Anda di halaman 1dari 32

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Iraya Maulidia Azzahra
Umur : 1 tahun 11 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Eko/25 tahun/buruh bangunan harian
Nama Ibu : Silvi Iraya Yanti/21 tahun/ibu rumah tangga
Berat badan : 9 kg
Tinggi badan : 79 cm
Agama : Islam
Alamat : Talang Jawa
MRS : 5 Januari 2015

1.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal 5 Januari 2015
Keluhan utama : kejang
Keluhan tambahan : BAB cair

1.2.1 Riwayat perjalanan penyakit


Sejak 1 hari SMRS, pasien mengalami BAB cair + 4x/hari, banyaknya ½
gelas belimbing setiap BAB cair, air lebih banyak daripada ampas, warna kuning,
lendir (-) darah (-) berbau asam (+), amis (-), warna seperti air cucian beras (-),
bau seperti bayclin (-). Muntah (-), sakit kepala hebat (-), demam (-), batuk (-),
pilek (-), sesak napas (-), kejang (-), gangguan kesadaran (-), BAK normal seperti
biasa tidak ada keluhan nyeri saat BAK, BAK lancar dan banyak, tidak ada
keluhan BAK berpasir, tidak ada keluhan BAK berwarna merah seperti teh tua,
lemas (-), lecet di dubur (-), anak tidak rewel dan masih mau menyusui, anak
gelisah, anak masih aktif. Sebelum mengalami BAB cair, pasien biasanya BAB 1x
dalam 2-3 hari. Ibu pasien menyangkal memberikan obat-obatan tertentu pada si

1
anak, menyangkal pemberian susu formula, menyangkal memberikan makanan
pedas, asam, dan bersantan, pemberian makan-makanan instan sebelumnya juga
disangkal (-).
+ 12 jam SMRS, pasien demam, demam tinggi, tiba-tiba, menggigil (-),
berkeringat (-), gangguan kesadaran (-), kejang (+), kejang awalnya hanya di
tangan kemudian tangan dan kaki bergerak kaku, mata mendelik ke atas, kejang
terjadi berulang sebanyak 3x masing-masing kejang terjadi selama 1 menit, anak
menangis sebelum dan setelah kejang, batuk (-), muntah (-), pilek (-), mimisan (-),
gusi berdarah (-), bintik-bintik merah di kulit (-), sesak napas (-). Anak dibawa ke
RSUD Ibnu Sutowo. Saat MRS anak terlihat lemas dan masih mau menyusui. Ibu
pasien mengaku ada mengganti diapers pasien saat MRS ini karena diapers telah
penuh dengan BAK pasien.
Riwayat penyakit yang sama dalam lingkungan sekitar rumah pasien (-).

1.2.2 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


 Riwayat keluarga menderita diare disangkal
 Riwayat keluarga menderita kejang disangkal

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat menderita BAB cair sebelumnya disangkal
 Riwayat menderita kejang yang didahului dengan demam sebelumnya
disangkal
 Riwayat menderita kejang sebelumnya disangkal
 Riwayat menderita typhoid sebelumnya: ada, yaitu ketika berusia 1,5
tahun
 Riwayat trauma sebelumnya disangkal.

1.2.4 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak satu-satunya dari pasangan bapak Eko dan ibu
Tiara. Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan harian dan ibunya adalah
seorang ibu rumah tangga. Pendapatan keluarga per bulan + 500.000.

2
Kesan : status ekonomi menengah ke bawah.

1.2.5 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa kehamilan : Cukup bulan (9 bulan)
Partus : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Tempat : Rumah bidan
Tanggal : 3 Februari 2013
BBL : 3400gram
PBL : Lupa
Penyulit persalinan : Ketuban pecah 4 jam sebelum lahir
Keadaan lahir : Lahir langsung menangis

