negara. Hal ini sebenarnya kekhawatiran Nabi kalau dia
tidak mampu memimpin, artinya secara marfhum mukhalafah, kalau dia mampu
memimpin berarti boleh wanita menjadi pemimpin, dan memang saat itu situasi
pemimpin.23
23 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alqur’an,... hlm. 352.
24 Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid II. (Jakarta, Gema Insani Press, 1995), hlm. 522.
30
ada beberapa perempuan yang berperang bersama nabi, seperti Sumaiyyah ibn
mempunyai pandangan, pemikiran dan kebijakan yang bagus dalam urusan politik
dan hukum, yang terkadang banyak di antara kaum laki-laki tidak mampu
menandinginya.
memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin dalam menjabat jabatan
kedudukan yang sama. Dikarenakan kedua jenis ini adalah manusia mukallaf yang
serta melakukan amar maruf dan nahi mungkar. Laki-laki dan perempuan juga
memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sehingga tidak ada dalil yang
menurut Yusuf Qardhawi akan tetapi, beliau memberikan syarat-syarat yang ketat
yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh perempuan untuk memikul suatu
menjalankan tugas.
berkahwin.
َرِﻗﯿﺒًﺎ
25 Yusuf Qardhawi, Min Fiqhi al-Dawlah Fi al-Islam, Terj. Kathur Suhardi, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 1998), hlm. 207.
32
man nafsi wahdah sebagai “Adam” kemudian Allah menciptakan dari diri Adam
bahagian pelengkap yang tidak dapat dipisahkan dari laki-laki. Oleh karena itu
laki-laki dan perempuan diberi tanggung jawab yang sama dalam kapasitasnya
masalah ibadah, dan dalam hal balasan dari perbuatan baik buruk yang dilakukan.
ﻀُﻜْﻢ ِّﻣْۢﻦ
ُ ﺿْﯿُﻊ َﻋَﻤَﻞ َﻋﺎِﻣٍﻞ ِّﻣْﻨُﻜْﻢ ِّﻣْﻦ ذََﻛٍﺮ ا َْو ا ُْﻧٰﺜﻰ ۚ ﺑَْﻌ
ِ ُﻻ ا
ٓ َ ب ﻟَُﮭْﻢ َرﺑﱡُﮭْﻢ ا َ ِﻧّْﻲ
َ ﻓَﺎْﺳﺘ ََﺠﺎ
hadis Rasulullah Saw, padahal beliau mengetahui Hadis itu tetapi ia tidak
memahami Hadis itu secara tekstual. Seperti yang dilakukan oleh kebanyakan
secara konstektual dalam artian Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansury al-Sinkily
melihat kondisi perempuan di masa Rasulullah Saw jauh berbeda dengan keadaan
Baginya yang terpenting adalah setiap ummat harus memiliki pemimpin dan
berbakti kepadanya.
pendapat yang membolehkan perempuan menjadi pemimpin dan ada yang tidak
kehidupan ini
tidak dapat sama sekali untuk ditekan. Hal ini, disebabkan pada ajaran Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan hadis mengatur prinsip-prinsip serta etika pada
kesetaraan hak perempuan dalam masyarakat. Al- Qur’an sering kali menyebut
Bahkan, apa yang disebut dengan pilar politik Islam merupakan bagian dari
dengan laki-laki. Bahkan salah satu nama surat di dalam Al-Qur’an bernama An-
Nisa’ yang berarti perempuan. Kenyataan ini sebagai bukti bahwa Islam
kandungan ayat- ayat dalam surat tersebut. Islam menempatkan serta mengakui
kehormatan perempuan. Lebih luas lagi, perempuan juga ikut dilibatkan dalam
bidang keamanan. Akan tetapi, kalangan muslim sendiri tidak dapat mengungkap
prinsip-prinsip tersebut. Masih saja ada praktik yang dilakukan oleh umat Islam
Pernah suatu ketika Rasulullah SAW. Mendapatkan protes dari kaum perempuan
dikhususkan untuk kaum laki-laki saja, karena kaum laki-lakilah yang akan
pendapat yang terekam dalam QS. Al-Mujadalah: 1-4. Hal ini membuat sentuhan
perempuan dan nuansa feminis melekat abadi, setelah berabad- abad ketika
dunia keilmuan, politik, budaya dan lain sebagainya. Hal ini sebagai tanda bahwa
era kebangkitan perempuan untuk mencapai keadilan hak-hak yang selama ini
hilang, berganti menjadi suatu hal yang patut diperhitungkan. Adanya keyakinan
yang menggoda Adam yang mengakibatkan diusirnya Adam dari surga dan
tampaknya tidak lagi relevan untuk menepikan eksistensi perempuan pada saat ini.
