Anda di halaman 1dari 16

Dengue Haemorrhagic Fever

1. Konsep Dasar Dengue Hemorhagic Fever

a. Pengertian

DHF(Dengue Haemorrhagic Fever) atau di kenal sebagai Demam

Berdarah diduga diambil namanya dari gejala penyakitnya yaitu adanya

demam/panas dan adanya pendarahan.(Arita Murwani, 2009)

Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Hemorrhragic Fever

(DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus.(H.Akhasin

Zulkoni, 2011)

DHF adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype

virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam

yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda - tanda

kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue)

sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian

(C.D. Sucipto ,2011).

Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah

penyakit fibris virus akut yang terdapat pada anak dan dewasa yang

disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty

yang ditemukan diseluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik

dan subtropik dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, sakit
kepala, nyeri tulang, ruam, leukopenia yang biasanya memburuk setelah 2

hari pertama.

DHF ini sangat bervariasi,mulai dari yang ringan (DF) sampai

yang berat (DHF).Tetapi untuk memudahkan batasanya dapat kita bagi

menjadi 4 tingkatan menurut derajat keganasan/beratnya penyakit.(Arita

Murwani, 2009

1) Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik;

satu – satunya menisfestasi perdarahan adalah tes torniket

positif dan/atau mudah memar.

2) Derajat II : Perdarahan spontan selain manisfestasi pasien pada Derajat

I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan

lain.

3) Derajat III : Gagal sirkulasi dimanisfestasikan dengan nadi cepat dan

lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi,

dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.

4) Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak

terdeteksi.

b. Patofisiologi

Virus Dengue adalah anggota dari group B Arbovirus yang termasuk dalam

genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Dikenal ada 4 jenis serotipe virus

Dengue yaitu virus Dengue tipe 1 (DEN-1), virus Dengue tipe 2 (DEN-2),

virus Dengue tipe 3 (DEN-3), dan virus Dengue tipe 4 (DEN-4) ditularkan ke

manusia melalui vektor nyamuk jenis Aedes Egypty dan Aedes Albopictus.

Virus yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
telah terinfeksi virus Dengue selanjutnya akan beredar dalam sirkulasi darah

selama periode sampai timbul gejala demam dengan masa inkubasi 4 – 6 hari

(minimal 3 hari sampai maksimal 10 hari) setelah gigitan nyamuk yang

terinfeksi virus Dengue. Pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena

viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,

hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi

pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah

bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh

darah di bawah kulit. DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi

dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-

infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus

antibodi) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam sirkulasi

darah mengakibatkan pembentukan aktivasi sistem komplemen, agregasi

trombosit dan aktivasi koagulasi. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi

sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a,

histamin dan serotinin yang menyebabkan meningginya permeabilitas

dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding

tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan

timbulnya agregasi trombosit menyebabkan pelepasan trombosit oleh sistem

retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat sehingga terjadi

koagulapati atau gangguan fungsi trombosit yang menimbulkan

renjatan/syok. Renjatan yang berkepanjangan dan berat menyebabkan

diseminated intravaskuler coagulation (DIC) sehingga perdarahan hebat


dengan prognosis buruk dapat terjadi. Terjadinya aktivasi faktor Hageman

(faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang

meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi Plasmin yang

berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin.

Disamping itu akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses

meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Hal ini berakibat

mengurangnya volume plasma, hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,

efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari

saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Renjatan

hipovolemia bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan,

asidosis metabolik dan kematian. Manifestasi klinis yang mungkin muncul

pada DHF adalah demam atau panas, lemah, sakit kepala, anoreksia, mual,

haus, sakit saat menelan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, pegal – pegal

pada seluruh tubuh, mukosa mulut kering, wajah kemerahan (flushing),

perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang), petekie (uji turniquet (+),

epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena, hiperemia pada

tenggorokan, nyeri tekan pada epigastrik. Pada renjatan (derajat IV) nadi

cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas

dangkal. Pada DHF sering dijumpai pembesaran hati (hepatomegali), limpa

(splenomegali), dan kelenjar getah bening yang akan kembali normal pada

masa penyembuhan. Adapun komplikasi dari penyakit DHF adalah

Hipotensi, Hemokonsentrasi, Hipoproteinemia, Efusi dan Renjatan / Syok

hipovolemia .(H.Akhasin Zulkoni,2011 , A.W.Sudoyo,2006, WHO,2005


WOC(WEB OF CAUTION)
Perbanyak diri
Virus dengue
di hepar

Infeksi
dengue
Gangguan rasa Hepatomegali
Terbentuk nyaman nyeri
Depresi
komplek antigen
Sumsum
antibodi
Tulang
- Mual
- Muntah
Mengaktivasi - Anoreksia
sistem komplemen

Melepaskan Perubahan
- Perdarahan Intoleransi
- Trombositopeni
histamine Nutrisi kurang
aktivitas
dari kebutuhan
tubuh
Permebilitas
pembuluh darah
meningkat
Hipotalamus