1.2.6 Riwayat Makanan


ASI : 0 bln – sekarang (on demand, + 8 kali/hari)
Susu formula :-
Bubur Nasi : 6 bulan – 1,5 th
Nasi Biasa : 1 th – sekarang ( makan 3x/hari, banyak nasi + satu

centong nasi sekali makan, makan disuapi oleh ibu. Lauk bervariasi, ayam satu

kali per 2 minggu @ 1 potong kecil, ikan 3-4 kali perbulan @ 1 potong sedang,

tahu tempe + 5x dalam seminggu @ satu iris kecil, mi instan kadang-kadang

dimasak sebagai lauk nasi, sayuran setiap hari ada bervariasi dari bayam,

kangkung, sup, dsb banyaknya tiap pemberian 1 sendok kuah, pemberian sayur

dan kuah sayur dicampurkan dengan nasi. Buah setiap 1-2 kali perminggu, jenis

bervariasi. Banyaknya satu potong kecil.

Air putih : 6 bulan – sekarang (on demand)


Kesan : Kuantitas dan kualitas makanan kurang.

3
Riwayat Perkembangan Fisik
Tengkurap : 3 bulan
Merangkak : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 18 bulan
Kesan : Perkembangan fisik sesuai usia

Riwayat Imunisasi
BCG : (+) 1 kali, ada scar
DPT : (+) 2 kali, yaitu DPT 1,2
Polio : (+) 3 kali, yaitu Polio 1,2,3
Hepatitis B : (+) 2 kali, yaitu hepatitis B 1dan 2
Campak : (-)
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Keluarga
Lama Perkawinan : 2,5 tahun
Usia : Ibu 21 tahun, Ayah 25 th
Pendidikasn : Ibu SMA (tamat), Ayah SMA (tamat)
Saudara : Pasien tidak memiliki saudara

Riwayat Hieginitas Rumah dan Keluarga


Penderita tinggal dalam rumah dengan luas + 9x10m yang dihuni oleh 7
orang anggota keluarga bersama kakek nenek dan kedua saudara orangtuanya.
Terdapat 4 buah kamar tidur dan 1 buah kamar mandi. Penderita masak dan mandi
menggunakan air dari sumur. Jarak sumur dan septic tank sekitar 300 m. Penderita
dan keluarganya minum dari air galon dan air yang dimasak. Tempat pembuangan
sampah berjarak sekitar 100 meter dari rumah.
Kesan : Higienitas kurang

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 9 kg
Panjang badan : 79 cm
Keadaan gizi menurut kurva WHO :
BB/U = 0 SD – (-2) SD  normal
PB/U = 0 SD – (-2) SD  normal
BB/TB = 0 SD – (-1) SD  normal
Kesan = Gizi baik
Suhu : 36,6 0C
Nadi : 135x/menit, isi dan tegangan: cukup, reguler
Pernafasan : 44x/menit, tipe abdominotorakal, reguler

Keadaan Spesifik
Kepala : UUB membonjol (-), rambut warna hitam, lebat, halus,
tidak mudah dicabut, distribusi rambut normal, lesi kulit
kepala (-) , lingkar kepala 45 cm.
Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pupil bulat,
isokor,diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, mata
cekung (-), air mata (+).
Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-), deviasi septum (-),
mukosa hiperemis (-), sekret (-).
Mulut
Bibir : bibir pucat (-), bibir kering (-), mukosa bibir anemis (-),
sianosis (-), kelainan bentuk (-), ulkus (-), rhagaden (-),
cheilitis (-)
Lidah : lidah bentuk normal, warna merah ,atrofi papil (-), tremor
(-).
Leher : pembesaran KGB (-),

5
Thoraks : Bentuk normal, simetris, retraksi (-)
Paru-paru
 Inspeksi : statis belum dapat dinilai; dinamis simetris kanan = kiri
 Palpasi : stem fremitus normal kanan=kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketuk (-)
 Auskultrasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing(-)
Jantung
 Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : - batas atas jantung: ICS II linea midclavicularis
sinistra
- batas kanan jantung: ICS IV linea parasternalis sinistra
- batas kiri jantung: ICS IV linea axillaris anterior sinistra
 Auskultasi : HR 135x/menit, irama reguler, pulsus defisit (-), bunyi
jantung I dan II normal, murmur dan gallop tidak ada
Abdomen
 Inspeksi : datar, simetris
 Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit
kembali cepat
(<2 detik), nyeri tekan (-).
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) nornal
Ekstremitas
Akral hangat, pucat (-), CRT <2 detik
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran KGB tidak ada, genitalia tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan elektrolit