asasi manusia. Menurut pendapat sarjana fikih, semua manusia memiliki hak asasi
manusia yang sama, di mana hal ini telah ditetapkan oleh syariat.16 Lebih lanjut,
perempuan yang memiliki cara berpikir maju, setara dalam kehidupan, dan juga
36
memiliki prinsip yang kuat. Agama Islam sangat menjunjung tinggi keadilan,
egaliter dan kebebasan. Hal ini telah berpengaruh terhadap perempuan Islam, di
mana tidak sekedar menjadi sosok penurut dalam tradisi yang ikut serta merampas
hak-hak perempuan.
perang jamal bersama para sahabat Nabi yang lain menjadi bukti keabsahan
Balqis, seorang penguasa Negeri Saba’ (kini termasuk wilayah Yaman) yang
hidup dengan sezaman dengan Nabi Sulaiman a.s yang dikenal dalam sejarah
sebagai penguasa yang adil, bijaksana dan penuh tanggung jawab dalam
kepemimpinannya. Terlebih lagi dalam kondisi yang sangat menentukan dan demi
untuk kemaslahatan bangsa dan negara, maka kaum wanita dibenarkan menjadi
pemimpin bangsa.26
tentang sebuah negeri yang di pimpin oleh wanita pada masa Nabi Sulaiman yang
bernama Ratu Balqis. Ratu Balqis adalah sosok pemimpin yang demokratis,
adalah pemimpin yang sangat dihormati dan ditaati oleh para pengikutnya,
26 Munawir Haris, ”Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam”. Jurnal Studi Keislaman, Vol. 15, No. 1 Jun 2015, hlm. 83.
37
besar dalam mengatur rakyatnya. Dalam Surah An-Naml sudah jelas bahwa
khalifah, karena tugas kepemimpinan bersifat universal, berlaku bagi kaum laki-
laki dan perempuan. Inti dari kepemimpinan adalah sunnatullah akan kewajiban
SWT.27
Dasar hukum politik perempuan dalam hal ini adalah kebolehan kaum
kaum wanita sebelum Islam, sebelum turunnya Alqur’an, pada bangsa Arab
hak sama sekali, melaikan dikuasai sepenuhnya oleh kaum laki-laki dengan tiada
dihargai, bahkan dipandang sebagai kaum yang dapat membawa malapetaka dan
bahaya.28
Dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw menjadi rasul dan rahmat bagi
seluruh alam, lahirnya agama Islam dan turunya Alqur’an, semua kepincangan-
kedudukan yang sama bagi kaum laki-laki, baik dalam hidup pribadi ataupun
dalam masyarakat dan negara, juga dalam kehidupan keagamaan. Semua ini
27 Nurul Mubin, Semesta Keajaiban Wanita, (Jogjakarta: Diva Press, 2008), hlm. 72
28 Fachruddin Hs, Ensiklopedia Alqur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), hlm. 268.
38
terdapat dalam Alqur’an, dan suatu kehormatan besar bagi kaum wanita, karena
Allah telah menyebutkan masalah wanita dalam firman-Nya, dengan sebutan “An-
Nisa” yang artinya kaum wanita. wanita adalah separuh dari masyarakat, Artinya,
perempuan berkewajiban untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki, dan
wanita berhak untuk menikmati semua hak, sosial, budaya, sipil dan politik.
BAB III
HASIL PEMBAHASAN
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-
Mawardi al- Bashri (364-450 H/974-1058 M), dilahirkan di Basrah, Irak. Beliau
dibesarkan dalam keluarga yang mempuyai perhatian yang besar kepada ilmu
pengetahuan. Mawardi berasal dari kata ma’ (air) dan ward (mawar) karena ia
Mawardi hidup pada masa pemerintahan dua khalifah: al-Qadir Billah (380-422
H) dan al-Qa‟imu Billah (422 H-467 H). Al-Mawardi juga mempunyai nama
kun-yah (julukan), yaitu: Abu al-Hasan, dengan laqb (gelar) Qadi Al-Qudhat
Pemberian gelar ini sempat menimbulkan protes dari para fuqaha pada
masa itu. Mereka berpendapat bahwa tidak ada seoranpun boleh menyandang
gelar tersebut. Hal ini terjadi setelah menetapkan fatwa bolehnya Jalal Ad Daulah
29 Khayr al-Dīn al-Zarkali, al-A’lām, juz 4, (Beirūt: Dār al-Ilm li al Malāyīn, 1992), h. 327
39
40
Menurut mereka bahwa yang boleh menyandang gelar tersebut hanya Allah
SWT.