Kebocoran plasma - Mukosa bibir


kering
- Suhu tubuh tinggi - Hemokonsentrasi
- kulit kemerahan
- Demam
- Menggigil Hipovolemik
Pasien
terjaga
Penjatan
Hipertermia Hipovolemik dan Kekurangan
hipotensi volume cairan
Gangguan
Pola tidur
Agregasi trombosit

Trombositopeni

Risiko
Pendarahan

- Akral dingin
- Sianosis

- Keluarga/pasien bertanya-tanya tentang


penyakit (DHF)
Gangguan perfusi
- Keluarga/pasien tampak gelisah
jaringan perifier

Kurang
pengetahuan
c. Pemeriksaan Diagnostik

Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu : (Aru W Sudoyo, 2006)

1) Darah

Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3

dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya. Pada saat suhu

meningkat kedua kalinya sel limposit relatif sudah bertambah.sel-sel

eusinofil sangat berkurang. Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia

(<100.000/mm 3) dan haemokonsentrasi (kadar HCT  20% dari normal). Uji

tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting pada pemeriksaan

kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokalemia,

SGOT, SGPT, ureum dan PH darah mungkin meningkat.

2) Air seni

Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

3) Sumsum tulang

Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada

hari kelima dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari kesepuluh

biasanya sudah kembali normal untuk semua data.

4) Serologi

Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi:

a) Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa

akut dan konvalesen.

b) Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blood yang

mengukur antibodi.
d. Penatalaksanaan Medis(Arita Murwani , 2009)

1) Penatalaksanaan penderita DHF adalah :

a) Tirah baring atau istirahat baring.

b) Diet makanan lunak.

c) Minum banyak 50ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama dapat berupa :

susu, teh manis, sirup, jus buah, dan oralit, pemberian cairan merupakan

hal yang paling penting bagi penderita DHF. Setelah keadaan dehidrasi

dapat diatasi, memberikan cairan rumatan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24

jam berikutnya.

d) Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan

bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan

makanan per oral atau didapatkan nilai hematokrit yang

bartendensi terus meningkat (>40 vol %). Jumlah cairan yang diberikan

tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan

cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan Nacl 0,9%.

e) Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume dengan cepat

mencakup berikut ini :

(1) Kristaloid.

Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan RL

(D5/RL), larutan Ringer Asetat (RA) atau dektrose 5% dalam larutan

asetat (D5/RA), larutan garam faali (D5/GF).

(2) Koloid.

Dekstran 40 dan plasma.


f) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika

kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

g) Periksa HGB, HCT dan trombosit setiap hari.

h) Pemberian obat antipiretik.

i) Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-

tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratoriurn yang memburuk.

j) Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut.

k) Pemberian antibiotika bila terdapat kekhwatiran infeksi sekunder.

l) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).

2) Penatalaksanan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan

a) Penanganan DHF deraja I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

Pasien masih dapat minum.

(1) Beri minum banyak 1-2 liter/hari.

(2) Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu.

(3) Bila suhu > 380C beri parasetamol.

(4) Bila kejang beri antikonvulsif.

(5) Monitor gejala klinis dan laboratorium.

(6) Perhatikan tanda syok.

(7) Palpasi hati setiap hari.

(8) Ukur diuresis setiap hari.

(9) Awasi perdarahan.

(10) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam.

(11) Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien diijinkan untuk

pulang.
Pasien tidak dapat minum

(1) Jika pasien muntah terus-menerus maka lakukan kolaborasi

pemasangan IVFD NaCl 0,9% : Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan

sesuai berat badan.

(2) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam, jika HCT naik atau

trombosit turun maka pemasangan IVFD NaCl, 0,9% berbanding

dekstrosa 5% diganti dengan ringer laktat dengan tetesan

disusaikan.

b) Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan HCT>20%.

(1) Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9% atau

RL/DS/NaCl 0,9% + D5, 6-7 ml/kg BB/jam.

(2) Setelah itu monitor tanda-tanda vital/nilai HCT dan tromboosit tiap 6

jam

(a) Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan tanda-tanda : tidak

gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup(12m/kg

BB/jam), HCT turun (2 kali pemeriksaan).

(3) Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan dikurangi menjadi

5ml/kg BB/jam.

(4) Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masi menunjukan

perbaikan maka tetesan di sesuaikan menjadi 3 ml/kgBB/jam

(5) Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda vital/ HCT

stabil, diuresis cukup.

(6) Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg BB/jam

kemudian ditemukan tanda vital memburuk dan HCT meningkat


maka tetesan dinaikkan 10-15ml/kg BB/jam tetesan dinaikkan

secara bertahap. Kemudian lakukan evaluasi 12-24 jam jika pada

saat evaluasi ditemukan tanda vital tidak stabil dengan tanda

adanya distres pernapasan dan HCT naik maka segera berikan

koloid 20-30m1/kgBB dan jika HCT menurun maka lakukan

transfusi darah segera 10ml/kgBB.