6
VI. DIAGNOSIS BANDING

Penyakit Differential Diagnosis


Diare akut tanpa dehidrasi e.c. rotavirus
shigella
kolera
intolerasi laktosa
Alergi susu sapi
Kejang demam kompleks Epilepsi

II. DIAGNOSIS KERJA


Diare akut tanpa dehidrasi e.c rotavirus + kejang demam kompleks

VII. PENATALAKSANAAN
- Diazepam rektal 4,5mg setiap 8 jam jika suhu tubuh >38,5oC
- IVFD RL 900cc gtt IX/menit
- Zink 1 x 10 mg (1/2 tablet)/hari, oral, selama 10 hari
- Oralit 50-100cc setiap kali BAB cair dan 25-50cc setiap kali muntah
- Teruskan ASI
o Pemberian ASI lebih sering dan lebih lama
- Edukasi Ibu:
o Cara membuat oralit
o Oralit diberikan sedikit-sedikit tapi sering. Jika anak muntah,
tunggu 10 menit kemudian lanjutkan pemberian dengan lebih
lambat
o Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
o Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
o Menutup makanan

VIII. PROGNOSIS

7
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 6 Januari 2014 pukul 07.00
S: BAB cair (+), demam (-), kejang (-)
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Nadi 114 x/menit, reguler, i/t cukup
Pernapasan 30 x/menit
Temperatur 36, 8ºC
Kepala Nafas cuping hidung (-/-)
Mata cekung (-)
Konjungtiva palpebra pucat (-)
Sklera ikterik (-)
Thorax Bentuk normal, Simetris dan retraksi (-), lesi
kulit (-)
Cor : IC tidak terlihat dan tidak teraba, BJ
I/II normal, m(-), g(-)
Pulmo : simetris (statis=dinamis), Vesikuler
(+) normal, Rh(-/-), Wh(-/-).
Abdomen Datar, lemas, lesi kulit (-), BU (+)normal
Ekstremitas Akral pucat (-) deformitas (-)
A: Diare akut tanpa dehidrasi + Kejang
Demam Kompleks

Tanggal 7 Januari 2014 pukul 07.00


S: BAB cair (+), demam (+), kejang (-)
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis

8
Nadi 110 x/menit, reguler, i/t cukup
Pernapasan 30 x/menit
Temperatur 37,6ºC
Kepala Mata cekung (-)
Konjungtiva palpebra pucat (-)
Sklera ikterik (-)
Air mata (+)
Leher Pembesaran KGB (-)
Thorax Simetris dan retraksi (-)
Cor : BJ I/II normal, m(-), g(-)
Pulmo : simetris (statis=dinamis), Vesikuler
(+) normal, Rh(-/-), Wh(-/-).
Abdomen Datar, lemas, lesi kulit (-), BU (+)
Ekstrimitas meningkat
Akral pucat (-) deformitas (-)
A: Diare akut tanpa dehidrasi + Kejang
Demam Kompleks

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
2.1. Definisi Diare

Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan encer.
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK
UNSRI)/Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH), diare diartikan sebagai
defekasi dengan feses cair atau lembek dengan/tanpa lendir atau darah, dengan
frekuensi 3 kali atau lebih sehari.

9
2.2. Epidemiologi
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang
masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /
1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk.
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di
Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi
mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan
Papua).

2.3. Etiologi

Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi non inflammatory dan
inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui
produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus,
perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh bakteri, sebaliknya inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
Beberapa mikroorganisme penyebab diare akut yang dapat menyebabkan
diare pada manusia :
Bakteri Virus Parasit
Aeromonas Astrovirus Balantidum coli
Bacillus Cereus Calcivirus Blastocytis homonis

10
Campylobacter jejuni Enteric adenovirus Crystoporidium parvum
Clostridium perfringens Coronavirus* Entamoeba hystolica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lambia
Eschericia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplex virus* Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris tricura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Yersinia enterocolitica
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Sumber : ( Nelson Textbook of Pediatric dan Subagyo B dan Nurtjahjo S, 2010).

