BAB I
LAPORAN KASUS
1. Identifikasi
Nama : Irdian Farishan
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Irhanudin
Nama Ibu : Isnawati
Agama : Islam
Alamat : Dusun Bandar Agung, kecamatan Lebak Batang
MRS : 3 Januari 2015
2. Anamnesis
Tanggal : 5 Januari 2015
Diberikan oleh : Ibu Pasien
Keluhan Utama : Deman
Keluhan Tambahan : tidak nafsu makan
±6 jam SMRS, pasien mengeluh demam semakin tinggi, nyeri ulu hati (+),
mual (-), muntah (-), lemas, pasien tidak mau makan, BAK normal, pasien
tidak bisa BAB sejak 4 hari SMRS. menggigil (-), mimisan (-), gusi berdarah
(-), nyeri menelan (-), keluar cairan dari telinga (-), pegal-pegal (+), pilek (-),
batuk (-). Pasien lalu dibawa ke RSUD Baturaja dan dirawa inap.
Riwayat Keluarga
PB : lupa
KPSW : tidak ada
Riwayat demam saat persalinan : tidak ada
Riwayat ketuban kental, hijau, bau : tidak ada
Riwayat Makanan
ASI : 0-2 tahun. Frekuensi lebih dari 8 kali dalam sehari
atau setiap anak menangis. Ibu terbangun menyusui
malam hari (+)
Susu Formula : diberikan sejak usia 2 tahun hingga sekarang,
frekuensi 1 kali dalam sehari, banyaknya 1 gelas.
Bubur Nasi : 6 bulan – 1,2 tahun. Frekuensi 2-3 kali dalam sehari.
Diberikan bubur nasi sebanyak ± 8 sendok makan,
dengan lauk sayuran seperti bayam, katuk, tahu,
tempe, ayam sesekali.
Nasi Tim/Lembek : tidak diberikan.
Nasi Biasa : 1,2 tahun – sekarang. Makan nasi 2-3 kali sehari,
sebanyak 1 centong nasi, dengan lauk tahu sebanyak
1 potong, tempe sebanyak 1 potong, sayur bayam
dan katuk sehari 1x, daging ayam 1x seminggu.
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x
Hepatitis B : 4x
Polio : 4x
DPT : 3x
Campak : 2x
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Higienitas
Pasien tinggal di rumah dengan ayah, ibu, kakek, nenek, dan dua orang
kakak. Dinding rumah dan lantai rumah terbuat dari semen. Terdapat tiga
kamar tidur, dan satu kamar mandi. Kamar mandi berada di dalam rumah.
Sumber air yang digunakan untuk memasak, minum, mandi, dan mencuci
adalah air sumur. Ketika makan, pasien tidak dibiasakan untuk mencuci
tangan sebelum makan.
Kesan : status higienitas kurang
Riwayat Jajan
Pasien saat ini duduk di kelas 2 SD. Di sekolah pasien hampir setiap hari
jajan berupa chiki-chiki, teh gelas, sosis, pempek, gorengan, dll. Sebelum
makan pasien tidak mencuci tangan terlebih dahulu. Sumber air dan bahan
makanan yang digunakan untuk memasak jajajan tersebut tidak diketahui.
Kesan : kebiasaan jajan sembarangan.
5
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Berat badan : 20 kg
Tinggi badan : 119 cm
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 60 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 37,2oC
Status Gizi
BB/U : 20/26 x 100% = 76,92%
TB/U : 119/128 x 100% = 92,96%
BB/TB : 20/22 x 100% = 90,90%
Kesan : Gizi Baik
Keadaan Spesifik
Kepala : lingkar kepala, normocephali
Rambut : Warna hitam, lurus, halus, tebal, tidak mudah dicabut,
distribusi normal, alopecia (-), lesi di kulit (-).
Mata : Konjungtiva palpebral anemis (-), sclera ikterik (-), skelera
hiperemis (-), pupil bulat, isokor, diameter 3mm, refleks
cahaya (+), secret (-), mata cekung (-)
Hidung : Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), krepitasi (-),
mukosa hiperemis (-), konka hipertrofi (-), secret (-),
epistaksis (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), rhagaden (-), celitis (-),
stomatitis (-), atrofi papil (-), couthage tangue (+), typhoid
tangue (+)
Faring : Uvula di tengah, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Telinga : Deformitas (-), nyeri tekan tragus (-),nyeri tarik aurikula(-)
6
nyeri tekan mastoid (-), secret (-), serumen (+) pada kedua
telinga.
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
Cor : I : Ictrus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : batas jantung atas ICS II linea midclavicularis sinistra,
batas jantung kanan ICS IV line sternalis sinistra, batas
jantung kiri ICS IV linea midclavicularis sinistra.
A : HR : 70x/menit, regular, pulsus deficit (-), Bunyi
jantung I dan II (+) normal, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo : I : Pergerakan dinding dada ka=ki, lesi dikulit (-)
P : nyeri tekan (-), stem fremitus kanan = kiri normal
P : sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS IV
linea mid clavicularis dextra, pernajakan hepar 1 sela iga.
A : suara nafas pokok vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-).
Abdomen : I : datar, lesi di kulit (-), venektasi (-).
P : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+).
P : timpani
A : bising usus (+) normal (3 kali/menit)
Ekstremitas : deformitas (-), akral pucat (-), akral hangat (+), sianosis (-),
edema pretibial (-), kuku tabu (-), CRT <2”.
4. Diagnosis Banding
Demam tifoid
DBD
Malaria
Gastritis akut
TB (Milier)
Demam Rematik
7
5. Diagnosis Kerja
Demam Tifoid + Gastritis Akut
6. Pemeriksaan Penunjang
Widal Test, darah rutin
7. Penatalaksanaan
Istirahat
Diet :
makanan yang diberikan lunak, rendah serat, mudah dicerna, tidak
dalam jumlah banyak dan bersih. Bubur saring sampai tujuh hari
bebas panas. Bubur biasa 3 hari, kemudian makanan biasa. Biasakan
cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
IVFD KAEN IB gtt XX/menit
Kloramfenikol 2000mg//hari 500mg/6 jam
Paracetamol 3 x 250 mg
Antasida syr 200mg/kali 4x 1 cth
Domperidone 3x8 mg
8
8. Follow UP
Selasa S: sakit kepala (+), demam (-), nyeri ulu hati (+)
6/1/2015 O: Keadaan spesifik
Kepala: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), thypoid
tongue (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
A : Demam Tifoid + Gastritis akut
Hasil Lab :
Hb : 11,9 g//dl
Leukosit : 13.400/ul
Trombosit : 174.000/ul
Hematokrit : 35%
Neutrofil Segmen : 80%
Limfosit : 20%
Widal Test
Salmonella typhi O : 1/640
Salmonella typhi H : 1/320
Rabu S: sakit kepala (+), demam (-), nyeri ulu hati (+)
7/1/2014 O: Keadaan spesifik
Kepala: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), thypoid
tongue (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
A : Demam Tifoid + Gastritis akut
9
Kamis S: sakit kepala (-), demam (-), nyeri ulu hati (+)
8/1/2015 O: Keadaan spesifik
Kepala: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), thypoid
tongue (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
A : Demam Tifoid + Gastritis akut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Etiologi
3.1.3 Patofisiologi
12
ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai
membran serosa.5
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk
ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari
usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi
merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada
penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam
tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat
akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya
perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi
yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa
telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan
dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.5
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih
tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria.
Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut.5 Akibatnya
terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak
dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis.
Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta
meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid.5
14
Kuman masuk bersama
makanan & minuman yang terkontaminasi
Berkembang Biak
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm,
berwarna merah pucat, serta hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan
emboli kuman dimana di dalamnya mengandug kuman salmonella dan
terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-kadang daerah
pantat maupun bagian flexor lengan atas.8
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada
akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh
karena malaria. Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan
kosistensi lebih lunak.8
Tofoid kongenital didapatkan dari ibu hamil yang menderita
demam tifoid dan menularkan pada janin melalui darah. Pada umumnya
besifat fatal namun pernah dilaporkan tifoid kongenital dapat hidup
dengan gejala tidak khas dan menyerupai sepsis neonatorum. Pada tipe
kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa, serta kelainan
patologis pada usus tidak didapatkan. Hal ini menjelaskan bahwa pada
tifoid kongenital penularannya lewat darah dan secara cepat menimbulkan
gejala-gejala tifoid sepsis pada janin. Demam tifoid pada anak usia < 2
tahun jarang dilaporkan, bila terjadi biasanya gambaran klinisnya berbeda
dengan anak yang lebih besar. Kejadiannya sering mendadak disertai
panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang, dan tanda-tanda perangsangan
meningeal. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.000-
25.000/mm3), limpa sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan
fisiknya lebih pendek, lebih variasi, sering tidak melebihi minggu, angka
kematian yang tinggi ( 12,5%).7
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah
(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit:
sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED (Laju Endap Darah)
: meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
2. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran
peradangan sampai hepatitis Akut.
3. Imunologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi
(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan
paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis
seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera
diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu
antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu
dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan
vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp),
reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF).
Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita
sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang
dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya
penyakit imunologik lain.
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O =
1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi
mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O
meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka
permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam
18
3.1.6 Komplikasi
Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat
gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput
perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang
segera.8
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada
diare. Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan
elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
3.1.7 Tatalaksana
1. Pengobatan kausal
a. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv
dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari.
b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari atau
sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
c. amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10
hari
d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari
e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari iv atau im selama 5 hari
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi,
hipoglikemi
20
3.2 Gastritis
3.2.1 Definisi
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada
lapisan mukosa gaster yang dibuktikan dengan endoskopi. Jika belum
dibuktikan dengan endoskopi didiagnosis sebagai dyspepsia. Dyspepsia
dapat diakibatkan oleh esophagitis gastritis dan duodenitis.
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung, secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi
sel-sel radang pada daerah tersebut (Suyono, 2001). Gastritis adalah suatu
keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,
kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis
akut dan kronik.
3.2.2 Klasifikasi
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.
b. Gastritus Kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga
perbedaan yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik dan gastritis
hipertrofik.
21
3.2.3 Etiologi
a. Gastritis Akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis
obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau
intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia
dan trauma langsung. Makanan dan minuman yang bersifat iritan.
Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan
alcohol merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung.
b. Gastritis Kronis
Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui, tetapi ada
dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis
kronik, yaitu: infeksi dan non infeksi.
1) Gastritis infeksi
- H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan
penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007)
- Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis (Wehbi,
2008)
- Infeksi parasit.
- Infeksi virus.
2) Gastritis non-infeksi
22
3.2.4 Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan,
biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung
terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan
makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen
pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai
penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung
dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah
epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi
nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen),
sulfonamida, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan
etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila
alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak
23
3.2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi diet disesuaikan dengan toleransi penderita sebaikanya lunak,
mudah dicerna dan tidak merangsang
2. Terapi obat, diberikan berdasarkan gejala yang predominan. Obat-
obatan yang dapat diberikan:
untuk mengurangi factor agresi asam Untuk mengurangi faktor
agresi asam lambung diberikan antasida 3 ka1i sehari atau
cimetidine 5-10 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali sehari
Untuk menekan muntah yang berlebihan diberikan
metoklopramide 0,15-0,3 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali sehari.
Antibakterial diberikan untuk eradikasi Campylobacter pylori,
diberikan Amoksigilin 50 mg/kgBB/hari 4 kali sehari,
Clarithromycin 7,5-15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2 ka1i
sehari, ditambah PPI (Omeprazole) dengan dosis 0,4-0,8
mg/kg/dosis 1 kali sehari.
24
BAB III
ANALISA KASUS
tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri,
dan berjalan. Makanan yang diberikan dianjurkan adalah makanan yang lunak,
mudah dicerna, mengandung cukup cairan, kalori, serat, tinggi protein dan
vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Pencegahan penyakit
demam tifoid dapat dilakukan dengan cara perbaikan hygiene dan sanitasi
lingkungan serta penyuluhan kesehatan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
Eds. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders,
2000:842-8.
2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi
Tropik pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1993 : 53; 59.
3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak.
Available at http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf.
Accessed at 07 Januari 2015.
4. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S. Demam Tifoid.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006 : 1774.
5. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. 2008
6. Puspa Wardani, Prihartini, Probohusodo. Kemampuan Uji Tabung Widal
Menggunakan Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of
Clinical and Medical Labolatory. 12. 1. 2005 : 31-7
7. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC.
1997: 53-72.
8. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H,
Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit
Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.