(7) Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari

pengurangan tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya. Jika tidak ada

perbaikan yang ditunjukkan dengan tanda-tanda: gelisah, distres

pernapasan, frekwensi nadi meningkat, tekanan nadi < 20 mmHg,

diuresis kurang/ tidak ada.

(8) Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka tetesan akan

dinaikkan 10-15ml/kgBB/jam secara bertahap.

(9) Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.

(10) Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak Stabil yang

di tunjukan dengan adanya distres pernapasan dan peningkatan HCT,

maka segera berikan koloid 20-30 ml/kgBB dan jika HCT menurun

maka lakukan transfusi darah segera 10 ml/kgBB.

(11) Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari pengurangan

dari tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya.

b) Penangan DHF derajat III dan IV

(1) Lakukan oksigenasi.

(2) Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik) Ringer Laktat/NaCl

0,9 % 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit).


(3) 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syok

sudah teratasi.

(4) Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat balance cairan

intravena.

(5) Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda :

(a) Kesadaran membaik.

(b) Nadi teraba kuat.

(c) Tekanan nadi>20 mmHg.

(d) Tidak sesak napas atau sianosis.

(e) Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam.

Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan 10ml/kgBB/jam, setelah

itu lakukan evaluasi ketat, misalnya ukur tanda vital, tanda

perdarahan, diuresis, HGB, HCT, trombosit. Jika dalam 24 jam

sudah stabil, maka berikan tetesan 5ml/kgBB/jam kemudian

lanjutkan tetesan 3ml/kgBB/jam. Infus dihentikan tidak

melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Jika syok tidak teratasi yang

ditunjukkan dengan tanda-tanda : kesadaran menurun, nadi

lambat/tidak teraba, tekanan nadi<20 mmHg, ditress

pernapasan/sianosis, kulit dingin dan lembab, ekstremitas dingin

dan periksa kadar gula darah, kemudian lanjutkan

pemberian cairan 20ml/kgBB/jam, setelah itu tambahkan

koloid/plasma, dekstran 10-20 (maksimal 30) ml/kgBB/jam.

Kemudian lakukan koreksi asidosis, setelah 1 jam lakukan

evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah teratasi atau


belum. Jika syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan

penurunan HCT atau HCT tetap tinggi/naik, maka berikan

koloid 20 ml/kgBB, kemudian dilanjutkan dengan pemberian

transfusi darah segar 10 ml/kgBB diulang sesuai kebutuhan. Jika

syok sudah teratasi maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi

ketat tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, HGB, HCT, trombosit

dan tindakan seterusnya.

d) Kriteria untuk pemulangan pasien

Kriteria berikut harus dipenuhi sebelum pasien yang pulih dari DHF

atau Dengue Syock Syndrome (DSS) dipulangkan.

1)Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan

terapi anti demam.

2) Kembalinya nafsu makan

3) Perbaikan klinis yang dapat terlihat

4) Haluaran urine baik

5) Hematokrit stabil

6) Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

7) Tidak ada distres pernapasan dari efusi pleural atau asites

8) Jumlah trombosit lebih dari 50.000 per mm3

(Ngastiyah, 2005)

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan DHF

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan

mencakup data yang di kumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat


kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboraturium dan diagnostic serta

melihat catatan sebelumnya. Pengumpulan riwayat tersebut meliputi data

subjektif (“melaporkan”) dan obyektif (“menunjukan”) (Tarwoto dan Wartonah

2006).

Data perawatan yang ditemukan pada pasien DHF

Aktivitas/Istirahat

Gejala : lemah, lelah

Tanda : dispnea, takipnea, lemah

Sirkulasi

Gejala : epitaksis, hematoma,ekimosis, petekie, hyperemia pada

tenggorokan, perdarahan gusi, hematemesis, melena

Tanda : nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin dan gelisah

Makanan/cairan

Gejala : mual muntah, anoreksia, haus

Tanda : mukosa mulut kering,lidah kotor (kadang-kadang)

Neurosensori

Gejala : sakit kepala, suhu tubuh tinggi

Tanda : menggigil, wajah tampak kemerahan, takikardi.

Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri uluhati, nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh

tubuh, nyeri tekan pada epigastrik, sakit saat menelan

Pernafasan

Gejala : nafas dangkal

Tanda : nadi cepat dan lema


b. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Lynda juall,2007) adalah :

1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas

kapiler.

2) Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi sekunder

terhadap infeksi virus dengue.

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor

pembekuan darah (trombsitopenia).

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

menurunnya nafsu makan sekunder terhadap anoreksia, mual-muntah.

5) Nyeri akut berhubungan dengan Inflamasi otot.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Peningkatan kebutuhan metabolisme

sekunder terhadap infeksi virus.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan sekunder

akibat hospitalisasi

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang inforrnasi.

Anda mungkin juga menyukai