2.4. Klasifikasi

Terdapat beberapa pembagian diare:


1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure
to thrive) selama masa diare tersebut.(Suraatmaja, 2007).
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)
(Suraatmaja, 2007)
3. Berdasarkan derajat dehidrasi :
a. diare dibagi menjadi tanpa dehidrasi
b. diare dengan dehidrasi ringan sedang
c. diare dengan dehidrasi berat.
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi
dehidrasi ringan, sedang, atau berat, yaitu:
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Anak tampak sadar, kelopak
mata tidak cekung, air mata masih terlihat pada saat anak menangis, bibir dan
lidah basah, anak minum secara normal bila diberikan air atau oralit (meskipun

11
kadangkala anak menolak cairan oralit karena tidak menyukai rasanya), dan turgor
kulit kembali dengan cepat (<1 detik). Anak terlihat agak lesu, haus, dan agak
rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
a. Gelisah, cengeng
b. Anak sangat kehausan
c. Ubun-ubun besar dan kelopak mata cekung
d. Sedikit air mata saat menangis
e. Bibir dan lidah kering
f. Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera
kembali ke posisi semula (1-2 detik).
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
a. Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
b. Tidak bisa minum, tidak mau makan
c. Ubun-ubun besar dan kelopak mata sangat cekung
d. Tidak ada air mata sangat menangis
e. Bibir dan lidah sangat kering
f. Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
g. Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil
berkurang/kurang dari 6 popok/hari.
h. Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

Penilaian derajat dehidrasi berdasarkan gambaran klinis, dapat dilihat pada


tabel 1 di bawah.
Tabel 1. Derajat Dehidrasi berdasarkan Manifestasi Klinis
Gejala dan Tanda Derajat Dehidrasi
Klinis
Tanpa Dehidrasi Ringan Dehidrasi Berat
Dehidrasi Sedang
Keadaan umum

12
 Kesadaran Baik Gelisah Apatis
 Rasa Haus + +++ -
 Frekuensi Nadi < 120 Cepat > 140
 Frekuensi Napas Biasa Cepat dan dalam
Keadaan spesifik
 UUB Normal Cekung Cekung sekali
 Kelopak Mata Normal Cekung Cekung sekali
 Turgor < 1 detik 1.2 detik > 2 detik
 Selaput Lendir Normal Agak kering Kering
 Diuresis Normal Oliguri Anuri
Sumber: Diare pada Anak, 2008

2.5. Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme


dibawah ini:

1. Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan


elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu
secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare
tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum
(Simadibrata, 2006).

13
2. Diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen


dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik
(antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi
mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi
glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006)

3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle


empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif


+ + +
NA K ATPase di enterosit dan absorpsi Na dan air yang abnormal
(Simadibrata, 2006).

5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus


sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid
(Simadibrata, 2006).

6. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan


adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus
(Simadibrata, 2006).

7. Diare inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada


beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction,

14
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie,
2010).

8. Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari


sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif
(merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang
disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata, 2006).

2.6 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala diare dapat kita nilai dari riwayat anamnesa,pemeriksaan fisik,
dan laboratorium, kemudian dapat disimpulkan derajat diare dari
pemeriksaan tersebut.
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal – hal sebagai berikut : Lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah.
Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasanya,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan
minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti : batuk, pilek, otitis media, campak.
b. Pemeriksaan fisik
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO.