Al-Mawardi wafat pada tanggal 30 bulan Rabi’ul Awal tahun 450 hijrah
bersamaan 27 Mei 1058 M. Ketika itu beliau berumur 86 tahun. Bertindak sebagai
imam pada sholat Jenazah beliau Al-Khatib Al-Baghdadi. Banyak para pembesar
disintegrasi politik dalam pemerintahan Daulah Bani Abbasiyyah. Pada masa itu
diri dari Bani Abbas dan membentuk daerah otonom. Ini akhirnya memuculkan
dinasti-dinasti kecil yang merdeka dan tidak mau tunduk pada kekuasaan Bani
Abbas.
Mereka menjadi boneka dari ambisi politik dan persaingan antara pejabat-pejabat
tinggi negara dan panglima Militer Bani Abbas. Khalifah sama sekali tidak
berkuasa menentukan arah kebijakan negara. Yang berkuasa adalah para menteri
Bani Abbas yang pada umumnya bukan berasal dari bangsa Arab, melainkan dari
bangsa Turki dan Persia. Al-Mawardi merupakan seorang pemikir Islam yang
terkenal pada masanya. Yaitu masa dimana ilmu pengetahuan yang dikembangkan
terkemuka Madzhab Syafi’i dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya pada
dinasti Abbasiyah. Selain sebagai pemikir Islam yang ahli dibidang fiqih,
sastrawan, politikus dan tokoh terkemuka, ia juga dikenal sebagai penulis yang
sangat produktif.31
Syafi’i, al-Iqna’.32
antropologis dan sosiologis tidak dapat dilepaskan dari situasi politik yang tengah
mengalami krisis. Pada masa itu kekuasaan Abbasiyah melemah, sebagai akibat
terjadinya penuntutan pejabat tinggi dari etnis Turki untuk merebut puncak
pemerintahan. Kehendak itu tentu saja menimbulkan reaksi keras dari kelompok
memikirkan kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran menyangkut hal
31 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Perkasa, 2001), h. 43
32 Al Mawardi , Adab Ad Dunya Wa Ad Din, op.cit,. h. 9
33 Abudin Nata. op.cit., h. 43-44
42
yang dinamai ulul albab tidak terbatas pada kaum lelaki saja, melainkan juga
kaum perempuan. Hal ini terbukti dari lanjutan ayat di atas yang menguraikan
yang lemah dan melarangnya beraktivitas di luar rumah dengan dalih bahwa
perempuan ke mana pun pergi harus disertai dengan mahram walaupun untuk
keperluan menuntut ilmu sekalipun. Di sisi lain ada juga yang berpandangan
bahwa perempuan tidak boleh bekerja tetapi sebaiknya berada di rumah untuk
mengurus rumah dan mendidik anak. Sehingga terjadi disharmoni di dalam rumah
terhadap hartanya, bahkan tidak boleh pihak lain ikut campur kecuali setelah
melakukan berbagai perjanjian, sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia
maupun kepada Tuhan, dan tidak ada suatu kekuatan yang dapat menggugurkan
34
Agustin Hanafi, Peran Perempuan Dalam Islam, Internasional Journal of Child and Gender Studies, Vol. 1, No. 1, Maret, 2015,
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/equality, (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2015), hlm.15-16.
43
kedudukan yang sama di depan hukum, bahkan Islam memberikan hak yang sama
cara “ khulu”.
makhluk Allah yang setara, bebas ber-tasarruf, bahkan satu sama lain saling
Bahkan pada zaman dahulu banyak sekali perempuan yang aktif bekerja
dan beraktivitas dan Nabi sendiri tidak melarangnya. Dalam bidang perdagangan
sukses. Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang
Zainab binti Jahsy juga aktif bekerja menyamak kulit binatang dan hasil usahanya
itu beliau sedekahkan. Raithah, istri sahabat Nabi yang bernama Abdullah Ibnu
35
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender,cet ke-II, (Jakarta: Paramadina, 2010), hlm. 126.
44
Mas’ud sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu
perempuan yang pandai menulis ditugaskan oleh Khalifāh Umar r.a. sebagai
dengan baik, maka pemimpin mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu untuk
baik, memberi pengawasan yang efesien dan membawa para pengikutnya kepada
sasaran yang hendak dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
36 M. Quraish Shihab, Perempuan, Cet. III, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hlm. 406
45
anggota kelompok.
tercapai.
Dengan kata lain bahwa tujuan suatu kepemimp inan adalah untuk
telah menetapkan bahwa kepemimpinan dalam Islam memiliki dua tujuan pokok
nya.37
37
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah wa al-Wilayatul al-Diniah......... hlm, 120.
