Anda di halaman 1dari 16

1.

Gastritis
Masalah Kesehatan

Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada lapisan mukosa dan submukosa lambung
sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan lain.
Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada perut bagian atas.
Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung.

Faktor Risiko
1. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan yang
besar.
2. Sering minum kopi dan teh.
3. Infeksi bakteri atau parasit.
4. Pengunaan obat analgetik dan steroid.
5. Usia lanjut.
6. Alkoholisme.
7. Stress.
8. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron
disease.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Tanda Patognomonis
 Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat.
 Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena.
 Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva tampak anemis.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan:
 Darah rutin.
 Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan breathe test dan feses.
 Rontgen dengan barium enema.
 Endoskopi.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Untuk Diagnosis definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Banding
1. Kolesistitis
2. Kolelitiasis
3. Chron disease
4. Kanker lambung
5. Gastroenteritis
6. Limfoma
7. Ulkus peptikum
8. Sarkoidosis
9. GERD

Komplikasi
1. Pendarahan saluran cerna bagian atas.
2. Ulkus peptikum.
3. Perforasi lambung.
4. Anemia.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

 Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya keluhan, antara lain
dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang
meningkatkan asam lambung atau perut kembung seperti kopi, the, makanan pedas dan kol.
 Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker2 x/hari (Ranitidin 150 mg/kali,
Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800 mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali,
Lansoprazole 30 mg/kali), serta Antasida dosis 3 x 500-1000 mg/hr.
Konseling & Edukasi
Menginformasikan pasien dan keluarga mengenai faktor risiko terjadinya gastritis.

Kriteria rujukan
 Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan.
 Terjadi komplikasi.
 Terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan menurun 10% dalam 6 bulan, dan
mual muntah berlebihan.

Prognosis

Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan
pengobatannya.
Vitam: Bonam
Fungsionam: Bonam (sembuh tanpa komplikasi)
Sanationam: Dubia ad bonam (tergantung dari pola hidup)

Sarana Prasarana

 Laboratorium untuk pemeriksaan Gram.

Referensi

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006

Rekam Medik

No ICPC II: D07 Dyspepsia/indigestion


No ICD X: K29.7 Gastritis, unspecified
2. Demam Tifoid
Masalah Kesehatan

Demam tifoid banyak ditemukan di kehidupan masyarakat perkotaan maupun di pedesaan.


Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang
baik. Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk
dan angka kematian antara 0.6 – 5% (KMK, 2006).

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang ke dokter karena demam. Demam turun naik terutama sore dan malam hari
(demam intermiten). Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan
di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual muntah. Selain itu, keluhan
dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri
abdomen dan BAB berdarah. Pada anak dapat terjadi kejang demam.
Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (deman kontinu) hingga minggu kedua.

Faktor Risiko
 Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
 Suhu tinggi.
 Bau mulut karena demam lama.
 Bibir kering dan kadang-kadang pecah-pecah.
 Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan pada anak.
 Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
 Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
 Hepatosplenomegali.
 Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi
nadi).

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut


 Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran seperti berkabut
(tifoid). Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psikosis (organic brain syndrome).
 Pada penderita dengan toksik, gejala delirum lebih menonjol.

Pemeriksaan penunjang
1. Darah perifer lengkap
Hitung lekosit total menunjukkan leukopeni (<5000 per mm3), limfositosis relatif,
monositosis, aneosinofilia dan trombositopenia ringan. Pada minggu ketiga-empat dapat
terjadi penurunan hemaglobin akibat adanya perdarahan hebat dalam abdomen.
2. Pemeriksaan serologi Widal
Dengan titer O 1/320 diduga kuat Diagnosisnya adalah demam tifoid. Reaksi widal negatif
tidak menyingkirkan Diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid dianggap Diagnosis pasti bila
didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspect case)
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna dan
petanda gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap. Diagnosis suspek
tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.

Demam tifoid klinis (Probable case)


Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.

Diagnosis Banding
1. Pneumonia, influenza.
2. Gastroenteritis.
3. Hepatitis akut.
4. Demam berdarah dengue.
5. Tuberkulosis.
6. Malaria.
7. Shigellosis.
8. Brucellosis.
9. Tularemia.
10. Leukemia.
11. Limfoma.
12. Leptospirosis.
Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain adalah
perdarahan, perforasi, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain, sebagai berikut:
1. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan
mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.
2. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat. Selain
itu, terdapat pula gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi halus dan
cepat, keringat dingin dan akral dingin.
3. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui dengan
pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala-gejala akut
abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah
didapatkan gas bebas dalam rongga perut.
4. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.
5. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase. Tanda ini
dapat dibantu dengan USG atau CT Scan.
6. Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang Diagnosisnya dibantu dengan foto polos toraks

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

 Terapi suportif dapat dilakukan dengan:


- Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
- Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
- Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian dicatat
dengan baik di rekam medik pasien.
 Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan
gastrointestinalnya.
 Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid
adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksilin (aman untuk penderita yang sedang hamil),
atau trimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol)
 Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan
antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxozone, Cefotaxime (diberikan
untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun, karena dinilai
mengganggu pertumbuhan tulang).

Bagan 1. Antibiotik dan dosis penggunaannya.

ANTIBIOTIKA DOSIS KETERANGAN


Kloramfenikol Dewasa: 4x500 mg selama 10 hari Merupakan obat yang sering digunakan dan telah
Anak 50-100 mg/kgBB/har, maks 2 gr lama dikenal efektif untuk tifoid
selama 10-14 hari dibagi 4 dosis Murah dan dapat diberikan peroral serta sensitivitas
masih tinggi
Pemberian PO/IV
Tidak diberikan bila lekosis <2000/mm3
Ceftriaxone Dewasa: 2-4 gr/hari selama 3-5 hari Cepat menurunkan suhu, lama pemberian pendek
Anak: 80 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal dan dapat dosis tunggal serta cukup aman untuk
selama 5 hari anak.
Pemberian PO/IV
Ampicillin & Dewasa: (1.5-2) gr/hr selama 7-10 hari Aman untuk penderita hamil
Amoksisilin Anak: 50 –100 mg/kgbb/hari selama 7-10 Sering dikombinasi dengan kloramfenikol pada
hari pasien kritis
Tidak mahal
Pemberian PO/IV
Cotrimoxazole (TMP- Dewasa: 2x(160-800) selama 7-10 hari Tidak mahal
SMX) Anak: TMP 6-19 mg/kgbb/hari atau SMX Pemberian per oral
30-50 mg/kgbb/hari selama 10 hari
Quinolone Ciprofloxacin 2x500 mg selama 1 minggu Pefloxacin dan Fleroxacin lebih cepat menurunkan
Ofloxacin 2x(200-400) selama 1 minggu suhu
Efektif mencegah relaps dan kanker
Pemberian peroral
Pemberian pada anak tidak dianjurkan karena efek
samping pada pertumbuhan tulang
Cefixime Anak: 1.5-2 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis Aman untuk anak
selama 10 hari Efektif
Pemberian per oral
Thiamfenikol Dewasa: 4x500 mg/hari Dapat dipakai untuk anak dan dewasa
Anak: 50 mg/kgbb/hari selama 5-7 hari Dilaporkan cukup sensitif pada beberapa daerah
bebas panas

Indikasi demam tifoid dilakukan perawatan di rumah atau rawat jalan:


1. Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi serta tidak ada
komorbid yang membahayakan.
2. Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan baik.
3. Pasien dengan keluarganya cukup mengerti tentang cara-cara merawat serta cukup paham
tentang petanda bahaya yang akan timbul dari tifoid.
4. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem pembuangan ekskreta (feses,
urin, muntahan) yang mememenuhi syarat kesehatan.
5. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan perawatan pasien.
6. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya yang serius.
7. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus diwakili oleh seorang
perawat yang mampu merawat demam tifoid.
8. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan keluarga pasien.

Konseling & Edukasi


Edukasi pasien tentang tata cara:
 Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid yang harus diketahui pasien
dan keluarganya.
 Diet, pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau dilihat langsung
oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami serta mampu melaksanakan.
 Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan keluarga supaya bisa segera
dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan

Pendekatan Community Oriented


Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek pencegahan dan pengendalian
demam tifoid, melalui:
1. Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Peningkatan higiene makanan dan minuman
3. Peningkatan higiene perorangan
4. Pencegahan dengan imunisasi

Kriteria Rujukan
1. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan.
2. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
3. Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.

Prognosis

Vitam: Bonam
Fungsionam: Bonam
Sanationam: Dubia ad bonam (penyakit dapat berulang)
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan
pengobatannya.
Sarana Prasarana
 Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan darah rutin dan serologi Widal.

Referensi

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 364/Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman


Pengendalian Demam Tifoid.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2006.

Rekam Medik

No ICPC II: D70 Gastrointestinal infection


No ICD X: A01.0 Typhoid fever
3. Gastroenteritis (termasuk disentri, kolera dan giardiasis)
Masalah Kesehatan

Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan
diare, yaitu buang air besar lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lender, dengan
frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan muntah, demam, rasa tidak
enak di perut dan menurunnya nafsu makan. Apabila diare > 30 hari disebut kronis.
Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang belum optimal.
Hal ini biasanya terjadi berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah
yang terkait dengan perilaku kesehatan yang kurang. Penyebab gastroenteritis antara lain adalah
infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita.
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan
oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut
kolera.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair, dapat bercampur darah
atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak
nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus.
Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal dari usus kecil) atau volume
yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
1. Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang hygienenya,
GE dapat disebabkan oleh infeksi. Adanya riwayat bepergian ke daerah dengan wabah diare,
riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu,
diet cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium hidrochlorida, magnesium
citrate, obat jantung quinidine, obat gout (colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin
(arsenik, organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian
tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.
2. Selain itu, adanya kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu
diidentifikasi.

Faktor Risiko :
 Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
 Ada riwayat intoleransi lactose, ada riwayat alergi obat.
 Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan terpenting adalah menentukan tingkat/derajat dehidrasi akibat diare. Tanda-tanda


dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut menurun, akral dingin, penurunan
tekanan darah, peningkatan denyut nadi, tangan keriput, mata cekung tidak, penurunan
kesadaran (syok hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas bising usus hiperperistaltik.
Pada anak kecil yaitu cekung ubun-ubun kepala.
Pada tanda vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksi), nadi dan pernapasan
cepat. Pemeriksaan derajat
Derajat dehidrasi dehidrasi adalah sebagai
Gejala Derajat Dehidrasi
Minimal (< Ringan Berat (> 9% berikut:
3% dari berat sampai dari berat
badan) sedang (3-9% badan)
dari berat
badan)
Status Baik, sadar Normal, lemas, Apatis, letargi,
mental penuh atau gelisah, tidak sadar
iritabel
Rasa haus Minum Sangat haus, Tidak dapat
normal, sangat ingin minum
mungkin minum
menolak
minum
Denyut Normal Normal sampai Takikardi, pada
jantung meningkat kasus berat
bradikardi
Kualitas Normal Normal sampai Lemah atau
denyut nadi menurun tidak teraba
Pernapasan Normal Normal cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Menurun Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Pecah-pecah
lidah
Turgor Baik < 2 detik > 2 detik
kulit
Isian Normal Memanjang Memanjang,
kapiler minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin
Output Normal sampai Menurun Minimal
urin menurun
Metode Pierce
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg)
Dehidrasi berat, Kebutuhan cairan = 10% x Berat badan (kg)
Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis

Tabel Skor Penilaian Klinis Dehidrasi


Klinis Skor
Rasa hasus/ muntah 1
Tekanan Darah sistolik 60 -90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
Frekuensi napas > 30x/ menit 1
Facies Cholerica 2
Vox Cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 – 60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Pemeriksaan status lokalis


 Pada anak-anak terlihat BAB dengan konsistensi cair pada bagian dalam dari celana atau
pampers.
 Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare dengan feses berdarah, terutama
pada usia >50 tahun. Selain itu, perlu dilakukan identifikasi penyakit komorbid.

Pemeriksaan penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan hipovolemik telah teratasi), dapat dilakukan
pemeriksaan:
1. Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya infeksi.
2. Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk menentukan penyebab.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan
pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB).

Diagnosis Banding
1. Demam tifoid
2. Kriptosporidia (pada penderita HIV)
3. Kolitis pseudomembran

Komplikasi:
Syok hipovolemik

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan sendirinya melalui rehidrasi
dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan evaluasi lebih lanjut.

Terapi dapat diberikan dengan:


 Memberikan cairan dan diet adekuat
a. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi.
b. Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
c. Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
d. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak bergas, dan mudah dicerna.
 Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat antidiare untuk mengurangi gejala
dan antimikroba untuk terapi definitif.
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami
infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat
infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur tergantung penyebabnya.

Obat antidiare, antara lain:


- Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinktur opium.
Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai demam, dan
penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi.
- Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromissed, seperti HIV, karena
dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth encephalopathy.
- Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau smectite 3x 1 sachet
diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
- Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasec 3x 1/ hari
Antimikroba, antara lain:
 Golongan kuinolon yaitu ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau
 Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1 tablet/hari.
 Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, metronidazole dapat digunakan dengan
dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari.
 Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan etiologi.
Terapi probiotik dapat mempercepat penyembuhan diare akut.

Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan
langkah sebagai berikut:

1. Menentukan jenis cairan yang akan digunakan


Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29
g glukosa, 3,5 g NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan 1.5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan
secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah cairan ringer laktat dan NaCl
0.9% yang diberikan secara intravena.
2. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
Prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial yang dibutuhkan adalah: BJ plasma dengan
rumus:
Defisit cairan : Bj plasma – 1,025 X Berat badan X 4 ml
0,001
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter
15
3. Menentukan jadwal pemberian cairan:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ
plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya/ jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan
selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor
daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja
dan insensible water loss.
Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila ditemukan:
1. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebh lanjut.
2. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥ 38.5⁰C, nyeri abdomen yang
berat pada pasien usia di atas 50 tahun
3. Pasien usia lanjut
4. Muntah yang persisten
5. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
6. Terjadinya outbreak pada komunitas
7. Pada pasien yang immunocompromised.
2.
3. Konseling & Edukasi
Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk membantu asupan cairan.
Edukasi juga diberikan untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah penularannya.

Kriteria Rujukan
1. Ada tanda-tanda dehidrasi berat
2. Terjadi penurunan kesadaran
3. Nyeri perut yang signifikan
4. Pasien tidak dapat minum oralit
5. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan

Prognosis

Vitam: Dubia ad bonam (tergantung tanda-tanda dehidrasinya)


Fungsionam: Dubia ad bonam
Sanationam: Dubia ad bonam
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan
pengobatannya.

Sarana Prasarana

1. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin, feses dan WIDAL


2. Obat-obatan
3. Infus set

Referensi

1. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5 ed. Vol. I. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009:548-556.
2. Makmun D, Simadibrata M, Abdullah M, Syam AF, Fauzi A. Perkumpulan Gastroenterologi
Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di Indonesia. Jakarta. 2009.
3. Setiawan B. Diare akut karena Infeksi. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006:1794-1798.
4. Sansonetti P, Bergounioux J. Shigellosis. In: Kasper, Braunwald, Fauci et al. Harrison’s
Principles of Internal Medicine vol II 17 th ed. McGrawhill. 2009: 962-964.
5. Reed SL. Amoebiasis dan Infection with Free Living Amoebas. In: Kasper, Braunwald,
Fauci et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol I 17 th ed. McGrawhill. 2009:
1275-1280.

Rekam Medik

No. ICPC II: D73 Gastroenteritis presumed infection


No. ICD X: A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infection origin

Anda mungkin juga menyukai