15
Tabel 2 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C
Keadaan Umum Baik, sadar *gelisah, rewel *lesu, lunglai
atau tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa *Haus, ingin *malas minum
tidak haus minum banyak atau tidak bisa
minum
Periksa : turgor Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan ringan/sedang Bila ada tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain

2.7. Penatalaksanaan Diare


Prinsip penatalaksanaan diare, yaitu:
a. Mencegah terjanya dehidrasi
Mencegah terjadi nya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang
dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air sup.Macam cairan yang dapat
digunakan akan tergantung pada :

1. Kebiasaan setempat dalam mengobati diare


2. Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
3. Jangkauan pelayanan Kesehatan
4. Tersedianya oralit
5. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang
diajukan , berikan air matang.
b. Mengobati dehidrasi

16
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa
ke petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita
harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum
dilanjutkan terapioral
c. Memberi makanan
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang
dianjurkan. Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI.
Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan
padat harus diberikan makananyang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi
sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama
2 minggu untuk membantu pemulihanberat badan anak.

d. Mengobati masalah lain


Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
diberikan pengobatan sesuai indikasi,dengan tetap mengutamakan
rehidrasi. Tidak ada Obat yang aman dan efektif untuk menghentikan
diare.
Terapi rehidrasi dengan cairan parenteral pada dehidrasi berat memerlukan
tahapan-tahapan, yaitu:

1) Terapi awal ditujukan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan


fungsi ginjal dengan cara reekspansi cepat volume CES,
2) Terapi lanjutan ditujukan untuk mengganti defisit air dan elektrolit
dengan kecepatan pemberian yang lebih rendah dibandingkan terapi
awal,
3) perlu memperhatikan kekurangan glukosa saat rehidrasi, karena diare
menyebabkan kekurangan kalori dan hipoglikemi.

17
Tabel 2. Perbedaaan Jenis, Jumlah, dan Kecepatan Pemberian Cairan

FK UNSRI WHO/Depkes

Tanda-tanda RL 20 ml/kgBB
syok secepatnya

Terapi Awal RL 30 ml/kgBB/jam RL 30 ml/kgBB

< 1 tahun: 1 jam

≥ 1 tahun: ½ jam

Terapi RL 30 ml/kgBB/jam, RL 70 ml/kgBB


Lanjutan monitor setiap jam,
< 1 tahun: 5 jam
hentikan jika rehidrasi
tercapai ≥ 1 tahun: 2 ½
jam

Jumlah Total RL 120 ml/kgBB/4 jam RL 100 ml/kgBB

RL resusitasi syok

Sumber: Diare pada Anak, 2008

Pada diare akut tanpa penyulit (penyakit jantung, BP, bronkiolitis,


meningitis, ensefalitis, penyakit ginjal, hipernatremia), rehidrasi ditujukan untuk
mengganti PWL (previous water loss). Pemberian rehidrasi cepat (3-6 jam)
ditujukan untuk: 1) memperbaiki dinamik sirkulasi, 2) mengganti defisit yang
terjadi, sementara penggantian CWL (on going water loss) dan IWL (insensible
water loss) dilakukan per oral. Berbeda dengan diare akut murni, pada diare akut
dengan penyulit, tujuan pemberian cairan adalah: 1) mengganti kehilangan yang
terjadi/PWL, 2) mencukupi kehilangan abnormal cairan/CWL, 3) mengganti
cairan melalui keringan dan pernapasan/IWL.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka jumlah terapi cairan selama 24 jam


adalah:

1. Dehidrasi ringan sedang

18
200 ml/kgBB/24 jam: 1) PWL 75 ml/kgBB +, 2) CWL 10-20 ml/kgBB/BAB,
5-10 ml/kgBB/muntah dengan rerata 100 ml/kgBB +, 3) IWL 25
ml/kgBB/hari atau 1) kebutuhan rumatan 100 ml/kgBB/hari +, 2) PWL
dehidrasi ringan sedang 50-100 ml/kgBB + 3) CWL tergantung BAB dan
muntah

2. Dehidrasi berat
250 ml/kgBB/24 jam: 1) PWL 125 ml/kgBB +, 2) CWL 10-20
ml/kgBB/BAB, 5-10 ml/kgBB/muntah dengan rerata 100 ml/kgBB +, 3) IWL
25 ml/kgBB/hari atau atau 1) kebutuhan rumatan 100 ml/kgBB/hari +, 2)
PWL dehidrasi ringan sedang 125 ml/kgBB + 3) CWL tergantung BAB dan
muntah

3. Pada dehidrasi berat disertai penyulit, diberikan cairan sebanyak 250


ml/kgBB/24 jam dimana ¼ bagiannya (60 ml/kgBB/hari) diberikan dalam 4
jam pertama sedangkan sisanya (190 ml/kgBB/hari) diberikan dalam 20 jam
selanjutnya.