47
أَْﻣَٰوِﻟِﮭْم
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
(Q.S. an-Nisaa‟ [4]: 34).
klasik sepakat bahwa jabatan khalifah harus dipegang oleh lelaki berdasarkan
surah an-Nisa‟ ayat 34 tersebut. Abu Ya‟la al-Fara‟ menyebutkan salah satu
argumen pada firman Allah SWT. surah An Nisaa’ ayat 34 tersebut. Berdasarkan
asbab al-nuzulnya, ayat ini turun berkenaan dengan kasus istri Sa‟ad bin Rabi‟
yaitu Habibah binti Zaid bin Abi Zuhair, yang tidak taat kepada suaminya
(nusyuz). Lalu Sa‟ad menamparnya. Maka istri Sa‟ad bersama ayahnya datang
suaminya.” Tiba- tiba Nabi SAW. bersabda: kembalilah, ini dia Jibil baru saja
38 Ali Muhanif, Perempuan dalam Literatur Islam Klasik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 132.
48
datang padaku menurunkan ayat ini “Kaum laki-laki itu pemimpin bagi kaum
Allah SWT. berkehendak lain. Maka yang dikehendaki Allah itulah yang lebih
baik. Lalu beliau memcabut qishash.” Jadi, ayat tersebut turun sebab khusus, yaitu
berkenaan dengan kasus tertentu, masalah keluarga, dan tidak ada kaitan dengan
Terdapat hadis shahih ahad yang dari segi substansi matan haditsnya
Ahmad, Tirmidzi, dan An-Nasa‟i dari Abu Bakrah r.a. lebih lengkapnya dapat
Menceritakan kepada kami Usman bin al- Haitsam, menceritakan kepada kita
‘Auf dari Hasan dari Abi Bakrah ra, beliau berkata: Allah telah memberiku
manfaat dengan kalimat yang aku dengar dari Rasulullah SAW. pada Perang
Jamal setelah aku menganggap bahwa yang benar adalah pemilik unta (Aisyah ra)
sehingga aku berperang di pihaknya. Kalimat yang aku dengar tersebut adalah
ketika ada kabar yang sampai kepada Rasulullah SAW. Bahwa penduduk Persia
telah mengangkat anak perempuan Kisra sebagai raja mereka maka Nabi SAW.
bersabda :
Jadi, yang dimaksud oleh hadits ini menurut Yusuf Qardhawy adalah
larangan b uat wanita untuk menjadi khalifah, pemimpin umum kaum muslim.
bahwa perempuan itu tidak ahli dalam hal pemerintahan dan tidak boleh suatu
kaum menjadikan mereka sebagai pemimpin. Ibnu Jarir pun mengatakan bahwa
pemikiran perempuan itu kurang dan tidak sempurna, terlebih lagi pada urusan
laki-laki.
bahwa: jika dikatakan laki-laki dan laki-laki. Maka dapat dipahami bahwa
“Tidak akan berjaya suatu kaum kalau menyerahkan urusan kepada perempuan.”
Asbab al-wurud (sebab turun) hadis tersebut bertalian dengan keputusan Ratu
padahal waktu itu ia juga memiliki anak laki-laki, yang menurut cerita tidak
disukainya.
pemimpin. Ia hanya mengatakan tidak bahagia suatu kaum jika dipimpin oleh
perempuan. Apalagi kalau didasarkan pada pilian like and dislike, sebagaimana
kisa Ratu Kisra tadi. Menanggapi hadits tersebut, dari sudut metodologis, hadits
itu dinyatakan sahih, tetapi dari segi periwayatan tergolong hadits ahad. Hukum
Oleh karena itu, tidak boleh bersandar pada hadis ahad dalam hukum-
hukum yang sangat penting. Terlebih lagi partisipasi perempuan dalam hak-hak
3. Berdasarkan Ijma
bahwa hal itu sudah dipraktekkan pada beberapa masa. Atau setidaknya pada
masa Rosulullah SAW. Dan masa Khulafaur Rasyidin yang berlaku tanpa
kesertaan perempuan dalam kehidupan politik negara. Kendati ada sejumlah besar
kaum perempuan yang terlibat di bidang budaya dan intelektual pada masa awal
Islam, seperti istri-istri Nabi Muhammad SAW., tetapi mereka tidak berpartisipasi
memandang tidak demikian. Pada kenyataannya, hal itu tidaklah benar. Jelas-jelas
hal. Setiap mujtahid mengemukakan pendapatnya yang jelas dan semua sepakat
terhadap ketentuan hukum dalam masalah tersebut. Oleh karena itu, tidak dapat
4. Berdasarkan Qiyas
perempuan. Oleh karena itu, memungkinkan dilakukan qiyas dalam hal itu. Di
mengingat bahwa perempuan tidak punya hak talak, tidak boleh ditegaskan dalam
ijma. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan hukum yang ditegaskan dengan ijma,
para ulama berbeda pendapat apakah boleh diqiyaskan masalah lain padanya atau
tidak. Yang berkaitan dengan hukum syariat yang ditegaskan dengan teks
Alqur‟an, maka hukum-hukum ini semua hanya disebutkan dalam teks-teks yang
dianggap sebagai syariat yang umum. Pada gilirannya, tidak boleh menggunakan
qiyas dalam hal itu. Secara umum dapat dikatakan secara ringkas bahwa tidak
5. Faktor Budaya
kehidupan sosial kita agaknya berakar pada masih dominannya budaya patrilineal.
Kondisi sosio-historis dan budaya pada masa sebelum dan awal datangnya Islam
menunjukkan adanya suatu hegemoni budaya patriarki, yang mana kaum laki-laki
penjaga moral.
Sementara itu, peran laki- laki sebagai kepala rumah tangga, pengambil
keputusan, dan pencari nafkah. Perpanjangan dari berbagai peran yang dilekatkan
pada perempuan tersebut maka, arena politik yang sarat dengan peran pengambil
kebijakan terkait erat dengan isu-isu kekuasaan identik dengan dunia laki-laki.
kurang lazim atau tidak pantas bahkan arena politik dianggap dunia yang keras,
cara pandang dan pola pikir (mind set) masyarakat yang telah mendarah daging
39 Djazimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan..., h. 93
53
memerlukan kerja keras yang tentunya harus dimulai dari penyadaran diri sendiri.
Persoalannya adalah tidak banyak kaum perempuan berminat atau tertarik pada
dunia politik; diawali dari pola penempatan yang telah dikotak-kotakkan dan
ngalah, nurut, halus, ramah; inilah fungsi dan tugas yang tepat dan cocok bagi
tangga.
menjadi pemimpin atau hakim. Beliau menegaskan bahwa syarat menjadi hakim
haruslah laki-laki manakala perempuan tidak boleh menjadi hakim karena tidak
maka apa yang disyaratkan bagi hakim sama juga disyaratkan bagi pemimpin.
beliau mengambil dalil Q.S An-Nisa’ 4: 34. Pada sisi lain pula perempuan tidak
54
memiliki sifat yang ada seperti mana laki-laki, ini merupakan alasan dalam
atas laki-laki.
yang mengurus baik dalam bidang agama maupun politik yang mencapai suatu
tujuan untuk kemaslahan ummatnya yang dipimpin oleh seorang perempuan, dan
suatu kegiatan yang menuntut, membimbing kejalan yang diridhai Allah SWT.
pemimpin, yaitu:
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kepemimpinan perempuan dalam perpektif fiqh siyasah, ada yang tetap tidak
membolehkan dengan alasan seperti yang digunakan oleh fuqaha dan ada juga
konsep kepemimpinan perempuan yaitu harus memiliki sikap asertif, yaitu penuh
percaya diri, mempunyai keyakinan yang kuat akan tindakannya dan mampu
perasaan orang lain, tanpa mengganggu hak orang lain. Ulama siyasah syar’iyah
56
57
sunni klasik sebagian mensyaratkan harus laki-laki, dan sebagian lagi tidak
4.2 Saran
untuk mengetahui bahwa suatu produk pemikiran boleh jadi tepat sasaran
dan berguna pada suatu masa, namun di masa yang lain tidak dapat
diterapkan.
Adib Sofia, Feminisme dan Sastra Menguak Citra Perempuan dalam Loyar
Terkembang .Bandung: Katarsis, 2003
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan
Gender .Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2002.
Khayr al-Dīn al-Zarkali, al-A’lām, juz 4.Beirūt: Dār al-Ilm li al Malāyīn, 1992.
Milal wan-Nihal, Imamh dan Khalifah dalam tinjauan Syar’i. Jakarta : Gema
Insani Press, 2010.
Nata Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2001.
58
59
Nurul fajriah, dkk, Dinamika Peran Perempuan Aceh Dalam Lintasan Sejarah.
Banda Aceh, PSW IAIN AR-Raniry dan NAD- Nias, 2007.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan: Bagian
2 Ilmu Pendidikan Praktis
Yusuf Qardhawi, Min Fiqhi al-Dawlah Fi al-Islam, Terj. Kathur Suhardi. Jakarta,
Pustaka al-Kautsar, 1998.