2.8. Komplikasi Diare


Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit dapat terjadi berbagai
komplikasi seperti:

1. Dehidrasi
2. Renjatan (shock) hipovolemik
3. Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiponatremia,hipernatremia)
4. Hipoglikemi
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang
7. Malnutrisi energi protein

KEJANG DEMAM
2.9 Definisi

19
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus
dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat.

2.10 Faktor Resiko 


Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat
kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira – kira 33 % anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira 9 % anak akan mengalami tiga
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

2.11 Klasifikasi 
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

20
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang
demam.
Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana,
kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu
yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga
tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur
– umur sebelumnya terdapat periode – periode dimana anak menderita
suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada
kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang
ini ada penyebabnya.

Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak
mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya
kenaikan suhu yang tiba – tiba merupakan faktor yang penting untuk
menimbulkan kejang.

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya


bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal; kadang – kadang hanya
kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi
sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,
umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang
demam sederhana masih mungkin.

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) 


Kejang dengan salah satu ciri berikut :
a. Kejang lama lebih dari 15 menit.

21
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
 
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejang demam.

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih
dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang demam.

2.12 Diagnosis Banding


Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya : 
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
4. Dan lain – lain 
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan
saraf pusat (otak). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan
jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.

2.13 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. 
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

22
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan
saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat
berkembang menjadi:
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.
Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah
3. Kelainan motoric
4. Gangguan mental dan belajar
 
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama.

d. Faktor resiko terjadinya epilepsy:


Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko
menjadi epilepsi adalah :

23
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

2.14 Penatalaksanaan Kejang Demam


Penatalaksanaan Saat Kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB
perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis
5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas
usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3 – 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif.

24
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
resikonya.

Pemberian Obat Pada Saat Demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10
– 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang
dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan 
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pemberian Obat Rumat

a. Indikasi pemberian obat rumat 


Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) :
1. Kejang lama > 15 menit. 
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal.

25
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan. 
• Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya
keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan
dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan
fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.

26
2.15 Patofisiologi Kejang Demam 
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

27
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang.
Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan
mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia. Kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian
diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan
pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.

28
BAB III
ANALISA KASUS

BAB cair berlangsung selama 1 hari dengan frekuensi 4x/hari banyaknya


½ gelas belimbing setiap BAB cair, air lebih banyak daripada ampas tidak
ditemukan lendir dan darah, Keadaan ini sesuai dengan batasan diare menurut
WHO yaitu BAB lunak/cair dengan frekuensi ≥3x/hari dengan atau tanpa darah
atau lendir. Durasi diare berlangsung 1 hari, diklasifikasikan sebagai diare akut,
yaitu diare yang berlangsung <14 hari, dan frekuensi <4 episode/bulan. BAB cair
tanpa disertai darah dan lendir berarti diare yang terjadi bukan karena infeksi
Shigella. Perubahan feses tidak berwarna seperti air cucian beras dan tidak berbau
bayclin sehingga kemungkinan penyebab kolera dapat disingkirkan. Ibu pasien
menyangkal memberikan obat-obatan tertentu pada si anak, menyangkal
pemberian susu formula, menyangkal memberikan makanan pedas, asam, dan
bersantan, pemberian makan-makanan instan sebelumnya juga disangkal,
sehingga dapat dipikirkan bahwa penyebab intoleransi laktosa dan alergi protein
susu sapi dapat disingkirkan.
Untuk membedakan diare akut karena bakteri virus, diperlukan anamnesis
serta pemeriksaan fisik dan lanjutan yang cermat. Adapun perbedaan antara
keduanya, yaitu:

Virus Bakteri Pada Penderita

29
Mual muntah sering jarang Jarang
Demam + ++ -
Bau tinja - Busuk -
Konsistensi tinja Cair Agak lembek Cair
Frekuensi 5-10x >10x 3-4x
Warna Kuning Kehijauan Kuning

Klasifikasi diare dengan/tanpa dehidrasi dapat dilihat di tabel di bawah ini:

Gejala dan Derajat Dehidrasi pasien


Tanda Klinis
Tanpa Dehidrasi Dehidrasi
Dehidrasi Ringan Berat
Sedang
Keadaan umum
 Kesadaran Baik Gelisah Apatis baik
 Rasa Haus + +++ - +
 Frekuensi Nadi < 120 Cepat > 140 135x/menit
 Frekuensi Biasa Cepat dan 44x/menit
Napas dalam
Keadaan
spesifik
 UUB Normal Cekung Cekung normal
sekali
 Kelopak Mata Normal Cekung Cekung normal
sekali
 Turgor < 1 detik 1.3 detik > 2 detik <1 detik
 Selaput Lendir Normal Agak kering Kering normal
 Diuresis Normal Oliguri Anuri normal

Sehingga dapat dipikirkan bahwa pada penderita ini adalah diare akut tanpa
dehidrasi e.c rotavirus

Pasien juga mengalami kejang, kejang seluruh tubuh, tangan bergerak


kaku, mata mendelik ke atas, kejang terjadi berulang sebanyak 3x masing-masing
kejang terjadi selama 1 menit, anak menangis sebelum dan setelah kejang, anak
tidak mengalami penurunan kesadaran. Sebelum kejang pasien mengalami

30
demam, demam tinggi. tidak ada riwayat keluarga menderita kejang, tidak ada
riwayat menderita kejang sebelumnya, tidak ada riwayat trauma. Kejang terjadi
setelah anak mengalami demam, kondisi ini dapat ditemui pada kejang demam,
yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi
pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Kejang terjadi sebanyak 3x,
selama kira-kira 1 menit,di antara setiap kejang anak menangis, menandakan anak
sadar. Kejang pada seluruh tubuh yang diawali dengan kejang pada tangan yang
bergerak kaku. Epilepsi dapat disingkirkan setelah mendapatkan data mengenai
riwayat penyakit dahulu pasien dan keluarga, yaitu tidak adanya riwayat kejang
pada keluarga dan pasien. Dapat dipikirkan bahwa yang terjadi pada pasien ini
adalah kejang demam kompleks. Sehingga diagnosis pasien ini adalah diare akut
tanpa dehidrasi e.c rotavirus + kejang demam kompleks.
Penatalaksanaan awal adalah dengan memberikan diazepam rektal dengan
dosis 4,5mg. Diazepam rektal ini dapat diberikan dengan jarak waktu 8 jam dan
apabila suhu tubuh > 38,5oC. Penggantian cairan secara parenteral diberikan
dengan RL 900cc dengan gtt IX/menit. Oralit diberikan untuk menggantikan
kehilangan cairan yang keluar lewat BAB cair dan muntah dengan dosis 50-100cc
setiap kali BAB cair dan 25-50cc setiap kali muntah. . Zinc 10 mg/hari diberikan
selama 10 hari guna memperbaiki fungsi mukosa usus dan mencegah kejadian
diare berulang selama 2-3 bulan ke depan. ASI dan pemberian makanan lain
diteruskan, ASI diberikan lebih sering dan lebih lama. Antibiotika tidak perlu
diberikan karena diare paling banyak disebabkan oleh virus, dan pemberian
antibiotika tidak akan mempengaruhi durasi dan derajat dehidrasi pada diare.

DAFTAR PUSTAKA

31
Salwan, H. 2013. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. 2013. Diare
Akut. Palembang.
Juffrie, M dkk. 2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1 Cetakan
Ketiga. UKK- Gastroenterologi-Hepatologi IDAI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Buku Bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare.
Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai